BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Penerapan Analisis Konjoin untuk Keinginan Siswa Terhadap Pelayanan Kesehatan di SMA Harapan 3 Medan Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Di era globalisasi sekarang ini, kompetisi di antara perusahaan maupun instansi semakin ketat. Perusahaan-perusahaan tersebut saling berkompetisi untuk menjadi yang paling unggul dalam memenuhi kebutuhan pasar yang menjadi sasaran. Jika perusahaan tersebut tidak memiliki keistimewaan dalam pasar, maka perusahaan tersebut tidak akan berumur panjang. Oleh karena itu perlu dirancang produk atau pelayanan dengan keistimewaan tersendiri sebagai ciri khas dari suatu perusahaan yang dapat memberikan kepuasan pada konsumen. Namun sebelum suatu produk atau pelayanan dirancang, perlu dilakukan pendekatan analitis untuk memeroleh gambaran mengenai keinginan konsumen (Kotler, 2000).

  Dalam menganalisis keinginan konsumen dibutuhkan “ilmu statistik” terutama analisis multivariatnya yang memungkinkan dilakukan analisis terhadap lebih dari dua variabel secara bersamaan yang pola hubungannya dapat bersifat dependen maupun independen. Pola hubungan yang bersifat dependen memerlukan variabel bebas dan tergantung dalam analisisnya. Sedangkan pola hubungan yang bersifat independen tidak memerlukan adanya variabel tergantung. Ada beberapa teknik dalam analisis multivariat, di antaranya yaitu analisis korelasi kanonikal, analisis manova, analisis kluster, analisis diagram pohon, analisis faktor, analisis diskriminan, dan analisis konjoin (Sarwono, 2006).

  Salah satu dari analisis multivariat yang telah dijabarkan di atas adalah analisis konjoin. Analisis konjoin merupakan salah satu metode analisis multivariat yang secara spesifik digunakan untuk mengetahui bagaimana responden menentukan pilihan-pilihan untuk produk atau pelayanan (Hair et al, 2010).

  Sejak pertengahan tahun 1970, analisis konjoin sudah sangat menarik perhatian sebagai sebuah metode yang dapat menggambarkan secara realistis mengenai keputusan para konsumen mengenai atribut-atribut suatu produk (Hair et

  al , 2010). Pada awalnya, analisis konjoin banyak digunakan pada perusahaan- perusahaan sebagai riset terhadap produk baru yang akan ataupun sudah diluncurkan.

  Namun seiring dengan perkembangan zaman, analisis konjoin dapat diterapkan pada bidang-bidang lainnya (Santoso, 2012).

  Teknik analisis konjoin penting karena ada banyak faktor yang memengaruhi penilaian konsumen dalam menentukan pilihan suatu produk atau pelayanan. Analisis konjoin ini tepat dan baik dalam menentukan strategi pemasaran sekaligus dapat digunakan dalam penentuan segmentasi pasar berdasarkan preferensi konsumen terhadap atribut produk atau pelayanan yang dipilihnya (Yanti, 2011).

  Analisis konjoin merupakan metode multivariat yang unik karena peneliti terlebih dahulu harus membentuk produk atau pelayanan hipotetik yaitu dengan cara mengombinasikan taraf-taraf dari setiap atribut. Dari kombinasi-kombinasi yang terbentuk tersebut selanjutnya responden diminta untuk memberikan peringkat terhadap setiap kombinasi (Hair et al, 2010).

  Salah satu penerapan analisis konjoin adalah pada bidang kesehatan. Dalam waktu dua puluh tahun terakhir, analisis konjoin banyak digunakan dalam riset ekonomi kesehatan dan manajemen pelayanan kesehatan. Teknik analisis ini dapat diterapkan pada pembuatan keputusan tentang pola pelayanan kesehatan, penentuan prioritas, maupun evaluasi ekonomi dalam menghadapi keterbatasan anggaran kesehatan (Murti, 2002). Begitu pula dengan kesehatan masyarakat Indonesia yang masih perlu mendapat perhatian dan perlu peningkatan, maka analisis ini dapat diaplikasikan pada sumber dayanya agar lebih baik lagi.

  Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 yang menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Kemenkes RI, 2009). Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia adalah membangun fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Kemenkes RI, 2009). Hal ini sesuai dengan konsep Hendrik L. Blum (1974) yang menyatakan bahwa ada empat faktor yang memengaruhi status derajat kesehatan masyarakat atau perorangan dan salah satunya adalah pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

  Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer), pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder), dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier). Untuk pelayanan kesehatan yang paling utama dibutuhkan masyarakat ketika mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan adalah pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) yang sebagian besar berada di pedesaan atau sekolah-sekolah. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) adalah klinik (Notoatmodjo, 2003).

  Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan perorangan, tetapi klinik juga dapat memberikan pendidikan kesehatan terkait eksistensinya di sekolah-sekolah. Pendidikan kesehatan sangat penting untuk merubah paradigma masyarakat yang selama ini hanya melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan setelah mereka mengalami gangguan kesehatan dengan harapan mendapat kesembuhan dengan cepat. Paradigma masyarakat tersebut harus segera ditinggalkan karena alangkah baiknya jika pemeriksaan kesehatan dilakukan secara rutin dan sejak dini sebelum sakit untuk mengurangi risiko kejadian sakit yang membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi (Notoatmodjo, 1993).

  Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan pendidikan kesehatan terutama bagi anak usia sekolah agar tertanam kebiasaan preventif dalam kesehatan sejak dini. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, salah satu upaya kesehatan dilakukan melalui kegiatan kesehatan sekolah. Selanjutnya pada Pasal 79 Ayat (1) dijelaskan bahwa kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Ayat (2) menjelaskan bahwa kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain (Kemenkes RI, 2009).

  Menurut Tim Pembina Kesehatan Sekolah Propinsi Jawa Timur (2004), meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pembangunan tidak terlepas dari dua faktor yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya yaitu faktor pendidikan dan kesehatan. Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan itu berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung terciptanya peningkatan status kesehatan seseorang. Maka program kesehatan sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas, menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat yang setinggi-tingginya. Hal ini sejalan dengan konsep WHO (World Health Organization) melalui gerakan Global School Health Initiative yang saat ini sedang digalakkan di seluruh dunia (Ardi, 2009).

  Sasaran pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada kelompok/populasi umur tertentu sangat menentukan keberhasilan suatu program kesehatan. Oleh karena itu, target pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak usia sekolah yaitu anak-anak sekolah yang duduk di tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan Sekolah Menengah Tingkat Atas, serta Sekolah Luar Biasa (Effendy, 1998).

  Dengan dasar: (1) Populasinya tergolong besar karena jumlah anak usia sekolah mencapai ±29% dari jumlah penduduk dan diperkirakan 50% dari jumlah tersebut adalah anak-anak yang mendapat pendidikan di sekolah. (2) Masyarakat sekolah yang terdiri dari siswa, guru, dan orangtua siswa merupakan masyarakat yang paling peka terhadap pengaruh modernisasi dan tersebar merata di seluruh Indonesia. (3) Mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik di institusi-institusi sekolah. (4) Pendidikan dan pelayanan kesehatan yang diberikan sejak dini jauh lebih baik dari pada diberikan pada usia yang sudah agak terlambat karena pada usia dini anak dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan sehingga masih muda dibina dan dibimbing. (5) Anak usia sekolah merupakan generasi penerus yang potensial karena mereka akan berumah tangga, menjadi orangtua, dan mempunyai anak, maka nasib anak-anaknya dalam bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan banyak bergantung kepada mereka. (6) Pendidikan kesehatan melalui masyarakat sekolah ternyata paling efektif di antara usaha-usaha yang ada untuk mencapai kebiasaan hidup sehat dari masyarakat pada umumnya. (7) Masalah kesehatan yang dialami anak usia sekolah ternyata sangat kompleks dan bervariasi karena anak sangat rentan terhadap penyakit, (8) Keadaan kesehatan anak sekolah sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar yang dicapai. (9) Banyak kegiatan dapat diintegrasikan dengan program kesehatan sekolah. (10) Anak usia sekolah merupakan SDM yang sangat berharga bagi negara (Entjang, 2000).

  Pelayanan kesehatan sekolah baik dilaksanakan pada tingkat sekolah karena pada usia ini, individu sedang mengalami perkerkembangan fisik dan mental ke arah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun nonsosial meningkat serta terjadi perubahan cara berpikir logik, abstrak, sistematis, dan mulai berhipotesis sebagai hasil dari sekolah formal yang dijalaninya sehingga cakrawala intelektual mereka semakin meluas (Pratisti, 2008).

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2003) terhadap 100 siswa di sekolah-sekolah Muhammadiyah dan Aisyiyah Yogyakarta mengenai pelayanan kesehatan menjelaskan bahwa waktu layanan adalah atribut terpenting (42,39%) dengan taraf 1x seminggu. Atribut terpenting kedua adalah atribut pemberi layanan (26,48%) dengan taraf dokter. Atribut terpenting ketiga adalah atribut pelayanan di luar jam sekolah (18,23%) dengan taraf anak mempunyai kartu anggota ke salah satu rumah sakit Islam yang ditunjuk. Dan atribut yang tidak terlalu penting bagi siswa adalah penyediaan obat (12,91%) dengan taraf penyediaan obat di sekolah cukup untuk P3K. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak membutuhkan layanan kesehatan terlalu sering di sekolah untuk itu penyediaan obat cukup dengan P3K saja dan mereka lebih percaya kepada dokter dibanding tenaga kesehatan yang lain serta menurut mereka kartu anggota dibutuhkan untuk rujukan ke rumah sakit Islam.

  Sekolah-sekolah di Kota Medan sudah banyak yang mengadakan program kesehatan sekolah (misalnya Usaha Kesehatan Sekolah dan klinik sekolah), tetapi tidak sedikit pula program kesehatan sekolah yang tidak aktif. Oleh karena itu, peneliti memilih Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan untuk dijadikan lokasi penelitian karena sudah memiliki klinik sekolah yang aktif dengan dipimpin oleh seorang dokter dan seorang perawat sebagai petugas kesehatan serta memenuhi syarat untuk penerapan analisis konjoin. Diharapkan dengan penelitian ini dapat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan di Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan serta dapat meningkatkan kepopularitasan Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan.

  1.2 Rumusan Masalah

  Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana hasil penerapan analisis konjoin untuk menggambarkan keinginan siswa terhadap pelayanan kesehatan di SMA Harapan 3 Medan Tahun 2013.

  1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

  Menerapkan analisis konjoin untuk menggambarkan keinginan siswa terhadap pelayanan kesehatan di SMA Harapan 3 Medan Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mendapatkan kombinasi-kombinasi atribut dan taraf pelayanan kesehatan di SMA Harapan 3 Medan Tahun 2013.

  2. Untuk menentukan nilai kepentingan relatif dari setiap atribut pelayanan kesehatan di SMA Harapan 3 Medan Tahun 2013.

  3. Untuk mengetahui kombinasi atribut dan taraf pelayanan kesehatan di SMA Harapan 3 Medan yang paling disukai oleh siswa SMA Harapan 3 Medan yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di sekolah tersebut.

  4. Untuk mengetahui tingkat ketepatan prediksi (predictive accuracy) antara hasil analisis konjoin dengan keinginan siswa SMA Harapan 3 Medan yang sesungguhnya.

1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan masukan bagi Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan dan Klinik Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan.