Pemanfaatan Jerami Padi Fermentasi Dengan Mod-71 Terhadap Performans Domba Sei Putih Jantan
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Domba
Semua domba memiliki beberapa karakteristik yang sama kedudukanya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas:
Mammalia (menyusui), Bangsa: Placentalia (mempunyai plasenta), Suku:
Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku genap), Sub Ordo: Seledontia(ruminansia), Famili: Bovidae, Sub Famili: Caprinus, Genus: Ovis, Spesies: Ovis aries (Kartadisastra, 1997).
Ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dalam pemeliharaan yaitu : cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam satu tahun, berjalan dengan jarak lebih dekat saat digembalakan sehingga lebih mudah dalam hal pemeliharaan, pemakan rumput sehinga mudah dalam pemberian pakan, sumber pupuk kandang dan keuangan bagi peternak (Tomaszewska et al., 1993).
Domba Sei Putih Domba Sei Putih adalah bangsa domba yang diperoleh dari persilangan yang
dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Ternak (SBPT) Sungei Putih Galang, Sumatera
Utara bekerjasama dengan Small Ruminant-Collaborative Research Support Program
(SR-CRSP) sejak tahun 1986. Komposisi darahnya adalah 50% domba lokal Sumatera, 25% domba St. Croix (Virgin Island) dan 25% domba Barbados Blackbelly
(Gatenby et al., 1995). Beberapa keuntungan atau kelebihan yang diperoleh dari
domba Sungei Putih antara lain : 1) Produktivitasnya lebih tinggi daripada domba lokal Sumatera (± 40% lebih tinggi). Hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan yang tinggi, tetapi jumlah anak per kelahiran, interval beranak dan mortalitas anak yang relatif rendah, 2) Adaptasi yang baik terhadap lingkungan termasuk resisten terhadap parasit internal, 3) Karkasnya lebih besar, dengan kualitas pakan yang baik, rata-rata bobot hidup domba jantan muda adalah 20 kg pada umur 7 bulan dan 30 kg pada umur 11 bulan, 4) Wolnya lebih sedikit dari pada domba Lokal Sumatera, domba Lokal ekor tipis dan domba Priangan. Berdasarkan alasan tersebut domba Sungei Putih disebut Hair Sheep (Gatenby and Batubara, 1994).
Ternak domba atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat popular dikalangan petani di Indonesia.
Jenis ternak ini lebih mudah dipelihara, dapat memanfaatkan limbah dan hasil setiap tersedia setiap saat serta modal yang diperlukan relatif kecil dibandingkan ternak besar (Setiadi and Inounu, 1991).
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ternak
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat-zar mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Selama pertumbuhan dan perkembangan, bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan maksimal yang berbeda pula. Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Komposisi kimia komponen-komponen tubuh termasuk tulang, otot dan lemak. Tulang, otot dan lemak merupakan komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 1994).
Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan memiliki respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering rumput yang disebabkan oleh beda kualitas , daya cerna dan spesies tanaman (Devendra and Burns,1970). Sedangkan pengurangan makanan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan bila pengurangan makanan sangat parah akan menyebabkan hewan kehilangan berat badannya (Tillman et al.,1984).
Ternak yang masih muda membutuhkan lebih sedikit makanan dibandingkan ternak yang lebih tua untuk setiap unit pertambahan bobot badan.
Sebab pertambahan bobot badan hewan muda sebagian disebabkan karena pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ vital, sedangkan untuk ternak yang lebih tua pertambahan bobot badan tersebut disebabkan karena perletakan lemak (Parakkasi, 1995).
Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen atau pengelolaan yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. Menurut Tomaszewska et al.(1993) bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa.
Sistem Pencernaan Domba
Hewan herbivora seperti domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak. Saluran pencernaan pada hewan ini lebih panjang dan kompleks. Pakan hewan ini banyak mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Pada hewan ruminansia modifikasi lambung yang dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab) dan abomasum. Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, abomasum 7-8% (Prawirokusumo, 1994).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hijauan yang dicincang sekitar 5-10 cm akan lebih efisien dikonsumsi oleh domba, karena bentuknya yang kecil.
Dengan pencincangan, domba akan mengambil cincangan hijauan tersebut sesuai dengan kapasitas mulutnya. Berbeda halnya dengan hijauan yang masih utuh, domba mengambilnya dalam jumlah yang lebih banyak, dan sesekali berebut dengan domba lainnya. Ada kalanya hijauan tersebut terlepas dan jatuh ke lantai kandang yang kotor. Akhirnya hijauan tidak terkonsumsi. Pencincangan hijauan membutuhkan beberapa tindakan lain agar tujuan efisiensi pemberian pakan tercapai (Sodiq and Abidin, 2002).
Kapasitas alat pencernaan pada manusia dan beberapa hewan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kapasitas alat pencernaan pada manusia dan beberapa hewan Manusia Babi Kuda Domba Sapi
Alat pencernaan Berat badan (kg)
75 90 450 80 575
- Rumino reticulum (l) 17 125
- Omasum (l)
1
20 Abomasum (l)
1
8
8
2
15 Total perut
1
8
8 20 160 Usus kecil (l)
4
9
27
6
65
- Caecum (l)
1
14
1
10 Usus besar (l)
1
9
41
3
25 Total
6
27
90 30 260 Sumber: Parakkasi (1999).
Peran Mikroba Rumen
Adanya mikroba dan aktivitas fermentasi di dalam rumen merupakan salah satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak ruminansia dengan ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Offer and Robert, 1996). Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston and Leng, 1987).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids =
VFA’s) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam
isobutirat dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry et al., 1977). Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri, karena biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia.
Sauvant et al. (1995) menyebutkan bahwa 2/3 – 3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba.
Kualitas pakan yang rendah seperti yang umum terjadi di daerah tropis menyebabkan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Hampir sekitar 70 % kebutuhan protein dapat dicukupi oleh mikroba rumen (Sutardi, 1980).
Produk akhir fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasokan utama protein bagi ternak ruminansia. Menurut Arora (1995) sekitar 47% sampai 71% dari nitrogen yang ada di dalam rumen berada dalam bentuk protein mikroba.
Fermentasi Bahan Pakan dengan MOD-71
MOD-71 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung isolat asli alam Indonesia, seperti Azotobacter, Bacillus, Nitromonas, Nitrobacter,
Pseudomonas, Chytophaga, Sporocytophaga, Micrococcus, Actinomycetes,
Streptomyces, sedangkan dari jenis fungi adalah Trichoderma, Aspergillus
Gliocladium dan Penicilium (Utomo, 2009).MOD (Microorganism Decomposer) 71, yang merupakan suatu kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang bermanfaat.
Sehingga membentuk suatu formula yang sangat berguna untuk melakukan dekomposisi terhadap jerami padi. Fermentasi jerami padi menggunakn MOD-71 dapat dilakukan secara aerob (memerlukan oksigen) (http://organicindonesian vanilla.blogspot.com/2008/01, 2008).
Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram
positif pada kultur muda, motil (reaksi nonmotil kadang terjadi), menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa spesies bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi bervariasi. Tiap spesies berbeda dalam penggunaan gula, sebagian melakukan fermentasi dan sebagian tidak (Barrow, 1993).
Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizobakteri yang selalu terdapat di tanaman serealia seperti jagung dan gandum (Hindersah and Simarmata, 2004) serta sayuran. Azotobacter merupakan bakteri penambat nitrogen aerobik non-simbiotik yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi + 2-15 mg nitrogen/gram sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan (Subba Rao, 1982).
Ciri-ciri Azotobacter lainnya adalah termasuk ke dalam bakteri Gram negatif dan bergerak dengan flagel peritrik. Kisaran pH untuk pertumbuhan dengan adanya nitrogen tambahan adalah 4,5-8,5 sedangkan pH optimal untuk pertumbuhan dan pengikatan nitrogen adalah 7-7,5. Walaupun bakteri ini bersifat aerobik, namun dapat tumbuh dengan kadar oksigen yang rendah. Setiap spesies menghasilkan pigmen yang dapat larut dalam air sehingga menimbulkan warna yang khas pada lingkungan habitatnya (Holt et al., 1994).
Bakteri dari famili Azotobacteraceae merupakan sebagian besar dari bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas. Meskipun Azotobacter adalah bakteri aerob obligat, enzim nitrogenase yang dimilikinya yaitu enzim yang mengkatalisis pengikatan N
2 , bersifat sensitif terhadap O 2 . Sehingga diduga
bahwa karakteristik Azotobacter yang mempunyai kapsul lendir yang tebal membantu melindungi enzim nitrogenase dari O Azotobacter dapat tumbuh pada
2.
berbagai macam jenis karbohidrat, alkohol, dan asam organik. Metabolisme senyawa karbon teroksidasi sempurna, sedangkan asam atau produk fermentasi yang lain jarang dihasilkan. Azotobacter merupakan bakteri Gram negatif. Jenis azotobacter diantaranya Azotobacter chlorococcum dan Azotobacter vinelandi.
Actinomycetes adalah kelomdengan nisbah G/C
yang tinggi. Bakteri ini pernah diklasifikasi sebagaiserta menghasilkan
Keadaan lingkungan yang aerobik akan menyebabkan terjadinya proses
2-
oksidasi amoniak menjadi nitrit (NO ) dan selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat
3-
(NO ). Organisme yang melaksanakan nitrifikasi diantaranya Nitrosomonas sp yang mengubah amoniak menjadi nitrit. Organisme yang mengubah nitrit menjadi nitrat adalah Nitrobacter (Wikipedia, 2005). Menurut Schlegel dan Schmidt (1994) Nitrifikan (penitrifikasi) adalah bakteri gram-negatif yang disatukan dalam keluarga Nitrobacteraceae. Bakteri Nitrosomonas sp merupakan bakteri kemolitrotropik yang menggunakan CO2 sebagai sumber karbon di dalam sintesa biomassanya.
Nitrosomonas dan nitrobacter adalah terminologi bakteri Lithotrophic. Mereka membutuhkan oksigen dan makanan untuk hidup dan membangun koloni dimedia dengan permukaan yang keras dan bersih.
Trichoderma sp . dapat berfungsi sebagai biofungisida yaitu menghambat pertumbuhan beberapa jamur antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani.
Lignin merupakan pembatas bagi kecepatan dan efisiensi dekomposisi pada jerami padi dan bahan lain yang mengandung kadar lignin yang tinggi.
Dengan demikian diperlukan upaya untuk mempercepat perombakan lignin dan
.
selulosa dengan berbagai dekomposer atau bioaktivator Penggunaan mikroba dekomposer dapat dilihat dari efektivitas dan efisiensi, biaya dan kemudahan aplikasinya.
Fermentasi adalah proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik produk tertentu (Saono, 1974 disitasi Sinaga, 2002).
Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi didalam fase cair (Hardjo et al., 1989).
Pada proses fermentasi dibutuhkan dosis jamur tertentu dan waktu fermentasi tertentu pula, makin banyak dosis jamur yang digunakan makin cepat proses fermentasi berlangsung dan makin lama waktu yang digunakan makin banyak bahan yang dirombak (Sulaiman, 1998), sedangkan menurut Winarno dan Fardiaz (1979), menyatakan bahwa fermentasi kapang pada umumnya membutuhkan waktu antara 2 sampai 5 hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi menurut Kuswanto (1989) adalah konsentrasi gula, pH fermentasi, temperatur, penambahan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor, ammonium sulfat, ammonium fosfat dan lain-lain yang mengandung N, P, K waktu fermentasi, dan aerasi.
Konsentrat
Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).
Teknik pemberian pakan juga perlu diperhatikan dengan kaitannya dengan suplementasi konsentrat, untuk meningkatkan kecernaan bahan organik sapi, pemberian konsentrat sebaiknya dilakukan dua jam sebelum pemberian hijauan, tetapi menurut (Owen, 1979) konsentrat dapat diberikan secara bersama- sama dengan hijauan sebagai pakan lengkap. Hal ini sejalan dengan pendapat (Ibrahim, 1988) pada pemberian hijauan dan konsentrat secara bersama-sama dalam bentuk campuran yang seragam, akan meningkatkan nilai guna hijauan yang diberikan, terutama bila hijauan yang diberikan berkualitas rendah.
Menurut Williamson and Payne, (1993) dan Tillman et.al., (1991) konsentrat merupakan bahan pakan tambahan yang diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari bahan pakan utama yaitu hijauan. Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan.
Pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya nutrien yang dibutuhkan. Konsentrat untuk domba umumnya disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Konsentrat terdiri dari biji-bijian yang digiling halus, seperti jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai dan dedak (Williamson and Payne, 1993).
Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan yang kaya akan kaarbohidrat dan protein. Konsentrat untuk domba memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).
Pakan Berbasis Limbah Pertanian dan Perkebunan Jerami padi
Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan berlangsung secara optimal. Sumber utama serat kasar adalah hijauan, oleh karena itu ada batasan minimal pemberian hijauan dalam komponen ransum ternak ruminansia. Untuk penggemukan ternak ruminansia misalnya, kebutuhan minimal hijauan berkisar antara 0.5–0.8% bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan. Apabila usaha penggemukan dilakukan dalam waktu singkat maka diperlukan konsentrat yang banyak dalam komponen ransumnya (Siregar, 1994).
Jerami padi merupakan hasil ikutan pertanian terbesar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta ton per tahun. Produksinya per hektar sawah padi bisa mencapai 12-15 ton, atau 4-5 ton bahan kering setiap kali panen, tergantung lokasi dan varietas tanaman. Sejauh ini, pemanfaatan jerami padi sebagai pakan baru mencapai 31-39%, sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36-62%, dan sekitar 7-16% digunakan untuk keperluan industri. Jerami padi mempunyai potensi yang sangat baik untuk dimanfaatkan menjadi makanan ternak ruminansia agar dapat meningkatkan produktivitasnya (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).
Jerami padi merupakan salah satu pakan alternatif yang paling banyak dipakai untuk memenuhi kekurangan hijauan pakan ternak. Namun bahan pakan tersebut berkualitas rendah karena rendahnya kandungan nutrien dan kurang dapat dicerna. Dinding sel jerami padi banyak mengandung lignin dan silika, sehingga menyebabkan selulosa dan hemiselulosa yang merupakan sumber energi bagi ternak tidak dapat dicerna oleh mikroba di dalam rumen. Oleh karena itu agar jerami padi dapat memenuhi syarat sebagai bahan pakan yang baik, maka kualitasnya harus ditingkatkan (Akmal, 1994).
Tabel 2. Kandungan nutrisi jerami padi Uraian
Kandungan (%) Bahan kering
31,87 Protein kasar
4,50 Serat kasar
35,00 Lemak kasar
1,55 TDN
43,00 Sumber: Anggorodi ( 1995). Komponen kandungan pada jerami dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen Jerami Padi
Komponen Kandungan (%) Selulosa
39 Hemiselulosa
27 Lignin
12 Abu
11 Sumber: Wordpress.com (2012). Jerami padi mempunyai lebih banyak lignin dari pada rumput-rumput didaerah beriklim sedang. Jerami padi mempunyai kandungan lignin yang tinggi sekali yaitu lebih dari 10% (Arora, 1995). Sedangkan menurut Kartadisastra (1997), jerami padi mempunyai kandungan serat kasar lebih dari 18%. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang potensial yang terdapat melimpah hampir diseluruh wilayah Indonesia. Hasil survey menunjukkan bahwa produksi limbah pertanian di Pulau Jawa dan Bali kurang lebih 28.7 juta ton setiap tahun atau berkisar antara 22.9-24.4 juta ton per tahun.
Jerami padi sebagai pakan ruminansia yang potensial untuk mengatasi keterbatasan hijauan. Akan tetapi jerami padi rendah nutrisinya dan kecernaan serta kandungan silika dan lignin yang tinggi membutuhkan suplementasi protein dan energi dalam pengunaannya sebagai pakan (Chuzaemi et al., 1989).
Adapun kandungan nutrisi pakan dari beberapa limbah pertanian terdapat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Kandungan nutrisi pakan asal limbah pertanian
No Nama Bahan BK BK (%) PK (%) LK(%) SK (%) TDN(%)
1 Jerami padi 31,87 5,21 1,17 26,78 51,49
2 Kulit kedelai 90,37 18,96 1,25 22,83 62,72
3 Klobot jagung 42,56 3,40 2,55 23,32 66,41
4 Tongkol jagung 76,61 5,62 1,57 25,54 53,07
5 Jerami kacang tanah 29,08 11,31 3,32 16,62 64,51
6 Jerami kedelai 30,39 14,10 3,54 20,97 61,59
7 Jerami kacang hijau 21,93 15,32 3,59 26,90 55,52
8 Jerami jagung segar 21,69 9,66 2,21 26,30 60,24 Sumber : Hardianto, R (2003).
Onggok Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu.
Kandungan protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5% membuat hasil samping dari ubi kayu belum dimanfaatkan orang. Namun dengan teknik fermentasi kandungan proteinnya dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas (Tarmudji, 2004).
Menurut Rasyid et al., (1996) onggok merupakan limbah pengolahan tepung tapioka yang dapat digunakan sebagai ransum unggas dan ruminansia.
Onggok terutama ditujukan sebagai sumber energi, penggunaan onggok pada ayam belum banyak dimanfaatkan. Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5-10% dalam ransum.
Tabel 5. Kandungan zat nutrisi onggok Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi (%) Protein Kasar 1,6 Lemak Kasar 0,4 Serat Kasar 10,4
0,8
Calsium
0,6
Phospor Energi Metabolis (kkal/Kg) 267
TDN
76 Sumber: Rasyid et al (1996).
Kelebihan onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioca selain harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Onggok merupakan bahan sumber energy yang mempunyai kadar protein kasar rendah tapi kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna (BETN) bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan ). biaya ransum (Rasyid et al., 1996
Dedak Padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari penggolongan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).
Dedak mempunyai harga yang relatif rendah tetapi kandungan gizinya tidak mengecewakan. Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga kaya akan vitamin. Hal tersebutlah yang menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai campuran formula ransum atau sebagai makanan tambahan (Rasyaf, 1990). Adapun kandungan nutrisi dari dedak padi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan nilai gizi dedak padi Uraian
Kandungan (%) Bahan kering
89,6 Protein kasar
13,8 Lemak kasar
7,2 Serat kasar
8,0 TDN
67,0 Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).
Kulit Buah Kakao
Tanaman kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai komoditas sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat, di samping komoditi ekspor. Sampai tahun 2005 kakao telah ditanam di wilayah Indonesia seluas 668.919 ha dan 57.930,82 ha (7,25%) berada di Sumatera Utara dengan produksi buah segar sebesar 160.015,29 ton/tahun. Dari buah segar akan dihasilkan limbah kulit buah kakao sebesar 75% (Siregar, 2009).
Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah karena berserat kasar tinggi dan dapat mengandung antinutrisi. Kulit buah kakao mengandung lignin dan teobromin tinggi (Aregheore, 2000). Selain mengandung serat kasar yang tinggi (40,03%) dan protein yang rendah (9,71%) (Laconi, 1998), kulit buah kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95% (Ammirroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya peningkatan kualitas dan nilai gizi ransum serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan ransum. Kandungan nilai gizi kulit buah kakao dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan nilai gizi kulit buah kakao Kandungan Zat Kadar Zat (%) Bahan kering 89,40** Protein kasar 7,35* Lemak kasar 1,42** Serat kasar
33,10** Abu
9,89** Sumber : *Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP-USU (2010).
- Siregar (2009)
Bungkil Inti Sawit Bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit.
Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau secara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya baik namun kandungan serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang sesuai untuk ternak unggas sehingga lebih sering diberikan kepada ternak ruminansia, seperti sapi (Hutagalung, 1978).
Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik, tapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebakan kurang cocok bagi ternak monogastrik, melainkan lebih cocok bagi ternak ruminansia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ransum yang komponen utamanya bungki inti sawit dapat diperbaiki daya cernanya, serat kasarnya dan palatabilitasnya dengan menggunakan molases (Hutagalung, 1978). Tabel 8. Kandungan nilai gizi bungkil sawit Uraian
Kandungan (%)
a
Protein kasar 15,4
b
TDN
81
a
Serat kasar 16,9
a
Lemak kasar 2,4
a
Bahan kering 92,6
c
Ca 0,10
c
P 0,22 Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP USU (2005).
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000).
c. Siregar (2003).
Air Komposisi tubuh domba, 70% dari berat badannya berupa berupa air.
Kekurangan air di dalam tubuh hingga mencapai 20% akan menyebabkan domba mengalami dehidrasi yang bisa menyebabkan kematian. Karena itu, ketersedian air bersih di dalam kandang untuk minum merupakan hal yang mutlak perlu. Kebutuhan domba terhadap air tergantung pada banyak faktor, misalnya kondisi fisiologis, kondisi hijauan, ataupun kondisi lingkungan. Domba yang masih muda relatif membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan domba tua. Jika hijauan yang diberikan dan dikonsumsi sudah tua, yang umumnya berkadar air rendah, domba akan membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan hijauan yang masih muda. Jika temperatur lingkungan cukup tinggi, domba akan membutuhkan air lebih banyak daripada biasanya. Seekor domba membutuhkan air sebanyak 1,5-2,5 liter per hari. Sebaiknya, air disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas ( Sodiq dan Abidin, 2002).
Bahan Pakan Pelengkap Molases
Molases atau tetes merupakan hasil samping pabrik gula tebu yang berbentuk cairan kental agak kekuning-kuningan. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis yang bisa memperbaiki aroma dan rasa pakan, keuntungan penggunaan molases sebagai bahan pakan ternak adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, mineral, vitamin yang cukup sehingga dapat digunakan walau hanya sebagai pendukung (Rangkuti et al., 1985).
Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (46-60% sebagai gula), kadar mineral cukup disukai ternak. Molasses atau tetes tebu juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak. Molasses dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki rasa pakan dan aroma. Sedangkan kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1995).
Kandungan nutrisi yang terdapat pada molases dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kandungan nutrisi pada molasses
Zat Nutrisi Kandungan (%)
Bahan kering 92,6
Protein kasar 4,00
Lemak kasar 0,08
Serat Kasar 0,38
TDN 81,00 Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan, FP USU (2000).
Mineral
Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein, energi serta biosintesa zat – zat pakan esensial (Davendra dan Burns, 1994).
Adapun mineral yang esensial bagi domba terdiri dari 15 mineral yang dibagi menjadi 7 makro mineral ( Ca, P, K, Na, Cl, Mg dan S ) dan 8 mikro mineral ( Fe, I, Zn, Cu, Mn, Co, Mo, dan Se ). Cr, Va, Ni, Sn, Si dan As adalah mineral yang mungkin tinggal menunggu waktu persetujuan pada ahli untuk meresmikan menjadi elemen esensial yang baru (Parakkasi, 1995). Mineral – mineral ini terdiri dari kation dan anion yang antara lainnya adalah Zn dan Co (Anggorodi, 1994).
Menurut Murtidjo (1993) juga berpendapat bahwa di Indonesia yang beriklim tropis defisiensi mineral tertentu merupakan kasus lapangan yang sering terjadi, dimana hal ini dapat mengakibatkan ternak domba yang dipelihara mengalami penurunan nafsu makan, efisiensi pakan tidak dicapai, terjadi penurunan bobot tubuh dan gangguan kesuburan ternak bibit. Tabel 10. Kandungan mineral.
Kandungan Zat Kadar Zat (%) Kalsium karbonat 50,00 Phospor
25,00 Mangan
0,35 Iodium
0,20 Kalium
0,10 Cuprum
0,15 Sodium klorida
23,05 Besi
0,80 Zn
0,20 Mg
0,15 Sumber : Eka Farma disitasi Warisman (2009). Beberapa hasil penelitian yang dilakukan pada peternakan domba diseluruh dunia menunjukkan bahwa kekurangan atau keracunan mineral makro dan mikro menurunkan produksi wol, pertambahan bobot badan sudah sampai pada tingkat yang serius dapat menyebabkan kematian pada domba (Shunxiang, 1995).
Urea Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997).
Urea dengan rumus molekul Co (NH
2 ) 2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah di peroleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).
Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagi sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentratnya dalam rumen dapat menimbulkan keracunan (Hartadi, et al., 1990).
Urea diberikan pada ruminansia, akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein ternak, karena urea tersebut disintesis menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen, namun untuk hal itu dibutuhkan sumber energi (Anggorodi, 1994).
Penggunaan urea tidak boleh berlebih, apabila berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa aliran darah kehati dibentuk kembali ammonium yang kemudian disekresikan melalui urin (Parakkasi, 1995).
Garam
Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Devisiensi garam lebih sering terlihat pada hewan herbivora, hal ini disebabkan karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala devisiensi garam yaitu nafsu makan menghilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur dan berat badan turun (Anggorodi, 1994). Menurut Parakkasi ( 1995) kebutuhan domba akan garam sebanyak 9 % dalam makanan.
Parameter Penelitian Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya. Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak (Tillman et al., 1998)
Pertambahan bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-beda, yang pertama pertumbuhan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1994)
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1991). Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak. Pertambahan bobot badan ternak tersebut dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan pertumbuhan (Kamal, 1994).
Pertumbuhan dinyatakan pada umumnya dengan pengukuran kenaikan berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang – ulang dan di ketengahkan dengan penambahan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman, et al., 1991).
Parakkasi (1995) menyatakan bahwa proses pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan bobot badan sejak adanya konsepsi sampai dewasa. Apabila demikian maka pertumbuhan tersebut dapat dinyatakan dalam pertambahan bobot badan absolut dan relatif. Pertambahan bobot badan absolut (rata-rata) adalah selisih bobot badan akhir dan awal dibagi dengan lama waktu pengamatan, pertambahan bobot badan relatif, selisih antara bobot badan akhir dan bobot badan awal dibagi bobot badan awal.
Menurut Rasyaf (1994) faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah managemen pemeliharaan. Ternak tidak akan memberikan jasa yang tinggi kepada pemeliharanya, bila ia sendiri tidak dirawat dengan baik. Dan sebaliknya bila ternak dipelihara dengan baik maka akan lain hasilnya.
Konsumsi Ransum Domba
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting yang menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan berpengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1999).
Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya konsumsi air minum. Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar sehingga daya tahannya pun menurun (Tillman et al., 1993).
Pengukuran konsumsi pakan dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas pakan dan seleksi terhadap hijauan pakan. Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda (Williamson dan Payne, 1993).
Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan ternak dan akibatnya akan menghambat penimbunan lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi, 1994).
Sedangkan ransum adalah campuran dari beberapa jenis bahan makanan yang diberikan pada ternak dalam waktu 24 jam, makanan itu dapat diberikan seluruhnya sekaligus atau dalam beberapa kali sebagian – sebagian dari padanya. Ransum disebut sempurna apabila kombinasi beberapa bahan mkanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat –zat makanan kepada ternak dalam perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi – fungsi fisiologis tubuh berjalan dengan normal. Dalam mengkonsumsi ransum ternak di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan ransum, keaktifan ternak , berat badan kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan (Parakkasi, 1995).
Konversi Ransum Domba
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan merupakan suatu indikator yang dapat menerangkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, dimana semakin rendah angkanya berarti semakin baik konversi pakan tersebut (Anggorodi, 1990).
Efisiensi penggunaan pakan dapat diketahui dari konversi pakan yakni jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mencapai pertambahan bobot badan per satu kilogram bobot badan. Konsumsi pakan atau ransum yang diukur adalah bahan kering sehingga efisiensi penggunaan pakan atau ransum dapat ditentukan berdasarkan konsumsi bahan kering untuk mencapai satu kilogram pertambahan bobot badan (Siregar, 1994).
Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi minimal namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).
Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu, penyakit, makanan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat energi pakan (Neshum et al., 1979).