BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Melawan Patar Simamora Dan Gomar Purba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,

  karena setiap orang tentu memerlukan tanah. Manusia hidup senang serba berkecukupan jika mereka dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tentram dan damai jika mereka dapat menggunakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.

  Dewasa ini tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang memiliki nilai jual tinggi, di samping fungsinya sebagai sumber kehidupan rakyat, sehingga setiap jengkal tanah akan dipertahankan sampai ia meninggal dunia. Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanah pun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan tanah juga terus mengalami peningkatan. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas, tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu dapat memacu timbulnya berbagai persoalan.

  Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, sehingga dirasakan mempunyai pertalian yang berakar dalam alam pikirannya. Hal ini dapat dimengerti dan dipahami, karena tanah adalah merupakan tempat tinggal, tempat pemberi makan, tempat mereka dilahirkan, tempat ia dimakamkan, tempat arwah leluhurnya. Maka selalu adanya pasangan antara manusia dengan tanah, antara masyarakat dengan tanah.

  Menurut B. Ter Haar BZN, “mengenai hubungan masyarakat dengan tanah membagi hubungan baik keluar maupun kedalam, dan hubungan

   perseorangan dengan tanah”.

  Berdasarkan atas berlakunya keluar maka masyarakat sebagai kesatuan, berkuasa memungut hasil dari tanah dan menolak lain-lain orang di luar hak jawab terhadap orang-orang di luar masyarakat atas perbuatan dan pelanggaran di bumi masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut

  

‘Hak Komunal’ dan oleh Van Vollenhoven diberi nama ‘Beschikling recht’

  atau hak pertuanan, sifat istimewa dari hak pertuanan terletak pada daya hak

   timbal balik terhadap hak perorangan atas tanah”.

  Sebagai suatu hak yang bersifat kebendaan, hak milik atas tanah dapat beralih dan diperalihkan. Suatu hak atas tanah akan beralih jika kepemilikannya berpindah kepada orang lain tanpa melalui suatu perbuatan hukum tetapi beralih akibat beralihnya suatu peristiwa hukum tertentu, misalnya terjadi suatu kematian atau meninggalnya seseorang maka harta peninggalannya beralih kepada ahli warisnya. Suatu hak atas tanah dapat diperalihkan jika melalui suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi 1 Soetomo., Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak dan Sertipikat, (Malang : karena jual beli, hibah, tukar menukar, penyertaan modal dalam perusahaan

   (inbreng), pemberian dengan wasiat dan lelang .

  Dalam proses peralihan atau pemindahan hak, pihak yang mengalihkan atau memindahkan hak harus mempunyai hak dan kewenangan untuk memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang baru.

  Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum

   tersebut.

  Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa sepengetahuannya, oleh karena itu asas nemo

  

plus yuris , selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik

  yang namanya tercantum dalam sertipikat dari orang yang merasa sebagai

   pemiliknya.

  3 Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertipikat, (Surabaya : Laksbang Mediatama, 2009), hal 42 4 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, (Surabaya :

  Menurut asas itikad baik orang yang memperoleh sesuatu hak atas tanah dengan itikad baik, maka dia akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum, namun untuk membuktikan dan menilai itikad baik juga sulit karena hal itu berkaitan dengan batin dan perasaan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, dalam hal ini yang dianggap beritikad baik yaitu seseorang itu hanya bersedia mendapatkan hak

   dari orang yang terdaftar haknya.

  Menurut asas nemo plus yuris, orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi dari hak yang ada padanya berarti bahwa pengalihan hak dari orang yang tidak berhak adalah tidak diperbolehkan dan batal demi hukum. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang sebenarnya, berdasarkan asas ini pemegang hak yang sebenarnya dapat menuntut kembali haknya yang telah terdaftar atas nama orang lain, dan asas ini berlaku pada sistem

   pendaftaran tanah yang negatif.

  Suatu yurisprudensi jual beli telah ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 350K/Sip/1968 yang menyatakan “jual beli adalah bersifat obligatoir sedangkan hak milik atas barang yang diperjual belikan baru berpindah bila barang tersebut telah diserahkan secara yuridis,” Menurut Mariam Darus Badrulzaman “jika ditinjau dari sistem Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) dan sejarah pembentukannya, maka

6 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, ( Bandung :

  Citra Aditya Bakti, 1995), hal 177

  Putusan Mahkamah Agung tersebut memang dapat

  

  dipertanggungjawabkan.” Pemahaman Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor

  952K/Sip/1974 bahwa jual beli adalah sah apabila telah memenuhi syarat- syarat dalam KUHPerdata atau hukum jual beli dilakukan menurut hukum adat secara riil dan kontan diketahui oleh kepala kampung, maka syarat- syarat dalam Pasal 19 PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, tidak mengesampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata ataupun Hukum adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi pejabat agraria, hal ini terkait dengan pandangan hukum adat, dimana dengan telah terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh kepala kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi serta diterimanya harga pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah

   menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan dihadapan PPAT.

  Ketentuan di dalam Pasal 1457 KUHPerdata menggariskan, “bahwa pihak-pihak yang membentuk persetujuan jual beli masing-masing mengikatkan dirinya secara timbal balik (wederkerig). Penjual mengikatkan dirinya kepada pembeli untuk menyerahkan objek jual beli. Pembeli mengikatkan dirinya kepada penjual untuk membayar harga jual objek jual-

  

  beli.” Jual beli tanah pada hakikatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak lain yang berupa dari penjual kepada pembeli tanah. Syarat bahwa jual beli hak atas tanah baik yang bersertipikat maupun 8 Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit

  Bank dengan jaminan Hypotheek serta hambatan-Hambatannya dalam Praktik di Medan , ( bandung : Alumni, 1978), hal 118 belum bersertipikat harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditegaskan dalam Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 yang menyatakan:

  ” Peralihan hak atas tanah dan Hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum dalam pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bewenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Jadi apabila jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

  1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli cukup melalui akta bawah tangan yang dibuat oleh kedua belah pihak dan dibenarkan dalam arti diketahui dan ditandatangani serta dicatat dalam buku mutasi hak atas tanah oleh kepala desa/lurah, sedangkan jika jual beli hak atas tanah tersebut dilakukan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka pembuktian adanya jual beli hak atas tanah tesebut harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), setelah itu barulah diajukan permohonan pendaftaran hak atas

   tanah tersebut ke kantor pertanahan melalui pendaftaran sporadis.

  Proses jual beli hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah bersertipikat memiliki resiko yang lebih rendah, karena hak kepemilikan dan subyek hukum penjual telah jelas dan terang, sebaliknya bagi tanah yang belum didaftarkan hak kepemilikannya memiliki resiko hukum dan kerawanan yang lebih tinggi, karena terhadap obyek jual beli hak atas tanahnya hanya menekankan pada kepercayaan bahwa orang tersebut adalah pemiliknya. Oleh karena itu terhadap obyek jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat atau belum didaftarkan lebih menekankan kejelian dan kehati-hatian dari pembeli dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang membuat akta jual beli tanahnya, agar jelas dan terang penjual adalah sebagai pihak yang sah dan berhak untuk menjual yang harus dicermati dari persyaratan-persyaratan formil yang melekat sebagai alas hak atas tanah tersebut. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak walaupun tidak menutup kemungkinan

   tetap saja ada permasalahan sengketa dalam jual beli tanah.

  Tanah yang pada dasarnya merupakan hasil dari warisan menjadi milik bersama dari semua ahli waris pewaris. Dalam hal tanah tersebut ingin dilaksanakan jual beli, maka semua ahli waris harus mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut, karena jika salah satu saja dari ahli waris tidak mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut maka ahli waris dapat membatalkan jual beli tersebut dikarenakan dia memiliki hak atas tanah tersebut.

  Tanah warisan yang akan diperjualbelikan tentu memiliki konsekwensi dengan para ahli warisnya yakni bahwa setiap ahli waris berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Maka ketika ada satu orang ahli waris menjual tanah warisan dan telah terjadi kesepakatan antara pihak penjual tanah warisan tersebut dengan pihak pembelinya. Namun, setelah tanah dijual dan dibayar oleh pembeli secara sah dihadapan saksi, ada ahli waris lain yang sebenarnya juga berhak atas kepemilikan tanah warisan tersebut mempersengketakan karena merasa dirinya tidak diikutkan dalam jual tanah tersebut. Dengan kata lain ahli waris dari tanah warisan tersebut tidak menyetujui untuk adanya peralihan hak atas tanah untuk dimiliki orang lain, sehingga terjadi sengketa atas jual beli tanah tersebut.

  Seorang ahli waris harus meminta persetujuan dari ahli waris lainnya apabila hendak menjual tanah warisannya, sebab ahli waris yang lainnya juga mempunyai hak atas tanah tersebut. Jika seseorang yang berhak atas tanah warisan membangkitkan dugaan bahwa dia adalah pemilik satu- satunya dari tanah tersebut, maka pembelian tersebut tidak boleh dianggap diadakan berdasarkan persyaratan-persyaratan secara diam-diam. Akan tetapi jika ada ahli waris lainnya yang juga berhak atas tanah tersebut tidak dilibatkan, dalam arti tidak ada persetujuannya, maka akan terjadi sengketa atas jual beli tanah tersebut.

  Timbulnya sengketa bermula dari pengaduan ahli waris yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah warisan, baik terhadap status tanah, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuaan yang berlaku.

  Pada saat sekarang ini banyak terjadinya penjualan tanah yang merupakan warisan dari pewaris tanpa sepengetahuan dari seluruh ahli waris yang ada. Dalam arti bahwa salah satu ahli waris tersebut berusaha untuk menguasai tanah warisan tersebut serta tidak mau berbagi dengan ahli waris lainnya.

  Hal tersebut diatas pada akhirnya akan menjadi suatu permasalahan yang harus diselesaikan melalui jalur pengadilan, karena para pihak beranggapan tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan dan secara musyawarah dan mufakat.

  Salah satu contoh sengketa tanah warisan dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor 21/Pdt.G/2006/PN.Trt jo.

  Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 330/Pdt/2007/PT.MDN jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 680 K/PDT/2009 bahwa menurut keterangan pihak penggugat yang merupakan anak dari pewaris Alm. KK Willy Purba, memberikan keterangan bahwa semasa hidupnya Alm. KK Willy Purba ada memiliki sebidang tanah adat warisan yang belum pernah dibagi-bagi kepada para keturunan/ahli warisnya yang sah, sehingga tanah adat warisan tersebut haruslah dikatakan sebagai tanah adat warisan bersama oleh seluruh keturunan/ahli waris dari Alm. KK Willy Purba.

  Adapun tanah adat/warisan yang disebut sebagai tanah perkara adalah sebelah Utara berbatasan dengan ladang milik Parulian Purba, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Desa ke Aek Lung, sebelah Timur berbatasan dengan Huta Lumban Raja, dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Desa ke si Porngis.

  Pada tahun 1992 oleh Gomar Purba (Tergugat II) telah menjual tanah adat/warisan tersebut kepada Patar Simamora (Tergugat I) tanpa seijin dan sepengetahuan dari ahli waris lainnya karena Gomar Purba menganggap bahwa tanah yang dijualnya adalah tanah miliknya, dan Patar Simamora (Tergugat I) membelinya berdasarkan pengakuan Gomar Purba (Tergugat II) dan keterangan dari para saksi bahwa tanah objek perkara adalah bagian masing-masing para ahli waris yang telah dialihkan atau melakukan jual beli atas harta warisan Alm. KK Willy Purba sehingga menjadi bagian masing-msing kepada pihak ahli waris.

  Namun perbuatan Tergugat II dan Tergugat I menurut keterangan pihak Penggugat, para Tergugat mengadakan transaksi jual-beli tanah adat yang merupakan warisan bersama yang belum pernah dibagi (boedel) oleh seluruh keturunan ahli waris yang sah, jelas adalah merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga transaksi jual beli tersebut haruslah dinyatakan batal demi hukum atau tidak sah.

  Pada tingkat Pengadilan Negeri hakim mengabulkan gugatan penggugat serta membatalkan transaksi jual beli yang dilakukan oleh tergugat atas tanah waris yang belum dibagi tersebut. Putusan Pengadilan Negeri Tarutung ini juga dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan yang mengabulkan permohonan para Penggugat yang menyatakan benar bahwa tanah yang dijadikan objek sengketa memang merupakan tanah adat warisan yang belum pernah dibagi-bagi kepada ahli waris dan menghukum para Tergugat untuk mengembalikan atau mengosongkan tanah kepada para Penggugat.

  Namun dalam tingkat Mahkamah Agung, membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Medan dan menyatakan bahwa mengabulkan gugatan Penggugat dr/Tergugat I dkk untuk seluruhnya, karena pembeli beritikad baik di lindungi dan syarat syarat sahnya jual beli telah terpenuhi dengan adanya akta jual beli yang di buat di hadapan Camat Dolok Sanggul selaku Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) sementara serta menyatakan surat penyerahan tanah tertanggal 2 Nopember 1991 serta akta jual beli No.

  28/09/1991 tertanggal 2 Nopember 1991 adalah sah dan berharga.

  Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tesis ini tentang “Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA No. 680 K/PDT/2009).”

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai beriksut :

  1. Bagaimana prosedur jual beli tanah warisan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria ?

  2. Bagaimana akibat hukum perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual oleh salah seorang ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya?

  3. Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Makhamah Agung No.680/K/PDT/2009 telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh ahli waris ?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :

  1. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana prosedur jual beli tanah yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA )

  2. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana akibat hukum terhadap perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual oleh salah seorang ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya 3. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah pertimbangan hakim dalam

  Putusan Makhamah Agung No.680/K/PDT/2009 telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh ahli waris.

  D. Manfaat Penelitian

  Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

  1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan dalam proses pelaksanaan jual beli, khususnya mengenai Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA. No. 680 K/PDT/2009).

  2. Manfaat Praktis Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memiliki permasalahan sengketa tanah dalam hal jual beli, sehingga dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan pengembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum agrarian.

E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “ Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA. No. 680 K/PDT/2009) belum pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang jual beli adalah :

  1. Tesis atas nama Effendi, Nim 077611043 dengan judul Jual Beli Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor dan Pendaftaran Haknya di Kantor Pertanahan Medan.

  2. Tesis atas nama Linda, Nim : 067011048 dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah & Bangunan 3. Tesis atas nama Wuryandari Dwi, Nim: 017011066 dengan judul

  Keabsahan Jual Beli Tanah Hak Tanpa Melalui PPAT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan).

  4. Tesis atas nama Febrina Lorence Sitepu, Nim : 097005022 dengan judul Analisis Mengenai Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Berikut Bangunan Diatasnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan

  

  teori yang lebih umum. Atau menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-

   fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 13 H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum , (Bandung : Refika Aditama, 2005), hal 21 Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh

   data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.

  Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang teori

  

  sebagai berikut : a.

  Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logika mengikutinya.

  b.

  Fred. N. Kerlinger menguraikan teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, definisi dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

  c.

  Jack Gibbs, berpendapat bahwa teori adalah sekumpulan pernayataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang terbatas dari berbagai kejadian atau benda.

  d.

  Kartini Kartono menyatakan bahwa teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala- gejala yang saling berkaitan.

  e.

  S. Nasution mengemukakan teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, menerangkan serta meramalkan fakta.

  Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat-

  

  syarat :

  15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27. 16 Ibid ,hal 113-114 a. teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru.

  b. analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.

  c. mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untukmemamahi persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

  Teori kepastian Hukum merupakan salah satu penganut aliran

  Positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau

  hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Vant Kan berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu

   dan terjamin kepastiannya.

  Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan dalam tesis ini adalah teori kepastian hukum, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana hukum dapat mengatur perjanjian jual beli sehingga jual beli terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan sengketa atau perjanjian jual beli itu tidak menimbulkan resiko kerugian bagi pihak-pihak yang ada dalam jual beli, bahkan merugikan pihak lain akibat adanya perjanjian jual beli tersebut. Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, dan berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum sehingga individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara

   terhadap individu.

  Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian hukum dalam hubungan

   sesama manusia.

  Tujuan Hukum menurut Van Apeldoorn adalah mengatur

   pergaulan hidup secara damai, hukum menghendaki perdamaian.

  Kelengkapan data diri penjual pada dasarnya adalah kepastian akan kepemilikan pada pihak yang menjual suatu benda (menjual merupakan tindakan kepemilikan) adalah orang yang memiliki hak milik atas benda

  

tersebut dengan kata lain, bahwa eigendom (hak milik) adalah hak yang

paling sempurna atas suatu benda. Orang yang mempunyai hak milik atas

suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual,

  19 20 J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prennahlindo,2001), hal 120

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum , (Jakarta : Rieneka Cipta,1995), hal 49

  

menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak

melanggar undang-undang atau hak orang lain.

  Menurut Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah menghendaki perjanjian jual beli harus dibuat dalam

bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, karena

pengalihan tanah dari pemiliknya kepada penerima disertai dengan

penyerahan yuridis, penyerahan yang harus memenuhi formalitas undang-

undang, meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui prosedur yang telah

ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat oleh/dihadapan Pejabat Pembuat

22 Akta Tanah (PPAT).

  Menurut KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dimana

pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak

milik atas suatu benda dan pihak lain (pembeli) untuk membayar harga yang

telah dijanjikan sesuai pasal 1457 KUHPerdata, adapun menurut pasal 1458

KUHPerdata jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada

saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjualbelikan beserta

harganya walaupun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar.

Dengan terjadinya jual beli, hak milik atas tanah belum beralih kepada

pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada

   pembeli. Hal ini juga didukung oleh

Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbicara mengenai jual beli (pada dasarnya dalam

22 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung : Citra

  Aditya Bakti, 1994), hal 55

  

jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit

mempersyaratkan bahwa penjual haruslah pemilik dari barang yang

dijual. Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat

memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya,

kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan

orang lain. Dalam hal ini apabila tanah tersebut dijual setelah m enjadi

tanah warisan, m aka yang m em iliki hak atas tanah tersebut adalah ahli

waris m enurut pasal yang diatur sebagai berikut :

  Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata yaitu : Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

  Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata yaitu : Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua ahli

waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah tersebut akibat

pewarisan, jika ingin dilakukan penjualan atau dapat membuat surat

persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir notaris setempat atau dibuat

surat persetujuan dalam bentuk akta.

  Dalam hal jual beli tanah tersebut tidak ada persetujuan dari para

ahli waris, maka tanah tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk

menjualnya (karena yang sekarang memegang hak milik atas tanah tersebut

yaitu para ahli waris). Oleh karena itu, berdasarkan

Pasal 1471

  

dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula sebelum

terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap

berada pada ahli waris. Selain itu, jual beli tanpa menyertakan sertipikat

tanah juga bertentangan dengan persyaratan dalam proses jual beli tanah.

  Para ahli waris yang merasa haknya dilanggar karena tanah milik

mereka dijual tanpa persetujuan dari mereka, dapat melakukan gugatan

perdata atas dasar perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur

dalamPasal 1365 KUHPerdata , yang berbunyi:

  

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian

itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH

24 Perdata sebagai berikut:

  a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif)

  b. Perbuatan itu harus melawan hukum

  c. Ada kerugian

  

d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu

dengan kerugian e. Ada kesalahan.

  Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah para ahli waris

tanpa persetujuan ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak

subjektif para ahli waris. Untuk dapat menggugat penjual tanah tersebut atas

dasar perbuatan melawan hukum, harus dapat membuktikan bahwa orang

yang hendak digugat memenuhi semua unsur-unsur perbuatan melawan

.

hukum sebagaimana disebutkan di atas

  Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUHPerdata, yang

memberikan hak kepada ahli waris untuk memajukan gugatan guna

memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai

seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas

dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peniggalan

tersebut.

  Mengenai apakah dapat menarik kembali hak milik atas tanah yang

telah dijual, hal itu bergantung pada apa dalam petitum gugatan dan

bergantung pada putusan hakim.

  Pasal 1365 KUHPerdata jo. Pasal 834 KUHPerdata telah memberikan

para ahli waris dasar untuk meminta kembali tanah warisan tersebut. Para

ahli waris dapat memajukan gugatan untuk meminta agar diserahkan

kepadanya segala haknya atas harta peninggalan beserta segala hasil,

  . pendapatan, dan ganti rugi

  Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi- sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, karena juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya

   karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.

  Pengadilan adalah jalan terakhir untuk meminta hak atas tanahnya dikembalikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya dan pengadilan memiliki peranan untuk mewujudkan keadilan, maka penelitian ini juga didukung oleh teori keadilan.

  Teori keadilan yang dikemukan oleh Aristoteles, keadilan akan terjadi apabila kepada seseorang diberikan apa yang menjadi miliknya. Seseorang dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang yang tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil. Jadi, keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan

   bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum.

  25 Budi Harsono, Hukum Agraria : Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 1997), hal 235 (Selanjutnya disebut Budi Harsono II) 26 Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan

  Hal tersebut berarti, konsep keadilan diperlukan pada saat pengambilan keputusan setelah lahir sengketa. Dalam hal ini, keadilan berarti merupakan suatu hasil yang diperoleh melalui suatu putusan. Putusan yang dihasilkan tentulah bersumber pada kaidah Normatif hukum. Rumusan ini menjadi jelas apabila melihat putusan pengadilan yang selalu berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Isi putusannya merupakan penerapan asas-asas hukum yang dikaitkan dengan perkara yang

   diselesaikannya.

  Dalam pandangan Thomas Aquinas, suatu hukum disebut adil jika hukum tersebut dapat berfungsi efektif dalam menjamin atau melindungi hak-hak subyek yang diaturnya, termasuk yang diatur dalam hukum positif. Keadilan merupakan “Kehendak yang kekal diantara satu orang dan sesamanya untuk memberikan segala sesuatu yang menjadi haknya”.

  Definisi ini memberikan gambaran hubungan antara “hak dan keadilan” hak

   yang dimiliki setiap manusia.

  Setiap pelaku pelanggaran dari suatu hak atas tanah sebagai hak yang mutlak dapat diberikan keleluasaan untuk menuntutnya terhadap para pelanggar melalui pengadilan agar hak-haknya diberikan dengan menuntut penghukuman pelanggar dari haknya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dipersenjatai dengan putusan hakim, dan selanjutnya dapat menugaskan juru sita untuk melaksanakan suatu putusan hakim tersebut berdasarkan Undang- Undang. Dengan putusan hakim yang berisikan penghukuman tentunya 27 Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah , (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal 25 diperoleh kepastian hukum antara pihak-pihak yang bersengketa harus

   selalu diberikan putusan yang adil.

  Untuk itulah didalam menyelesaikan segala permasalahan hukum termasuk sengketa tanah, peran pengadilan sangat penting untuk menciptakan kepastian hukum dan memberikan rasa adil bagi para pihak yang berperkara. Pengadilan merupakan penentu siapa pemilik tanah hak milik yang sesungguhnya dari tanah yang diperkarakan.

2. Konsepsi.

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut

   defenisi operasional.

  Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka), yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan

   menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.

  29 J.P.H. suijling, Hak-Hak Subjektif dalam Hukum Perdata dan Hukum Publik, (Bandung : Armico, 1985), hal 13, Terjemahan Hoesein Soemdiredja. 30 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

  Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut : a.

  Perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.”

   b.

  Perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah “suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

  c.

  Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi diatas sekali, keadaan bumi suatu tempat, permukaan bumi yang diberikan batas, bahan dari bumi atau bumi sebagai lahan sesuatu.

   d.

  Waris adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.”

   e.

  Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.” 32 R.Subekti, Op.Cit., hal. 1 33 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan

  Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan

   hak atas tanah yang lain.

  f.

  Tanah bersertipikat adalah tanah yang telah memiliki surat tanda bukti hak yang telah diadministrasi oleh negara dengan didaftarkan di kantor Pertanahan Negara yang memiliki sampul map yang berlogo burung Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau situasi tanah.

  g.

  Tanah yang belum bersertipikat adalah hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh kepala adat/kepala desa/kelurahan yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dan didaftarkan.

G. Metode Penelitian.

  Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang

   pengetahuan tertentu.

35 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), hal 90-91.

  Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala

   yang bersangkutan.

  Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. “metode penelitian yuridis normatif

  

  dipergunakan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan” yang berkaitan dengan jual beli, sehingga dapat diketahui apakah landasan legalitas yang telah memadai untuk menggambarkan tentang pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam peradilan.

  Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitis yaitu dengan menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan jual beli harta warisan. Penelitian 37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 2007), hal deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan pembahasan di atas, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisisnya serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.

   2. Sumber Data.

  Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam bentuk jadi,

  

  a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan-peraturan mengenai jual beli yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. yang terdiri dari :

  b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

  c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.

39 Ibid, hal 10

3. Teknik Pengumpulan Data

  Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara library

  research dan field research yaitu :

  a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan hukum agrarian dan perjanjian jual beli yang ditunjang dengan bahan hukum lainnya.

  b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber yaitu Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, Camat di daerah Dolok sanggul, dan Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di daerah Dolok Sanggul, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Medan.

  4. Analisa Data Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara kualitatif yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif, data kemudian dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang telah

  

  dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan. Metode penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif.

  Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diperoleh akan dijadikan pedoman untuk menjawab permasalahan dalam analisa kasus jual beli tanah warisan. Dengan metode induktif, data primer yang diperoleh setelah dihubungkan dangan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan jual beli tanah warisan sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian jual beli tanah warisan dalam penelitian ini.

Dokumen yang terkait

Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Melawan Patar Simamora Dan Gomar Purba

5 159 154

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

2 4 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengalihan Saham Perseroan Melalui Perjanjian Jual Beli Saham (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Putusan Pengadila Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

1 0 21

BAB II PROSEDUR JUAL BELI TANAH WARISAN MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL A. Pengertian dan Sifat Jual Beli Tanah 1. Pengertian Jual Beli Tanah - Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Me

0 0 52