Karakter Airtanah Berdasarkan Sifat Fisik Sebagai Dasar Pendugaan Intrusi Airlaut Daerah Glagah Dan Sekitarnya.

(1)

KARAKTER AIRTANAH BERDASARKAN SIFAT FISIK

SEBAGAI DASAR PENDUGAAN INTRUSI AIRLAUT

DAERAH GLAGAH DAN SEKITARNYA

M. Prahastomi M. S.* Cipta Endayana ST., MT.*

Prahastomi126.geounpad10@gmail.com

*Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Abstrak

Daerah penelitian terletak di Kecamatan Wates, Provinsi DIY. Secara geografis daerah penelitian ini terletak pada koordinat 110o04’ 00’’ – 110o 08’ 00’’ BT dan 7o 55’ 30’’-7o 56’ 00’’ LS. Penelitian aspek geologi dan sifat fisik airtanah dilakukan sebagai dasar pendugaan adanya intrusi air laut pada daerah penelitian. Bidang temu air tawar dan air asin dibuat menggunakan model numerik Ghyben-Herzberg dengan mengasumsikan bahwa akifer memiliki sifat homogen. Daerah penelitian memiliki runtutan batuan/ stratigrafi dari atas ke bawah adalah pasir tak terkonsolidasi, gravel, dan lapisan lanau (silt). Litologi yang bertindak sebagai akifer adalah Pasir danGravel. Litologi yang bertindak sebagai akuitard adalah lanau (silt). Pengukuran aspek fisik airtanah meliputi pH, EC, TDS, dan suhu. Pengamatan sifat fisik airtanah dilakukan pada 88 titik sumur, sumur gali maupun sumur bor. Kedalaman sumur dan muka airtanah diukur pada tiap titik pengamatan. Konus muka airtanah diperlihatkan pada beberapa titik sumur. Model

Ghyben- Herzberg dikomparasi dengan sifat fisik airtanah pada penampang. Konus-konus yang diperoleh pada penampang tidak memperlihatkan adanya pengaruh pada sifat fisik airtanah (DHL). Hasil analisis dari data penampang sumur yang berkonus memperlihatkan bahwa hanya sumur DW 38-2 yang memperlihatkan tingginya pengaruh nilai DHL.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan manusia. Kebutuhan air bersih yang kian

meningkat dipicu oleh meningkatnya jumlah penduduk, wilayah pemukiman, irigasi, industri. Survey yang dilakukan


(2)

oleh Pemerintah Daerah Kulon Progo (2010) menunjukkan bahwa mayoritas penduduk daerah Wates sebesar 3281 jiwa masih memanfaatkan airtanah sebagai sumber air untuk mereka konsumsi dan mandi.

Manajemen airtanah di daerah pantai dibutuhkan penanganan yang sangat hati-hati. Abstraksi airtanah yang berlebihan dari akuifer memaksa conate water keluar menggantikan airtanah tawar dan menyebabkan intrusi airlaut masuk kedalam sumur-sumur warga. Kegiatan pengambilan airtanah oleh

perusahaan tambang dapat

mempengaruhi keseimbangan airtanah. Sehingga, pengamatan kondisi hidrogeologi perlu dilakukan untuk mengelola pengambilan airtanah untuk mencegah intrusi airlaut .

Studi sifat fisik airtanah sangat membantu dalam mengidentifikasi daerah yang terindikasi terpengaruh oleh air asin. Data studi fisik airtanah perlu diperkuat dengan data kimia airtanah, sehingga dalam praktisnya perlu

dilakukan secara bersamaan untuk saling melengkapi.

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang akan mempengaruhi kegiatan penelitian, yaitu:

 Bagaimana kondisi geologi daerah penelitian?

 Bagaimana sifat fisik airtanah daerah penelitian?

 Bagaimana batas bidang temu antara air tawar dengan air asin pada daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum, yaitu:

 Mengetahui kondisi geologi

daerah penelitian

 Mengetahui sifat fisik airtanah daerah penelitian

 Menentukan batas bidang temu air tawar dengan air asin


(3)

Pengamatan aspek geologi dan hidrologi dilakukan di lapangan. Pengamatan geologi dilakukan untuk

melihat persebaran batuan di

permukaan. Untuk menunjang data

stratigrafi bawah permukaan,

rekonstruksi penampang stratigrafi dilakukan menggunakan data bor. Pengamatan hidrologi mencangkup pengamatan Muka Airtanah dan sifat fisik airtanah (Ph, EC, TDS, Suhu Air, Suhu Udara). Pengukuran tinggi muka air dan debit sungai dilakukan

untuk melihat pengaruh pasang surut airlaut. Metode yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan dalam bagan alir dibawah ini:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Stratigrafi Daerah Penelitian

Daerah penelitian tersusun oleh endapan aluvium berupa pasir

halus sampai sedang, setempat

ditemukan juga lempung tak

terkonsolidasi. Endapan pasir yang dijumpai umumnya berwarna abu kehitaman hingga putih kecoklatan,

memiliki butiran halus sampai

sedang dan menghalus kearah atas. Mineral yang dijumpai antara lain feldspar, piroksen, hornblenda, kuarsa serta di beberapa tempat

dijumpai mineral magnetit dan

hematit. Pada beberapa lokasi

nampak lapukan pasir yang sudah

berubah menjadi tanah, dengan


(4)

sentimeter, berwarna kecoklatan. Secara struktur geologi, daerah studi disusun oleh lapisan yang relatif datar dan belum mengalami proses pengangkatan, perlipatan, serta pensesaran.

Runtutan batuan/Stratigrafi daerah penelitian didapatkan dari hasil pengeboran. Litologi umum penyusun daerah penelitian dari bawah ke atas adalah silt, gravel, dan pasir.

3.2 Hidrogeologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian terletak

pada Cekungan Airtanah Wates,

tepatnya di hilir Sub-DAS Serang yang memiliki luas sekitar 161,6 km2. DAS serang ini secara umum

memiliki pola pengaliran sub

dendritik di bagian hulu, dan pada

sungai utamanya memiliki pola

aliran meandering dengan arah

pengaliran utara – selatan mengikuti topografi setempat.


(5)

Cekungan Airtanah Wates

Secara umum penggunaan lahan di CAT Wates berupa sawah irigasi, permukiman, rumput,

tegalan, badan air dan

gedung.sedangkan penggunaan

yang ada di area 150 hektar hanya ada tegalan dan rumput.

Sistem akifer yang terdapat pada daerah penelitian berdasarkan

topologi sistem akifer Puradimadja (1993) termasuk pada sistem akifer Endapan Aluvial Pantai. Penentuan sistem akifer ini didasarkan pada geomorfologi di daerah penelitian

yang umumnya datar hingga

bergelombang dan memanjang

sejajar dengan garis pantai.

Berdasarkan terminasi akifer oleh Todd (1984) maka material


(6)

yang bertindak sebagai akifer adalah pasir halus-sedang dan gravel. Litologi yang bertindak sebagai akitard adalah lapisan lanau. Jenis akifer di daerah penelitian adalah akifer tak tertekan (unconfined aquifer).

Berdasarkan hasil pemetaan muka airtanah pada sumur bor dan sumur-sumur warga yang terdapat di daerah studi, peta isofreatik dibuat

untuk menggambarkan hubungan

kedalaman muka airtanah pada

daerah studi. Selain itu, peta isofreatik/watertable map ini juga bermanfaat untuk menentukan arah aliran dan gradien hidrolik airtanah, serta mengetahui hubungan antara airtanah dengan air permukaan.

Pengamatan muka air tanah di lokasi penelitian selain diamati dari sumur bor yang dibuat juga di amati dilokasi sumur gali, ada 87

keterdapatan sumur (sudah termasuk 29 titik sumur yang dibuat) yang dilakukan pengukuran, sumur-sumur tersebut berada bagian timur, barat, utara dan selatan daerah studi. Pada

umumnya sumur-sumur gali

dijumpai pada litologi berupa pasir yang berbutir halus sampai sedang. Sebaran lokasi titik sumur dapat dilihat pada gambar.

Muka airtanah pada daerah studi memiliki kedalaman berkisar

antara 0,3 hingga 6,1 m dari

permukaan tanah, secara umum

pergerakannya berarah utara ke selatan (mengarah ke laut). Nampak pada peta beberapa daerah yang

menunjukan konus-konus dengan

muka air tanah yang lebih dalam dari daerah sekitarnya, hal tersebut dapat diakibatkan oleh adanya pemompaan yang dilakukan oleh warga atau mengikuti permukaan dari lapisan


(7)

litologi di bawahnya. Peta Isofreatik disajikan di halaman berikut ini.

Hubungan antara air tawar dan air asin ini menurut Ghyben Herzberg

(1901) berkaitan erat dengan perbedaan berat jenis antara kedua jenis fluida ini. Dari peta muka airtanah , maka dapat dihitung kedalaman bidang temu (interface zone) antara airtawar dan air asin.

Pengamatan pada peta zonasi suhu airtanah menunjukkan adanya titik-titik dengan suhu airtanah yang lebih tinggi dari rata-rata suhu airtanah di sekitarnya. Terdapat dua titik sumur, yaitu DW 23-2 dan BHa-29 yang memiliki suhu diatas 35°C. Keberadaan dua sumur ini sangatlah dekat dengan pantai. Anomali suhu

ini mungkin berkaitan dengan

pengaruh dari airlaut, sehingga suhu airtanah di DW 23-2 dan BHa-29 tersebut lebih tinggi dari sumur di

sekitarnya. Sumur BHa-08, DW 28-2, 07, DW 22-28-2, 21,

BHa-17, DW 38-2, dan DW 50-2

memiliki suhu airtanah berkisar 32-35°C.

Pengamatan pada peta iso konduktivitas listrik memperlihatkan bahwa umumnya keadaan airtanah

pada derah penelitian belum

terkontaminasi air asin. Namun terdapat anomali dimana nilai DHL tinggi (1560 µS/cm) pada sumur DW 17-1 yang terletak 3.8 kilometer dari garis pantai. Nilai DHL diatas 1500 menurut klasifikasi kualitas airtanah Sihwanto (1990) dalam Saefudin (2000) tergolong air agak payau. Genesa /asal/penyebab dari tingginya nilai DHL tidak dapat ditentukan dan

perlu dilakukan kajian lebih

mendalam dalam aspek kimia


(8)

Pengukuran Daya Hantar Listrik juga dilakukan pada masing-masing sumur bor, namun metode dalam penentuan titik vertical yang diambil tidak berdasarkan elevasi airtanah. Hal ini menyebabkan data pengukuran Daya Hantar Listrik per kedalaman sumur (vertikal) tidak dapat dikorelasi dengan baik.

Perbandingan nilai DHL

sumur DW 23-2 dan BHa-29

menunjukkan nilai masing-masing

400 dan 730. Hal ini menarik

diperhatikan karena dua titik sumur ini memiliki karakter suhu airtanah yang memiliki nilai diatas 35°C dan terdapat di sekitar garis pantai. Sampling airtanah pada dua titik tersebut perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya indikasi pengaruh air asin ke dalam dua titik sumur tersebut.

Pengukuran pada 3 bagian

sungai memperlihatkaan bahwa

terdapat hubungan tinggi muka air sungai terhadap perubahan pasang

surut airlaut. Ketika sungai

dipengaruhi oleh airlaut, maka

terdapat kemungkinan masuknya

airlaut kedalam akifer. Hal ini dapat diamati dengan adanya anomali nilai DHL pada sumur di sekitar hulu sungai serang (DW 07-1, DW 01-2, DW 06-1, DW 16-2, DW 02-1, DW

05-1, DW 04-1) dibandingkan

dengan nilai DHL di sumur yang jauh dari sungai (Misalnya, DW 09-1).

Anomali ditemui pada daerah di dekat aliran sungai bagian hilir, yaitu DW 11-1, DW 09-2, DW 10-2 yang memiliki nilai DHL yang tidak

begitu tinggi (400-600 µS/cm)

dibandingkan daerah hulu sungai. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh


(9)

nilai permeabilitas akifer yang berbeda antara bagian hulu dengan hilir sungai. Penelitian lebih lanjut melalui pumping test perlu dilakukan untuk melihat nilai permeabilitas di beberapa titik sekitar hulu dan hilir sungai. Pengambilan sampling kimia airtanah perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi apakah terdapat pengaruh airlaut didalam sumur warga atau pengaruh dari aktivitas manusia (pertanian, perkebunan dll).

Nilai DHL pada muka

airtanah yang terjadi pada muka airtanah yang terdepresi, yaitu DW 51-2 (380) dan DW 56-2 (380) tidak

menunjukkan adanya nilai DHL

yang tinggi. Nilai tinggi pada DW 19-2 (1110) dapat disebabkan karena

letak sumur yang dekat dengan

dermaga.

Dalam distribusi nilai pH yang terdapat di berbagai sumur dapat menunjukkan adanya pengaruh

airlaut. Namun nilai pH dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya pengaruh dari jenis mineral penyusun material pasir maupun gravel. Pada deskripsi bor yang

diperoleh, terdapat mineral

Horblenda, yang sifatnya basa karena megandung banyak Fe maupun Mg. Hornblende memiliki rumus kimia [Ca2(Mg,Fe2+)

4-(Al,Fe3+)(Si7Al)O22(OH)2]

(Raymond,2002). Hal ini tentu dapat

menaikkan nilai pH airtanah.

Sehingga tingginya nilai pH airtanah

dapat terjadi karena airtanah

melewati material dengan mineral penyusun tersebut (mineral basa). Jadi ketika peneliti mendapati nilai pH yang amat tinggi, terdapat dua kemungkinan yang akan muncul:


(10)

akibat pengaruh airlaut atau sifat alamiah airtanah daerah tersebut (karena melimpahnya mineral yang bersifat basa). Karena itu perlu dilakukan sampling kimia airtanah

pada beberapa spot yang

menunjukkan nilai pH diatas 7.4 apakah menunjukkan kadar rasio

Klorida dan bikarbonat yang tinggi. Dan apabila kadar rasio tersebut tinggi, maka perlu diperiksa apakah peningkatan rasio klorida-bikarbonat tersebut karena pengaruh airlaut atau

karena pengaruh aktivitas

manusia/mikroorganisme dengan

melihat nilai rasio Na-Cl.

Nama Stasiun Jarak Dari Pantai Jam Pengukuran MAT Kode

Penampang Sifat Fisik Airtanah

(meter) pH EC TDS Suhu

DW 31-2 60 13.20

A-B

7.9 1140 560 31

KPAC

0454 320 - ? ? ? ?

KPAC

0457 720 - ? ? ? ?

DW 12-2 970 15.10 6.2 290 120 30.2

Bha-12 1370 - 7.1 340 160 28.8

KPAC

0551 180

-C-D

? ? ? ?

KPAC

0546 650 - ? ? ? ?

BHa-20 1100 - 6.9 370 170 30.6

DW 09-1 1250 11.12 6.8 490 230 29.2

KPAC

0066 140

-E-F

? ? ? ?

KPAC

0062 530 - ? ? ? ?

KPAC

0060 730 - ? ? ? ?

Bha-22 1050 - 7.4 430 210 32.7

DW 02-1 1860 15.10 7.2 730 365 28.3

DW 50-2 240 13.18

G-H

7.2 660 320 34

KPAC

0251 470 - ? ? ? ?

KPAC

0467 630 - ? ? ? ?

DW 42-2 930 15.21 7.2 310 150 29.5


(11)

DW 01-2 2050 15.29 6.9 1000 490 27.6 Perbandingan Sifat Fisik Airtanah Pada Tiap Titik Stasiun di Penampang

Pada model interface air asin

dan airtawar penampang C-D

didapatkan konus di sumur BHa-20. Sumur BHa-20 memiliki sifat fisik airtanah yang belum dipengaruhi air laut dengan nilai pH 6.9, DHL 370 mhos/cm, dan suhu air 29.2°C.

Pada model interface air asin dan airtawar penampang E-F, konus terdapat di sumur BHa-22. Sumur BHa-22 memiliki sifat fisik airtanah yang belum terpengaruhi air laut dengan nilai pH 7.4, DHL 430 mhos/cm, dan suhu air 32.7°C

Pengukuran Muka Airtanah merupakan dasar pembuatan dari interface zone. Muka airtanah yang diukur pada saat pasang airlaut akan menunjukkan nilai muka airtanah yang semakin tinggi dari kondisi

normal. Muka airtanah yang diukur

pada saat surut airlaut akan

menunjukkan muka airtanah yang semakin rendah dari kondisi normal. Kondisi normal disini didefinisikan ketika muka air laut berada padaMid Sea Level. Konus-konus dapat

terlihat pada penampang dapat

disebabkan karena waktu

pengamatan yang berbeda-beda (saat pasang/surut airlaut).

Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat adanya konus-konus pada daerah penelitian dimana sifat fisik dari airtanahnya tidak terlihat adanya pengaruh air asin. Konus-konus yang terdapat pada BHa-22 dan BHa-20 tidak menunjukkan nilai EC maupun pH yang tinggi.


(12)

Pengukuran datum 0 mdpl berdasarkan mid sea level daerah penelitian tidak dilakukan ketika pengambilan data sumur dilakukan. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu pengambilan data. Penelitian yang dilakukan di area pantai dengan kondisi morfologi yang relatif datar perlu dilakukan pengukuran geodetic detil agar dalam penentuan elevasi memiliki tingkat keakuratan yang

dapat dipertanggungjawabkan.

Konus-konus yang didapatkan pada hasil permodelan dapat saja berubah secara drastis apabila dilakukan pemetaan geodesi detil. Ketelitian pengukuran nilai elevasi sangat penting dalam hal ini untuk membuat model interface airtawar dan air asin. Perbedaan ketinggian 1 meter dapat

mengubah model interface model airtawar dan air asin sebanyak 40 meter.

Pada model interface air asin dan airtawar penampang G-H, konus terdapat di sumur DW 38-2. Sumur

DW 38-2 memiliki sifat fisik

airtanah yang agak dipengaruhi airlaut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai EC yang relatif tinggi, yaitu 970 mhos/cm. Nilai pH airtanah di sumur ini adalah 7.2 dengan suhu airtanah 31°C.

Dari beberapa pengamatan konus pada penampang dan analisis sifat fisik airtanah, maka didapatkan kesimpulan bahwa pada sumur DW 38-2 mempunyai indikasi kuat terjadi

upconing.

IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka dapat


(13)

 Geomorfologi daerah penelitian terdiri dari 3

bentuk lahan yaitu:

bentuk lahan marin,

bentuk lahan eolian, dan bentuk lahan aluvial.

 Stratigrafi daerah

penelitian terdiri dari 3 satuan, yaitu satuan pasir

permukaan, satuan

gravel, dan satuan lanau (silt). Litologi yang bertindak sebagai akifer adalah lapisan pasir dan

gravel. Litologi yang bertindak sebagai akitard adalah lanau(silt).

 Berdasarkan dari

pengamatan muka

airtanah, aliran airtanah secara umum mempunyai arah aliran ke laut.

 Terdapat konus-konus

yang mengidikasikan

adanya upconing di

daerah penelitian.

Upconing ini

menyebabkan arah aliran airtawar berbalik ke arah darat.

 Berdasarkan sifat daya hantar listrik, semua titik sumur daerah penelitian

umumnya memiliki

kualitas airtanah yang masih tergolong airtawar. Kecuali di satu titik, nilai DHL 1560 pada sumur DW 17-1 yang tergolong air agak payau.

 Pada penarikan

penampang untuk

rekonstruksi model

interface airtawar air asin


(14)

stasiun mengkonfirmasi adanya hubungan antara indikasi upconing dengan sifat fisik fisik airtanah, yaitu stasiun DW 38-2.

V. SARAN

 Penelitian hidrogeologi

pada daerah pantai

memerlukan pengukuran elevasi/topografi yang lebih detil menggunakan pemetaan geodesi dengan

tingkat keakuratan

dibawah 1 mm. Hal ini

diperlukan untuk

menghindari adanya

ketidakakuratan

pembuatan model

interface air asin dan air tawar.

 Pengukuran sifat fisik airtanah perlu ditunjang

dengan sifat kimia pada setiap titik anomali sifat fisik (seperti pH, EC, TDS, dan suhu airtanah)

 Dalam penentuan adanya intrusi airlaut atau tidak, perlu penelitian yang dilakukan selama jangka waktu tertentu. Kondisi yang berada di daerah penelitian mungkin saja

merupakan kondisi

alamiah bidang kontak

antara air asin dan

airtawar.

 Pengambilan data fisik airtanah per kedalaman perlu memperhitungkan elevasi dari airtanah yang

diambil. Pengambilan

data fisik dilakukan pada elevasi airtanah yang


(15)

kedalaman, karena elevasi tiap titik pengamatan berbeda.

 Interval pengambilan data sifat fisik airtanah per elevasi muka airtanah perlu diperbesar untuk

melihat gradasi

peningkatan nilai sifat

fisik airtanah yang

terpengaruh airtawar.

Interval kecil pada

pengambilan sifat fisik

tidak begitu

memperlihatkan adanya pengaruh dari air asin terhadap airtanah.

 Pengaruh pasang surut

sangat mempengaruhi

pengukuran MAT di

lapangan. Data MAT

perlu diambil dalam

waktu yang sama, yaitu

ketika pasang/ surut. Pengukuran MAT yang

tidak memperhatikan

pasang/surut akan

memperlihatkan

konus-konus yang mungkin

tidak terjadi pada daerah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi.1985.Hidrogeologi Regional Daerah Studi dan Sekitarnya.

Cooper, Hilton H. .1959. A Hypotheis concerning the dynamic balance of fresh water and salt water in a coastal aquifer: Journal

Geophysics Research

Endayana, Cipta dkk. .2013. Laporan Studi Hidrologi dan

Hidrogeologi Penambangan Pasir Besi PT. Jogja Magasa Ironsand


(16)

Kodoatie, Robert J. 2012.Tata Ruang Airtanah. Yogyakarta: Penerbit Andi

Kruseman, G.P., De Ridder, N.A.,1983. Analysis and Evaluation of Pumping Test data Third Edition. ILRI: Wageningen Netherlands.

Loren A. Raymond.2002.Petrology: The study of igneous,

sedimentary, and metamorphic rocks.Mcgraw-Hill

Mandel, S. 1981.Groundwater resources: Development and Management. Academic Press: London

Matthess, George. 1982.The properties of Groundwater. John Wiley & Sons

Puradimadja, Deny P .1993. Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumberdaya Air penunjang Perencanaan Transmigrasi. LAPI ITB

Rahardjo dkk. 1995.Geologi daerah Yogyakarta dan sekitarnya

Sawyer, C. N., Mc.Carty, P.L., 1994. Chemistry of Environmental Engineering. Newyork: McGraw Hill

Sihwanto. 1991.Metode Penentuan Penyebab Keasinan Airtanah: Studi Kasus Daerah Dataran Pantai Dumai, Riau.Bandung: Kumpulan Makalah Ikatan Ahli geologi Indonesia.

Toth, J. 1984.The role of regional Gravity flow in the chemical and Thermal Evolution of Groundwater. Proceedings First Canadian/American Conference on Hydrogeology. Practical Appplications of Groundwater. Geochemistry: Canada.

Todd.1980.Groundwater Hydrology 2nd Ed. Newyork: John Wiley and Sons.


(17)

LAMPIRAN


(18)

Interface Zone Garis Penampang A


(19)

Interface Zone Garis Penampang C

Interface Zone Garis Penampang D

Data Pengamatan Sifat Fisik Tiap Sumur di Daerah Penelitian

No STAT X Y PH

TDS

ppm )

EC

(micro S.)

Temperatur

Air

Temperatur

Udara

MAT (mdpl)

1 DW01-2 401959 9125400 6.9 490 1000 27.6 29.6

3.52


(20)

No STAT X Y PH TDS

ppm )

EC

(micro S.)

Temperatur

Air

Temperatur

Udara

MAT (mdpl)

3 DW08-2 399969 9125395 6.1 230 500 27.5 28 4.52

4 DW09-2 399291 9125627 6.1 250 530 28.7 29 0.9

5 DW10-2 399081 9125412 5.3 240 480 28.8 29 0.15

6 DW11-2 400230 9125003 6.4 110 240 31.9 32 1.75

7 DW12-2 399491 9125268 6.2 140 290 30.2 31 0.85

8 DW04-1 400397 9125636 6.8 420 850 29.4 27.9 3.21

9 DW05-1 401010 9125453 6.8 440 890 27.9 28.1 3.6

10 DW06-1 401898 9125485 7.0 560 1150 28.4 27.9 4.16

11 DW07-1 402357 9125394 7.0 400 810 27.8 28.3 4.7

12 DW08-1 402602 9125395 6.9 590 1190 29 28.6 3.64

13 DW09-1 400245 9125267 6.8 230 490 28.2 29 3.45

14 DW10-1 399693 9125481 6.6 300 610 27.7 29 3.88

15 DW11-1 399111 9125725 6.7 280 570 28.7 28.8 0.51

16 DW12-1 399786 9124836 7.2 120 250 29.4 31 0.33

17 DW13-1 399817 9124897 7.4 180 380 29.4 30.8 0.85

18 DW17-1 402611 9127041 7.0 790 1560 28.4 29 1

19 DW23-1 400196 9127699 7.2 500 1010 28.5 29.2 4.24

20 DW26-1 400892 9126079 6.6 370 760 29.4 31.8 3.75

21 DW16-2 401851 9125691 6.4 570 1160 28.5 28.7 4.2

22 DW18-2 404215 9125619 7.1 550 1120 28 28.2 4

23 DW19-2 399132 9124512 6.8 550 1110 31.8 31.9 2

24 DW20-2 399328 9124522 7.1 140 300 32.4 30.7 1.63

25 DW21-2 399361 9124423 7.6 320 650 32.4 32.7 2.1

26 DW22-2 399419 9124682 7.5 190 400 33.4 33.4 1.61

27 DW23-2 399508 9124442 7.6 190 400 32.7 32.9 1.76


(21)

No STAT X Y PH TDS

ppm )

EC

(micro S.)

Temperatur

Air

Temperatur

Udara

MAT (mdpl)

29 DW26-2 399662 9124381 7.3 260 540 30.8 29.1 1.22

30 DW27-2 399382 9124995 7.4 200 420 33.8 34.1 0.78

31 DW28-2 399342 9124936 7.4 150 320 33.8 34.3 0.85

32 DW29-2 399526 9124863 7.2 150 320 34 34.5 0.89

33 DW30-2 399342 9124826 6.8 310 650 33.1 34.9 0.89

34 DW31-2 399083 9124466 7.9 560 1140 31 34.3 0.83

35 DW32-2 399323 9125081 7.5 250 510 30.7 31.2 1.82

36 DW34-2 399589 9125216 7.3 160 330 30.7 30.9 0.15

37 DW35-2 399317 9125286 7.3 240 540 30.4 30.5 2.18

38 DW36-2 401348 9124742 7.2 240 500 30.1 30.5 4.02

39 DW37-2 401238 9124784 6.9 160 340 29.6 30.0 4.1

40 DW38-2 401238 9124654 7.2 480 970 31.0 31.3 0.2

41 DW39-2 401238 9124762 7.3 310 650 30.0 30.4 1.73

42 DW40-2 401121 9124807 7.7 150 310 28.9 20.2 1.65

43 DW41-2 401020 9123745 6.9 210 430 29.1 30.3 2.39

44 DW42-2 401128 9124549 7.2 150 310 29.5 29.5 0.99

45 DW43-2 401018 9124306 7.3 160 330 30.1 30.3 0.1

46 DW44-2 400874 9124162 7.0 130 280 30.7 30.9 1.8

47 DW45-2 400735 9124162 6.9 270 560 29.8 30.2 2.8

48 DW46-2 400715 9123909 7.1 280 580 30.7 30.70 2.4

49 DW47-2 401161 9123645 7.1 260 530 30.3 30.7 2.35

50 DW48-2 400982 9124155 7.4 480 230 30.4 30.7 1.75

51 DW49-2 400868 9124334 7.4 140 290 30.4 30.6 0.5

52 DW

50-2 400495 9124063 7.2 320 660 34.0 35.1 3

53 DW

51-2 400262 9124757 7.5 180 380 29.1 29.3 0.46

54 DW


(22)

No STAT X Y PH TDS

ppm )

EC

(micro S.)

Temperatur

Air

Temperatur

Udara

MAT (mdpl)

55 DW

53-2 400664 9123885 7.4 240 500 31.3 31.9 1.9

56 DW

54-2 400078 9124302 7.4 330 680 32.6 33.0 3.4

57 DW

55-2 400189 9124458 7.4 260 540 33.4 33.9 2.5

58 DW

56-2 400295 9124721 7.8 180 380 32.0 32.4 1.37

59 BH-01 400025 9124684 6.6 120 260 31.2 31.7 0.39

60 BH-02 399812 9124369 6.1 210 440 30.2 30.9 1.81

61 BHa-01 399475 9124338 7.4 230 470 37.0 38.1 2.04

62 BHa-02 399475 9124491 7.7 250 520 32.4 33.8 1.48

63 BHa-03 399144 9124445 5.5 310 630 31.5 32.0 0.9

64 BHa-04 399254 9124568 6.5 300 620 31.9 32.3 0.78

65 BHa-07 399254 9124762 7.3 540 1090 32.1 33.0 0.92

66 BHa-08 399363 9124918 7.2 190 410 31.1 31.8 0.65

67 BHa-09 399473 9125109 6.7 250 500 30.6 31.1 0.27

68 BHa-10 399473 9125300 6.7 120 260 30.2 32.8 0.56

69 BHa-11 399583 9125502 6.7 370 760 28.7 29.3 1.02

70 BHa-12 399693 9125647 7.1 160 340 28.8 29.4 4.47

71 BHa-14 399802 9126145 7.0 250 510 29.0 30.0 3.67

72 BHa-15 399786 9124155 7.6 100 230 31.0 31.6 1.12

73 BHa-16 399903 9124346 7.5 330 680 30.7 31.2 3.11

74 BHa-17 399969 9124430 7.3 250 530 31.3 32.0 1.95

75 BHa-18 400111 9124747 7.3 70 150 31.2 31.7 0.63

76 BHa-19 400247 9125024 7.0 90 200 29.9 30.6 1.85

77 BHa-20 400271 9125074 6.9 170 370 29.2 30.6 0.27

78 BHa-21 400610 9124554 7.4 200 420 33.6 34.0 1.1


(23)

No STAT X Y PH TDS

ppm )

EC

(micro S.)

Temperatur

Air

Temperatur

Udara

MAT (mdpl)

80 BHa-23 400916 9123701 7.5 180 370 30.1 30.7 1.04

81 BHa-24 400909 9123965 7.0 360 730 30.9 31.4 2.2

82 BHa-25 401008 9124075 7.5 190 400 29.6 30.3 1.42

83 BHa-26 401129 9124289 7.2 150 320 34.3 35.0 0.55

84 BHa-27 401220 9124526 7.4 200 400 29.9 30.3 0.5

85 BHa-28 401348 9124730 7.1 240 500 30.7 31.2 3.2

86 BHa-29 401352 9123952 6.9 350 730 38.8 39.3 1.7


(1)

Interface Zone Garis Penampang A


(2)

Interface Zone Garis Penampang D

Data Pengamatan Sifat Fisik Tiap Sumur di Daerah Penelitian

No STAT X Y PH

TDS ppm )

EC (micro

S.)

Temperatur Air

Temperatur Udara

MAT (mdpl)

1 DW01-2 401959 9125400 6.9 490 1000 27.6 29.6

3.52


(3)

No STAT X Y PH TDS ppm ) EC (micro S.) Temperatur Air Temperatur Udara MAT (mdpl)

3 DW08-2 399969 9125395 6.1 230 500 27.5 28

4.52

4 DW09-2 399291 9125627 6.1 250 530 28.7 29

0.9

5 DW10-2 399081 9125412 5.3 240 480 28.8 29

0.15

6 DW11-2 400230 9125003 6.4 110 240 31.9 32

1.75

7 DW12-2 399491 9125268 6.2 140 290 30.2 31

0.85

8 DW04-1 400397 9125636 6.8 420 850 29.4 27.9

3.21

9 DW05-1 401010 9125453 6.8 440 890 27.9 28.1

3.6

10 DW06-1 401898 9125485 7.0 560 1150 28.4 27.9

4.16

11 DW07-1 402357 9125394 7.0 400 810 27.8 28.3

4.7

12 DW08-1 402602 9125395 6.9 590 1190 29 28.6

3.64

13 DW09-1 400245 9125267 6.8 230 490 28.2 29

3.45

14 DW10-1 399693 9125481 6.6 300 610 27.7 29

3.88

15 DW11-1 399111 9125725 6.7 280 570 28.7 28.8

0.51

16 DW12-1 399786 9124836 7.2 120 250 29.4 31

0.33

17 DW13-1 399817 9124897 7.4 180 380 29.4 30.8

0.85

18 DW17-1 402611 9127041 7.0 790 1560 28.4 29

1

19 DW23-1 400196 9127699 7.2 500 1010 28.5 29.2

4.24

20 DW26-1 400892 9126079 6.6 370 760 29.4 31.8

3.75

21 DW16-2 401851 9125691 6.4 570 1160 28.5 28.7

4.2

22 DW18-2 404215 9125619 7.1 550 1120 28 28.2

4

23 DW19-2 399132 9124512 6.8 550 1110 31.8 31.9

2

24 DW20-2 399328 9124522 7.1 140 300 32.4 30.7

1.63

25 DW21-2 399361 9124423 7.6 320 650 32.4 32.7

2.1

26 DW22-2 399419 9124682 7.5 190 400 33.4 33.4

1.61

27 DW23-2 399508 9124442 7.6 190 400 32.7 32.9

1.76


(4)

29 DW26-2 399662 9124381 7.3 260 540 30.8 29.1

1.22

30 DW27-2 399382 9124995 7.4 200 420 33.8 34.1

0.78

31 DW28-2 399342 9124936 7.4 150 320 33.8 34.3

0.85

32 DW29-2 399526 9124863 7.2 150 320 34 34.5

0.89

33 DW30-2 399342 9124826 6.8 310 650 33.1 34.9

0.89

34 DW31-2 399083 9124466 7.9 560 1140 31 34.3

0.83

35 DW32-2 399323 9125081 7.5 250 510 30.7 31.2

1.82

36 DW34-2 399589 9125216 7.3 160 330 30.7 30.9

0.15

37 DW35-2 399317 9125286 7.3 240 540 30.4 30.5

2.18

38 DW36-2 401348 9124742 7.2 240 500 30.1 30.5

4.02

39 DW37-2 401238 9124784 6.9 160 340 29.6 30.0

4.1

40 DW38-2 401238 9124654 7.2 480 970 31.0 31.3

0.2

41 DW39-2 401238 9124762 7.3 310 650 30.0 30.4

1.73

42 DW40-2 401121 9124807 7.7 150 310 28.9 20.2

1.65

43 DW41-2 401020 9123745 6.9 210 430 29.1 30.3

2.39

44 DW42-2 401128 9124549 7.2 150 310 29.5 29.5

0.99

45 DW43-2 401018 9124306 7.3 160 330 30.1 30.3

0.1

46 DW44-2 400874 9124162 7.0 130 280 30.7 30.9

1.8

47 DW45-2 400735 9124162 6.9 270 560 29.8 30.2

2.8

48 DW46-2 400715 9123909 7.1 280 580 30.7 30.70

2.4

49 DW47-2 401161 9123645 7.1 260 530 30.3 30.7

2.35

50 DW48-2 400982 9124155 7.4 480 230 30.4 30.7

1.75

51 DW49-2 400868 9124334 7.4 140 290 30.4 30.6

0.5

52 DW

50-2 400495 9124063 7.2 320 660 34.0 35.1

3

53 DW

51-2 400262 9124757 7.5 180 380 29.1 29.3

0.46


(5)

No STAT X Y PH TDS ppm ) EC (micro S.) Temperatur Air Temperatur Udara MAT (mdpl)

55 DW

53-2 400664 9123885 7.4 240 500 31.3 31.9

1.9

56 DW

54-2 400078 9124302 7.4 330 680 32.6 33.0

3.4

57 DW

55-2 400189 9124458 7.4 260 540 33.4 33.9

2.5

58 DW

56-2 400295 9124721 7.8 180 380 32.0 32.4

1.37

59 BH-01 400025 9124684 6.6 120 260 31.2 31.7

0.39

60 BH-02 399812 9124369 6.1 210 440 30.2 30.9

1.81

61 BHa-01 399475 9124338 7.4 230 470 37.0 38.1

2.04

62 BHa-02 399475 9124491 7.7 250 520 32.4 33.8

1.48

63 BHa-03 399144 9124445 5.5 310 630 31.5 32.0

0.9

64 BHa-04 399254 9124568 6.5 300 620 31.9 32.3

0.78

65 BHa-07 399254 9124762 7.3 540 1090 32.1 33.0

0.92

66 BHa-08 399363 9124918 7.2 190 410 31.1 31.8

0.65

67 BHa-09 399473 9125109 6.7 250 500 30.6 31.1

0.27

68 BHa-10 399473 9125300 6.7 120 260 30.2 32.8

0.56

69 BHa-11 399583 9125502 6.7 370 760 28.7 29.3

1.02

70 BHa-12 399693 9125647 7.1 160 340 28.8 29.4

4.47

71 BHa-14 399802 9126145 7.0 250 510 29.0 30.0

3.67

72 BHa-15 399786 9124155 7.6 100 230 31.0 31.6

1.12

73 BHa-16 399903 9124346 7.5 330 680 30.7 31.2

3.11

74 BHa-17 399969 9124430 7.3 250 530 31.3 32.0

1.95

75 BHa-18 400111 9124747 7.3 70 150 31.2 31.7

0.63

76 BHa-19 400247 9125024 7.0 90 200 29.9 30.6

1.85

77 BHa-20 400271 9125074 6.9 170 370 29.2 30.6

0.27

78 BHa-21 400610 9124554 7.4 200 420 33.6 34.0

1.1


(6)

80 BHa-23 400916 9123701 7.5 180 370 30.1 30.7

1.04

81 BHa-24 400909 9123965 7.0 360 730 30.9 31.4

2.2

82 BHa-25 401008 9124075 7.5 190 400 29.6 30.3

1.42

83 BHa-26 401129 9124289 7.2 150 320 34.3 35.0

0.55

84 BHa-27 401220 9124526 7.4 200 400 29.9 30.3

0.5

85 BHa-28 401348 9124730 7.1 240 500 30.7 31.2

3.2

86 BHa-29 401352 9123952 6.9 350 730 38.8 39.3

1.7