Makalah Qurban dan Aqiqah

Makalah Qurban dan Aqiqah

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh
Dosen Pengampu: Lutfiah,S.Ag.M.S.I

Disusun Oleh :
1. Intan Prawesti
2. Jafar Sodiq

(123111084)
(123111086)

3. Jajang Gumilar

(123111087)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

2013

I. PENDAHULUAN
Masyarakat muslim Indonesia, khususnya Jawa sangat kaya akan kegiatan
keagamaan yang tersistematis sebagaimana tata tertib upacara, yang kemudian
saya sebut sebagai “upacara keagamaan”.
Beberapa upacara keagamaan (ritual ceremonies) di Indonesia antara lain:
halal bi halal, perawatan jenazah, “tahlil” (do’a-do’a untuk ahli kubur), maulid Nabi
SAW, qurban, zakat, dan banyak lagi ritual yang lainnya, termasuk didalamnya
ritual aqiqah.
Sebagai bagian dari keyakinan hidup masyarakat muslim, tentunya upacaraupacara keagamaan tersebut bukan sekedar diadakan, terlebih diada-adakan
(dibuat sendiri tanpa adanya dasar atau landasan), melainkan telah mereka yakini
sebagai ajaran yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, atau telah
dimodifikasi sedemikian rupa (disesuaikan dengan tradisi yang berkembang di
lingkungannya, atau bahkan hanya mengambil “semangat”-nya saja).
Di dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam mengenai beberapa ritual
keagamaan yaitu ritual aqiqah dan qurban yang sering dilakukan didalam kalangan
masyarakat.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian Kurban?
B. Hal-hal yang mengenai pelaksanaan Kurban?
C. Apa pengertian Aqiqah?
D. Hal-hal yang mengenai pelaksanaan Aqiqah?

III. PEMBAHASAN
A. Kurban
1. Definisi Kurban
Kata udhuhiyah diambil dari kata dhuha yang berarti matahari meninggi,
karena hewan kurban disembelih pada waktu tersebut. Menurut syara’ kurban
adalah hewan yang disembelih sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT pada
waktu tertentu.
2. Hukum Kurban
Sumber hukum sebelum adanya ijma’ ialah firman Allah SWT,
‫حرر ل لحرب ب ح‬
‫صد ب‬
‫وان ر ح‬
‫ك فح ح‬
“Maka laksanakanlah shalat karena Rabbmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah
dan mendekatkan diri pada Allah),” (QS. Al-kautsar [108] : 2)dan sabda Rasulullah

SAW, “ Tidak ada amalan anak cucu Adampada waktu ‘Idul Adha yanh lebih
dicintai oleh Allah dari pada mengalirkan darah hewan. Ia pasti didatangkan pada
hari kiamat berikut tanduk dan kakinya. Darah kurban akan akan menetes disuatu

tempat yang dikehendaki Allah, sebelum jatuh ketanah. Jadi, ikhlaskanlah kurban
kalian.”
Para ulama telah menyepakati pensyariatan kurban. Hukum kurban sunah
muakad yang bersifat kifayah, berdasarkan sejumlah hadist. Kurban tidak wajib,
berdasarkan hadist Abu Bakar dan Umar bahwa mereka berdua tidak berkurban
kareena khawatir kurban dipahami sebagai suatu kewajiban. Dan hadist adDaruquthni, “Apabila mereka mereka tidak berkurban maka mereka dikenai
hukum makruh.
Hukum kurban menjadi wajib jika disertai nadzar. Misalnya seperti ucapan
seseorang,



Kurban

ini


wajib

bagiku

dan

kupersembahkan

untuk

Alllah”atau”Wajib atasku mengurbankan hewan ini” atau dengan mengkhususkan,
seperti pernyataan “ini adalahhewan kurban”atauAku jadikan hewan tersebut
jadikan kurban.”

3. Waktu Kurban
Waktu kurban dimulai setelah matahari terbitpada ‘Idul Adha,kira-kira
setelah waktu yang cukup untuk melaksanakan waktu shalat dua rakaat dan dua
khutbah. Waktu penyembelihan kurban berlangsung sampai dengan akhir hari

tasyriq (13Dzul Hijjah). Penyembelihan hewan kurban sebelum terbitntya

matahari hukumnya tidak sah.
Ketentuan di atas sesui hadist yang diriwayatkan oleh al-Braa’ bin al-“azib ,dia
berkata, “Rasulullah berkhutbah setelah shalat Idul Adha. Beliau bersabda, ‘Siapa
yang melakukan shalat seprti shalat kita ini, lalu menyembelih kurban seperti yang
kita lakukan, dia telah memenuhi sunahku. Siapa yang menyembelih sebelum
mengerjakan shalat seperti yang kita lakukan, hewan itu kambing potong (bukan
kurban). Hendaknya dia menyembeelih di tempaat hewan itu berada.”
Ketika masuk bulan Dzul Hijjah, orang yang hendak berkurban disunahkan
untuk tidak memotong rambut dan kukunya sampai proses penyembelihan
kurban selesai. Jika perbuatan ter sebut dilakukan, hukumnya makruh tanzih,
berdasarkan hadisrt ummul salamaah. Rasulullah SAW, bersabda “ jika kalian
melihat hilal (bulan tanggal satu) bulan Dzul Hijjah, sementara seorang dari kalian
akan kurban, hendaklah dia tidak memotong rambut dan kukunya.”
4. Jenis Hewan Kurban
Hewan yang dijadikan kurban ialah hewan ternak, seperti unta, sapi, dan
kambing. Allah SWT berfirman, “Agar mereka menyambut nama Allah atas rezeki
yang dikaruniakan-Nya kepada mereka hewan ternak,”(QS. al-Hajj[22]:34).

Hewan ternak yang boleh dijadikan kurban adalah domba berumur setahun,
kambing bandot berumur dua tahun, unta, dan sapi. Jika diurutkan, hewan

kurbanj paling utama, yaitu unta (badanah), kemudian sapi betina, domba, dan
terakhir kambing betina. Namun, kurban tujuh ekor kambing lebih utama dari
pada seekor unta. Lebih diutamakan hewan kurban yang berwarna putih,
kemudian kuning, lalu al-ghabra’ (putih kekuning-kuningan), lalu al-balqa’ (belang,
hitam putih), kemudian hitam, dan terakhir merah. Menurut al-Mawardi, ternak
berwarna merah lebih diutamakan daripada al-balqa’. Keutamaan tersebut diukur
berdasarkan kelezatan dagingnya.
5. Syarat-Syarat Hewan Kurban
1.

Syarat hewan kurban unta yaitu telah berumur lima tahun, sapi dan kambing

bandot masing-masing berumur dua tahun, sedangkan domba syaratnya sudah
berumur setahun.
2.

Hewan tidak cacat. Misalnya tidak berkudis meskipun sedikit, tidak pincang

yang parah, tidak terlalu kurus(kerempeng), tidak gila, tidak buta baik kedua mata
maupun salh satunya, tidak menderita penyakit yang dapat merusak dagingnya,

tidak ada anggota tubuh yang terputus meskipun secuil seprti trlinga, lidah, pting
susu, pantat, atau bagian paha yang tampak, dan seluruh giginya tidak lepas.

Semua ketentuan tersebut termaktum dalam hadits al-Barra’ bin Azib, dia berkata,
“Rasulullah berdiri dihadapan kami, lalu bersabda, ‘Ada empat hewan yang tidak
boleh dijadikan kurban yaitu hewan yang jelas buta sebelah matanya, sakit yang
sangat parah, pincang yang jelas memmbengkokkan tulang rusuknya, dan hewan
yang telah berumur tua yang telah kehilangan dagingnya.”
3.

Hewan tersebut diniati kurban saat disembelih atu sebelumnya. Menentukan

hewan tertentu untuk kurban tanpa disertai niat kurban, belumlah cukup. Niat
dan penyembelihan kurban boleh diwakilkan kepada orang muslim yang telah
tamyiz.

6. Distribusi Daging Kurban
Kurban wajib disedahkan dalam keadaan mentah. Oaring berkurban boleh
memakan sebagiannya. Allah SWT berfirman, “Makanlah sebagiannya dan berilah
makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak memintaminta) dan orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj[22]:36).

Tidak boleh menjual daging kurban, baik kurban nadzar maupun sunah.
Seluruh hewan daing kurban nadzar dan hewan yang telah dikhususkan untuk

kurban, misalnya orang yang berkurban berkata, “ini adalah hewan kurban,” dank
urban wajib yang telah menjadi tanggungan, wajib disedekakan kepada orang
fakir. Hukum anak hewan kurban sama seperti induknya dan wajib di sembelih.
Orang yang berkurban dan orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya
tidak boleh memakan daging kurban (nadzar) tersebut. Apabila dia memakannya,
dia harus mengganti sebanding dengan daging kurban yang dimakan.
Orang yang berkurban dianjurkan memakan, menghadiahkan, dan
menyedekahkan sebagian dagingnya. Sepertiga dimakan, sepertiga dihadiahkan,
sepertiga lainnya disedekahkan. Namun, wajib menyedekahkan sebagian daging
kurban sunah meskipun sedikit. Kulit hewan kurban boleh disedekahkan atau
dimanfaatkan sebagai perabot rumah, tidak boleh dijual. Daging kurban juga tidak
boleh dijual sedikit pun.
Hewan kurban lebih afdhal disembelih sendiri. Jika dia tidak bisa
menyembelih sendiri, serahkanlah kepada tukang jagal (orang yang biasa
memotong hewan kurban).

B. Aqiqah

1. Pengertian Aqiqah
Secara pendekatan lughawiyah (bahasa) aqiqah mempunyai arti rambut yang
dimiliki oleh bayi. Telah membudaya dan menjadi tradisi orang Arab ketika
memberi nama sesuatu selalu ditalikan dengan nama penyebabnya atau hal yang
berkaitan erat denganya. Karena hewan aqiqah ini disembelih pada saat
pencukuran rambut bayi, maka dipinjamlah kata tersebut untuk memberi nama
ritual ibadah ini. Sedangkan menurut syariat Islam aqiqah adalah hewan
sembelihan yang dipotong pada hari ketujuh kelahiran anak .
2. Hikmah Aqiqah
Aqiqah adalah bentuk rasa bersukur atas nikmat yang telah diberikan Allah
kepada hambanya dalam bentuk rizqi seorang anak. Dengan mendapatkan nikmat
tersebut seorang yang melaksanakan ibadah aqiqah diharapkan dapat berbagi
kesenangan kepada para kerabat, tetangga, dan teman dekat sehingga
menumbuhkan ikatan rasa cinta kasih di hati mereka.

3. Kriteria Hewan Aqiqah
Jenis, umur, dan persyaratan pada hewan aqiqah adalah sama persis dengan
hewan yang akan dijadikan kurban. Hanya saja dalam aqiqah lebih diprioritaskan
pada persembelihan kambing, karena hal inilah yang telah dilakukan oleh Rasul
untuk Hasan dan Husein. Jika bayi yang dilahirkan adalah laki-laki maka aqiqahnya

dengan dua kambing, sedangkan bila bayi perempuan maka aqiqahnya dengan
satu kambing saja.
Walaupun ketentuan yang sudah berlaku demikian akan tetapi hukum Islam
ini tidaklah bersifat keras dan kaku, oleh sebab itu jika seseorang hanya mampu
menyembelih satu kambing untuk satu bayi laki-laki maka sudah mendapat pahala
sunah meskipun tidak sepenuhnya. Tatacara meyembelihnya-pun juga tidak
disyaratkan dua sekaligus, tetapi boleh dengan diangsur satu-persatu. Di satu sisi,
jenis hewan aqiqah yang disembelih tidak hanya dikhususkan pada kambing,
bahkan seseorang diperkenankan menyembelih sapi atau unta untuk tujuh anak
perempuan.

4. Waktu Penyembelihan Aqiqah
Pada dasarnya dan sudah menjadi sunah dari Nabi bahwa waktu
penyembelihan hewan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh kelahiran dengan
memulai perhitunganya dari hari kelahiran bayi, bila bayi dilahirkan pada waktu
malam hari, maka permulaan hitungan dimulai pada siang hari sesudahnya. Akan
tetapi dari madzab Syafi’I dan Hanbali berpendapat bahwa penyembelihan hewan
aqiqah boleh dan dianggap syah dilaksanakan sebelum dan sesudah hari ketujuh
yang tidak sampai melebihi waktu baligh. Bahkan imam Qafal dan imam Syasyi
serta didukung oleh sebagian golongan madazab Hambali berpendapat bahwa

seseorang diperkenankan dan disunahkan untuk melaksanakan ritual aqiqah
untuk dirinya sendiri, karena ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari imam
Baihaki bahwa Nabi pernah melaksanakan aqiqah untuk dirinya sendiri sesudah
diangkat jadi nabi .
5.

Hukum Daging Hewan Aqiqah
Hukum daging pada hewan aqiqah sama persis dengan hukum hewan

kurban, yaitu diperbolehkan untuk memakan sebagian dan memberikan sisanya
kepada orang lain. Akan tetapi dalam aqiqah lebih disunahkan untuk dimasak
terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada orang lain. Sedangkan mengadakan

resepsi walimah (acara makan-makan bersama) dengan mengundang tetangga
sekitar hukumnya adalah khilaful aula (tidak sesuai dengan sesuatu yang
diutamakan), karena anjuranya adalah dengan membagikan langsung kerumah
para tetangga bukan mengundangnya, bahkan madzab Maliki menghukumi
makruh hal tersebut .
6. Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Maulud (anak baru lahir)’
Hukum-hukum yang berkaitan dengan anak yang baru lahir sangat banyak sekali,
akan tetapi yang paling penting diantaranya adalah:
a) Mendedangkan suara adzan di kuping bayi sebelah kanan, dan menyuarakan
iqamah di kuping sebelah kiri. Hal ini disunahkan, selain untuk ittiba’ (ikut
perilaku Rasul) juga untuk menanamkan pondasi tauhid di hati bayi. Di sisi lain
juga dianjurkan untuk membaca doa di kuping sebelah kanan, yaitu “ Inni
u’idzuha bika wadzurriyataha minas syaithanir rajim”, (sesungguhnya saya
meminta pada-Mu untuk menjaga bayi dan keturunanya dari syaitan yang
terlaknat). Di musnad ibn Razin juga diterangkan supaya ditambah dengan
membacakan surat al-ikhlas di kuping sebelah kanan .
b) Mencenta’inya dengan kurma atau suatu hal yang manis pada hari ketujuh
kelahiran. Tata cara centa’ adalah seseorang mengunyah terlebih dahulu buah
kurma atau sesuatu yang manis sampai lembut kemudian mengeluarkanya dan

menyuapkan kepada bayi sampai tertelan. Mencenta’I ini sebaiknya dilakukan
oleh orang alim dan shaleh supaya diharapkan bisa menularkan barokahnya.
c) Memberikan nama baik kepada bayi pada hari ketujuh kelahiran atau saat hari
kelahiran ketika tidak menghendaki untuk menyembelih hewan aqiqah pada
hari ketujuh. Nama-nama yang paling utama adalah dengan menggunakan
nama Abdullah, Abdur Rahman, dan nama-nama yang disandarkan pada Allah
atau asma’ul husna. Selain itu juga disunahkan menggunakan nama yang
diawali dengan Muhamad, nama-nama nabi dan para malaikat. Rasulullah SAW
pernah bersabda, “ pada hari hari kiamat kalian kelak akan dipanggil dengan
nama kalian berikut nama ayah-ayah kalian. Karena itu berilah nama-nama
yang baik”. (HR. Abu Dawud). Dalam hadist Muslim disebutkan, “Nama yang
paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. ”sedangkan dalam
redaksi lain hadist Abu Dawud berbunyi, “Nama yang bagus ialah Harist dan
Hamam, sedangkan nama yang paling buruk ialah Harb dan Murrah. “
Diperkuat dengan kabar Abu Nu’aim bahwa Rasullah SAW bersabda, “ Berilah
nama dengan namaku, jangan dengan julukanku .“
d) Mencukur keseluruhan rambut bayi sesudah penyembelihan hewan aqiqah,
setelah itu menimbang rambut tersebut dengan berat emas atau perak dan
kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.

IV. PENUTUP
A. Simpulan
Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa Kurban adalah hewan yang
disembelih sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT pada waktu tertentu.
Hukum kurban ialah sunah muakad yang bersifat kifayah tetapi bisa menjadi
wajib jika seseorang tersebut disertai nadzar. Kurban dilakukan setelah matahari
terbit, tepatnya setelah sholat 2 rakaat (sholat Idh) atau sampai tanggal ke 13
dzulhijjah (hari tasyrikh). Di dalam pelaksanaan kurban, kriteria hewan yang boleh
dikurbankan juga harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, dan daging
kurban biasa dibagikan ke seluruh lapisan masyarakat dalam bentuk mentah.
Aqiqah adalah hewan sembelihan yang dipotong pada hari ketujuh kelahiran
anak.
Adapun hukum dan landasan aqiqah banyak perbedaan pendapat diantara
para ulama-ulama,yang khususnya ulama dari Jawa. Hikmah dari aqiqah akan
membentuk rasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada
hambanya dalam bentuk rizqi seorang anak.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat pemakalah sajikan. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita. Pemakalah
membuat makalah ini untuk pembelajaran bersama. Pemakalah mengambil dari
berbagai sumber, jadi apabila pembaca menemukan kesalahan dan kekurangan,
maka pemakalah menyarankan untuk mencari informasi dan referensi yang lebih
baik. Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Zuhaili, Wahbah, 1997, “FIQHUL ISLAMI”, Beirut; Darul Fikr.
Al-Nawawi,1996, Al- MAJMU’, Beirut, Darul Fikr.
Zulaihi, Wahbah, 2008, “FIQIH IMAM SYAFI’I”, Beirut; Darul Fikr.