PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI SUBYEK MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

(1)

PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN MATERI SUBYEK MAHASISWA CALON GURU KIMIA

DISERTASI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Doktor Kependidikan dalam Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Oleh: Wiji NIM 1007344

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

ii

PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN MATERI SUBYEK MAHASISWA CALON GURU KIMIA

Oleh Wiji

S.Pd UNS Surakarta, 1996 M.Si ITB Bandung, 2001

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Bidang Pendidikan IPA

© Wiji 2014

Universitas Pendidikan Indonesia April 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN MATERI SUBYEK MAHASISWA CALON GURU KIMIA Abstrak

Penelitian ini bertujuan menghasilkan desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek kimia, motivasi belajar, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis mahasiswa calon guru kimia (MCGK). Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan metode campuran (Mixed Method) dengan model Embedded Experimental Design. Secara kualitatif telah ditemukan 10 konsep kimia sekolah yang dipersepsikan sulit oleh MCGK, yaitu: reaksi kimia, pereaksi pembatas, energi aktivasi, perubahan entalpi reaksi, laju reaksi, teori tumbukan, kesetimbangan dinamis, tetapan kesetimbangan, titrasi, dan perbandingan sifat asam. Secara kuantitatif, profil model mental MCGK didominasi oleh model mental yang tidak utuh, yang meningkat dari tingkat I ke II, tetapi menurun pada tingkat III dan naik kembali pada tingkat IV. Profil motivasi berada pada kategori sedang dan cenderung meningkat berdasarkan tingkat kelas. Profil gaya belajar auditorial mendominasi dan tidak berbeda berdasarkan tingkat kelas. Profil kemampuan berpikir logis sebagian besar MCGK sudah mencapai tahap perkembangan formal, walaupun tidak ditemukan adanya perbedaan berdasarkan tingkat kelas. Motivasi belajar kimia berkorelasi secara positif dengan model mental walaupun tidak secara keseluruhan untuk setiap bagian, gaya belajar tidak berkorelasi dengan model mental, sedangkan kemampuan berpikir logis berkorelasi secara positif dengan keseluruhan model mental. Rancangan desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental dibagi ke dalam enam tahap. Tahap pertama dan kedua meliputi tes diagnostik model mental dan analisis sumber belajar yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri. Tahap ketiga sampai kelima merupakan tahap rekonstruksi model mental yang dilakukan secara berkelompok melalui kegiatan analisis kedalaman dan keluasan materi subyek, penemuan konsep-konsep esensial setiap pokok bahasan, serta pengembangan setiap konsep esensial tersebut ke dalam tiga level representasi, yaitu makroskopik, sub-mikroskopik dan simbolik. Tahap keenam, mahasiswa mempertautkan tiga level representasi dalam menjelaskan setiap konsep secara mandiri. Analisis kualitatif terhadap hasil observasi perkuliahan menunjukkan MCGK telah menemukan 47 konsep esensial, yang terdiri dari masing-masing 9 konsep untuk stoikiometri dan termokimia, masing-masing 7 konsep untuk kinetika reaksi dan kesetimbangan, serta 15 konsep untuk asam basa. Model mental pada konsep-konsep esensial tersebut menunjukkan perkembangan dari model-antara 1 (M1) ke model-antara berikutnya (Mn) menuju model target/konsensus. Model mental mahasiswa mengalami peningkatan pada kategori sedang dengan nilai N-Gain 42,88%. Perkuliahan berbasis model mental juga mampu meningkatkan kemampuan berpikir logis pada kategori sedang dengan N-Gain 66,67% dan motivasi belajar


(5)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada kategori rendah dengan N-gain 26,83%. Selain itu, juga mengubah kecenderungan gaya belajar dari auditorial (21,9%) menuju kinestetikal (40,6%).

THE DEVELOPMENT OF SCHOOL CHEMISTRY COURSE BASED ON MENTAL MODEL TO IMPROVE UNDERSTANDING OF PRE-SERVICE

CHEMISTRY TEACHER SUBJECT MATTER Abstract

The aim of the study is to develop a School Chemistry course based on mental model to improve pre-service chemistry teachers’ (PCT) ability in understanding chemistry subject matter, and increasing their learning motivation, learning style, and logical thinking. This research used a Mixed Method with Embedded Experimental Model. Ten concepts of school chemistry perceived difficult by PCT were: chemical reaction, limiting reagents, activation energy, reaction enthalpy change, reaction rate, collision theory, dynamic equilibrium, equilibrium constant, titration, and acidity of solution. The mental model profile was dominated by incomplete mental model, those increase from level I to II, but decrease on level III and increase again in level IV. The motivation profile was in the moderate category and tended to increase in accordance with class level. The learning style profile is dominated by auditorial and had no difference according to the class level. The profile of logical thinking ability was correlated positively with the model mental, while the learning motivation was correlated positively but not for all parts, and the learning style was not correlated at all. The school chemistry based on mental model was distributed into six steps. The first and second steps cover a mental model diagnostic test and PCT individually analyses learning resource. The third to fifth steps is the model mental reconstruction executed in groups by analysing the depth and width of the subject matter, to discover essential concepts of each topic. PCT should developed those essential concepts into three representation levels: macroscopic, sub-microscopic, and symbolic of each concept. In the sixth step, PCT linked all level to explain the concepts. The lecture showed PCT had found 47 essential concepts, consisting of 9 concepts of stoichiometry and thermochemistry, 7 concepts of reaction kinetic and equilibrium, besides 15 konsep for acid-base. The mental model increased model 1 (MI) to intermediate-model (Mn) to target or consensus model. The mental model of PCT increased in the moderate category with N-Gain 42.88%. The lecture was able to increase the logical thinking in the moderate level with N-Gain 66.67%, and the learning motivation in the low category with N-N-Gain 26.83%. Besides, it also changed the learning style tendency from auditorial (21.9%) to kinestetic (40.6%).


(6)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia


(7)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL .……..……… 10

A. Karakteristik Ilmu Kimia ... 10

B. Pemahaman Materi Subyek Kimia ... 12

C. Model Mental ... 13

D. Hubungan Motivasi dengan Model Mental ... 19

E. Hubungan Gaya Belajar dengan Model Mental ... 22

F. Hubungan Kemampuan Berpikir Logis dengan Model Mental ... 26

G. Pengembangan Perkuliahan Berbasis Model Mental ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 34

A. Paradigma Penelitian ... 34

B. Metode dan Desain Penelitian ... 35

C. Subjek Penelitian ... 38


(8)

ii

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Kuesioner tingkat kesulitan kimia sekolah ... 42

2. Tes diagnostik model mental kimia sekolah ... 43

3. Kuesioner motivasi belajar kimia ... 44

4. Kuesioner gaya belajar ... 46

5. Tes kemampuan berpikir logis ... 47

6. Panduan observasi ... 49

E. Teknik Pengolahan Data. ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 54

A. Penelusuran Model Mental Mahasiswa Calon Guru Kimia ... 54

1. Konsep-konsep materi subyek Kimia Sekolah yang dipersepsikan sulit ... 54

2. Profil model mental mahasiswa calon guru kimia ... 56

B. Profil Motivasi Belajar, Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Logis Mahasiswa Calon Guru Kimia ... 65

1. Profil motivasi belajar . ... 65

2. Profil gaya belajar ... 67

3. Profil kemampuan berpikir logis ... 68

4. Korelasi motivasi, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis dengan model mental kimia sekolah ... 71

C. Rancangan Desain Perkuliahan Kimia Sekolah Berbasis Model Mental ... 74

1. Kajian silabus dan SAP mata kuliah Kimia Sekolah . ... 74

2. Rancangan perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental 76

D. Perkembangan Model Mental Kimia Sekolah pada Implementasi Desain Perkuliahan Kimia Sekolah Berbasis Model Mental ... 80

E. Peningkatan Model Mental Kimia Sekolah, Motivasi Belajar, Kemampuan Berpikir Logis, dan Gaya Belajar ... 86

1. Peningkatan model mental kimia sekolah . ... 86


(9)

iii

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Peningkatan motivasi belajar ... 90

4. Peningkatan gaya belajar ... 92

F. Pembahasan ... 94

1. Persepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap tingkat kesulitan materi subyek kimia sekolah . ... 94

2. Profil model mental mahasiswa calon guru kimia ... 96

3. Profil motivasi mahasiswa calon guru kimia dan korelasinya dengan model mental kimia sekolah ... 99

4. Profil gaya belajar mahasiswa calon guru kimia dan korelasinya dengan model mental kimia sekolah ... 101

5. Profil kemampuan berpikir logis mahasiswa calon guru kimia dan korelasinya dengan model mental kimia sekolah ... 101

6. Perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental ... 103

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Implikasi ... 109

C. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(10)

iv

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Instrumen yang Digunakan dalam Mempelajari Model Mental ... 18

2.2. Tindakan yang Merepresentasikan Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran ... 31

3.1. Subyek Setiap Tahapan Penelitian ... 40

3.2. Koefisien Cronbach Alpha TDMKS ... 44

3.3. Koefisien Cronbach Alpha KMBK ... 47

3.4. Koefisien Cronbach Alpha TKBL ... 48

3.5. Tafsiran Hasil Presentasi ... 51

3.6. Kategori Tingkat Model Mental Kimia Sekolah, Motivasi, Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Logis ... 52

3.7. Klasifikasi N-gain ... 52

4.1. Statistik Deskriptif dan Uji Beda Rata-rata Model Mental Kimia Sekolah ... 63

4.2. Uji Mann Whitney Model Mental Kimia Sekolah... 64

4.3. Statistik Deskriptif dan Uji Beda Rata-rata Motivasi Belajar Kimia ... 65

4.4. Uji Mann Whitney Motivasi Belajar Kimia ... 66

4.5. Statistik Deskriptif Gaya Belajar Mahasiswa Calon Guru Kimia ... 68

4.6. Uji Beda Rata-rata Gaya Belajar Mahasiswa Calon Guru Kimia ... 68

4.7. Statistik Deskriptif dan Uji Beda Rata-rata Kemampuan Berpikir Logis ... 70


(11)

v

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.8. Persentase Tahap Perkembangan Kognitif Mahasiswa... 71 4.9. Hasil Uji Korelasi BivariateSpearman antara Model Mental Kimia

Sekolah (MKS) dengan Motivasi Belajar Kimia (MBK) ... 71 4.10. Hasil Uji Korelasi BivariateSpearman antara Gaya Belajar (GB)

dengan Model Mental Kimia Sekolah (MKS) ... 73 4.11. Hasil Uji Korelasi BivariateSpearman antara Kemampuan Berpikir Logis (KBL) dengan Model Mental Kimia Sekolah (MKS) ... 74 4.12. Label Konsep Esensial pada Materi Subyek Kimia Sekolah ... 80 4.13. Perkembangan Model Mental-Antara pada Konsep Rumus Molekul . 81 4.14. Perkembangan Model Mental-Antara pada Konsep Perubahan Entalpi

Pembentukan Standar ... 82 4.15. Perkembangan Model Mental-Antara pada Konsep Tumbukan Efektif 83 4.16. Pengembangan Representasi pada Konsep Rumus Molekul ... 84

4.17. Pengembangan Representasi pada Konsep Perubahan Entalpi Pembentukan Standar ... 85

4.18. Pengembangan Representasi pada Konsep Tumbukan Efektif ... 86 4.19. Rekapitulasi Skor Model Mental dan N-Gain ... 87 4.20. Statistik deskriptif, N-Gain, dan Uji Beda Rata-rata Model Mental

Kimia Sekolah ... 88 4.21. Rekapitulasi Skor Motivasi Belajar Kimia dan N-Gain ... 89 4.22. Statistik deskriptif, N-Gain, dan Uji Beda Rata-rata Motivasi Belajar 90 4.23. Rekapitulasi Perubahan Gaya Belajar ... 91 4.24. Perubahan Gaya Belajar ... 92 4.25. Rekapitulasi Skor Kemampuan Berpikir Logis dan N-Gain ... 93 4.26. Statistik deskriptif, N-Gain, dan Uji Beda Rata-rata Kemampuan


(12)

vi

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Gambaran model mental konsep-konsep kimia ... 13

2.2. Kerangka kerja teoritis pembelajaran berbasis model mental ... 32

3.1. Paradigma penelitian ... 36

3.2. Desain penelitian ... 37

3.3. Alur penelitian ... 39

4.1. Tingkat kesulitan materi subyek kimia sekolah ... 54

4.2. Persepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap tingkat kesulitan materi subyek kimia sekolah berdasarkan tingkat kelas ... 56

4.3. Deskripsi model mental mahasiswa calon guru kimia tingkat I ... 57

4.4. Deskripsi model mental mahasiswa calon guru kimia tingkat II ... 58

4.5. Deskripsi model mental mahasiswa calon guru kimia tingkat III ... 59

4.6. Deskripsi model mental mahasiswa calon guru kimia tingkat IV ... 60

4.7. Perkembangan model mental mahasiswa calon guru kimia ... 61

4.8. Tipe jawaban yang mendominasi setiap tingkat kelas ... 62

4.9. Rancangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental ... 78


(13)

vii

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia


(14)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mahasiswa calon guru kimia perlu dibekali dengan materi subyek kimia untuk mendukung kompetensi profesionalnya. Selama perkuliahan, mahasiswa calon guru kimia mempelajari ilmu kimia dalam tiga kelompok mata kuliah, yaitu kimia dasar, kimia lanjut, dan kimia sekolah. Kelompok kimia dasar bertujuan untuk memahami fakta, konsep, hukum dan teori kimia yang meliputi struktur, dinamika, dan energetika sebagai persiapan untuk belajar kimia lebih lanjut. Kelompok kimia lanjut bertujuan untuk menguasai struktur, sifat, dinamika, kinetika dan mekanisme reaksi, serta energetika zat-zat organik, anorganik dan biomolekul. Kelompok kimia sekolah bertujuan untuk menguasai materi subyek kimia sekolah berdasarkan kurikulum yang berlaku dan memformulasikannya ke dalam bentuk yang mudah diajarkan dan mudah dipelajari (Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, 2013).

Pengalaman dalam mengelola perkuliahan Kimia Sekolah bagi mahasiswa calon guru kimia memperkuat hasil penelitian Lederman, et al. (1994) bahwa mahasiswa calon guru sains belum dapat menampilkan struktur materi subyek dengan jelas. Setiap konsep cenderung dijelaskan dalam salah satu jenis representasi, sehingga merasa kesulitan ketika diminta menjelaskan suatu konsep secara utuh. Apabila mereka kelak menjadi guru, pasti juga akan menyebabkan kesulitan siswa dalam menerima pembelajaran. Oleh karena itu, hendaknya mahasiswa calon guru kimia dibekali cara menjelaskan konsep kimia sekolah secara utuh, misalnya dalam tiga level representasi, yaitu makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik. Kemampuan ini akan memudahkan mahasiswa tersebut melakukan pembelajaran ketika kelak menjadi guru dan tentunya siswa juga akan mudah dalam menerima konsep-konsep yang diajarkan.


(15)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebagian besar peserta didik termasuk mahasiswa menganggap ilmu kimia cukup sulit dipelajari karena bersifat abstrak, kompleks, dan terlalu simbolik, sehingga muncul sikap negatif bahwa pembelajaran kimia membosankan (Hilton, 2008; Sirhan, 2007; Wang, 2007; Chittleborough, 2004; Pinarbasi & Canpolat, 2003; Stocklmayer & Gilbert, 2002; Marais & Jordaan, 2000). Beberapa penelitian terkait pemahaman peserta didik terhadap beberapa konsep inti kimia menunjukkan berkembangnya berbagai konsepsi alternatif. Konsep struktur atom didominasi oleh model Bohr (Adbo & Taber, 2009) dan pemahaman mereka tidak sampai kepada model mekanika kuantum karena terhambat oleh threshold concept probabilitas dan kuantisasi energi (Park & Light, 2009). Dalam kimia karbon, muncul kesulitan dalam mengartikulasikan konsepsi mereka tentang gugus fungsi dan tidak adanya pemikiran yang berorientasi pada proses ketika membuat definisi (Strickland, et al., 2010). Dalam ikatan kimia, lebih disukai konsep-konsep yang sederhana dan realistis, serta tidak terbiasa menggunakan sejumlah model untuk menjelaskan suatu konsep tertentu pada saat yang sama (Coll, 2008). Mengenai topik asam basa, model yang paling disukai adalah model yang paling sederhana yaitu model fenomena, dimana asam adalah zat dengan atribut tertentu, seperti rasa masam, mengubah warna indikator dan dapat dinetralkan oleh basa (Lin & Chiu, 2007).

Berbagai upaya untuk mereduksi sifat abstrak dan kompleks ilmu kimia telah dilakukan, diantaranya melalui penggunaan model, analogi dan metafora (Kermen & Méheut, 2009; Clement & Ramirez, 2008; Reese, 2008; Chittleborough & Treagust, 2007). Namun, kesulitan dalam memahami konsep kimia sampai sekarang belum dapat diatasi sepenuhnya. Ketika pendidik berupaya menyederhanakan konsep melalui analogi, model, dan metafora, seringkali tidak diikuti dengan penjelasan ruang lingkup dan keterbatasannya, sehingga konsepsi yang dibangun oleh peserta didik berbeda dengan ilmuwan (Adbo & Taber, 2009). Sebagai contoh, ketika dosen menggunakan analogi untuk memahamkan suatu konsep, tidak diikuti dengan penjelasan bahwa perilaku benda besar sangat


(16)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

jauh berbeda dengan perilaku benda kecil seperti atom atau molekul. Apabila hal ini tidak ditekankan maka penggunaan analogi akan berpotensi memunculkan berbagai konsepsi alternatif pada mahasiswa.

Penggunaan model, analogi dan metafora harus memperhatikan fakta bahwa sebelumnya setiap mahasiswa telah memiliki konsepsi alternatif yang beragam, sehingga harus ada perlakuan yang bersifat individual disamping secara berkelompok dalam proses perkuliahan. VanDriel, et al. (1998) menyatakan bahwa seorang pendidik harus memiliki pengetahuan terhadap konsepsi alternatif peserta didik dan sumbernya, dan kemudian merancang representasi dan pengalaman belajar berdasarkan konsepsi alternatif tersebut. Sirhan (2007) menyatakan bahwa untuk menghindari kebingungan dan salah paham, pendidik harus menghubungkan setiap topik baru dengan segala macam gagasan yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang. Vosniadou & Ioannides (1998) juga berpendapat bahwa teori belajar sains harus memperhitungkan perkembangan konsepsi alternatif individu serta faktor-faktor situasional dan budaya yang memfasilitasi perkembangan tersebut.

Penelitian Lin & Chiu (2010) dengan jelas menyatakan kegagalan pendidik membuat antisipasi yang baik terhadap peserta didik karena tidak memiliki pemahaman terhadap konsepsi alternatif dan sumber-sumbernya, yang kemudian berpotensi menimbulkan mismatch terhadap antisipasi yang dilakukannya selama perkuliahan. Oleh karena itu, mereduksi sifat abstrak dan komplek ilmu kimia harus senantiasa memperhatikan konsepsi alternatif yang dimiliki peserta didik sebelum proses perkuliahan dilakukan, sehingga pendidik dapat memberikan pedoman yang lebih tepat untuk membantu peserta didik dalam mengkonstruksi konsep baru berdasarkan kerangka konseptual yang sudah ada.

Sirhan (2007) menyarankan pentingnya memperjelas atau mengoreksi konsep yang sudah ada dalam memori jangka panjang dengan melakukan pembelajaran yang mendasar sebelum menambahkan pengalaman belajar yang baru, karena banyak peserta didik yang datang ke dalam kelas dengan gagasan


(17)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang salah, membingungkan, bahkan tidak lengkap. Lebih lanjut, Sirhan (2007) juga menyarankan pendidik harus menyajikan materi dalam cara-cara yang konsisten dengan pola belajar manusia, terutama masalah keterbatasan memori kerja. Proses belajar harus memungkinkan untuk pengembangan hubungan antara "puzzle" pengetahuan. Pendidik harus menghubungkan antar konsep sehingga peserta didik dapat membuat satu kesatuan yang utuh dari ide-ide kunci.

Konsepsi mahasiswa secara utuh tentang kimia dan interkoneksi antar konsep dapat diketahui dengan cara mengeksplorasi model mentalnya. Model mental merupakan representasi internal individu dari suatu objek, gagasan, pengalaman, gambaran, model, dan sumber-sumber lain yang ada dalam pikiran mahasiswa. Model mental peserta didik termasuk mahasiswa berperan penting dalam memberi alasan, menjelaskan, memprediksi, menguji ide baru dan menyelesaikan suatu masalah (Jansoon, 2009; Wang, 2007; Chittleborough, 2004; Bodner & Domin, 2000). Pemahaman model mental mahasiswa sebelum proses perkuliahan sangat membantu dosen dalam merancang metode perkuliahan yang akan diterapkan. Setiap mahasiswa telah memiliki model mental awal yang berbeda-beda, namun dosen dapat mengelompokkan mahasiswa tersebut ke dalam beberapa kelompok, berdasarkan kemiripan karakteristik dan pola model mental awal. Cool & Treagust (2003) mengelompokkan model mental ke dalam model mental target, model mental konsensus, dan model mental alternatif, sedangkan Adbo & Taber (2009) mengelompokkan ke dalam model pembelajaran, model ilmiah dan model alternatif. Lin & Chiu (2010) mengelompokkan model mental ke dalam model ilmiah, model fenomena, model karakter simbol dan model inferensi. Jansoon, et al. (2009) mengelompokkan model mental ke dalam model makroskopik, sub-mikroskopik dan simbolik.

Eksplorasi model mental merupakan pekerjaan yang tidak sederhana. Banyak cara dilakukan oleh berbagai peneliti dalam mengeksplorasi model mental, di antaranya melalui pemberian soal baik pilihan ganda maupun uraian,


(18)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

wawancara dan observasi kelas (Lin & Chiu, 2007; Coll, 2008; Park & Light, 2009; Jansoon, et al., 2009; Adbo & Taber, 2009; Strickl, et al.; 2010; Wang & Barrow, 2010; Lin & Chiu, 2010).

Selama ini, pemanfaatan hasil eksplorasi model mental masih sebatas pada alat untuk mengevaluasi dan melihat konsistensi konsepsi mahasiswa serta mengidentifikasi threshold concept dan menganalisis troublesomeness suatu konsep. Belum ditemukan penelitian yang mengaitkan antara hasil eksplorasi model mental mahasiswa dengan proses perkuliahan yang akan dilakukan oleh dosen. Oleh karena itu perlu dikembangkan model perkuliahan berdasarkan model mental awal yang telah dimiliki oleh mahasiswa.

Hasil kajian pengalaman lapangan memunculkan dugaan kuat, bahwa model mental mahasiswa calon guru kimia sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis. Menurut Franco & Colinvaux (2000) model mental bersifat dinamis dan berkelanjutan, generatif, melibatkan pengetahuan tersembunyi, serta dibatasi oleh world-view mahasiswa. Sifat dinamis dan berkelanjutan menyebabkan model mental akan mengalami modifikasi bila ada informasi baru yang didapatkan. Model mental bersifat generatif artinya dapat mengarahkan mahasiswa kepada informasi baru dan memanfaatkannya untuk meramalkan dan memberikan penjelasan.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang menentukan terhadap pemerolehan informasi baru, sedangkan kemampuan berpikir logis sangat menentukan pemanfaatan model mental dalam meramalkan dan menjelaskan suatu fenomena. Gaya belajar akan membentuk world view mahasiswa calon guru kimia terhadap suatu konsep. Oleh karena itu, motivasi, kemampuan berpikir logis dan gaya belajar diduga akan mempengaruhi keutuhan model mental seorang mahasiswa.

Selain ditentukan oleh motivasi, kemampuan berpikir logis dan gaya belajar, kesuksesan dalam perkuliahan sangat terkait dengan kualitas pendidik, kualitas kurikulum, dan sikap positif terhadap perkuliahan (Sirhan, 2007). Namun,


(19)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peserta didik yang memiliki motivasi dan belajar di lingkungan belajar yang sesuai serta didampingi pendidik yang memiliki pengetahuan materi subyek yang baik, masih sering gagal untuk menciptakan perkuliahan secara efektif (Taber, 2001). Model perkuliahan yang didasarkan atas konsepsi alternatif peserta didik yang berupa model mental awal akan mampu menjawab tantangan ini.

Perkuliahan berdasarkan model mental awal menghargai perbedaan model mental setiap mahasiswa. Untuk menanamkan konsep-konsep kimia, dosen sebaiknya memberikan perlakuan yang berbeda kepada setiap kelompok mahasiswa yang memiliki pola model mental yang berbeda, karena setiap kelompok tersebut akan memiliki cara yang berbeda dalam mencapai model mental target pada setiap perkuliahan. Meskipun demikian, sebagai sebuah hasil berfikir logis, setiap konsep kimia akan memiliki kerangka konstruksi konseptual yang sama, yaitu melalui tahapan atau urutan tertentu untuk sampai kepada pemahaman konsep yang diinginkan. Oleh karena itu, pendidik sebaiknya mengakomodasi kedua kepentingan tersebut dengan melaksanakan tahap dan urutan pembelajaran yang sama dalam mengkonstruksi konsep tetapi merekomendasikan aktivitas belajar yang berbeda kepada setiap kelompok peserta didik berdasarkan pola model mental awal yang dimiliki (Lin & Chiu, 2010).

Perkuliahan berdasarkan model mental awal mahasiswa sangat cocok diterapkan pada mata kuliah Kimia Sekolah. Sebelum menempuh mata kuliah tersebut, mahasiswa telah memiliki model mental kimia sekolah melalui kelompok mata kuliah kimia dasar dan kimia lanjut. Melalui analisis kedalaman dan keluasan materi subyek kimia sekolah akan membantu mahasiswa memperbaiki, melengkapi, maupun mengkonstruksi model mentalnya. Penerapan perkuliahan Kimia Sekolah berdasarkan model mental awal diharapkan mampu menjadikan mahasiswa calon guru kimia memiliki model mental yang utuh. Mahasiswa dengan model mental kimia sekolah yang utuh akan mampu menjelaskan setiap konsep kimia dalam tiga level representasi, yaitu makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik. Selanjutnya, mampu


(20)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengkonstruksi model mental siswa melalui pertautan ketiga level representasi tersebut dengan aspek psikologi maupun pedagogi yang didapatkan dari kelompok mata kuliah pedagogi umum maupun spesifik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini difokuskan pada “Bagaimana merancang dan mengimplementasikan desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia?” Secara khusus permasalahan penelitian dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Konsep-konsep materi subyek kimia apa saja yang dipersepsikan sulit oleh mahasiswa calon guru kimia?

2. Bagaimana profil model mental mahasiswa calon guru kimia?

3. Bagaimana profil motivasi belajar, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis mahasiswa calon guru kimia?

4. Bagaimana korelasi antara motivasi belajar, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis dengan model mental mahasiswa calon guru kimia?

5. Bagaimana merancang desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental awal mahasiswa calon guru kimia?

6. Bagaimana perkembangan pemahaman materi subyek kimia mahasiswa calon guru kimia pada implementasi model perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental?

7. Bagaimana peningkatan pemahaman materi subyek kimia mahasiswa calon guru kimia setelah mengikuti perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental?

8. Bagaimana dampak perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental terhadap motivasi belajar, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis mahasiswa calon guru kimia calon guru kimia?


(21)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah menghasilkan desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental yang dapat meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia. Secara lebih khusus, tujuan penelitian meliputi:

1. Mengembangkan suatu model perkuliahan Kimia Sekolah berdasarkan model mental awal mahasiswa calon guru kimia

2. Meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa calon guru kimia

3. Meningkatkan motivasi belajar, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis mahasiswa calon guru kimia

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan mutu perkuliahan mahasiswa calon guru kimia. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. menjadi percontohan bagi para dosen jurusan Pendidikan Kimia dalam mengembangkan model perkuliahan.

2. menjadi masukan bagi jurusan dan program studi Pendidikan Kimia mengenai alternatif model perkuliahan untuk menyiapkan calon guru kimia. 3. memperkaya hasil-hasil penelitian model perkuliahan untuk menyiapkan

calon guru kimia.

E. Definisi Operasional

Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang digunakan, maka digunakan definisi operasional sebagai berikut:


(22)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Model mental merupakan representasi internal individu dari suatu objek, gagasan, pengalaman, gambaran, model dan sumber-sumber lain yang ada dalam pikiran mahasiswa untuk memberi alasan, menjelaskan, memprediksi, menguji ide baru dan menyelesaikan suatu masalah.

2. Motivasi belajar merupakan proses untuk melibatkan dan mempertahankan serangkaian aktivitas yang dapat mengarah pada pencapaian tujuan berupa kekuatan internal, perilaku bertahan, respon singkat terhadap stimulus, maupun serangkaian kepercayaan dan pengaruh.

3. Gaya belajar merupakan serangkaian karakteristik kognitif, afektif dan psikologi yang digunakan seseorang dalam rangka menyerap, mengorganisasi, dan menggabungkan informasi baru serta memproses, menginternalisasi dan mengingat informasi akademik baru dan sulit.

4. Kemampuan berpikir logis merupakan operasi mental yang digunakan seseorang ketika menghadapi masalah tertentu, yang meliputi penalaran proporsional, pengontrolan variabel, penalaran probabilitas, penalaran korelasional dan penalaran kombinatorial.

5. Model perkuliahan berbasis model mental merupakan suatu proses untuk membangun model mental target atau konsensus melalui proses konstruksi dan revisi secara berulang dan berkelanjutan berdasarkan teori belajar konstruktivisme.

6. Pemahaman materi subyek kimia sekolah diukur dalam bentuk keutuhan model mental kimia sekolah mahasiswa calon guru ketika menjelaskan konsep-konsep kimia sekolah dalam tiga level representasi, yaitu makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik dengan cara saling mempertautkan ketiga level tersebut.


(23)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Mahasiswa calon guru kimia harus menyiapkan diri untuk menjadi guru yang profesional. Guru profesional merupakan guru yang memiliki kompetensi akademik, kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Secara lebih mendalam, National Science Teachers Association (NSTA, 1998) memberikan rambu-rambu tentang standar pengetahuan yang harus dimiliki seorang calon guru IPA, termasuk kimia meliputi: kurikulum, hakekat IPA, konten, ketrampilan mengajar, konteks IPA, inquiry, asesmen, lingkungan belajar, dan konteks sosial. Dengan demikian pembekalan konten atau materi subyek bagi para calon guru kimia menjadi salah satu faktor yang sangat penting.

Di lapangan, masih banyak ditemukan mahasiswa calon guru kimia yang belum mampu memahami materi subyek kimia sekolah secara utuh. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini akan diawali dengan menggali materi subyek kimia sekolah yang masih dipersepsikan sulit oleh mahasiswa calon guru kimia. Langkah ini digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan test diagnostik model mental. Sudah banyak peneliti yang telah mengembangkan test diagnostik model mental, namun masih merupakan gabungan dari beberapa instrumen, misalnya tes uraian yang diikuti wawancara, observasi yang diikuti wawancara atau bahkan tes uraian dan observasi yang diikuti wawancara. Cara ini dirasakan kurang praktis apabila akan digunakan untuk keperluan reguler. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikembangkan satu instrumen tes diagnostik model mental dalam bentuk two tier test. Tes ini terdiri dari 4 pilihan dari setiap pertanyaan yang diberikan dan disertai pilihan alasan. Alasan terdiri dari 5 pilihan tertutup dan satu pilihan terbuka.

Setelah mendapatkan tes diagnostik model mental, maka dilakukan studi cross-section perkembangan model mental mahasiswa calon guru kimia. Hasil tes


(24)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dianalisis untuk memetakan model mental mahasiswa calon guru kimia yang merupakan informasi berharga untuk mengetahui perkembangan kognitif mahasiswa dari awal masuk di semester 1, setelah mengikuti perkuliahan kelompok mata kuliah kimia dasar dan setelah mengikuti perkuliahan kelompok mata kuliah kimia lanjut. Selain itu, juga akan dianalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan model mental mahasiswa calon guru kimia. Berdasarkan pengalaman lapangan faktor-faktor tersebut terdiri atas motivasi, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis. Berdasarkan hasil analisis model mental mahasiswa calon guru kimia dan faktor-faktor yang berhubungan, maka dikembangkan suatu desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental yang dapat meningkatkan pemahaman materi subyek kimia sekolah secara utuh. Dalam desain perkuliahan ini akan dideskripsikan aktivitas dosen dan aktivitas mahasiswa, terutama aktivitas dosen dalam melakukan proses pembelajaran yang mengarahkan mahasiswa untuk dapat mengikuti kerangka konstruksi konseptual dalam urutan dan tahapan logis penguasaan setiap konsep serta serangkaian kegiatan mahasiswa untuk mengikuti kerangka konstruksi konseptual berdasarkan model mental awal yang beragam. Paradigma penelitian secara umum dapat dilihat pada gambar 3.1.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan metode campuran (Mixed Method) dengan model Embedded Experimental Design (Creswell, et al., 2007). Dalam penelitian ini digunakan strategi pengumpulan data yang melibatkan baik data secara simultan maupun sekuensial untuk memecahkan masalah penelitian sebaik-baiknya. Pengumpulan data terdiri atas informasi teks melalui observasi, kuesioner dan wawancara, serta informasi numerik melalui tes, sehingga data akhir merepresentasikan informasi kualitatif dan kuantitatif.


(25)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data secara kualitatif untuk menganalisis persepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap materi subyek kimia yang kelak akan diajarkan di sekolah. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data kuantitatif untuk menganalisis model mental dan faktor-faktor yang berhubungan. Hasil analisis digunakan untuk mengembangkan desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental. Setelah uji coba dan revisi, desain perkuliahan tersebut diterapkan kepada mahasiswa peserta mata kuliah Kimia Sekolah. Selama perkuliahan, peneliti melakukan observasi aktivitas dosen dan mahasiswa. Pada akhir perkuliahan dilakukan pengumpulan data kuantitatif kembali untuk melihat perubahan yang terjadi pada model mental mahasiswa calon guru kimia.

Mahasiswa calon guru kimia belum memahami materi subyek secara utuh

Materi kimia sekolah yang dipersepsikan sulit

Eksplorasi model mental Pengembangan

instrumen tes diagnostik model

mental

Studi cross-section perkembangan model

mental mahasiswa

Analisis model mental mahasiswa


(26)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1. Paradigma penelitian

Perkembangan model mental, motivasi, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis mahasiswa akan dilihat setelah perkuliahan. Seluruh hasil data yang didapatkan, baik kualitatif maupun kuantitatif diinterpretasi dan kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan. Desain penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.2, sedangkan alur penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.3.

Analisis model mental dan faktor yang mempengaruhinya (QUAN) Intervensi perkuliahan berbasis

model mental

Analisis peningkatan motivasi, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis (qual) Observasi

aktivitas dosen dan mahasiswa selama perkuliahan

(qual)

Analisis persepsi materi subyek kimia (qual)

Analisis perkembangan model mental (QUAN) Motivasi

Gaya belajar Kemampuan berpikir logis

Perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental


(27)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.2. Desain penelitian

Langkah-langkah penelitian dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap pendahuluan, pengembangan dan implementasi. Tahap pendahuluan dalam penelitian ini meliputi: analisis persepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap materi kimia sekolah, serta kajian pustaka dari jurnal dan buku yang terkait penelitian model mental.

Tahap pengembangan diawali dengan ujicoba instrumen penelitian, analisis model mental awal mahasiswa calon guru kimia, analisis faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan model mental seperti: profil motivasi, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis, serta kajian silabus dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mata kuliah Kimia Sekolah yang sedang berlaku. Hasil kajian dan analisis digunakan untuk mengembangkan desain perkuliahan berbasis model mental. Desain perkuliahan berbasis model mental dikembangkan berdasarkan tahapan-tahapan implementasi teori belajar konstruktivisme (Baviskar, et al., 2009) dan pembelajaran berbasis model (Clement, 2000). Selanjutnya dilakukan validasi ahli dan ujicoba desain perkuliahan. Tahap ujicoba dilakukan secara terbatas terhadap mahasiswa calon guru kimia pada mata kuliah Kimia Sekolah I. Hasil ujicoba kemudian dievaluasi dan dilakukan analisis guna perbaikan desain perkuliahan sebelumnya.

Tahap implementasi dilakukan terhadap mahasiswa calon guru kimia pada mata kuliah Kimia Sekolah II. Observasi terhadap perkembangan model mental-antara dilakukan selama proses perkuliahan. Analisis model mental dan

Interpretasi berdasarkan hasil QUAN dan qual


(28)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dampaknya terhadap motivasi belajar, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis dilakukan pada akhir perkuliahan.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian terdiri dari mahasiswa calon guru kimia salah satu LPTK di Bandung. Sebanyak 123 mahasiswa calon guru kimia yang terdiri dari mahasiswa tingkat I (42 mahasiswa), tingkat II (42 mahasiswa), dan tingkat III (39 mahasiswa) menjadi subyek penelitian untuk analisis persepsi materi subyek kimia sekolah. Subyek penelitian untuk analisis model mental dan faktor – faktor yang mempengaruhinya terdiri dari 124 mahasiswa yang meliputi: mahasiswa tingkat I (39 mahasiswa), tingkat II (26 mahasiswa), tingkat III (35 mahasiswa) dan tingkat IV (24 mahasiswa). Ujicoba instrumen penelitian melibatkan subyek penelitian sebanyak 30 mahasiswa S2 program studi IPA konsentrasi kimia semester awal. Sebanyak 32 mahasiswa calon guru kimia peserta mata kuliah Kimia Sekolah menjadi subyek penelitian untuk ujicoba dan implementasi desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental. Secara lebih rinci subyek penelitian pada setiap tahapan diuraikan pada tabel 3.1.

Studi Pendahuluan

Analisis profil motivasi belajar,

gaya belajar, & kemampuan berpikir logis Analisis persepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap

materi subyek kimia sekolah Pengembangan tes diagnostik model mental Analisis model mental mahasiswa calon guru kimia Tahap

Pengembangan Model

Pengembangan desain perkuliahan Kimia

Sekolah berbasis model mental Kajian silabus dan

SAP maka kuliah Kimia Sekolah yang


(29)

Wiji, 2014

Pengembangan desain perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental untuk meningkatkan pemahaman materi subyek mahasiswa calon guru kimia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.3. Alur penelitian

Analisis pemahaman materi subyek kimia mahasiswa calon guru setelah perkuliahan Kimia Sekolah

Tahap Implementasi

Model

Validasi ahli terhadap desain perkuliahan Ujicoba dan revisi desain perkuliahan

Implementasi desain perkuliahan

Interpretasi, analisis dan menarik kesimpulan Analisis dampak desain perkuliahan terhadap motivasi


(30)

41

Tabel 3.1. Subyek Setiap Tahapan Penelitian

No Kegiatan Penelitian Subyek Tujuan

1 Tahap Pendahuluan Analisis persepsi materi subyek kimia di sekolah

Sebanyak 123 mahasiswa calon guru kimia tingkat I (42 mahasiswa), tingkat II (42 mahasiswa), dan tingkat III (39 mahasiswa) di suatu LPTK

Mendapatkan informasi materi subyek kimia di sekolah yang dipersepsikan sulit oleh

mahasiswa calon guru kimia 2 Tahap Pengembangan Model

Ujicoba tes diagnostik model mental, kuesioner motivasi belajar kimia, kuesioner gaya belajar, dan tes kemampuan berpikir logis

Sebanyak 30 mahasiswa S2 program studi IPA konsentrasi kimia semester awal

Mendapatkan informasi reliabilitas tes

diagnostik model mental yang dikembangkan, kuesioner motivasi belajar kimia yang

diadaptasi, kuesioner gaya belajar yang diadaptasi, dan tes kemampuan berpikir logis yang diadaptasi.

Analisis model mental dan faktor – faktor yang mempengaruhinya

Sebanyak 124 mahasiswa calon guru kimia tingkat I (39 mahasiswa), tingkat II (26 mahasiswa), tingkat III (35 mahasiswa), dan tingkat IV (24 mahasiswa) di suatu LPTK

Mendapatkan informasi profil model mental, motivasi belajar, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis.

Mendapatkan informasi korelasi antara model mental dengan motivasi belajar, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis.

Ujicoba desain perkuliahan berbasis model mental

Sebanyak 32 mahasiswa calon guru kimia peserta mata kuliah Kimia Sekolah

Mendapatkan gambaran keterlaksanaan desain perkuliahan dan beberapa saran perbaikan


(31)

42

Tabel 3.1. Subyek setiap tahapan penelitian (lanjutan)

No Kegiatan Penelitian Subyek Tujuan

3 Tahap Implementasi Model Implementasi desain perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental

Sebanyak 32 mahasiswa calon guru kimia peserta mata kuliah Kimia Sekolah pada pokok bahasan stoikiometri, termokimia, laju reaksi, kesetimbangan kimia dan asam basa

Mendapatkan gambaran keterlaksanaan model perkuliahan serta peningkatan pemahaman materi subyek kimia sekolah, motivasi belajar dan kemampuan berpikir logis


(32)

43 D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Kuesioner Tingkat Kesulitan Kimia Sekolah (KTKKS) untuk mengetahui pokok bahasan dan konsep-konsep kimia sekolah yang dipersepsikan sulit oleh mahasiswa calon guru kimia, Tes Diagnostik Model Mental Kimia Sekolah (TDMKS) untuk mengukur model mental pada konsep-konsep kimia sekolah yang dipersepsikan sulit, Kuesioner Motivasi Belajar Kimia (KMBK) untuk mengukur motivasi belajar pada pembelajaran materi subyek kimia, Kuesioner Gaya Belajar (KGB) untuk mengetahui gaya belajar yang paling disukai, Tes Kemampuan Berpikir Logis (TKBL) untuk mengukur kemampuan berpikir logis, serta Pedoman Observasi untuk mendeskripsikan implementasi desain perkuliahan yang dikembangkan. Seluruh instrumen secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran 1.

1. Kuesioner Tingkat Kesulitan Kimia Sekolah (KTKKS)

Instrumen KTKKS dikembangkan dari pokok bahasan kimia yang diajarkan di sekolah. Pokok bahasan tersebut meliputi struktur atom, sifat periodik unsur, ikatan kimia, stoikiometri, larutan, asam basa, koloid, kimia karbon, termokimia, kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, elektrokimia, kimia unsur, dan hidrokarbon.

Kuesioner dibuat dalam bentuk skala likert 4 titik untuk mengetahui tanggapan mahasiswa calon guru kimia terhadap tingkat kesulitan pokok-pokok bahasan kimia yang diajarkan di sekolah. Mahasiswa calon guru kimia disajikan materi-materi subyek kimia yang kelak akan diajarkan di sekolah, selanjutnya diminta untuk memberikan centang apakah materi subyek kimia sekolah tersebut tergolong ke dalam materi yang sulit, sangat sulit, mudah atau sangat mudah. Untuk mengetahui konsep-konsep yang dipersepsikan sulit dari setiap pokok bahasan dilakukan wawancara mendalam yang diawali dengan pertanyaan: Apabila Anda diminta untuk mempertautkan antara level makroskopik, sub mikroskopis dan simbolik dari materi subyek kimia sekolah yang Anda anggap sulit, maka konsep-konsep mana yang Anda perkirakan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi?


(33)

44

2. Tes Diagnostik Model Mental Kimia Sekolah (TDMKS)

TDMKS dikembangkan dari konsep-konsep kimia sekolah yang dipersepsikan sulit oleh mahasiswa calon guru kimia. Tes terdiri dari 10 butir pertanyaan dalam bentuk two tier test yang meliputi empat pilihan jawaban dan enam pilihan alasan. Pilihan alasan terdiri dari lima pilihan tertutup dan satu pilihan terbuka. Pilihan jawaban merupakan representasi makroskopik yang dikembangkan melalui data primer percobaan. Selain itu, pilihan jawaban dapat juga merupakan representasi sub-mikroskopis yang dikembangkan melalui kajian beberapa buku general chemistry. Pilihan alasan dikembangkan dalam bentuk representasi model simbolik dari fenomena sub-mikroskopis atau makroskopik.

Tes diagnostik yang dikembangkan meliputi konsep reaksi kimia dan pereaksi pembatas untuk pokok bahasan stoikiometri (MKS1), konsep energi aktivasi dan entalpi reaksi untuk pokok bahasan termokimia (MKS2), konsep laju reaksi dan teori tumbukan untuk pokok bahasan laju reaksi (MKS3), konsep kesetimbangan dinamis dan tetapan kesetimbangan untuk pokok bahasan kesetimbangan (MKS4), serta konsep titrasi dan perbandingan sifat asam untuk pokok bahasan asam basa (MKS5).

TDMKS telah dinyatakan valid dengan beberapa catatan perbaikan oleh enam orang panelis yang terdiri dari seorang profesor bidang Pendidikan IPA, seorang doktor bidang Pendidikan IPA, seorang doktor bidang Pendidikan Kimia, dan tiga orang doktor bidang Kimia Fisika. Perbaikan yang dilakukan meliputi: penambahan fasa pada penulisan persamaan reaksi kimia, penambahan kondisi pengukuran, penataulangan tabel, penambahan nilai tetapan, dan perbaikan redaksi kalimat. Selain itu juga telah dinyatakan soalnya mudah dimengerti oleh mahasiswa ketika ujicoba.

Uji reliabilitas instrumen TDMKS menggunakan metoda Cronbach (Tabel 3.2) didapatkan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0,798 untuk total soal dan antara 0,676 sampai 0,779 untuk setiap pokok bahasan model mental kimia sekolah. Reliabilitas terendah pada pokok bahasan asam basa dan tertinggi pada stoikiometri.


(34)

45

Tabel 3.2. Koefisien Cronbach Alpha untuk TDMKS Variabel Jumlah Butir Tes Cronbach Alpha

MKS1 2 0,779

MKS2 2 0,771

MKS3 2 0,699

MKS4 2 0,726

MKS5 2 0,676

MKSt 10 0,798

Keterangan: MKS1 = stoikiometri, MKS2 = termokimia, MKS3 = laju reaksi, MKS4 = kesetimbangan, MKS5 = asam basa, MKSt = model mental secara keseluruhan

3. Kuesioner Motivasi Belajar Kimia (KMBK)

KMBK diadaptasi dari model Students Motivation toward Science Learning (SMTSL) yang dikembangkan oleh Tuan, et al. (2005) untuk mengukur motivasi belajar kimia. Kuesioner terdiri dari 35 butir pernyataan (26 positif, 9 negatif) dan skala likert 5 titik digunakan untuk mengukur variabel motivasi belajar kimia. Skala likert 5 titik merupakan rentang dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Butir butir pernyataan dikelompokkan dalam 6 jenis motivasi yaitu percaya diri (MBK1), strategi belajar aktif (MBK2), nilai pembelajaran kimia (MBK3), target kinerja (MBK4), target prestasi (MBK5), dan stimulasi lingkungan belajar (MBK6).

MBK1 mengukur rasa percaya pada kemampuan sendiri mahasiswa calon guru kimia untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran kimia dengan baik. Butir pernyataan yang dikembangkan meliputi: 1) Apakah materi kimia sulit atau mudah, saya yakin bahwa saya dapat memahaminya. 2) Saya tidak yakin bahwa saya dapat memahami konsep kimia yang sulit. 3) Saya yakin bahwa saya akan dapat mengerjakan tes-tes kimia dengan baik. 4) Sebesar apapun usaha saya, saya tidak pernah mampu belajar kimia. 5) Ketika menemui bagian yang terlalu sulit, saya menyerah dan hanya mengerjakan bagian yang mudah. 6) Selama melakukan kegiatan perkuliahan kimia, saya lebih senang bertanya jawabannya pada orang lain daripada berpikir sendiri. 7) Ketika menemui materi kimia yang sulit, saya tidak berusaha untuk mempelajarinya.

MBK2 mengukur peran aktif mahasiswa calon guru kimia dalam menggunakan berbagai strategi untuk membangun pengetahuan baru berdasarkan


(35)

46

pemahaman mereka sebelumnya. Pernyataan yang dikembangkan meliputi: 1) Ketika mempelajari konsep kimia baru, saya berusaha memahaminya. 2) Ketika mempelajari konsep kimia baru, saya menghubungkannya dengan pengalaman saya sebelumnya. 3) Ketika tidak mengerti sebuah konsep kimia, saya mencari sumber yang relevan yang dapat membantu saya memahaminya. 4) Ketika tidak mengerti sebuah konsep kimia, saya akan mendiskusikannya dengan dosen atau teman untuk mengklarifikasi pemahaman saya. 5) Selama proses belajar kimia, saya berusaha membuat hubungan konsep-konsep yang telah saya pelajari. 6) Ketika saya membuat sebuah kesalahan, saya mencari tahu sebabnya. 7) Ketika tidak mengerti sebuah konsep kimia, saya berusaha untuk mempelajarinya. 8) Ketika konsep baru yang saya pelajari bertentangan dengan pemahaman saya sebelumnya, saya mencari tahu sebabnya.

MBK3 mengukur kemampuan mahasiswa calon guru kimia dalam melihat nilai-nilai penting kompetensi problem solving, pengalaman aktivitas inkuiri, merangsang pemikiran mereka sendiri, dan menemukan relevansi kimia dengan kehidupan sehari-hari. Butir-butir pernyataan yang dikembangkan meliputi: 1) Saya kira belajar kimia itu penting karena saya menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. 2) Saya kira belajar kimia itu penting karena menstimulus pemikiran saya. 3) Dalam kimia, saya pikir amat penting untuk belajar memecahkan masalah. 4) Dalam kimia, saya pikir amat penting untuk berpartisipasi dalam aktivitas inkuiri. 5) Sangat penting, memiliki kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahu saya sendiri ketika belajar kimia.

MBK4 mengukur tujuan mahasiswa calon guru kimia untuk bersaing dengan mahasiswa lain dan mendapatkan perhatian dari dosen. Butir pernyataan yang dikembangkan meliputi: 1) Saya berpartisipasi dalam perkuliahan kimia untuk mendapatkan nilai yang baik. 2) Saya berpartisipasi dalam perkuliahan kimia untuk menjadi lebih baik dibandingkan mahasiswa yang lain. 3) Saya berpartisipasi dalam perkuliahan kimia agar mahasiswa lain menganggap saya pandai. 4) Saya berpartisipasi dalam perkuliahan kimia agar dosen memberikan perhatian kepada saya.

MBK5 mengukur rasa kepuasan mahasiswa calon guru kimia ketika kompetensi dan prestasinya meningkat selama belajar kimia. Butir pernyataan


(36)

47

yang dikembangkan meliputi: 1) Selama perkuliahan kimia, saya merasa berhasil apabila mencapai nilai baik dalam ujian. 2) Saya merasa berhasil dalam perkuliahan kimia ketika saya merasa yakin tentang materi perkuliahan. 3) Selama perkuliahan kimia, saya merasa berhasil apabila dapat mengerjakan soal yang sulit. 4) Selama perkuliahan kimia, saya merasa berhasil apabila dosen menerima gagasan saya. 5) Selama perkuliahan kimia, saya merasa berhasil apabila mahasiswa lain menerima gagasan saya.

MBK6 mengukur pentingnya lingkungan belajar mahasiswa calon guru kimia seperti kurikulum, pembelajaran dosen dan interaksi antar mahasiswa dalam meningkatkan motivasi belajar kimia. Pernyataan yang dikembangkan meliputi: 1) Saya bersedia untuk berpartisipasi dalam perkuliahan kimia apabila kontennya menarik dan senantiasa berubah. 2) Saya bersedia untuk berpartisipasi dalam perkuliahan kimia apabila dosen menggunakan berbagai metode pembelajaran. 3) Saya bersedia untuk berpartisipasi dalam perkuliahan kimia apabila dosen tidak memberikan banyak tekanan kepada saya. 4) Saya bersedia untuk berpartisipasi dalam perkuliahan kimia apabila dosen memberikan perhatian kepada saya. 5) Saya bersedia untuk berpartisipasi dalam perkuliahan kimia karena menantang. 6) Saya bersedia untuk berpartisipasi dalam perkuliahan kimia apabila mahasiswa dilibatkan dalam diskusi.

Hasil uji reliabilitas instrumen KMBK menggunakan metoda Cronbach (Tabel 3.3) didapatkan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0,881 untuk total soal dan antara 0,635 sampai 0,865 untuk setiap jenis motivasi. Reliabilitas terendah pada target kinerja dan tertinggi pada strategi belajar aktif.

4. Kuesioner Gaya Belajar (KGB)

KGB untuk mahasiswa calon guru kimia telah dikembangkan sebanyak 30 butir pernyataan. Pernyataan dalam kuesioner meliputi sikap yang paling disukai ketika berhadapan dengan berbagai fenomena dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam kegiatan belajar mengajar. Masing-masing pernyataan disediakan tiga pilihan jawaban. Pilihan jawaban “a” merepresentasikan gaya belajar auditorial, “b” merepresentasikan gaya belajar visual, dan “c” merepresentasikan gaya belajar kinestetikal. Responden memilih salah satu


(37)

48

jawaban yang paling sering dilakukan atau paling disukai atau memiliki kecenderungan paling tinggi.

Uji reliabilitas instrumen KGB menggunakan metoda Cronbach didapatkan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0,713.

Tabel 3.3. Koefisien Cronbach Alpha KMBK dan Setiap Jenis Motivasi Variabel Jumlah Butir Tes Cronbach Alpha

MBK1 7 0,808

MBK2 8 0,865

MBK3 5 0,842

MBK4 4 0,635

MBK5 5 0,642

MBK6 6 0,833

MBKt 35 0,881

Keterangan: MBK1 = percaya diri, MBK2 = strategi belajar aktif, MBK3 = nilai pembelajaran kimia, MBK4 = target kinerja, MBK5 = target prestasi, MBK6 = stimulasi lingkungan belajar, MBKt = motivasi secara keseluruhan 5. Tes Kemampuan Berpikir Logis (TKBL)

TKBL untuk mahasiswa calon guru kimia diadaptasi dari Test of Logical Thinking (TOLT) yang dikembangkan oleh Tobin & Capie (1982). Tes ini terdiri dari 10 butir soal yang meliputi lima jenis kemampuan berpikir logis, yaitu penalaran proporsional (KBL1), pengontrolan variabel (KBL2), penalaran probabilitas (KBL3), penalaran korelasional (KBL4) dan penalaran kombinatorial (KBL5). TKBL dikembangkan dalam bentuk two tier multiple choice (pilihan ganda dua tingkat), kecuali untuk KBL3, responden diminta menuliskan berbagai kombinasi yang mungkin dari beberapa variabel.

Pada KBL1, mahasiswa dihadapkan pada pernyataan empat buah jeruk besar yang dapat diperas menjadi enam gelas air jeruk. Selanjutnya ditanyakan berapa gelas air jeruk dapat diperoleh dari enam buah jeruk besar dan berapa buah jeruk yang diperlukan untuk membuat 13 gelas air jeruk. Pertanyaan KBL2 diawali dari gambar 5 buah pendulum dengan variasi panjang tali dan berat beban. Selanjutnya mahasiswa diminta memilih rancangan percobaan untuk meneliti apakah perubahan panjang tali pendulum dan perubahan beban pada ujung tali akan mengubah waktu ayun pendulum. Pada KBL3, mahasiswa dihadapkan pada data sekumpulan benda selanjutnya diminta untuk memprediksikan probabilitas


(38)

49

ketika mengambil salah satu benda tersebut. Pertanyaan untuk mengukur penalaran korelasional diawali dengan gambar sejumlah tikus dan ikan dengan ciri-ciri yang bervariasi. Selanjutnya mahasiswa diminta untuk memilih kecenderungan ciri-ciri dari tikus dan ikan yang gemuk. Pada penalaran kombinatorial, mahasiswa diminta untuk membuat kombinasi yang mungkin dari 3 dan 4 buah data.

Validitas TKBL ditingkatkan dengan melakukan serangkaian tahapan berikut ini: 1) TOLT diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia secara terpisah oleh Dosen Kimia dan Dosen Bahasa Inggris. Selanjutnya dibandingkan dan dilakukan modifikasi untuk menghindari kesalahan struktur bahasa dan peristilahan (TKBL Draft 1). 2) TKBL Draft 1 diberikan kepada Dosen Kimia dan Dosen Bahasa Inggris yang lain untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris (TKBL Draft 2). 3) TOLT dalam bahasa inggris yang asli dibandingkan dengan TKBL Draft 2 dan dilakukan modifikasi peristilahan, sehingga makna bahasa tetap terjaga. Nama personal yang tercantum dalam soal disesuaikan dengan nama yang dikenal di Indonesia (TKBL Draft 3). 4) dilakukan uji keterbacaan TKBL Draft 3 kepada mahasiswa calon guru kimia dan dilakukan modifikasi sehingga didapatkan TKBL yang mudah dimengerti.

Uji reliabilitas instrumen TKBL menggunakan metoda Cronbach (Tabel 3.4) didapatkan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0,772 untuk total soal dan antara 0,697 sampai 0,955 untuk setiap jenis kemampuan berpikir logis. Reliabilitas terendah pada penalaran korelasional dan tertinggi pada penalaran proporsional.

Tabel 3.4. Koefisien Cronbach Alpha untuk TKBL dan Setiap Jenis Kemampuan Berpikir Logis

Variabel Jumlah Butir Tes Cronbach Alpha

KBL1 2 0,955

KBL2 2 0,779

KBL3 2 0,705

KBL4 2 0,697

KBL5 2 0,843

KBLt 10 0,772

Keterangan: KBL1 = penalaran proporsional, KBL 2 = variabel kontrol, KBL 3 = penalaran probabilistik, KBL 4 = penalaran korelasional, KBL 5 = penalaran kombinatorial, KBL t = kemampuan berpikir logis secar keseluruhan


(39)

50 6. Panduan Observasi

Panduan observasi digunakan untuk mengamati proses implementasi perkuliahan Kimia Sekolah berbasis model mental serta aktivitas dosen dan aktivitas mahasiswa. Proses perkuliahan meliputi tahap analisis sumber belajar, analisis kedalaman dan keluasan materi subyek kimia sekolah, menemukan konsep-konsep esensial, mengembangkan 3 level representasi dari setiap konsep esensial, serta mempertautkan ketiga level representasi.

Pada tahap analisis sumber belajar, indikator aktivitas dosen meliputi: menyediakan buku general chemistry dari berbagai pengarang, menyediakan beberapa contoh animasi yang terkait, dan menyediakan standar isi mata pelajaran kimia KTSP 2006. Indikator aktivitas mahasiswa meliputi: menelaah penyajian konsep-konsep yang terkait dengan materi subyek kimia sekolah dari berbagai pengarang general chemistry, menelaah standar isi mata pelajaran kimia KTSP 2006, serta mengintegrasikan dan membuat rangkuman konsep-konsep yang disajikan oleh berbagai pengarang dalam buku.

Pada tahap analisis kedalaman dan keluasan materi subyek kimia sekolah, indikator aktivitas dosen meliputi: membagi mahasiswa ke dalam beberapa kelompok diskusi berdasarkan kemiripan hasil tes diagnostik model mental, menjelaskan ruang lingkup analisis kedalaman dan keluasan materi subyek kimia sekolah, serta melibatkan diri dalam diskusi kelompok mahasiswa secara bergiliran. Indikator aktivitas mahasiswa meliputi: duduk dalam kelompok masing-masing, mendapatkan gambaran ruang lingkup analisis kedalaman dan keluasan materi subyek kimia sekolah, brainstorming model mental awal setiap anggota kelompok, melakukan diskusi untuk menemukan kedalaman dan keluasan materi subyek kimia sekolah, serta menghasilkan kesepakatan kelompok. Pada tahap menemukan konsep-konsep esensial, indikator aktivitas dosen meliputi: menjelaskan ruang lingkup konsep-konsep esensial, melibatkan diri dalam diskusi kelompok secara bergiliran, menginformasikan perkembangan yang menarik dari kelompok lain, serta memimpin diskusi kelas untuk menyepakati label dan definisi konsep esensial materi subyek kimia sekolah. Indikator aktivitas mahasiswa meliputi: mendapatkan gambaran ruang lingkup label dan definisi konsep esensial, mendiskusikan label konsep-konsep esensial, mendiskusikan


(40)

51

definisi setiap label konsep esensial, serta menyampaikan hasil diskusi mengenai label dan definisi konsep esensial dalam diskusi kelas.

Pada tahap mengembangkan 3 level representasi dari setiap konsep esensial, indikator aktivitas dosen meliputi: menjelaskan ruang lingkup pengembangan representasi, melibatkan diri dalam diskusi kelompok secara bergiliran, dan menginformasikan perkembangan menarik dari kelompok lain. Indikator aktivitas mahasiswa meliputi: mendapatkan gambaran ruang lingkup pengembangan representasi, mendiskusikan representasi makroskopis dari setiap konsep esensial, mendiskusikan representasi sub mikroskopis dari setiap konsep esensial, dan mendiskusikan representasi simbolis dari setiap konsep esensial.

Pada tahap mempertautkan ketiga level representasi, indikator aktivitas dosen meliputi: meminta perwakilan setiap kelompok untuk melakukan eksplanasi salah satu konsep esensial dengan cara mempertautkan 3 level representasi dalam diskusi kelas dan memimpin diskusi kelas. Indikator aktivitas mahasiswa meliputi: membandingkan hasil kelompok lain dengan pekerjaan kelompoknya dan melibatkan diri dalam diskusi kelas untuk mendapatkan berbagai kesepakatan.

E. Teknik Pengolahan Data

Data yang didapatkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Kedua data bersifat saling melengkapi sehingga dapat menggambarkan temuan penelitian dengan sebaik-baiknya. Data kualitatif terdiri dari implementasi perkuliahan kimia sekolah berbasis model mental dan perkembangan model mental kimia sekolah mahasiswa calon guru kimia. Data kuantitatif meliputi persepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap tingkat kesulitan konsep-konsep kimia sekolah, model mental kimia sekolah, motivasi belajar kimia, gaya belajar, dan kemampuan berpikir logis.

Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan dan pola perubahan yang muncul pada saat penelitian. Kecenderungan diungkapkan dalam kata-kata umum yang ada dalam Bahasa Indonesia berdasarkan nilai persentase (Tabel 3.5).


(41)

52

Tabel 3.5. Tafsiran Hasil Persentase Persentase (%) Tafsiran

0 Tidak ada

1-25 Sebagian kecil 26-49 Hampir setengahnya

50 Setengahnya

51-75 Sebagian besar 75-99 Hampir seluruhnya

100 Seluruhnya

Data kuantitatif dianalisis secara statistik, baik statistik deskriptif maupun statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif diterapkan pada setiap variabel berdasarkan tingkat kelas dan secara total. Tingkat model mental, motivasi, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis dikategorikan berdasarkan skor yang didapatkan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tingkat model mental dikategorikan berdasarkan tipe jawaban yang dominan, yaitu tipe 11 (utuh, dapat menarik kesimpulan dan menemukan alasan), tipe 10 (sebagian, dapat menarik kesimpulan tetapi kesulitan menemukan alasan), tipe 01 (sebagian, tidak dapat menarik kesimpulan walaupun mengetahui alasan), tipe 00 (tidak utuh, tidak dapat menarik kesimpulan dan menemukan alasan). Tingkat motivasi mahasiswa calon guru kimia dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi (skor rata-rata 4,41 sampai 5,00), sedang (skor rata-rata 3,39 sampai 4,40), dan rendah (skor rata-rata 1,00 sampai 3,38) (Cavas, 2011). Tingkat gaya belajar dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu mayor, minor, dan tak berarti (Reid, 1987). Tingkat mayor untuk skor gaya belajar di atas 20,5; tingkat minor di antara 10,5 dan 20,5; serta tingkat tak berarti untuk skor gaya belajar di bawah 10,5. Tingkat kemampuan berpikir logis dibedakan dalam kategori tahap perkembangan konkret untuk skor 0 sampai 1, tahap perkembangan transisional untuk skor 2 sampai 3, tahap perkembangan operasional formal untuk skor 4 sampai 7, dan tahap perkembangan formal akhir untuk skor 8 sampai 10 (Yenilmez, et al., 2005).

Analisis statistik inferensial dilakukan untuk menguji signifikansi perbedaan skor rata-rata model mental kimia sekolah, motivasi belajar kimia, gaya belajar dan kemampuan berpikir logis berdasarkan tingkat kelas. Selain itu, dilakukan uji korelasi untuk menggambarkan hubungan variabel motivasi belajar


(1)

113

Felder, R. & Brent, R. (2005). Understanding student differences. Journal of Engineering Education, 94(1), pp. 57-72.

Franco, C., & Colinvaux, D. (2000). Grasping mental models. Dalam Gilbert, J.K. & Boulter, C.J. (Penyunting), Developing models in science education (pp. 93-118). Dordrecht : Kluwer Academic Publishers.

Garnett, P.J. (1992). Conceptual difficulties experienced by senior high school students of electrochemistry. Electric circuits and oxidation reduction equations. Journal of Research in Science Teaching, 29(2), pp. 121-142. Geake, J. (2008). Neuromythologies in education. Educational Research, 50(2),

pp. 123-133.

Gentner, D., & Stevens, A.L. (1983). Mental models. Hillsdale, NJ: Erlbaum. Gilbert, J. K., Boulter, C., & Rutherford, M. (1998). Models in explanations, part

1: Horses for courses? International Journal of Science Education, 20(1), pp. 83 – 97.

Gobert, J.D. & Buckley, B.C. (2000). Introduction to model-based teaching dan learning in science education. International Journal of Science Education, 22(9), pp. 891-894.

Greca, M.I. & Moreira, A.M. (2000). Mental models, conceptual models, dan modelling. International Journal of Science Education, 22(1), pp. 1-11. Haidar, H.A. & Abraham, R.M. (1991). A comparison of applied and theoretical

knowledge of concept based on the particulate nature of matter. Journal of Research in Science Teaching, 28(10), pp. 919-938.

Hake, R.R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics, 66(1), pp. 64–74.

Harrison, A.G. & Treagust, D.F. (1996). Secondary students’ mental models of atoms and molecules: Implications for teaching chemistry. Science Education, 80(5), pp. 509–534.

Henderson, L. & Tallman, J. (2006). Mental models, stimulated recall dan teaching computer information literacy. Lanham WD: Scarecrow Press. Hesse, J.J. & Anderson, C.W. (1992). Students' conceptions of chemical change.

Journal of Research in Science Teaching, 29(3), pp. 277-299.

Hilton, A. (2008). ‘Scaffolding chemistry learning within the context of emerging scientific research themes through laboratory’ [Online] AARE Conference. 4 Desember. Tersedia di:


(2)

http://www.aare.edu.au/publications-114

database.php/5673/scaffolding-chemistry-students-learning-within-the-context-of-emerging-scientific-research-themes-th

Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education International, 6 (1), pp. 1-12.

Housecroft, C.E. & Sharpe, A.G. (2005). Inorganic Chemistry. Gosport: Ashford Colour Press Ltd.

Jabot, M. & Henry, D. (2007). Mental models of elementary dan middle school students in analyzing simple battery dan bulb circuits. School Science dan Mathematics, 107(1), pp. 371-381.

Jansoon, N., Coll, R.K. & Somsook, E. (2009). Understanding mental models of dilution in Thai students. International Journal of Environmental & Science Education, 4(2), pp. 147-168.

Johnson-Laird, P.N. (1983). Mental models. Cambridge, MA: Harvard University. Johnson-Laird, P.N. & Byrne, R. (2000). Mental models and pragmatics.

Behavioural dan Brain Sciences, 23(1), pp. 284-286.

Johnstone, A.H. (1982). Macro- and micro-chemistry. School Science Review, 64(277), pp. 377-379.

Johnstone, A.H. (2000). Teaching of chemistry-logical or psychological? Chemistry Education: Research dan Practice in Europe, 1(1), pp. 9-15.

Kermen, I. dan Méheut, M. (2009). Different models used to interpret chemical changes: Analysis of a curriculum dan its impact on French students’ reasoning. Chemistry Education Research dan Practice, 10(1), pp. 24-34. Khan, Z.N. (2009). Differences between learning styles in professional courses at

university level. Journal Social Science, 5(3), pp. 236-238.

Kolomuc, A. & Tekin, S. (2011). Chemistry teachers’ misconceptions concerning concept of chemical reaction rate. Eurasian Journal Physics Chemistry Education, 3(2), pp. 84-101.

Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA, UPI (2013). Kurikulum Pendidikan Kimia 2013. Bandung: Prodi Pendidikan Kimia.

Lawson, A.E. (1982). Formal reasoning, achievement, dan intelligence: An issue of importance. Science Education, 66(1), pp. 77-83.

Lawson, A.E. & Thompson L.D. (1988). Formal reasoning ability and misconceptions concerning genetics dan natural selection. Journal of Research in Science Teaching, 25(9), pp. 733-746.


(3)

115

Lawson, A.E., Banks, D.L., & Logvin, M. (2007). Self eficacy, reasoning ability, and achievement in college biology. Journal of Research in Science Teaching, 44(5), pp. 706-724.

Lederman, N.G., Gess-Newsome, J., & Latz, M.S. (1994). The nature and development of preservice science teachers’ conceptions of subject matter dan pedagogy. Journal of Research in Science Teaching, 31(2), pp. 129-146.

Lee, O. & Brophy, J. (1996). Motivational patterns observed in sixth-grade science classrooms. Journal of Research in Science Teaching, 33(3), pp. 585–610.

Lehninger, A.L., Nelson, D.L., & Cox, M.M. (2008). Principles of Biochemistry. New York: W. H. Freeman and Company.

Lin, J.W & Chiu, M.H. (2007). Exploring the characteristics dan diverse source of students’ mental models of acids dan bases. International Journal of Science Education, 29(6), pp. 771-803.

Lin, J.W. & Chiu, M.H. (2010). The mismatch between students’ mental models of acids/bases dan their sources dan their teacher’s anticipations thereof. International Journal of Science Education, 32(12), pp. 1617-1646.

Marais, P. & Jordaan, F. (2000). Are we taking symbolic language for granted? Journal of Chemical Education, 77(10), pp. 1355-1357.

Markman, A.B. & Gentner, D. (2001). Thinking. Annual Review of Psychology, 52(1), pp. 223–247.

Napier, J.D. & Riley, J.P. (1985). Relationship between affective determinants dan achievement in science for seventeen-year-olds. Journal of Research in Science Teaching, 22(4), pp. 365–383.

National Research Council (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

Norman, D. A. (1983). Some observations on mental models. Dalam Gentner, D. & Stevens, A. (Penyunting), Mental models (pp. 6-14). Hillsdale, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates.

National Science Teachers Assiociation (NSTA) in Collaboration with the Association for the Education of Teachers in Science. (1998). Standards for Science Teacher Preparation. Washington, DC: National Academy Press.


(4)

116

Oliva, J.M. (2003). The structural coherence of students’ conceptions in mechanics dan conceptual change. International Journal of Science Education, 25(5), pp. 539-561.

Özmen, H. & Ayas, A. (2003). Students’ difficulties in understanding of the conservation of matter in open and closed system chemical reactions. Chemistry Education: Research and Practice, 4(3), pp. 279–290.

Palmer, D. (2005). A motivational view of constructivist-informed teaching. International Journal of Science Education. 27(15), pp. 1853-1881.

Park, E.J. & Light, G. (2009). Identifying atomic structure as a threshold concept: Student mental models dan troublesomeness. International Journal of Science Education, 31(2), pp. 233-258.

Park, E.J. (2006). Student Perception Dan Conceptual Development As Represented By Student Mental Models Of Atomic Structure . (Dissertation). The Ohio State University, Columbus.

Peker, M. & Mirasyedioglu, S. (2008). Pre-service elementary school teachers’ learning styles and attitudes towards mathematics. Eurasia Journal Mathematics, Science, and Technology Education, 4(1), pp. 21-26.

Piaget, J. (1969). The origins of intelligence in children. New York: International University Press.

Pinarbasi, T. & Canpolat, N. (2003). Students’ understanding of solution chemistry concepts. Journal of Chemical Education, 80(11), pp. 1328-1332. Pintrich, P.R., Marx, R.W., & Boyle, R.A. (1993). Beyond cold conceptual change: The role of motivational beliefs dan classroom contextual factors in the process of conceptual change. Review of Educational Research, 63(2), pp. 167–199.

Porter, B.D. & Hernacki, M. (1999). Quantum Learning : Unleashing the Genius in You. New York: Dell Publishing.

Rahmawati, Y. (2008). The Role of Constructivism in Teaching and Learning Chemistry. [Online]. Tersedia di: http://pendidikansains.wordpress.com/ category/kuliah/teaching-and-learning-in-science/. Diakses 30 April 2012. Reese, D.D. (2008). Engineering instructional metaphors within virtual

environments to enhance visualization. Dalam Gilbert J.K., Reiner, M. & Nakhleh, M. (Penyunting), Visualization: Theory dan Practice in Science Education, (pp. 133–153). Dordrecht: Springer

Reid, J. (1987). The learning style preferences of ESL students. TESOL Quarterly, 24(2), pp. 323-338.


(5)

117

Roadrangka, V. (1995). Formal operational reasoning ability, cognitive style dan achievement in Biology, Physics, dan Chemistry concepts of Form 4 students in Penang, Malaysia. SEAMEO Regional Centre for Education in Science dan Mathematics, Penang.

Sanger, M.J. & Greenbowe, T.J. (1997). Common student misconceptions in electrochemistry: Galvanic, electrolytic, and concentration cells. Journal of Research in Science Teaching, 34(4), pp. 377–398.

Savant, M. (1997). The power of logical thinking. New York: St. Martin’s Press. Schunk, D.H., Pintrich, P.R., & Meece, J.L. (2010). Motivation in education:

Theory, research dan applications. New Jersey: R.R. Donnelley& Son Company.

Sevinç, B., Özmen, H., & Yiğit, N. (2011). Investigation of primary students’ motivation levels towards science learning. Science Education International, 22(3), pp. 218-232.

Sirhan, G. (2007). Learning difficulties in chemistry: An overview. Journal of Turkish science education, 4(2), pp. 2-20.

Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. (2004). Fundamental of Analytical Chemistry. New York: Saunders College Publishing.

Solomons, T.W.G. & Fryhle, C.B. (2011). Organic Chemistry. New York: John Wiley Sons, Inc.

Stocklmayer, S. & Gilbert, J.K. (2002). Informal chemical education. Dalam Gilbert, J.K., de-Jong, O., Justi, R., Treagust, D.F. & van-Driel, J.H. (Penyunting), Chemical education: Towards research-based practice (pp. 143-164). Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Staver, J.R. & Lumpe, A.T. (1995). Two investigations of students' understanding of the mole concept and its use in problem solving. Journal of Research in Science Teaching, 32(2), pp. 177-193.

Strickland, A.M., Kraft, A., & Bhattacharyya, G. (2010). What happens when representations fail to represent? Graduate students’ mental models of organic chemistry diagrams. Chemistry Education Research and Practice, 11(4), 293-301

Taber, K.S. (2001). The mismatch between assumed prior knowledge dan the learner’s conceptions: A typology of learning impediments. Educational Studies, 27(2), pp. 159–169.


(6)

118

Tobin, K.G. & Capie, W. (1982). Relationships between formal reasoning ability, locus of control, academic engagement dan integrated process skill achievement. Journal of Research in Science Teaching, 19(2), 113-121. Tuan, H.L. , Chin, C.C. & Tsai, C.C. (2005). The development of a questionnaire

to measure students’ motivation towards science learning. International Journal of Science Education, 27(6), pp. 634-659.

Tuna, A., Biber, A.C., Incikapi, L. (2013). An analysis of mathematics teacher candidates’ logical thinking levels: Case of Turkey. Journal of Educational and Instructional Studies in the World, 3(1), pp. 83-91.

Van-Driel, J.H., Verloop, N., & de Vos, W. (1998). Developing science teachers’ pedagogical content knowledge. Journal of Research in Science Teaching, 35(6), pp. 673–695.

Voska, K.W. & Heikkinen, H.W. (2000). Identification and analysis of student conceptions used to solve chemical equilibrium problems. Journal of Research in Science Teaching, 37(2), pp. 1-60.

Vosniadou, S. & Ioannides, C. (1998). From conceptual development to science education: A psychological point of view. International Journal of Science Education, 20(10), pp. 1213–1230.

Wang, C.Y. (2007). The Role Of Mental-Modeling Ability, Content Knowledge, and Mental Models In General Chemistry Students’ Understdaning About Molecular Polarity. (Disertasi). University of Missouri, Missouri.

Wang, C.Y. & Barrow, L.H. (2010). Characteristics and levels of sophistication: An analysis of chemistry students’ ability to think with mental models. Research in Science Education, 41(1), pp. 561-586.

Windschitl, M. (2002). Framing constructivism in practice as the negotiations of dilemmas: An analysis of the conceptual, pedagogical, cultural and political challenges facing teachers. Review of Educational Research, 72(2), pp. 131-175.

Yayla, R.G. & Eyceyurt, B. (2011). Mental models of pre-service science teachers about basic concepts in chemistry. Western Anatolia Journal of Educational Sciences, Special Issue: Selected papers presented at WCNTSE, pp. 285-294.

Yenilmez, A., Sungur, S. & Tekkaya C. (2006). Students’ achievement in relation to reasoning ability, prior knowledge and gender. Research in Science & Technological Education, 24(1), pp. 129-138.