PENGEMBANGAN PERKULIAHAN DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK DENGAN OPEN-ENDED EXPERIMENT BERBASIS INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DAN PENGUASAAN MATERI MAHASISWA CALON GURU.

(1)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ... B.Identifikasi dan Perumusan Masalah... C.Tujuan Penelitian... D.Manfaat Penelitian ... E. Pembatasan Masalah... F. Definisi Operasional... G.Sistematika Penulisan...

1 10 12 12 13 13 14

BAB II PROBLEM SOLVING, OPEN-ENDED EXPERIMENT, INVESTIGASI KELOMPOK, DAN ANALISIS KIMIA KUANTITATIF

A.Problem Solving... B.Open-ended Experiment sebagai Kegiatan Praktikum di

Laboratorium... C.Investigasi Kelompok... D.Analisis Kimia Kuantitatif... E. Penelitian Terdahulu yang Relevan...

15

21 24 30 36

BAB III METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subyek Penelitian... B.Paradigma Penelitian... C.Disain Penelitian... D.Instrumen Penelitian... E. Teknik Analisis Data...

41 41 43 55 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian... 1. Hasil Studi Pendahuluan ... 2. Hasil Pengembangan Model Perkuliahan DKA dengan

Open-ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok ... 3. Hasil uji coba terbatas... 4. Hasil Implementasi Perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik

65 65

74 76


(2)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

menggunakan Model OEE-IK... a. Kemampuan problem solving... b. Penguasaan materi... c. Hubungan antara kemampuan problem solving dengan

penguasaan materi... d. Keterampilan berkomunikasi ilmiah... e. Aktivitas mahasiswa dalam perkuliahan dengan OEE-IK.... f. Tanggapan Mahasiswa dan Dosen terhadap Model

Perkuliahan OEE-IK... B.Pembahasan Hasil Penelitian... C.Keunggulan Perkuliahan dengan Open-ended Experiment Berbasis

Investigasi Kelompok...

85 86 99

103 104 107

110 114

129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... B.Saran ...

130 132

DAFTAR PUSTAKA... 133 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 139 RIWAYAT HIDUP... 294


(3)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif... 26

3.1 Hasil Penilaian Ahli terhadap Draft Model Perkuliahan OEE-IK... 45

3.2 Disain Implementasi Model Perkuliahan OEE-IK... 47

3.3 Daftar Nama Mahasiswa Berdasarkan Kelompok Investigasi... 49

3.4 3.5 Rekapitulasi Hasil Validasi Instrumen oleh Ahli... Kriteria Reliabilitas... 57 59 3.6 Kriteria Indeks Daya Pembeda... 60

3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran... 60

3.8 Kriteria Perolehan Kemampuan Problem Solving dan Penguasaan Konsep Mahasiswa Calon Guru... 62

4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Penguasaan Materi Analisis Kuantitatif... 67

4.2 Hasil Tes Pengetahuan Prasyarat... 69

4.3 Pengetahuan Mahasiswa tentang Problem Solving... 71

4.4 Pendapat Mahasiswa tentang Kegiatan Praktikum dan Penelusuran Pustaka... 73

4.5 Pendapat Mahasiswa tentang Kegiatan Praktikum dan Penelusuran Pustaka... 73

4.6 Tahapan Perkuliahan dengan model OEE-IK... 75

4.7 Hasil Tes Kemampuan Problem Solving... 77

4.8 Hasil Tes Penguasaan Materi ... 80

4.9 Capaian Pengetahuan Konten Mahasiswa... 80

4.10 Rekapitulasi Tanggapan Mahasiswa... 83

4.11 Rangkuman Identifikasi Masalah yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Uji Coba Model OEE-IK pada Perkuliahan DKA dan Usaha Perbaikannya... 84

4.12 Hasil Pengujian Statistik terhadap Peningkatan Kemampuan Problem Solving... 87

4.13 Perbandingan Rerata Hasil Tes Kemampuan Problem Solving antara Kelompok Tinggi dan Rendah... 88

4.14 Hasil Pengujian Statistik terhadap Peningkatan Kemampuan Mahasiswa pada Setiap Indikator Problem Solving... 89

4.15 Hasil Pengujian Statistik terhadap Peningkatan Kemampuan Problem Solving untuk setiap Sub Materi Analisis Kuantitatif... 92

4.16 Hasil Pengujian Statistik terhadap Peningkatan Penguasaan Materi Secara Keseluruhan... 100

4.17 Perbandingan Rerata Hasil Tes Penguasaan Materi antara Kelompok Tinggi dan Rendah... 101

4.18 Hasil Pengujian Statistik terhadap Peningkatan Penguasaan Materi untuk setiap Sub Materi Analisis Kuantitatif... 102

4.19 Hasil Pengujian Statistik Korelasi Regresi Penguasaan Materi dengan Kemampuan Problem Solving... 104


(4)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

4.20 Penilaian Aktivitas dalam Kelompok... 109

Tabel Halaman 4.21 Rekapitulasi Tanggapan Mahasiswa terhadap Tahapan Kemampuan

Problem Solving... 111 4.22 Rekapitulasi Tanggapan Mahasiswa terhadap Open-ended Experiment.. 112 4.23 Rekapitulasi Tanggapan Mahasiswa terhadap Penggunaan


(5)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Model Problem Solving... 16 3.1 Paradigma Penelitian... 43 3.2 Prosedur Penelitian... 44 4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Penguasaan Materi Analisis Kuantitatif ... 67 4.2 Hasil Tes Pengetahuan Prasyarat Mahasiswa... 69 4.3 Perolehan Rerata Setiap Indikator Kemampuan Problem

Solving... 78 4.4 Perolehan Rerata Kemampuan Problem Solving Setiap Sub

Materi... 79 4.5 Persentase Pemahaman Mahasiswa untuk Setiap Proses

Kognitif... 82 4.6 Perbandingan Kemampuan Problem Solving Secara

Keseluruhan... 86 4.7 Perbandingan Peningkatan Kemampuan Problem Solving untuk

Setiap Indikator ... 89 4.8 Perbandingan Peningkatan Kemampuan Problem Solving untuk

Setiap Sub Materi... 91 4.9 Kemampuan Problem Solving Mahasiswa dalam Open-ended

Experiment... 94 4.10 Kemampuan Mahasiswa dalam Open-ended Experiment... 95 4.11 Rerata Keterampilan Mahasiswa dalam Melakukan Analisis

Kuantitatif... 96 4.12 Rerata Penilaian Kemampuan Open-ended Experiment dan

Kemampuan Problem Solving... 98 4.13 Perbandingan Penguasaan Materi Analisis Kimia Kuantitatif... 99 4.14 Perbandingan Peningkatan Penguasaan Materi untuk Setiap Sub

Materi... 102 4.15 Rerata Keterampilan Berkomunikasi Secara Lisan... 105 4.16 Rerata Skor Keterampilan Berkomunikasi Secara Tertulis... 106 4.17 Penilaian Aktivitas Setiap Kelompok dalam Penyelesaian

Problem melalui Investigasi Kelompok... 108 4.18 Penilaian Aktivitas Mahasiswa dalam Praktikum... 108


(6)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A PERANGKAT PERKULIAHAN

A.1 Silabus Dasar-dasar Kimia Analitik Sebelum Pengembangan... 139

A.2 Silabus Dasar-dasar Kimia Analitik Hasil Pengembangan... 144

A.3 Satuan Acara Perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok (OEE-IK)... 150

A.4 Desain Perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok (OEE-IK)... 156

A.5 Hasil Penilaian Ahli terhadap Satuan Acara Perkuliahan... 171

A.6 Lembar Kegiatan Mahasiswa... 173

A.7 Open-ended Experiment... 179

B INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Instrumen Tes Kemampuan Problem Solving ... 188

B.2 Instrumen Tes Penguasaan Materi ... 197

B.3 Instrumen Kemampuan Problem Solving dalam Open-ended Experiment... 211

B.4 Rubrik Penilaian Kegiatan Open-ended Experiment... 214

B.5 Instrumen Penilaian Keterampilan Berkomunikasi Ilmiah... 218

B.6 Instrumen Penilaian Aktivitas dalam Investigasi Kelompok... 224

B.7 Instrumen Observasi dalam Perkuliahan... 230

B.8 Instrumen Angket... 232

B.9 Perbaikan Instrumen Penelitian... 237

B.10 Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal... 243

C DATA PENELITIAN C.1 Data Penguasaan Materi Analisis Kuantitatif (Studi Pendahuluan)... 245

C.2 Data Hasil Penguasaan Konsep Kimia Dasar... 247

C.3 Data Hasil TPM dan TKPS pada Uji Coba Terbatas... 250

C.4 Data Angket Mahasiswa ... 251

C.5 Dasar Pengelompokkan Tingkat Kemampuan Mahasiswa... 253

C.6 Data Tes Kemampuan Problem Solving... 254

C.7 Data Kegiatan Praktikum... 261

C.8 Data Penilaian Kemampuan Problem Solving Selama Perkuliahan... 263

C.9 Data Penguasaan Materi... 264

C.10 Data Keterampilan Berkomunikasi... 268

C.11 Data Hasil Penilaian Aktivitas dalam Investigasi... 270

C.12 Data Hasil Observasi... 272

C.13 Hasil Tanggapan Dosen terhadap Implementasi Model OEE-IK dalam Perkuliahan Analisis Kimia Kuantitatif... 274


(7)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

C.15 Data Uji Coba Terbatas... 278 C.16 Data Implementasi... 282 Lampiran Halaman C.17 Hasil Praktikum... 290 C.18 Dokumentasi Penelitian... 292


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi

pendidikan untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kualifikasi akademik

dan kompeten. Kompetensi guru yang diharapkan meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (Pasal 10 UU RI No 14

Tahun 2005). Pendidikan calon guru yang dilakukan oleh LPTK meliputi

pembekalan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan calon guru

untuk menjalankan tugasnya.

Program Studi Pendidikan Kimia sebagai bagian dari LPTK bertugas

menghasilkan calon guru kimia, telah menyusun kurikulum yang dituangkan

dalam sejumlah mata kuliah baik berupa mata kuliah wajib maupun mata kuliah

pilihan. Salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh calon guru kimia adalah

Dasar-dasar Kimia Analitik (DKA). Mata kuliah DKA termasuk dalam kelompok

kajian kimia analitik. Kimia analitik merupakan bagian ilmu kimia yang

mengembangkan metode dan alat yang tepat untuk mengetahui komposisi dan

struktur materi. Kimia analitik menggunakan teknik-teknik tertentu untuk

menjelaskan sinyal kimia yang dihasilkan dari interaksi antara materi dan energi

untuk mendapatkan informasi tentang jenis, jumlah, keadaan energi, serta


(9)

dalam mempelajari kimia analitik memerlukan sejumlah pengetahuan dan

keterampilan untuk menentukan komposisi dan struktur materi yang diawali

dengan pengambilan sampel, melakukan pengukuran, menganalisis data yang

diperoleh, dan menjelaskannya menjadi informasi pengetahuan yang baru.

Salah satu materi yang dipelajari dalam mata kuliah DKA adalah analisis

kimia kuantitatif konvensional meliputi analisis gravimetri dan titrimetri. Materi

ini diperlukan bagi mahasiswa calon guru meskipun sekarang ini penggunaan

instrumen modern banyak digunakan dalam analisis kimia. Hal ini disebabkan

analisis kimia kuantitatif konvensional merupakan dasar dari analisis kimia

instrumen serta sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan problem

solving dan keterampilan dasar laboratorium. Kemampuan mahasiswa menyelesaikan masalah dan keterampilan melakukan kerja di laboratorium

tersebut sangat diperlukan dalam kegiatan perkuliahan lainnya yang menggunakan

aktivitas laboratorium seperti pada mata kuliah kimia pemisahan dan analisis

kimia instrumen, maupun kimia organik, biokimia, dan kimia an-organik.

Kemampuan dan keterampilan mahasiswa calon guru dalam materi analisis

kimia kuantitatif juga sangat dibutuhkan untuk melakukan pembelajaran kimia di

sekolah, antara lain ketika membahas kelarutan dan hasil kali kelarutan,

kesetimbangan kimia, reaksi asam basa, reaksi reduksi oksidasi, reaksi

pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks. Oleh karena itu, perkuliahan

DKA sebaiknya dirancang untuk pencapaian tujuan perkuliahan dan kebutuhan di


(10)

keterampilan mahasiswa untuk memperoleh pemahaman yang bermakna serta

mendalam.

Hasil observasi awal menunjukkan kegiatan perkuliahan DKA yang

berlangsung di salah satu LPTK di Sulawesi Tengah lebih menekankan pada

aspek kognitif. Perkuliahan juga bersifat teacher-centered dan praktikum

dilakukan secara terpisah untuk membuktikan konsep-konsep yang diajarkan.

Hasil wawancara dengan mahasiswa terungkap bahwa mahasiswa merasa telah

memahami teori namun ketika menyelesaikan soal-soal ujian banyak mahasiswa

yang tidak dapat menjawabnya dengan benar. Mahasiswa hanya mencatat dan

menghafalkan informasi pengetahuan yang disampaikan dosen, belum belajar

secara bermakna atau rote learning sehingga pemahamannya bersifat sesaat dan

mudah lupa (Anderson & Krathwohl, 2001). Mahasiswa mengalami kesulitan

untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari ke situasi yang berbeda. Hal ini

berakibat pada rendahnya kinerja guru kimia dalam melakukan pembelajaran di

sekolah sehingga banyak siswa yang tidak menyukai kimia.

Menurut McDermott (1990), salah satu faktor yang menyebabkan

rendahnya kemampuan guru sains termasuk guru kimia adalah kurangnya

mempersiapkan calon guru sains yang berkualitas. Hal senada dikemukakan oleh

Wenning (2011) bahwa rendahnya kemampuan guru dalam mengajarkan dan

melakukan proses sains di sekolah disebabkan oleh pengalaman guru ketika

menuntut ilmu di perguruan tinggi.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, McDermott (1990) menyarankan


(11)

guru sains antara lain: (1) kegiatan pembelajaran sains akan lebih efektif dengan

menyajikan pengalaman konkrit sebagai dasar untuk membangun konsep sains,

(2) dosen tidak harus menyampaikan materi perkuliahan dengan ceramah; (3)

pembahasan terhadap konsep baru harus diawali dengan memberikan kesempatan

kepada calon guru untuk melakukan penyelidikan yang bersifat open-ended di

laboratorium, sehingga calon guru akan lebih memahami gejala yang muncul dari

materi yang dipelajari; (4) dosen harus mengajukan pertanyaan untuk membantu

calon guru berpikir kritis terhadap materi yang dipelajarinya; dan (5) perkuliahan

harus memperhatikan kesulitan konseptual dan penalaran yang mungkin dialami

calon guru.

Selain itu, McDermott (1990) juga mengemukakan bahwa pemahaman

terhadap proses sains harus merupakan tujuan penting dalam perkuliahan untuk

calon guru sains. Hal senada juga dinyatakan dalam Standar Kompetensi Guru

Pemula (SKGP) lulusan Program Studi Pendidikan Kimia bahwa salah satu

kompetensi dasar bagi guru pemula bidang studi kimia adalah mampu

merencanakan dan melaksanakan kerja laboratorium dalam pembelajaran kimia.

Akan tetapi, selama ini praktikum yang dilakukan dalam perkuliahan bagi

calon guru kimia menggunakan prosedur yang telah ditentukan oleh dosen,

sehingga mahasiswa kurang kreatif, cenderung mengikuti prosedur yang sudah

ada, kurang mengembangkan sikap ilmiah, dan seringkali tidak mampu mengatasi

permasalahan yang muncul selama kegiatan di laboratorium. Lemahnya

pengetahuan dan keterampilan calon guru dalam kegiatan laboratorium


(12)

melibatkan siswanya dalam kegiatan praktikum. Hasil studi lapangan dan diskusi

dengan guru-guru SMA dalam forum group discussion (FGD) di salah satu kota

di Sulawesi Tengah menunjukkan sekolah yang mempunyai fasilitas laboratorium

cukup lengkap ternyata belum menggunakannya secara optimal karena guru

mengalami kesulitan untuk mempersiapkan kegiatan di laboratorium kimia.

Minimnya penggunaan laboratorium dalam pembelajaran kimia di sekolah juga

dinyatakan oleh Departemen Penddikan Nasional (2002) bahwa pembelajaran

sains di sekolah umumnya (1), bersifat teoritis, (2) menggunakan metode

ceramah, diskusi, dan latihan soal, serta (3) tanpa melakukan eksperimen. Hasil

penelitian Sheppard (2006) dan Orgill & Sutherland (2008) juga menunjukkan

siswa sangat kesulitan dalam memahami ilmu kimia karena pembelajaran

cenderung bersifat teoritis, berpusat pada guru, terlalu bergantung pada buku ajar,

serta kurang melibatkan siswa dalam aktivitas laboratorium. Pola pembelajaran

tersebut menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari ilmu kimia

karena pembelajaran yang berlangsung kurang bermakna.

Pembelajaran bermakna dapat terjadi di laboratorium jika siswa memiliki

peluang memanipulasi peralatan dan bahan-bahan yang ada di lingkungan

sekitarnya untuk membangun pengetahuan berdasarkan fenomena dan keterkaitan

konsep-konsep sains (Hofstein & Lunetta, 2003). Kemampuan memanipulasi

peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan dapat dibelajarkan melalui

perkuliahan DKA. The National Science Education Standards (National Research

Council, 1996) juga menekankan pentingnya kegiatan di laboratorium dalam pengajaran sains.


(13)

Penelitian tentang pembelajaran yang berlangsung di laboratorium telah

dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian Kelly & Finlayson (2008)

menyatakan pembelajaran berbasis masalah di laboratorium memberikan

kesempatan yang lebih luas kepada peserta didik untuk melakukan pengembangan

keterampilan, pemahaman konsep dan proses eksperimen. Cooper & Kerns (2006)

telah melakukan perubahan dalam kegiatan laboratorium organik yaitu dari

laboratorium sederhana ke laboratorium kooperatif. Hasil penelitian menunjukkan

mahasiswa merasa bebas bereksperimen dan membuat keputusan tentang apa,

bagaimana, dan mengapa melakukan aktivitas eksperimen, memiliki kemampuan

problem solving, memiliki pemahaman yang mendalam, dan lebih kreatif. Dalam hal ini asisten laboratorium lebih banyak berperan sebagai pengarah atau

fasilitator. Lebih lanjut Blonder, Mamlok-Naaman, & Hofstein (2008)

mengungkapkan bahwa kegiatan inkuiri di laboratorium secara open-ended dapat

melibatkan mahasiswa sesuai dengan kemampuannya, membantu pemahaman

mahasiswa dengan lebih mendalam dan bermakna, serta terdapat korelasi yang

positif antara prestasi mahasiswa dengan tingkat pertanyaan inkuiri mahasiswa.

Priemer (2004) melakukan penelitian yang sama untuk diterapkan dalam materi

energi angin. Hasil penelitian menyimpulkan mahasiswa melakukan

pengembangan pengetahuan dan kemampuan problem solving ketika menghadapi

proyek fisika yang rumit. Namun demikian, Planinsic (2007) dalam penelitiannya

menyimpulkan open-ended laboratory dalam eksperimen gelombang memerlukan


(14)

Kemampuan problem solving merupakan salah satu aspek yang penting

untuk dikembangkan dalam pembelajaran sains (National Science Teachers

Association, 1985). Kemampuan problem solving sangat perlu dikembangkan dalam perkuliahan DKA karena karakteristik perkuliahan ini adalah

menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan analisis kimia. Pemahaman

tentang karakteristik sampel, zat apa yang sesuai dengan karakteristik tersebut,

kondisi dan faktor-faktor apa yang harus diperhatikan ketika melakukan analisis,

serta bagaimana data analisis diolah dan dilaporkan merupakan kemampuan yang

harus dikembangkan dalam perkuliahan DKA. Kemampuan menyelesaikan

masalah tersebut perlu didasari oleh pengetahuan dan metode penyelesaian yang

tepat, logis, analitis, dan sistematis yang merupakan esensi dari strategi problem

solving. Perkuliahan dengan strategi problem solving juga dapat membangun proses berpikir, keterlibatan siswa, keterampilan berkomunikasi, dan saling

berbagi informasi (Akinoglu & Tandogan, 2007).

Ketika menyelesaikan masalah, mahasiswa dituntut dapat mengembangkan

pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya untuk mengkritisi dan mencari

kemungkinan jawaban yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Menurut

Overtoon & Potter (2008) terdapat korelasi yang positif antara struktur kognitif

mahasiswa dengan kemampuan problem solving. Pada penelitian terpisah O’Neil & Schacter (1999) dalam Solaz-Portolez & Lopez (2007) menyatakan kesuksesan

problem solving tergantung pada pengetahuan konten, strategi problem solving, kemampuan mendefinisikan dan memonitor hasil problem solving, serta motivasi


(15)

memahami masalah dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya akan

menyulitkan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hasil penelitian

Walsh, Howard, & Bowe (2007) menyatakan mahasiswa belum mengembangkan

keterampilan dan pemahaman yang dimilikinya ketika menyelesaikan masalah

yang kompleks. Mahasiswa belum menggunakan strategi problem solving dalam

menyelesaikan masalah melainkan menggunakan pendekatan plug-and-chug

dengan mengidentifikasi variabel dan mencoba untuk memperoleh suatu rumus.

Mahasiswa juga kurang percaya diri dalam menentukan pereaksi pembatas karena

kurangnya pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep yang terlibat dalam

masalah tersebut (Chandrasegaran et al., 2009). Hasil-hasil penelitian tersebut

menunjukkan kemampuan problem solving mahasiswa belum berkembang dengan

baik.

Kemampuan problem solving mahasiswa akan lebih efektif melalui diskusi

dan bekerja dalam kelompok kecil (small group discussion). Hasil penelitian

Wood (2008), Cooper et al. (2008), dan Mahalingam, Schaefer, & Morlino (2008)

menyatakan kemampuan problem solving mahasiswa meningkat dengan pesat

melalui diskusi kelompok. Interaksi dan penjelasan teman sebaya memudahkan

peserta didik untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan pengetahuan,

sehingga pengalaman dan pengetahuan tersebut akan bertahan lama dalam long

term memory.

Hasil penelitian lain menyatakan penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe group investigation (GI) atau investigasi kelompok dapat


(16)

(Sutama, 2007). Dalam pembelajaran dengan investigasi kelompok, setiap

mahasiswa melakukan investigasi dalam suatu kelompok kecil dan selanjutnya

mengkomunikasikan hasil investigasinya kepada kelompok lain maupun dalam

bentuk laporan. Dengan demikian, model pembelajaran tersebut akan berdampak

pula pada keterampilan berkomunikasi mahasiswa.

Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan menyampaikan dan

menerima informasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dalam penelitian

ini, keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan mahasiswa untuk

mengemukakan hasil investigasinya baik secara tertulis maupun secara lisan untuk

disampaikan kepada kelompok lainnya. Dengan demikian mahasiswa akan

memperoleh penggabungan pengetahuan dan teknik-teknik analisis kimia

kuantitatif. Keterampilan berkomunikasi dapat dilatihkan, sehingga perlu untuk

dicobakan agar mahasiswa terbiasa mengemukakan pendapat di depan umum dan

menuangkan gagasannya dalam bentuk tertulis.

Berdasarkan permasalahan dalam perkuliahan kimia analitik dan hasil-hasil

penelitian yang telah dikemukakan maka kemampuan problem solving dan

kegiatan laboratorium sangat diperlukan bagi calon guru kimia. Oleh karena itu

perlu dilakukan pengembangan perkuliahan dengan open-ended experiment

berbasis investigasi kelompok (OEE-IK). Penggunaan investigasi kelompok

dilakukan untuk memfasilitasi mahasiswa menyelesaikan masalah melalui kerja

sama dan diskusi kolaboratif, sejauh mana implikasinya terhadap kemampuan


(17)

keterbatasan alat dan mahalnya bahan-bahan kimia. serta untuk efektivitas

perkuliahan.

Implementasi OEE-IK pada perkuliahan DKA ditujukan untuk

meningkatkan kemampuan problem solving dan penguasaan materi mahasiswa.

Namun demikian, penggunaan OEE-IK juga diharapkan dapat meningkatkan

keterampilan berkomunikasi ilmiah. Hal ini dikarenakan perkuliahan dengan

OEE-IK memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengkomunikasikan hasil eksperimen dan kajian teori yang diperoleh dalam bentuk tertulis maupun

lisan.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Analisis kimia kuantitatif konvensional merupakan dasar dalam kimia

analitik sehingga sangat penting bagi calon guru untuk dapat memahaminya dan

menerapkannya dalam analisis kimia. Analisis kimia kuantitatif konvensional

dilakukan untuk menentukan secara tepat jumlah atau kuantitas senyawa dalam

sampel tertentu dengan cara menimbang endapan atau mengukur volume larutan

standar. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini pengukuran senyawa dalam

suatu sampel lebih banyak menggunakan instrumen modern, namun analisis

gravimetri dan analisis titrimetri menjadi hal yang penting untuk dilakukan saat

ini. Analisis kimia kuantitatif bagi mahasiswa calon guru dipelajari dalam mata

kuliah DKA. Perkuliahan DKA dilakukan melalui kajian teori dan praktikum.

Namun, selama ini perkuliahan yang berlangsung lebih bersifat teacher-centered


(18)

jumlah anggota kelompok lebih dari enam orang. Akibatnya mahasiswa

mengalami kesulitan ketika menyelesaikan masalah yang menuntut pemahaman

serta kemampuan berpikir secara logis, analitis, dan sistematis. Untuk mengatasi

hal tersebut maka perlu diteliti tentang penggunaan open-ended experiment

berbasis investigasi kelompok pada perkuliahan DKA untuk mengembangkan

kemampuan problem solving dan meningkatkan penguasaan materi mahasiswa.

Perkuliahan dengan open-ended experiment berbasis investigasi kelompok

menuntut mahasiswa untuk melaporkan hasil investigasinya dalam bentuk tertulis

maupun lisan sehingga diharapkan perkuliahan tersebut juga dapat meningkatkan

keterampilan berkomunikasi ilmiah.

Oleh karena itu yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana mengembangkan perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan open-ended experiment berbasis investigasi kelompok (OEE-IK) yang dapat meningkatkan kemampuan problem solving dan penguasaan materi mahasiswa

calon guru?” Untuk mempermudah masalah tersebut, maka disusun beberapa pertanyaan penelitian untuk menentukan langkah-langkah penelitian agar lebih

operasional sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan

OEE-IK?

2. Bagaimana kemampuan problem solving mahasiswa setelah mengikuti

perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan OEE-IK?

3. Bagaimana penguasaan materi mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan


(19)

4. Bagaimana keterampilan berkomunikasi ilmiah mahasiswa dalam perkuliahan

Dasar-dasar Kimia Analitik dengan OEE-IK?

5. Bagaimana tanggapan mahasiswa dan dosen mata kuliah Dasar-dasar Kimia

Analitik terhadap model perkuliahan OEE-IK?

6. Apa keunggulan dan keterbatasan perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik

dengan OEE-IK?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perkuliahan Dasar-dasar

Kimia Analitik dengan open-ended experiment berbasis investigasi kelompok

yang dapat meningkatkan kemampuan problem solving dan penguasaan materi

mahasiswa calon guru kimia.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Mengakselerasi pencapaian akademik, kompetensi, dan keterlibatan

mahasiswa calon guru kimia dalam perkuliahan serta menjadikan perkuliahan

lebih bermakna,

2. Merupakan model alternatif dalam perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik

dan mendorong dosen untuk selalu inovatif untuk memaksimalkan potensi


(20)

3. Sumbangan bagi pengembangan proses belajar dan mengajar sebagai realisasi

dari kurikulum di Perguruan Tinggi.

E.Pembatasan Masalah

Materi perkuliahan DKA yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada

materi analisis kimia kuantitatif meliputi analisis gravimetri dan analisis titrimetri.

F. Definisi Operasional

Definisi dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Open-ended experiment adalah eksperimen yang dilakukan mahasiswa

berdasarkan masalah yang dipilihnya serta rancangan eksperimen yang

disusunnya sesuai dengan alat dan bahan yang tersedia di laboratorium kimia.

Eksperimen open-ended yang dikembangkan adalah analisis gravimetri dan

analisis titrimetri meliputi titrasi netralisasi, titrasi reduksi-oksidasi, titrasi

pengendapan, dan titrasi kompleksometri.

2. Investigasi Kelompok adalah proses penyelesaian masalah analisis kuantitatif

dan open-ended experiment yang dilakukan secara kolaboratif, mengelaborasi

hasil yang diperoleh serta mengkomunikasikannya kepada kelompok lain di

kelas.

3. Kemampuan problem solving adalah kemampuan mahasiswa untuk


(21)

open-ended experiment pada materi analisis kimia kuantitatif berdasarkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.

4. Penguasaan materi adalah kemampuan mahasiswa untuk memahami materi

analisis kimia kuantitatif yang terdapat dalam mata kuliah Dasar-dasar Kimia

Analitik.

G.Sistematika Penulisan

Disertasi ini terdiri atas lima bab yang ditulis berdasarkan pedoman

penulisan karya ilmiah di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia edisi

tahun 2011. Bab I menguraikan tentang pendahuluan berisikan latar belakang,

identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian,

pembatasan masalah, pembatasan masalah, definisi operasional istilah yang

digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab II membahas tentang peningkatan kemampuan problem solving,

open-ended experiment, analisis kimia kuantitatif, dan investigasi kelompok. Penulisan diawali dengan tinjauan tentang problem solving kemudian dilanjutkan dengan

open-ended experiment sebagai kegiatan praktikum di laboratorium, investigasi

kelompok, dan analisis kimia kuantitatif. Selain itu diuraikan juga hasil-hasil

penelitian terdahulu yang relevan.

Bab III menguraikan tentang metode penelitian meliputi lokasi dan subyek

penelitian, disain penelitian, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV

menguraikan tentang hasil-hasil penelitian dan pembahasan. Adapun Bab V


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Kimia salah satu

LPTK Negeri di Sulawesi Tengah. Subjek penelitian adalah calon guru kimia

semester III Program Studi Pendidikan Kimia yang mengikuti mata kuliah

Dasar-dasar Kimia Analitik.

B. Paradigma Penelitian

Penelitian ini dikembangkan berdasarkan empat komponen yang terlibat

dalam perkuliahan yaitu kemampuan problem solving, kimia analitik, open-ended

experiment, dan investigasi kelompok. Salah satu topik yang dikaji dalam kimia analitik adalah analisis kimia kuantitatif. Kemampuan problem solving diperlukan

dalam mempelajari analisis kimia kuantitatif disebabkan karakteristik kimia

analitik adalah menyelesaikan masalah terkait dengan analisis kimia berdasarkan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dengan menggunakan metode

penyelesaian masalah yang tepat, logis, analitis, dan sistematis. Indikator

kemampuan problem solving yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: (1)

identifikasi masalah, (2) representasi masalah, (3) seleksi prosedur, (4) hipotesis,

(5) prosedur eksperimen, (6) data pengamatan, (7) penulisan reaksi, (8)

perencanaan solusi, (9) pelaksanaan solusi, (10) penjelasan, (11) kesimpulan, dan


(23)

Untuk meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam

analisis kimia kuantitatif, maka perkuliahan dilakukan dengan mengintegrasikan

kajian teori dan praktikum. Perkuliahan tersebut memberi kesempatan kepada

mahasiswa untuk mencari kajian literatur dan metode yang sesuai terkait dengan

masalah yang dihadapi dalam analisis kimia. Praktikum dilakukan dalam bentuk

open-ended experiment. Open-ended exepriment memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk merancang, melaksanakan, dan melaporkan kegiatan

eksperimen. Melalui open-ended experiment, mahasiswa dapat membangun dan

mengembangkan pengetahuan serta menyelesaikan masalah. Penyelesaian

masalah akan lebih mudah jika dilakukan melalui kerja kelompok antara lain

secara investigasi kelompok. Komponen yang terdapat dalam strategi investigasi

kelompok adalah investigasi, interaksi, interpretasi, dan motivasi intrinsik.

Investigasi kelompok berpusat pada mahasiswa sehingga mahasiswa lebih

bertanggung jawab. Selain itu juga dapat mengembangkan keterampilan

berkomunikasi.

Bertitik tolak dari karakteristik perkuliahan analisis kimia kuantitatif, maka

dikembangkan model perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan open-ended

experiment berbasis investigasi kelompok untuk meningkatkan kemampuan problem solving dan penguasaan materi mahasiswa (Gambar 3.1).


(24)

Gambar 3.1. Paradigma Penelitian

C. Disain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan dengan melibatkan

pengolahan data secara kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena itu penelitian ini Kimia Analitik

Analisis Kimia Kuantitatif

Karakteristik perkuliahan :  menyelesaikan masalah

analisis kimia

menggunakan metode yang tepat, logis, analitis, dan sistematis.

Open-ended Experiment

Problem Solving

Kajian teori dan praktikum

Investigasi Kelompok

Indikator kemampuan PS:  identifikasi masalah  representasi masalah  seleksi prosedur  hipotesis

 prosedur eksperimen  data pengamatan  penulisan reaksi  perencanaan solusi  pelaksanaan solusi  penjelasan  kesimpulan  evaluasi Komponen IK: Investigasi Interaksi Interpretasi Motivasi intrinsik

Berpusat pada mahasiswa Kegiatan Investigasi Tanggung jawab mahasiswa Perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik dengan Open-ended

Experiment Berbasis Investigasi Kelompok

Merancang eksperimen Melaksanakan eksperimen Melaporkan hasil eksperimen

Peningkatan kemampuan problem solving dan penguasaan materi, serta keterampilan berkomunikasi


(25)

menggunakan disain penelitian Research and Developments (R & D) yang terdiri

dari empat tahapan seperti tampak pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Studi pendahuluan Studi Pendahuluan Perancangan Model Perkuliahan DKA Validasi dan Uji Coba Terbatas Implementasi

• Analisis silabus dan perkuliahan DKA • Identifikasi kemampuan mahasiswa dalam analisis kuantitatif dan pengetahuan awal mahasiswa • Penyusunan silabus, SAP, disain perkuliahan, open- ended experiments pada materi analisis kimia kuantitatif • Penyusunan strategi pembelajaran • Penyusunan instrumen

• Validasi Ahli

•Validasi instrumen (validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda)

Uji coba terbatas

One Group Pretest-Postest Design Revisi Revisi Pretest-posttest control group design Revisi Analisis dan Evaluasi Produk Penelitian Model perkuliahan OEE-IK Panduan Open-ended Experiment


(26)

Studi pendahuluan berupa analisis kebutuhan, studi literatur, dan studi

lapangan. Kegiatan yang dilakukan antara lain: (1) mengidentifikasi permasalahan

pembelajaran dalam perkuliahan DKA, (2) mengidentifikasi pemahaman

mahasiswa terhadap materi analisis kimia kuantitatif; pengetahuan awal

mahasiswa dalam bentuk pengetahuan prasyarat, serta (3) analisis silabus,

kompetensi dan materi pada topik analisis kimia kuantitatif.

2. Perancangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik

Pada tahap ini dilakukan perancangan model perkuliahan dengan

open-ended experiment berbasis investigasi kelompok (OEE-IK) pada materi analisis kimia kuantitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penyusunan draft perangkat perkuliahan DKA meliputi silabus, satuan acara

perkuliahan, dan disain perkuliahan.

b. Penyusunan draft panduan eksperimen yang bersifat terbuka (open-ended

experiment) dan lembar kegiatan mahasiswa (LKM).

Draft model OEE-IK kemudian dilakukan penilaian oleh dosen kimia

analitik dan dosen evaluasi pendidikan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan

tujuan penelitian dan perkuliahan (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Hasil Penilaian Ahli terhadap Draft Model Perkuliahan OEE-IK

Bagian Model yang Dirancang

Saran Validator Perbaikan yang Dilakukan

Tujuan Harus mencerminkan

cara/proses yang ditempuhnya

Pada tujuan ditambahkan “melalui diskusi kelompok dan klasikal, penyelesaian LKM, serta open-ended experiment yang dilakukan dengan investigasi kelompok”


(27)

Disain Perkuliahan Dibuat dalam bentuk tabel dan lebih dirinci kegiatan dosen dan mahasiswa dalam perkuliahan

Disain perkuliahan dibuat dalam bentuk tabel dan sudah dicantumkan aktivitas pengajar (dosen) dan mahasiswa

Cara Evaluasi Kemampuan problem solving jangan hanya diukur di awal dan akhir perkuliahan melainkan juga selama perkuliahan

Dilakukan tiga kali pengukuran kemampuan

problem solving selama

kegiatan perkuliahan DKA Tabel 3.1. Hasil Penilaian Ahli terhadap Draft Model Perkuliahan OEE-IK (lanjutan)

Bagian Model yang Dirancang

Saran Validator Perbaikan yang Dilakukan

Panduan open-ended

experiment

Sebelum melakukan

open-ended experiment, perlu

dilakukan praktikum analisis gravimetri dan titrimetri terlebih dulu sebagai latihan untuk mahasiswa.

 Gunakan sampel riil dalam bentuk yang berbeda dan mudah diperoleh

 Pertimbangkan ketersediaan alat dan bahan-bahan kimia

 Eksperimen I dan II dilakukan untuk latihan dalam melakukan analisis kuantitatif menggunakan sampel dengan konsentrasi tertentu

 Sampel yang digunakan dalam open-ended

experiment adalah air

sumur, garam, daun kelor, vitamin C, uang logam

Cara penilaian

open-ended exepriment

Keterampilan laboratorium seperti keterampilan merancang, melaksanakan, dan membuat laporan eksperimen hendaknya ikut juga dibuat penilaian

 Membuat penilaian kinerja untuk mengevaluasi keterampilan laboratorium mahasiswa

Berdasarkan saran dan masukan dari ahli, draft model perkuliahan OEE-IK

kemudian direvisi yang selanjutnya dilakukan uji coba secara terbatas.


(28)

Model perkuliahan OEE-IK yang telah divalidasi dan direvisi selanjutnya

dilakukan uji coba secara terbatas. Pada tahap ini menggunakan rancangan

eksperimen One Group Pretest-Postest Design. Pelaksanaan uji coba terbatas

dilakukan terhadap 18 mahasiswa program studi pendidikan kimia di salah satu

LPTK di Sulawesi Tengah. Uji coba terbatas dilakukan untuk mengetahui sejauh

mana draft model perkuliahan OEE-IK yang disusun dapat diimplementasikan

dalam perkuliahan DKA. Berdasarkan hasil dan kendala yang terjadi dalam uji

coba terbatas selanjutnya dilakukan revisi terhadap draft model OEE-IK yang

selanjutnya diimplementasikan dalam perkuliahan DKA pada materi analisis

kimia kuantitatif.

4. Implementasi model perkuliahan OEE-IK pada Materi Analisis Kimia Kuantitatif

Model perkuliahan OEE-IK yang telah direvisi selanjutnya

diimplementasikan dalam perkuliahan DKA terhadap mahasiswa pendidikan

kimia di salah satu LPTK di Sulawesi Tengah. Jumlah mahasiswa yang terlibat

dalam implementasi adalah 21 orang di kelas eksperimen dan 20 orang di kelas

kontrol.

Mahasiswa di kelas eksperimen menggunakan model perkuliahan OEE-IK,

sedangkan kelas kontrol menggunakan perkuliahan dengan pendekatan konsep

dan metode ceramah, tanya jawab, latihan soal serta praktikum dilakukan secara

terpisah dengan prosedur yang disusun dosen (Tabel 3.2).


(29)

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen O X O

Kontrol O - O

Sebelum implementasi dilakukan tes kemampuan problem solving untuk

mengukur kemampuan awal mahasiswa menyelesaikan masalah analisis kimia

kuantitatif dan tes penguasaan materi untuk mengukur pemahaman awal

mahasiswa pada materi analisis kimia kuantitatif. Selama implementasi dilakukan

observasi dan penilaian terhadap kemampuan problem solving mahasiswa dalam

menyelesaikan masalah analisis kimia kuantitatif dan open-ended experiment,

keterampilan melakukan kegiatan laboratorium, dan keterampilan berkomunikasi

ilmiah. Untuk memperlancar perkuliahan dan melibatkan mahasiswa secara aktif

dalam pembelajaran serta efektivitas perkuliahan maka perkuliahan dilakukan

secara kooperatif dengan investigasi kelompok.

Pada akhir implementasi dilakukan tes kemampuan problem solving dan tes

penguasaan materi. Selanjutnya hasil yang diperoleh mahasiswa di kelas

eksperimen dibandingkan dengan mahasiswa di kelas kontrol untuk mengetahui

pengaruh penggunaan model perkuliahan OEE-IK pada materi analisis kimia

kuantitatif.

Kegiatan perkuliahan DKA pada implementasi model OEE-IK

Perkuliahan DKA pada materi Analisis Kuantitatif diawali dengan

memberikan pre-test kemampuan problem solving dan penguasaan materi pada


(30)

eksperimen dan 21 mahasiswa kelas kontrol. Kegiatan perkuliahan di kelas

eksperimen dimulai pada tanggal 28 Oktober 2011 (pertemuan XI) dengan

memberikan aturan, sistem perkuliahan dan penilaian, mekanisme perkuliahan,

serta menayangkan gambar tentang jenis makanan yang mengandung zat-zat

berbahaya (seperti boraks, zat pemutih) dan zat-zat yang bermanfaat (seperti asam

askorbat, kalsium) serta mengajukan pertanyaan/masalah seperti bagaimana

menentukan kadar zat-zat tersebut?, berapa kadar zat-zat tersebut yang ditentukan

menggunakan analisis kimia secara konvensional?, topik apa saja yang perlu

dikaji dalam analisis kuantitatif secara konvensional? Mahasiswa mengidentifikasi

masalah dan menentukan topik-topik yang akan dipelajari dengan arahan dosen.

Selanjutnya dosen membentuk kelompok terdiri dari dua sampai tiga orang

berdasarkan tingkat kemampuan dan ketertarikan mahasiswa terhadap topik yang

akan dikajinya.

Tabel 3.3. Daftar Nama Mahasiswa Berdasarkan Kelompok Investigasi

Klp 1 Klp 2 Klp 3 Klp 4 Klp 5 Klp 6 Klp 7 Klp 8 JE DE ER AD TA PU SE KA RA VI SY AK GA RP BO MR NS MS NF ID WN SI NR

Pada awalnya jumlah mahasiswa yang berada dalam kelas eksperimen

adalah 23 orang namun dua orang mahasiswa yaitu RP dan MR hanya mengikuti

tiga kali pertemuan dan tidak mengikuti post-test, sehingga kedua mahasiswa

tersebut tidak dimasukkan dalam pengolahan data.

Setiap kelompok juga memilih topik eksperimen yang akan dilakukan dalam


(31)

mengkaji topik dan eksperimen yang dipilihnya, mendiskusikannya dalam

kelompok, merancang prosedur dan melaksanakan eksperimen, serta

mempersiapkan bahan presentasi untuk diskusi kelas. Selama kegiatan investigasi,

dosen memberikan waktu di luar jam perkuliahan kepada mahasiswa untuk

berkonsultasi dan memberikan arahan jika ada kelompok yang mengalami

kesulitan. Pengkajian materi analisis kuantitatif dilakukan pada pertemuan 14, 16,

18, 19, dan 20 dengan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok

mahasiswa untuk mempresentasikan hasil investigasinya di kelas dan ditanggapi

oleh kelompok lain. Melalui kegiatan ini, mahasiswa memperoleh penggabungan

ilmu pengetahuan dan dilatih kemampuannya untuk mengemukakan pendapat

serta memberikan tanggapan ataupun jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan

oleh kelompok lain. Mahasiswa juga dilatih untuk menghargai pendapat

mahasiswa lain. Mahasiswa tampak antusias menanggapi dan mengajukan

pertanyaan. Dosen memberikan pertanyaan dan meluruskan jika ada jawaban

ataupun tanggapan yang kurang benar agar tidak terjadi salah konsep.

Pertemuan 12 dan 13, dosen membagikan LKM tentang pendahuluan

analisis kuantitatif setelah mengkondisikan mahasiswa berada dalam

kelompoknya masing-masing. Mahasiswa membaca dan mengidentifikasi

problem yang tertuang dalam LKM. Selanjutnya setiap kelompok memilih salah

satu problem dan menyelesaikannya melalui diskusi. Dosen memonitor jalannya

diskusi kelompok dan memfasilitasi jika ada kelompok yang mengalami kesulitan.

Setiap kelompok mencatat hasil penyelesaian problem untuk kemudian


(32)

Setelah diskusi kelas, setiap kelompok melakukan koreksi terhadap hasil

kajiannya. Pada akhir pertemuan, dosen meninjau ulang pemahaman mahasiswa

terhadap keseluruhan konten pendahuluan analisis kuantitatif dan meminta

mahasiswa untuk menarik kesimpulan terhadap topik yang telah dipelajarinya.

Pertemuan 14 mendiskusikan hasil investigasi kelompok mengenai analisis

gravimetri. Kelompok I mempresentasikannya dan mahasiswa dari kelompok lain

memberikan tanggapan ataupun pertanyaan. Setelah diskusi selesai, dosen

memperlihatkan sebotol larutan kalium sulfat dengan konsentrasi tertentu.

Mahasiswa diminta untuk menyebutkan pereaksi (larutan) yang sesuai untuk

mengendapkan ion sulfat dengan baik. Beberapa pereaksi yang diutarakan

mahasiswa antara lain larutan yang mengandung ion barium, kalsium, stronsium,

dan timbal. Dosen kemudian meminta mahasiswa untuk melihat data hasil kali

kelarutan (Ksp) ion-ion tersebut dengan ion sulfat dan menyimpulkannya.

Berdasarkan data Ksp diketahui urutan nilai Ksp dari yang terkecil hingga terbesar

adalah Ksp BaSO4 < Ksp PbSO4< Ksp SrSO4 < Ksp CaSO4. Oleh karena Ksp dari

barium sulfat adalah yang terkecil maka disimpulkan larutan yang digunakan

untuk menentukan konsentrasi kalium sulfat dalam botol adalah ion barium.

Kemudian mahasiswa diminta untuk membuat perencanaan praktikum dengan

variabel bebas waktu penyempurnaan endapan (digest). Perencanaan praktikum

dilanjutkan di luar jam perkuliahan. Kegiatan praktikum dilakukan pada tanggal 3

November 2011. Sebelum melakukan praktek mahasiswa mengikuti tes awal yang

dilakukan oleh asisten untuk mengetahui kesiapan mahasiswa tentang praktikum


(33)

mereaksikannya sesuai dengan perencanaan. Kendala yang dihadapi saat praktek

adalah terbatasnya corong yang digunakan untuk penyaringan, neraca yang

tersedia bukan neraca analitis sehingga hasil penimbangan kurang tepat, serta

waktu analisis yang lama. Mahasiswa mencatat tahapan eksperimen yang

dilakukan dan hasil pengamatan dalam laporan sementara untuk selanjutnya

mahasiswa menuliskan reaksi yang terjadi dan melakukan perhitungan kuantitatif.

Mahasiswa baru menyelesaikan praktek sekitar pukul 16.00 WITA dengan hasil

terdapat pada Lampiran C.17.

Pertemuan 15, dosen membagikan LKM tentang penentuan kuantitas analit

dalam sampel. LKM berupa dua buah soal terkait dengan aplikasi analisis

gravimetri. Mahasiswa berkelompok untuk menyelesaikan problem. Ketika

menyelesaikan problem nomor satu, sebagian besar mahasiswa tidak mengalami

kesulitan dalam menuliskan dan menyetarakan persamaan reaksi kimia. Namun

tidak demikian dengan soal nomor dua karena reaksi yang terjadi bukan reaksi

yang sederhana sehingga banyak menimbulkan kesalahan dalam proses

pemecahan masalah selanjutnya. Dalam pertemuan ini dibahas juga hasil

eksperimen yang telah dilakukan mahasiswa pada tanggal 3 November 2011. Pada

akhir pertemuan, dosen meninjau ulang keseluruhan konten analisis gravimetri,

meminta mahasiswa untuk menyatakan kesimpulan terhadap materi yang telah

dipelajarinya, dan melakukan evaluasi kemampuan problem solving,

Pertemuan 16 kembali mendiskusikan topik titrasi netralisasi dilanjutkan

dengan memperlihatkan sebuah botol yang berisikan larutan asam asetat dengan


(34)

digunakan untuk menentukan konsentrasi asam tersebut. Sebagian besar

mahasiswa menyebutkan larutan natrium hidroksida dan mahasiswa lainnya

menyebutkan larutan kalium hidroksida. Kemudian mahasiswa diminta untuk

membuat perencanaan praktikum dengan larutan standar natrium hidroksida dan

variabel bebas berupa jenis indikator yang digunakan untuk menentukan titik

akhir. Perencanaan praktikum dilanjutkan di luar jam perkuliahan. Kegiatan

eksperimen dilakukan pada tanggal 10 November 2011. Sebelum melakukan

praktek mahasiswa mengikuti tes awal yang dilakukan oleh asisten untuk

mengetahui kesiapan mahasiswa tentang praktikum yang akan dikerjakannya,

kemudian mahasiswa membuat larutan dan mereaksikannya sesuai dengan

perencanaan yang telah disusunnya. Kendala yang dihadapi pada saat praktek

adalah terbatasnya erlenmeyer dan jumlah buret yang berfungsi baik hanya 5

buah. Akibatnya beberapa kelompok melakukan titrasi secara bergantian.

Mahasiswa mencatat tahapan eksperimen yang dilakukan dan hasil pengamatan

dalam bentuk laporan sementara untuk selanjutnya mahasiswa menuliskan reaksi

yang terjadi dan melakukan perhitungan kuantitatif. Setelah mahasiswa

membersihkan peralatan dan meja praktikum kemudian dilakukan diskusi tentang

perolehan hasil eksperimen (Lampiran C.17) dan diperoleh kesimpulan bahwa

indikator yang digunakan untuk titrasi asam asetat dengan larutan standar natrium

hidroksida adalah fenolftalein karena memiliki kesalahan relatif paling kecil

dengan trayek perubahan warna indikator antara 8,0-9,6.

Pertemuan 17, dosen membagikan LKM tentang penentuan kuantitas analit


(35)

netralisasi. Mahasiswa berkelompok untuk menyelesaikan problem. Ketika

menyelesaikan problem nomor satu, sebagian besar mahasiswa tidak mengalami

kesulitan dalam menuliskan dan menyetarakan persamaan reaksi kimia. Kesulitan

yang dialami mahasiswa adalah ketika menyelesaikan perhitungan kuantitatif.

Mahasiswa masih menggunakan rumus V1M1 = V2M2, kelompok lain

menggunakan massa ekivalen namun demikian kurang memperhatikan jumlah ion

H+ maupun ion OH- sehingga perhitungan menjadi kurang benar. Mahasiswa

seringkali menggunakan jalan pintas tanpa memperhatikan reaksi yang terjadi dan

perbandingan mol dari zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksi. Pada akhir

pertemuan, dosen mereview keseluruhan konten titrasi netralisasi, meminta

mahasiswa untuk menyatakan kesimpulan terhadap materi yang telah

dipelajarinya, dan melakukan evaluasi kemampuan problem solving,

Pertemuan 18 dan 19 mendiskusikan topik titrasi redoks, pengendapan, dan

pembentukan kompleks. Tiap kelompok mempresentasikan hasil kajiannya dan

mahasiswa dari kelompok lain memberikan tanggapan ataupun pertanyaan. Pada

pertemuan 20, dosen membagikan LKM 4 berupa perhitungan kuantitatif tentang

titrasi redoks, pengendapan, dan pembentukan kompleks. Mahasiswa

berkelompok untuk menyelesaikan problem. Mahasiswa sudah lebih cepat dalam

menyelesaikan problem meskipun masih ada mahasiswa yang menggunakan

rumus V1M1 = V2M2 dalam menyelesaikan perhitungan kuantitatif. Pelaksanaan

praktikum ketiga dilaksanakan pada tanggal 17 November 2011. Pada praktikum

ketiga diawali dengan pre-test dilanjutkan dengan menyiapkan alat dan bahan


(36)

analitnya. Berbeda dengan praktikum pertama dan kedua, sampel pada praktikum

ketiga merupakan sampel alam sehingga harus diubah dulu menjadi larutan untuk

dapat dilakukan pengukuran lebih lanjut. Untuk sampel padat yang tidak larut

dalam air dilakukan homogenisasi sampel terlebih dahulu dilanjutkan dengan

pelarutan menggunakan asam klorida atau asam nitrat di lemari asam. Mahasiswa

kemudian melakukan eksperimen, mencatat tahapan yang dilakukannya,

melakukan pengamatan dan mencatat hasilnya, serta mendiskusikan dan

mengorganisasikan hasil temuannya dalam kelompok (Lampiran C.17).

Mahasiswa diminta untuk mempersiapkan bahan presentasi hasil eksperimen

untuk didiskusikan pada pertemuan 21. Selama kegiatan praktikum baik

praktikum pertama, kedua, dan ketiga dilakukan penilaian keterampilan dan

aktivitas mahasiswa oleh asisten serta dilakukan tes akhir pada akhir kegiatan

praktikum.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

1. Tes Kemampuan Problem Solving

Tes kemampuan problem solving (TKPS) berupa tes uraian terbatas

berjumlah lima soal. TKPS yang memenuhi kriteria butir soal yang baik

digunakan untuk mengukur kemampuan problem solving mahasiswa sebelum dan

sesudah penggunaan model OEE-IK dalam materi analisis kuantitatif.


(37)

Tes penguasaan materi (TPM) berupa tes pilihan ganda berjumlah 30 soal.

TPM yang memenuhi kriteria butir soal yang baik digunakan untuk mengukur

penguasaaan mahasiswa terhadap konten materi analisis kuantitatif sebelum dan

sesudah penggunaan model OEE-IK.

3. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat aktivitas dosen dan mahasiswa

serta proses perkuliahan selama penggunaan model OEE-IK dalam materi analisis

kuantitatif. Selain itu juga untuk mengetahui kendala ataupun hambatan yang

muncul selama implementasi guna dilakukan perbaikan.

4. Rubrik

Rubrik digunakan untuk memberikan penskoran terhadap hasil penyelesaian

open-ended experiment, rancangan dan laporan praktikum, aktivitas mahasiswa selama investigasi kelompok, dan keterampilan berkomunikasi ilmiah.

5. Angket

Angket digunakan untuk menjaring respon mahasiswa terhadap penggunaan

OEE-IK dalam materi analisis kuantitatif yang dilakukan dosen. Dalam angket ini, mahasiswa dihadapkan pada sejumlah pernyataan yang harus dijawab dengan

jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju

(STS. Selain itu mahasiswa juga memberikan pendapatnya dalam angket terbuka.

Pengujian instrumen penelitian

Draft instrumen penelitian yang disusun selanjutnya diuji kelayakannya oleh


(38)

pengujian draft instrumen yang secara umum menyatakan instrumen yang

dirancang telah sesuai dengan mengalami beberapa perbaikan (Lampiran B.9).

Instrumen tes kemmpuan problem solving dan penguasaan materi yang telah

diperbaiki selanjutnya divalidasi oleh mahasiswa di salah satu LPTK di Sulawesi

Tengah dan Bandung untuk mendapatkan masukan tentang keterbacaan soal dan

analisis butir soal. Hasil perbaikan berdasarkan keterbacaan mahasiswa terdapat

pada Lampiran B.9.

Tabel 3.4. Rekapitulasi Hasil Validasi Instrumen oleh Ahli

No. Jenis Instrumen

Hasil Penilaian (%)

Sesuai Sesuai dengan

Revisi

1 Tes kemampuan problem solving 88 12

2 Rubrik kemampuan problem solving dalam

open-ended experiment 100 0

3 Tes penguasaan materi 82 18

4 Rubrik keterampilan berkomunikasi ilmiah secara

tertulis 100 0

5 Rubrik keterampilan berkomunikasi ilmiah secara

lisan 100 0

6 Rubrik Kemampuan dalam open-ended

experiment 97 3

7 Aktivitas investigasi kelompok 100 0

Analisis butir soal dilakukan untuk menentukan validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran, dan daya beda menggunakan bantuan program AnatesV4 .

Butir soal yang tidak valid maka soal tersebut diperbaiki atau dibuang. Pengujian

dan hasil pengujian terhadap analisis butir soal diuraikan sebagai berikut:


(39)

Suatu alat ukur atau instrumen penelitian dikatakan valid apabila dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas suatu tes

menggunakan validitas butir soal. Rumus yang digunakan adalah :

r = N( XY )−( X)( Y)

[N X2X)2[N Y2( Y)2]. ……….(3.1)

Keterangan:

rxy : validitas butir soal

N : jumlah peserta tes X : nilai/skor butir soal Y : nilai total

Selanjutnya harga r hitung dibandingkan dengan r tabel dengan kriteria:

o Bila r hitung lebih besar daripada r tabel maka tolak H0, artinya butir soal

tersebut valid atau signifikan.

o Bila r hitung lebih kecil daripada r tabel maka terima H0, artinya butir soal

tersebut tidak valid atau tidak signifikan.

Hasil pengujian validitas butir tes penguasaan materi menunjukkan dari 38

butir soal yang dirancang ternyata 28 soal dinyatakan signifikan/valid dan 10 soal

(nomor 3, 8, 11, 14, 15, 17, 26, 31, 33, dan 35) dinyatakan tidak signifikan.

Adapun hasil pengujian validitas butir tes kemampuan problem solving

menunjukkan dari lima soal yang diujicobakan terdapat satu soal yang dinyatakan

tidak signifikan (soal nomor 2) sementara empat soal lainnya signifikan. Validitas

butir soal yang tinggi tersebut mampu mendukung tes kemampuan problem

solving untuk mengukur kemampuan mahasiswa menyelesaikan masalah analisis kimia kuantitatif.


(40)

Suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila tes tersebut

menghasilkan skor yang relatif tidak berubah walaupun diberikan pada situasi

yang berbeda. Pengujian reliabilitas pada tes ini menggunakan metode Split-Half

yaitu membagi skor data menjadi dua bagian kemudian mengkorelasikan skor

kedua belahan tersebut dengan rumus:

r tt = 2 x rgg

1+ rgg ………. (3.2)

dengan ��� = koefisien reliabilitas tes dan � = koefisien korelasi antara skor ganjil genap. Kriteria untuk menginterpretasi koefisien reliabilitas suatu instrumen

ditunjukkan oleh Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas (Arikunto, 2011) Koefisien Reliabilitas Kriteria

0,00 s.d 0,20 0,21 s.d 0,40 0,41 s.d 0,60 0,61 s.d 0,80 0,81 s.d 1,00

Sangat rendah Rendah

Cukup Tinggi Sangat tinggi

Hasil perhitungan koefisien korelasi antara skor ganjil genap pada tes

penguasaan materi sebesar 0,699 sehingga dengan menggunakan rumus (3.2)

diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,823 (sangat tinggi). Adapun hasil

perhitungan koefisien korelasi antara skor ganjil genap pada tes kemampuan

problem solving sebesar 0,680 sehingga koefisien reliabilitas yang diperoleh

sebesar 0,810 (sangat tinggi).


(41)

Soal yang baik apabila soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang

menjawab benar pada kelompok atas dengan siswa yang menjawab benar pada

kelompok bawah. Perhitungan indeks daya beda butir soal dilakukan dengan

menggunakan rumus :

DP =U1−L 2 T

x 100% ……… (3.3) Keterangan:

DP : indeks daya pembeda

U : jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas untuk tiap soal

L : jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok rendah untuk tiap soal

Kriteria penentuan indeks daya pembeda butir soal terdapat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kriteria Indeks Daya Pembeda (Arikunto, 2011) Indeks Daya Beda (%) Kriteria

0 ˂DB ≤ 20 Jelek

20 ˂DB ≤ 40 Cukup

40 ˂DB ≤ 70 Baik

70 ˂DB ≤ 100 Baik Sekali

Hasil perhitungan indeks daya beda untuk tes penguasaan materi

menunjukkan terdapat 6 soal yang memiliki daya beda jelek yaitu soal nomor 8,

11, 15, 26, 33, dan 35. Adapun hasil perhitungan indeks daya beda untuk tes

kemampuan problem solving menunjukkan soal yang mempunyai daya beda jelek

adalah soal nomor 2.

4. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran suatu butir soal dihitung dengan menggunakan rumus: TK =U+L


(42)

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran

U : jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas L : jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok rendah T : jumlah siswa kedua kelompok

Kriteria penentuan indeks tingkat kesukaran butir soal terdapat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran (Arikunto, 2011)

Indeks TK (%) Kriteria

0 ˂TK ≤ 30 Sukar

30 ˂TK ≤ 70 Sedang

70 ˂TK ≤ 100 Mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran untuk tes penguasaan materi

menunjukkan terdapat tujuh soal dengan kriteria mudah yaitu soal nomor 4, 7, 8,

12, 15, 26, dan 33, sedangkan pada tes kemampuan problem solving menunjukkan

tiga soal memiliki kriteria sukar dan dua soal lainnya sedang.

Hasil analisis butir soal selengkapnya terdapat pada Lampiran B.11 dan

disimpulkan bahwa jumlah butir soal tes penguasaan materi yang signifikan

sebanyak 28 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,823 ditambah dua soal yang

telah direvisi sedangkan enam soal lainnya tidak digunakan karena tidak valid,

memiliki daya beda yang jelek dan tingkat kesukaran mudah. Adapun tes

kemampuan problem solving menunjukkan soal yang valid sebanyak empat soal,

memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,810. Satu soal yang tidak valid

selanjutnya direvisi dengan memformulasi kembali pernyataan soal sehingga lebih

mudah dipahami oleh mahasiswa. Dengan demikian tes penguasaan materi yang


(43)

ganda yang valid dan yang telah diperbaiki, sedangkan tes kemampuan problem

solving sebanyak 5 soal uraian.

E. Teknik Analisis Data

Data yang bersifat kualitatif dipaparkan sesuai komponen permasalahan dan

tujuan penelitian. Data dari angket tertutup diolah secara deskripsi kuantitatif

dengan menghitung persentase jawaban/tanggapan yang diberikan mahasiswa

pada setiap pernyataan.

Data kuantitatif terlebih dahulu dihitung nilai gain ternormalisasi dari setiap

mahasiswa pada masing-masing kelompok menggunakan rumus N-gain atau <g>

(Hake, 1999):

< >= (%� − %��)

(100− %�) ... (3.5)

Keterangan:

<g> = nilai gain ternormalisasi %Sf = persentase skor tes akhir

%Si = persentase skor tes awal

Kriteria untuk menentukan peningkatan kemampuan problem solving dan

penguasaan materi ditunjukkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Kriteria Perolehan Kemampuan Problem Solving dan Penguasaan Konsep Mahasiswa Calon Guru (Hake, 1999)

No Nilai < g> Kategori

1. > 0,70 Tinggi

2. 0,30 ≤ (<g>) 0,70 Sedang


(44)

Selanjutnya nilai N-gain yang diperoleh dibandingkan signifikansinya

secara statistika. Pengolahan data secara statistik dilakukan melalui tahapan

sebagai berikut:

1. Pengujian persyaratan statistik sebagai dasar dalam pengujian hipotesis yaitu

uji normalias dan uji homogenitas.

a. Uji normalitas distribusi data menggunakan metode analisis Explore

(Kolmogorv-Smirnov) atau 1-Kolmogorov-Smirnov yang terdapat dalam

program SPSS 16. Berdasarkan output yang diperoleh maka kriteria

pengujiannya adalah sebagai berikut:

 Jika nilai sig. atau nilai probabilitas ˂ 0,05 maka data terdistribusi secara tidak normal.

 Jika nilai sig. atau nilai probabilitas ≥ 0,05 maka data terdistribusi normal.

b. Uji homogenitas terhadap data dengan metode analisis Explore (uji

Levene’s) yang terdapat dalam program SPSS 16. Berdasarkan output yang diperoleh maka kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

 Jika nilai sig. atau nilai probabilitas ˂ 0,05 maka varians sampel tidak homogen.

 Jika nilai sig. atau nilai probabilitas ≥ 0,05 maka varians sampel homogen.

2. Pengujian peningkatan kemampuan problem solving dan penguasaan materi


(45)

menggunakan uji-t satu sisi (one-tail t-test) jika populasi terdistribusi normal

dan homogen.

Kriteria pengujian berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan

program SPSS 16 adalah jika nilai Sig. t-test one-tail lebih kecil daripada 0,05

atau thit≥ ttabel pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05 dan db = n1 + n2– 2

maka H0 ditolak atau H1 diterima. Ini berarti peningkatan kemampuan problem

solving atau penguasaan materi mahasiswa di kelas eksperimen lebih baik

dibandingkan dengan mahasiswa di kelas kontrol. Jika data tidak terdistribusi

normal maka menggunakan uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

3. Hubungan antara kemampuan problem solving dengan penguasaan materi

analisis kuantitatif ditentukan menggunakan korelasi regresi (Rumus 3.1).

Kriteria pengujian:

Jika nilai Sig. atau p < 0,05 maka H0 ditolak sedangkan jika nilai Sig. atau

p 0,05 maka H0 diterima atau,

 Jika nilai rhitung ˂ rtabel maka H0 diterima, dan jika rhitung ≥ rtabel maka H0


(46)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan temuan dan analisis temuan yang dikemukakan pada Bab IV,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perkuliahan dengan open-ended experiment berbasis investigasi kelompok

(OEE-IK) yang telah dikembangkan memiliki karakteristik sebagai berikut:

sintaks perkuliahan meliputi Introduction, Planning, Investigation,

Confirmation, and Evaluation (IPICE), mengintegrasikan kegiatan perkuliahan dan open-ended experiment, berpusat pada mahasiswa, serta penyelesaian

masalah dilakukan secara investigasi kelompok.

2. Model OEE-IK pada materi analisis kimia kuantitatif dapat meningkatkan

kemampuan problem solving mahasiswa dalam menyelesaikan masalah

analisis kuantitatif maupun open-ended experiment. Peningkatan tertinggi

terdapat pada indikator representasi masalah dan terendah pada indikator

evaluasi. Sub materi dengan peningkatan kemampuan problem solving

tertinggi adalah titrasi netralisasi dan terendah adalah titrasi kompleksometri.

Kemampuan problem solving mahasiswa berkemampuan rendah sama dengan

mahasiswa berkemampuan tinggi. Selain itu terdapat korelasi yang positif (r =

0,589) antara kemampuan problem solving dan penguasaan materi.

3. Model OEE-IK dapat meningkatkan penguasaan materi analisis kimia


(47)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

adalah titrasi pembentukan kompleks. Penguasaan materi mahasiswa

berkemampuan rendah sama dengan mahasiswa berkemampuan tinggi.

4. Keterampilan yang muncul dalam penelitian ini adalah keterampilan

berkomunikasi ilmiah mahasiswa. Keterampilan berkomunikasi ilmiah secara

lisan dan tertulis menunjukkan peningkatan seiring dengan penggunaan model

OEE-IK.

5. Implementasi model OEE-IK dalam perkuliahan mendapat tanggapan yang

positif dari mahasiswa. Tanggapan positif tersebut juga tercermin dari sikap

positif yang ditunjukkan oleh mahasiswa selama mengikuti perkuliahan antara

lain memiliki tanggungjawab, kerja keras, antusias, tekun, disiplin, semangat

kerja sama, dan menghargai pendapat orang lain.

6. Keunggulan dari model OEE-IK adalah memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk melakukan investigasi dan open-ended

experiment, sehingga dapat meningkatkan kemampuan problem solving, penguasaan materi, serta keterampilan berkomunikasi ilmiah.

Implikasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini maka beberapa

implikasi yang dapat dikemukakan adalah:

1. Penguasaan konten pengetahuan prasyarat mahasiswa sebelum mengikuti

perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik perlu lebih dimantapkan terutama

dalam penulisan simbol/rumus senyawa kimia, persamaan reaksi kimia,


(48)

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

2. Perlu dilakukan reorientasi implementasi kurikulum Kimia Analitik pada

umumnya agar kemampuan problem solving, keterampilan berpikir tingkat

tinggi, dan bagaimana mengajarkan sains dapat dilatihkan dan dibekalkan

kepada calon guru kimia.

B.Saran

Berdasarkan implementasi perkuliahan dengan OEE-IK di salah satu LPTK

di Provinsi Sulawesi Tengah, maka disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. LPTK hendaknya lebih menyediakan sarana dan prasarana, serta

mengoptimalkan penggunaannya untuk kepentingan mahasiswa.

2. Program studi pendidikan kimia hendaknya tidak hanya membekali mahasiswa

dengan pengetahuan konten dan kemampuan pedagogi tetapi juga membekali

mahasiswa dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan sejumlah

keterampilan lainnya.

3. Perkuliahan sebaiknya tidak hanya menekankan pada aspek kognitif tetapi juga

memperhatikan proses dan sikap mahasiswa.

4. Penggunaan open-ended experiment dalam perkuliahan kimia analitik dapat

dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat


(1)

134

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

Pengembangan Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Dan Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21 (SPTK-21). Jakarta: Depdiknas.

Donnel, C.M., Christine O’Connor & Michael K.S. (2007). “Developing Practical Chemisty Skills by Means of Students-Driven Problem Based Learning Mini Projects”. Chemistry Education Research and Practice. 8 (2). 130-139.

Feranie, S. & Tayubi, Y. R. 2009. “Model Pembelajaran yang Memadukan

Pendekatan Konseptual Interaktif dan Strategi Problem Solving untuk

Perkuliahan Kimia Dasar”. Makalah. Tersedia: Http://upi.edu.

presentasi_seminar_pasca-selly.pdf.

Gok, T., 2010. “The General Assessment of Problem Solving Processes and

Metacognition in Physics Education”. Eurasian Journal Physics and

Chemistry Education. 2, (2), 110-122.

Hake, R.R. 1999. Analyzing Change/Gain Score. USA: American Educational Research Association’s Division D, Measurement and Research Methodology. Tersedia: http://physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [10 Desember 2011].

Haladyna, T. 1997. Writing Test Item to Evaluate Higher Order Thinking. USA: Allyn & Bacon.

Harvey, D. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: Mc.Graw-Hills Company.Inc.

Heni, F. (2005). Pengaruh Reciprocal Teaching Terhadap Peningkatan Keterampilan Berkomunikasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat Indera. [Online]. Tersedia: http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/6:5672/q/ pengarang:;Heni;%20/offset/120/limit/15) [20 April 2011].

Hernani, (2010). Pembekalan Keterampilan Generik bagi Calon Guru melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Mengintegrasikan Perkuliahan dan Praktikum Kimia Analitik. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hofstein, A. & Lunetta, V. N. 2003. The Laboratory in Science Education: Foundations for the Twenty-First Century. New York: Wiley Periodicals, Inc.

Hollabaugh, M. (1995). Physics Problem Solving in Cooperative Learning Groups. Dissertation in University of Minnesota.


(2)

135

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

Pengembangan Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Dan Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Iswari, Y. D. (2010). Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Jegede, C. S. A. (2007). “The Effect of Problem Solving Technique on Students

Competence in Tackling Chemical Problems”. Research Journal Applied of

Science. 2, (7), 801-803.

Kelly, O. & Finlayson, O. (2008). “A Hurdle Too High? Students’ Experience of a PBL Laboratory Module”. Chemistry Education Research and Practice., 10, 42–52.

Kirkley, J. 2003. Principles for Teaching Problem Solving. Indiana: Plato Learning, Inc.

Lang, H. R. & Evans, D. N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. Boston: Pearson Education Inc.

Mahalingam, M., Schaefer, F., & Morlino, E. (2008). “Promoting Student

Learning through Group Problem Solving in General Chemistry Recitations”. Journal of Chemical Education. 85, (11). 1577-1581.

McDermott, L. C. (1990). ”A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Sciences: The Need for Special Science Corses for Teachers”. American Journal of Physics. 58, (8), 734-742.

McGregor, D. (2007). Developing Thinking: Developing Learning (A Guide to Thinking Skill in Education. Barkshire: Open University Press.

Mutakinati, L. (2010). Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Materi Larutan Penyangga. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Muhtas, M., (2007). Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Penguasaan Konsep Hidrokarbon Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

National Science Teachers Association. (1985). Science-Technology-Society: Science Education for The 1980’s. In NSTA Handbook. Washington D.C: National Science Teachers Association.


(3)

136

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

Pengembangan Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Dan Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Orgill, M. & Sutherland, A. (2008). “Undergraduate Chemistry Students’

Perception of and Misconception about Buffers and Problem Buffers”. Chemical Education Reserch and Practice. 9, 131-143.

Overtoon, T. & Potter, N. (2008). “Solving Open-ended Problems and Influence of Cognitive Factor on Students Success”. Chemistry Education Researce and Practice. 9, 65-69.

Planinsic, G. (2007). “Project Laboratory for First Students”. European Journal of

Physics, 28. S71-S82.

Pretz, J.E.. Naples, A., & Sternberg, R.J. (2003). Recognizing, Defining, and Representing Problems, in Davidson & Stenberg. The Psychology of Problem Solving. New York: Cambridge University Press.

Priemer, B. (2004). Open-ended Eksperimen about Wind Energy: Department of Physics and Astronomy, Germany. [Online]. Tersedia: http://www.recsam.edu.my/mdpdf/html [30 Juni 2010].

Reid, N. & Yang, M. (2002). “The Solving of problems in Chemistry: the More

Open-ended Problems”. Research in Science & Technological Education.

20, (1), 83-98.

Reigosa, C., & Jiménez-Aleixandre, M.P. (2007). “Scaffolded Problem-solving in

the Physics and Chemistry Laboratory: Difficulties Hindering Students' Assumption of Responsibility”. International Journal of Science Education. 29, (3), 307–329.

Santyasa, I. W. (2004). “Model Problem Solving dan Reasoning sebagai

Alternatif Pembelajaran Inovatif”. Makalah pada Konvensi Nasional

Pendidikan Indonesia ke-5 tanggal 5-9 Oktober 2004, Surabaya.

Santyasa, I. W. (2006). “Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis Proyek, dan Orientasi NOS”. Makalah pada Seminar Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, Semarapura. Scottish Qualifications Authority. (1997). Scottish Certificate of Education

Standard Grade Arrangements in Biology, Chemistry and Physics. Dalkeith: SQA.


(4)

137

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

Pengembangan Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Dan Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Setiawan, (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika.

Sheppard, K. (2006). “High School Students’ Understanding of Titrations and

Related Acid-Base Phenomena”. Chemical Education of Research and

Practice, 7, (1), 32-45.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Solaz-Portolez, J. J & Lopez, V. S. (2007). “Representation in Problem Solving in

Science: Direction for Practice”. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching. 8, (2), 2-17.

Solaz-Portolés, J.J. & Sanjosé, V. (2008). “Piagetian and Neo-Piagetian Variables

in Science Problem Solving: Directions for Practice”. Ciências & Cognição.

13 (2): 192-200.

Suardana, I.N. (2008). “Teaching and Learning Analysis of Basic Chemistry in Developing Teaching and Learning of Critical Thinking Skills”. Makalah

pada The 2nd International Seminar on Science Education. Bandung.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumarno, S. (2011). Keefektifan Penerapan Paduan Model Pembelajaran Problem Solving dan Kooperatif tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://elearning.unesa.ac.id/ [10 Januari 2012].

Sutama. (2007). “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Pengembangan Kreativitas Mahasiswa”. Varidika. 19 (1): 1-14.

Tarhan, L. & Acar, B. (2007). “Problem Based Learning in an Eleventh Grade Chemistry Class: Factors Affecting Cell Potential”. Journal of Research in Science & Technological Education. 25 (3): 351-369.

Tanrere, M. (2008). “Environmental Problem Solving in Learning Chemistry for High School Students”. Journal of Aplied Sciences in Environmental Sanitation. 3 (1), 47-50.

Tim Pengembang SKGP. (2004). Standar Kompetensi Guru Pemula Lulusan Program Studi Pendidikan Kimia. Jakarta: Dirjen Dikti.


(5)

138

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

Pengembangan Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Dan Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Toth, Z. & Sebestyen, A. (2009). “Relationship between Students’ Knowledge

Sructure in Stoichiometric Problems based on the Chemical Equation”. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Eduacation. 1 (1), 8-20.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wahyuni, N. (2011). Pembelajaran Kimia Model Kooperatif Tipe TAI dan STAD dengan Memperhatikan Kemampuan Awal dan Aktivitas Belajar Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Konsep Mol dan Stoikiometri pada kelas X Semester Gasal SMA Negeri 1 Purworejo Tahun Pelajaran 2010/2011. Tesis pada Program Pascasarjana UNS Surakarta: tidak diterbitkan.

Walsh, L.N., Howard, R.G., & Bowe, B. (2007). Phenomenographic Study of

Students’ Problem Solving Approach in Physics. Physics Review

Spectroscopy Topic. Physics Education Research. 3. 1-12.

Wenning, C. J. (2011). “Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses”.

Journal Physics Technological Education Online,6, (2), 1-20.

Widodo, W. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran “MiKiR” pada

Perkuliahan Fisika Dasar untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Pemecahan Masalah Calon Guru SMK Program Keahlian Tata Boga. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Wood, C. (2006). “The Development of Creative Problem Solving in Chemistry”. Chemistry Education Research and Practice. 7, (2), 96-113.

Wright. J.C. (1996). “Authentic Learning Environment in Analytical Chemistry

Using Cooperative Methods and Open-ended Laboratories in Large Lecture

Courses”. Journal of Chemical Education. 73, (9), 827-831.

Yunita. (2009). Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia. Bandung: CV. Insan Mandiri.

Zhang, G. (2002). “Using Problem Based Learning and Cooperative Group

Learning in Teaching Instrumental Analysis”. The China Papers. October,

2002, 1-8.

Zohler, U. & Pushkin, D. (2007). “Matching Higher Order Cognitive Skill (HOCS) Promotion Goals with Problem Based Laboratory Practice in a Fresman Organic Chemistry Course”. Chemistry Education Research and Practice. 8, (2), 153-171.


(6)

139

Indarini Dwi Pursitasari, 2012

Pengembangan Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Dan Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI SUBYEK MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

0 17 56

PENGEMBANGAN PERANGKAT ASESMEN KOMPETENSI PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR BERBASIS TASK WITH STUDENT DIRECTION (TWSD) BAGI MAHASISWA CALON GURU.

0 2 71

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA DASAR BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA.

0 2 56

PENGEMBANGAN MAHASISWA MODEL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN METAKOGNISI MAHASISWA CALON GURU.

0 2 42

PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM KIMIA DASAR BERBASIS BUDAYA BALI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

1 10 44

PENGEMBANGAN MODEL PEMBEKALAN KEMAMPUAN GENERIK KIMIA BAGI CALON GURU MELALUI PERKULIAHAN KIMIA DASAR.

0 0 45

PENGEMBANGAN MODEL PEMBEKALAN KEMAMPUAN GENERIK KIMIA BAGI CALON GURU MELALUI PERKULIAHAN KIMIA DASAR.

0 1 45

PERKULIAHAN BERBASIS PROBLEM SOLVING DENGAN INVESTIGASI KELOMPOK (PBPS-IK) PADA MATERI ANALISIS KUANTITATIF | Pursitasari | Kreatif 3119 9659 1 PB

0 0 9

PENGEMBANGAN MODEL PERKULIAHAN KONSEP DASAR KIMIA BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN LITERASI KIMIA MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR - repository UPI D IPA 0907607 Title

0 0 2

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS OPEN-ENDED PROBLEM DENGAN PENDEKATAN REALISTIK PADA TOPIKTOPIK ESENSIAL MATEMATIKA SEKOLAH DASAR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU SD

0 0 11