PENGEMBANGAN MAHASISWA MODEL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN METAKOGNISI MAHASISWA CALON GURU.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

PERNYATAAN iv

KATA PENGANTAR v

UCAPAN TERIMAKASIH vii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 10

C. Tujuan Penelitian 11

D. Manfaat Penelitian 11

E. Definisi Operasional 12

F. Sistematika Penulisan 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 14

A. Praktikum Kimia Analitik Instrumen 14

B. Pembelajaran Berbasis Masalah 26

C. Metakognisi 35

D. Cakupan Materi Spektrometri dan HPLC 54

D. Penelitian yang Relevan 67

BAB III METODE PENELITIAN 75

A. Paradigma Penelitian 75

B. Subyek dan Lokasi Penelitian 76

C. Prosedur Penelitian 77

D. Instrumen Penelitian 82


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 85

A. Hasil Penelitian 85

1. Hasil studi pendahuluan 85

2. Karakteristik Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah

91

3. Hasil uji coba terbatas Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah

99

4. Hasil implementasi Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah

105 a. Penguasaan Konsep Spektrometri dan HPLC 106

b. Pengembangan Metakognisi Melalui Praktikum Spektrometri dan HPLC

114 c. Kinerja pada Praktikum Spektrometri dan HPLC 122

d. Tanggapan Mahasiswa terhadap Praktikum Spektrometri dan HPLC

124

B. Pembahasan 126

1. Penguasaan Konsep Spektrometri dan HPLC 126 2. Pengembangan Metakognisi Melalui Praktikum Spektrometri

dan HPLC

129 3. Kinerja Pada Praktikum Spektrometri dan HPLC 137 4. Tanggapan Mahasiswa terhadap Implementasi Pembelajaran 139 5. Keunggulan dan Kendala terhadap Implementasi

Pembelajaran

140

BAB V.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 143

A. Kesimpulan 143

B. Rekomendasi 145

DAFTAR PUSTAKA 146


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perbandingan Metoda Konvensional dan Instrumental 21 Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Arends, 2004) 32 Tabel 2.3 Indikator Metakognisi (diadaptasi dari Mc Gregor, 2007,

Schraw, 1995, dan Anderson 2001)

53

Tabel 3.1 Desain Penelitian (Arikunto, S: 2002) 83 Tabel 3.2 Kriteria Peningkatan Pemahaman Konsep dan Metakognisi

Mahasiswa

85

Tabel 3.3 Hubungan antara Jenis Data, Alat Pengukur Data, Jenis Instrumen, dan Analisis Data

86

Tabel 4.1. Tahap Pelaksanaan Praktikum yang Sudah Baku 86 Tabel 4.2. Rangkuman Kelemahan Eksplanasi Mahasiswa dalam

Praktikum Kimia Analisis Instrumen 87

Tabel 4.3. Rerata Nilai Eksplanasi 88

Tabel 4.4. Langkah Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah

96

Tabel 4.5. Rangkuman para Ahli dan Praktisi Terhadap Model

Pembelajaran dan Asesmennya 100

Tabel 4.6. Rangkuman Identifikasi Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Uji Coba Praktikum Kimia Analisis Instrumen

102

Tabel 4.7 Rekap Hasil Analisis Butir Soal untuk Materi Spektrometri 104 Tabel 4.8 Rekap Hasil Analisis Butir Soal untuk Materi Spektrometri 105 Tabel 4.9 Pengelompokan Prestasi Subjek Penelitian 106 Tabel 4.10 Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa Secara

Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC


(4)

Tabel 4.11. Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa antara Kelompok Tinggi dan Rendah untuk Kelas Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

109

Tabel 4.12. Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa untuk Setiap Konsep Kelas Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

110

Tabel 4.13 Rerata % N-gain Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen dengan Instrumen Utama UV-Vis, AES, AAS, dan HPLC untuk Materi Spektrometri dan HPLC

113

Tabel 4.14 Perbandingan Metakognisi Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

117

Tabel 4.15 Perbandingan Metakognisi Mahasiswa antara Kelompok tinggi dan Rendah untuk Kelas Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

117

Tabel 4.16 Perbandingan Metakognisi Mahasiswa untuk Setiap Indikator Metakognisi Kelas Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

118

Tabel 4.17 Rerata N dan % N-gain Metakognisi Kelas Eksperimen denganInstrumen Utama UV-Vis, AES, AAS, dan HPLC untuk Materi Spektrometri dan HPLC

121

Tabel 4.18 Prosedur Asesmen Proses Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah (observer: dosen pengampu termasuk peneliti, asisten mahasiswa)

123

Tabel 4.19 Rerata Asesmen Proses Pembelajaran Praktikum 124 Tabel 4.20 Respon Mahasiswa Terhadap Praktikum Kimia Analitik

Instrumen Berbasis Masalah


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Pengertian Metakognisi dari Berbagai Sumber 37

Gambar 2.2 Model Keterampilan Berpikir Metakognitif (Presseisen dalam Costa, 1985) 49 Gambar 3.1 Paradigma Penelitian

76

Gambar 3.2 Desain Penelitian 81

Gambar 4.1 Rerata Nilai Keterampilan Dasar Praktikum dan Penguasaan

konsep Praktikum Kimia Analisis Instrumen 89

Gambar 4.2 Karakteristik Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah

95

Gambar 4.3 Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

107

Gambar 4.4 Rerata %N-gain Penguasaan Konsep Setiap Topik Spektrofotometri Eksperimen

111

Gambar 4.5 Rerata %N- gain Penguasaan Konsep HPLC Kelas Kontrol dan Eksperimen untuk Topik….

112

Gambar 4.6 Perbandingan Metakognsi Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC

115

Gambar 4.7 % N- gain Tiap Indikator Metakognisi pada Materi Spektrofotometri pada Kelas Eksperimen

120

Gambar 4.8 % N- gain Tiap Indikator Metakognisi Materi HPLC pada Kelas Eksperimen


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Perangkat Pembelajaran 151

Lampiran 2 Instrumen Penelitian 186

Lampiran 3 Hasil Tes Uji Coba 212


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Praktikum di perguruan tinggi pada umumnya ditujukan untuk mendukung perkuliahan yaitu dalam membangun konsep dan atau memvalidasi pengetahuan yang diperoleh pada perkuliahan yang relevan. Untuk calon guru kimia, praktikum kimia bertujuan untuk membangun kompetensi calon guru dalam mengembangkan konsep-konsep kimia dengan memanfaatkan teknologi dan seni dan mampu menggunakan peralatan kimia dalam pengembangan konsep-konsep kimia (Depdiknas, 2004). Selain itu melalui praktikum, calon guru diharapkan memiliki pengalaman bagaimana mengelola praktikum, yang pada saatnya akan sangat bermanfaat di tempat kerjanya sebagai guru kimia. Umumnya praktikum dilaksanakan pada semester yang sama dengan perkuliahan yang relevan atau dilaksanakan sesudah perkuliahan.

Dalam kaitannya dengan belajar, kegiatan praktikum diperlukan agar mahasiswa memperoleh pengalaman belajar konkrit dan sebagai suatu sarana mengkonfrontasikan miskonsepsi yang dimiliki peserta didik, serta dalam usahanya mengkonstruksi pengetahuan baru (Hodson, 1996). Dengan pengalaman sendiri seseorang akan memperoleh memory of event, suatu gambaran pengalaman yang memiliki efek jangka panjang (White dan Mitchell, 1994). Woolnough dan Allsop (Rustaman, 2003) menyatakan bahwa beberapa alasan penyelenggaraan kegiatan praktikum antara lain: membangkitkan motivasi belajar, menunjang pemahaman


(8)

materi, mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melaksanakan eksperimen, dan menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Lebih lanjut menurut Rustaman tujuan dilakukannya praktikum di samping meningkatkan pemahaman konsep, juga mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

Salah satu mata kuliah di Program Studi Pendidikan Kimia suatu Universitas Negeri di Semarang yang didukung mata kuliah praktikum adalah Kimia Analitik Instrumen. Jumlah sks mata kuliah Kimia Analitik Instrumen adalah 3, sedangkan praktikumnya sebanyak 1 sks. Selain untuk mendukung konsep-konsep Kimia Analitik Instrumen, tujuan Praktikum Kimia Analitik Instrumen adalah dapat mengerjakan tahapan-tahapan pekerjaan analisis dengan menggunakan alat ukur instrumental. Selama ini kedudukan mata kuliah Praktikum Kimia Analitik Instrumen dalam kurikulum Jurusan Kimia di tempat penelitian ini dilakukan, selalu dilaksanakan sesudah teori Kimia Analitik Instrumen.

Pelaksanaan Praktikum Kimia Analitik Instrumen selama ini diawali pretes secara tertulis maupun lisan, dilanjutkan pelaksanaan praktikum dengan panduan yang bersifat verifikatif, pencatatan dan pelaporan data pengamatan, serta diakhiri dengan pembuatan laporan. Para calon guru hanya dituntut untuk tertib mengikuti langkah-langkah yang ada, jadi praktikum hanya bersifat verivikatif yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran prinsip atau teori melalui fakta-fakta.

Penilaian praktikum pada umumnya dengan pendekatan testing, bukan asesmen, serta belum tersedia perangkat instrumennya. Penilaian yang dilakukan kurang berpihak terhadap perbaikan kinerja calon guru. Untuk penilaian laporan


(9)

praktikum belum menggunakan kriteria yang diketahui mahasiswa, sehingga kurang memberikan feedback berkesinambungan. Dalam hal penulisan laporan, kelemahan yang menonjol adalah menghubungkan antara data pengamatan, pembahasan, dan kesimpulan, serta kecenderungan mencontoh laporan praktikum angkatan sebelumnya. Selanjutnya, menurut beberapa sumber (Marzano et al., 1998; National Research Council, 1996 & 2000; Joyce et al., 2000), sebagian besar praktikum dinilai dengan tes, pada hal praktikum merupakan sarana penting kegiatan inquiri.

Pola praktikum yang selama ini dilaksanakan tidak dapat mengembangkan semua kompetensi yang diharapkan. Pemahaman terhadap konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan materi praktikum pada umumnya kurang, lemah dalam mengeksplanasi langkah-langkah dalam suatu prosedur; serta kurang mampu menjelaskan apa yang dilakukan dan gejala yang teramati, bahkan tidak menyadari kalau hasil pengukurannya jauh dari yang diharapkan.

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa panduan praktikum verifikasi dengan petunjuk rinci, serta disediakan format tabel pengamatan cenderung sering membosankan mahasiswa, serta tidak mengajak mahasiswa untuk memecahkan masalah, sehingga kemampuan mahasiswa untuk benar-benar mampu menemukan fakta, serta konsep sebagai hasil temuannya sendiri tidak bisa terwujud (Eggleston dan Leonard dalam Adami, 2006; dan Jalil, 2006). Rollnick dan Davidowitz (dalam Cooper et al., 2008) mengingatkan bahwa langkah kerja dalam laboratorium resep kurang memberi peluang memproses informasi secara mendalam, dan perhatian utama mahasiswa hanyalah penyelesaian tugas praktikum. Sementara itu menurut


(10)

Nakhleh (1996), Jurusan Kimia di berbagai belahan dunia telah menginvestasikan sejumlah besar uang untuk memberikan pengalaman praktikum untuk mahasiswanya, akan tetapi jarang mengevaluasi apa yang seharusnya dicapai dalam praktikum.

Bransfort, et al., dan Wolfock (dalam Tan, 2004) menyatakan idealnya mahasiswa perlu menilai pemikiran mereka sebelum, selama, dan setelah suatu proses pemecahan masalah dalam suatu tugas tertentu seperti praktikum. Di lain pihak, dalam Praktikum Kimia Analitik Instrumen mahasiswa diharapkan tidak sekedar menentukan secara kualitatitif dan utamanya kuantitatif, namun dituntut juga untuk bisa menyelesaikan masalah hasil pengamatan, masalah penentuan metode yang akan digunakan, serta masalah instrumentasi dari alat yang akan digunakan. Jika kemampuan ini bisa dimiliki mahasiswa, maka esensi ilmu Kimia Analitik sebagai ilmu untuk menyelesaikan permasalahan bisa terwujud (Buchari, 1990). Lebih lanjut Bransfort, et al., dan Wolfock menyatakan bahwa selama pemecahan masalah mahasiswa akan berusaha mengidentifikasi masalah, mengelaborasi pemahamannya dari berbagai sumber, serta mengevaluasi prosedur. Dengan demikian jika praktikum dilakukan dengan memberi kesempatan mahasiswa untuk memecahkan masalah, maka peluang mengidentifikasi masalah, mengelaborasi pemahamannya dari berbagai sumber, serta mengevaluasi prosedur akan dapat dimiliki mahasiswa

Salah satu upaya untuk meningkatkan pemecahan masalah adalah menumbuhkan kesadaran kognisi siswa dengan memberikan arahan agar mahasiswa bertanya pada dirinya. Hal ini dilakukan agar mahasiswa dapat memonitor


(11)

pemahaman mereka mengenai apa yang sedang dipelajari. Mahasiswa bertanya pada dirinya sendiri apakah mereka memahami apa yang sedang mereka pelajari atau pikirkan. Mahasiswa juga bertanya pada dirinya apakah mereka mengenali atau mengetahui apa yang mereka pikirkan. Berdasarkan kriteria bahwa proses yang dilakukan berupa tindakan untuk menyadarkan kemampuan kognisi mahasiswa, maka proses penyadaran kemampuan kognisi mahasiswa ini merupakan upaya secara metakognisi. Mahasiswa dipandu untuk dapat menyadari apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka tidak diketahui serta bagaimana mereka memikirkan hal tersebut agar dapat diselesaikan. Pembelajaran melalui upaya penyadaran kognisi mahasiswa merupakan pembelajaran dengan pengembangan metakognisi (Flavell, dalam Winert & Kluwe, 1987).

Menurut Mc Gregor (2007) dan Anderson & Krathwol (2001), peluang-peluang mengiterpretasi data, mengevaluasi prosedur, dan mengaplikasikan pemahaman konsep pada situasi baru merupakan bagian dari indikator metakognisi. Dengan demikian, jika metakognisi mahasiswa yang ditunjukkan dari indikator metakognisinya berkembang melalui pembelajaran praktikum yang memberi kesempatan mahasiswa untuk memecahkan masalah, maka diharapkan kelemahan mengeksplanasi langkah-langkah dalam prosedur, maupun dalam menjelaskan apa yang dilakukan serta gejala yang teramati dapat diminimalkan.

Sebagaimana berpikir tingkat tinggi lainnya metakognisi peserta didik dewasa ini belum banyak diberdayakan secara sengaja dalam proses pembelajaran di sekolah. Metakognisi berasal dari kata meta yang artinya setelah, melebihi, atau di atas,


(12)

sedangkan kognisi diartikan sebagai apa yang diketahui serta dipikirkan oleh seseorang atau yang mencakup keterampilan yang berhubungan dengan proses berpikir. Metakognisi mengacu pada kesadaran peserta didik terhadap kemampuan yang dimilikinya serta kemampuan untuk memahami, mengontrol, dan memanipulasi proses-proses kognitif yang mereka miliki (Flavell dalam Weinert & Kluwe, 1987; Costa, 1985; Anderson & Krathwohl, 2001).

Kegiatan laboratorium sangat berkaitan erat dengan metakognisi. Menurut White dan Mitchel (dalam Kipnis dan Hofstein, 2007) peserta didik yang mempunyai tingkah laku pembelajaran yang baik adalah yang mengembangkan keterampilan kognitif tertentu. Sebagian dari tingkah laku itu adalah tindakan yang membutuhkan bagian yang menyatu dari kegiatan laboratorium seperti menanyakan pertanyaan, mencek kesesuaian pekerjaan laboratorium dengan petunjuk, melihat kembali data pengamatan, menyarankan kegiatan baru dan prosedur alternatif, serta merencanakan strategi umum sebelum mulai. Wajar untuk beranggapan bahwa selama pembelajaran di laboratorium mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan metakognisi mereka, karena selama praktikum mahasiswa melakukan penelitian terbuka yang menyatukan strategi-strategi yang dikenal dalam literatur sebagai penyebar metakognisi.

Pengembangan metakognisi ini penting dilakukan, karena pengetahuan mahasiswa tentang proses kognisi dapat membimbing mereka dalam menyusun lingkungan belajar dan dalam memilih strategi-stategi untuk memperbaiki kinerja kognitif pada masa yang akan datang (Hollingword dan McLoughlin, 2002). Samson


(13)

(dalam Cooper 2008) menyatakan bahwa metakognisi merupakan kunci agar pembelajaran dalam pendidikan kimia lebih bermakna, dan bertahan lama. Lebih lanjut Kipnis dan Hofstein (2007) mengungkapkan bahwa metakognisi dianggap sebagai suatu komponen penting dalam pembelajaran sains, karena di samping membentuk siswa yang mandiri juga mampu meningkatkan pemahaman dalam belajar.

Dalam berbagai penelitian di bidang pembelajaran sains ditemukan bahwa proses-proses metakognisi memberikan pembelajaran yang penuh makna, yang salah satu cirinya yaitu kemampuan siswa untuk mengontrol proses pemecahan masalah dan pelaksanaan tugas pembelajaran lainnya (Kuhn and Dean, 2004). Calon guru juga harus mampu menjadi model untuk menentukan lingkungan pembelajaran sebagaimana diharapkan dapat dikembangkan untuk peserta didik. Di samping itu guru harus mampu memonitor bagaimana pertemuan kelas dirancang, menentukan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan, serta bagaimana mengubah kondisi tersebut untuk topik yang berbeda. Dengan demikian guru juga terlibat dalam metakognisinya sendiri (Stepien and Gallagher dalam Weinert & Kluwe, 1987).

Hollingword & McLoughlin (2002) serta Livingston (1997), menyatakan sebagaimana keterampilan lainnya maka metakognisi akan berhasil jika dikembangkan melalui latihan. Dalam perspektif metakognisi, pemikir menjadi lebih mandiri karena keterampilan-keterampilan metakognitif ini berkembang dan terus diperbaiki ulang. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu dibekali belajar memecahkan masalah yakni belajar bagaimana caranya belajar yang mampu mengembangkan


(14)

sekaligus melatihkan metakognisi. Pembelajaran berbasis masalah memberikan lingkungan pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan metakognisi mahasiswa.

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyiapkan masalah yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari dan dilanjutkan dengan menyelesaikan masalah yang akan kita pelajari tersebut. Pembelajaran Berbasis Masalah ini memberikan tantangan kepada mahasiswa cara belajar untuk belajar, bekerja bersama dalam suatu kelompok untuk menyelesaikan masalah dunia nyata. Permasalahan digunakan untuk memberikan tantangan kepada mahasiswa tentang keingintahuan dan prakarsa dalam menyelesaikan suatu masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah juga mendukung mahasiswa untuk memperoleh struktur pengetahuan yang terintegrasi dalam masalah dunia nyata, masalah yang akan dihadapi mahasiswa dalam dunia kerja atau profesi, komunitas, dan kehidupan pribadi (Samford, 2003). Ditinjau dari karakteristik dan tujuan pembelajaran berbasis masalah maka kejadian-kejadian yang harus muncul pada saat implementasi dalam pembelajaran adalah: (1) mengidentifikasi masalah yang akan diselidiki, (2) mengeksplorasi ruang lingkup permasalahan, (3) menggiring mahasiswa melakukan penyelidikan, (4) menggabungkan informasi yang diperoleh, (5) mempresentasikan penemuan, evaluasi guru, dan self reflection.

Proses dalam pembelajaran berbasis masalah meminta strategi yang mengarahkan tujuan dan mengarahkan diri, selagi siswa dipengaruhi dalam suatu konteks masalah yang dihadapi (Samford, 2003). Hal ini merujuk pendapat Printich (Tan 2004) bahwa belajar mengatur diri merupakan suatu proses dimana mahasiswa


(15)

menggunakan berbagai strategi untuk mengatur kognisi, motivasi, dan tingkah laku. Printich menyatakan bahwa memfasilitasi strategi belajar mengatur diri merupakan aspek metakognisi yang penting. Praktikum yang direncanakan dengan baik akan memberikan peluang mahasiswa untuk belajar mengatur strategi apabila mahasiswa dihadapkan pada suatu konteks masalah sebagaimana dinyatakan Samford. Hal ini didukung pendapat Tan (2004) bahwa penggunaan lingkungan belajar yang menantang seperti dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong peserta didik untuk bertanya, mampu mengatasi ketakutan berbuat salah, serta memberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam mengatasi tugas dan bekerjasama.

Pada saat mahasiswa mengatasi suatu masalah dalam pembelajaran praktikum berbasis masalah, maka mahasiswa harus berusaha untuk merencanakan, mengevaluasi, dan mengatur penggunaan strateginya, yang ketiganya menurut Brawn (dalam Marzano et al., 1988) termasuk dalam aktivitas metakognisi. Melalui pembelajaran praktikum berbasis masalah akan membuat cara berpikir mahasiswa menjadi nyata, memotivasi berbagai cara berpikir untuk menghadapi masalah yang tidak terstruktur dan terbuka (Tan, 2004; Amarasiriwardena, 2007; dan Adami, 2006). Metakognisi mahasiswa akan berhasil jika dilatihkan terlebih bagi calon guru yang senantiasa akan terlibat dalam metakognisinya sendiri sewaktu mengelola pembelajarannya kelak. Lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan metakognisi mahasiswa menjadi sangat penting untuk diimplementasikan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan suatu model pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah yang mampu meningkatkan metakognisi


(16)

mahasiswa calon guru, dengan harapan memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas lulusan calon guru kimia dan kualitas proses pembelajaran. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah utama yang menjadi fokus penelitian adalah: bagaimanakah mengembangkan metakognisi mahasiswa calon guru kimia melalui pembelajaran praktikum kimia analitik berbasis masalah? Mengacu pada rumusan masalah, untuk mempermudah pelaksanaan dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen yang dapat meningkatkan metakognisi calon guru?

2. Bagaimanakah peningkatan metakognisi calon guru sesudah penerapan model pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah?

3. Komponen-komponen metakognisi mana yang dapat diungkap melalui implementasi pembelajaran praktikum kimia analitik berbasis masalah?

4. Apakah implementasi model pembelajaran praktikum kimia analitik berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan konsep kimia analitik instrumen calon guru?

5. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa terhadap kegiatan praktikum berbasis masalah yang diimplementasikan untuk meningkatkan metakognisi?

6. Keunggulan-keunggulan apa yang ditemukan dalam implementasi pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah?


(17)

7. Kendala-kendala apa yang dijumpai dalam implementasi pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengembangkan model pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah yang teruji untuk meningkatkan metakognisi dan pemahaman konsep bagi calon guru kimia. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk:

1. Menghasilkan perangkat pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah dan alat evaluasinya yang mampu meningkatkan metakognisi, penguasaan konsep, dan kinerja mahasiswa calon guru.

2. Mengenalkan inovasi pembelajaran bagi dosen sebagai percontohan untuk mengembangkan program sejenis dalam mata kuliah lain.

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini menghasilkan suatu perangkat pembelajaran dan alat evaluasinya yang dapat digunakan sebagai referensi dosen dalam merencanakan pembelajaran berbasis masalah khususnya praktikum yang terutama dapat mengembangkan metakognisi.

2. Memberikan pengalaman langsung bagi mahasiswa calon guru mengenai bagaimana menerapkan pembelajaran berbasis masalah khususnya melalui praktikum


(18)

E. Definisi Operasional

1. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk praktikum Kimia Analitik Instrumen adalah pembelajaran yang diawali dengan mahasiswa mengkaji masalah yang diberikan, membuat rancangan pemecahan masalah, melaksanakan penelitian menggunakan berbagai instrumen laboratorium, dan diakhiri dengan mempresentasikan penemuannya serta pembuatan poster.

2. Metakognisi, merupakan proses atau aktivitas mental yang digunakan untuk merencanakan, mengatur, memonitor, dan menilai secara sadar terhadap proses berpikir (kognisi) diri sendiri untuk mengembangkan cara yang sistematik selama memecahkan masalah yang harus diselesaikan

3. Praktikum Kimia Analitik Instrumen pada penelitian ini difokuskan pada materi spektrometri dan kromatografi, dengan instrument/peralatan untuk spektrometri menggunakan spektrometer UV-Vis, dan spektrometer serapan atom (AAS dan AES), sedang untuk kromatografi dengan alat HPLC.

F. Sistematika Penulisan

Disertasi ini terdiri atas lima bab. Bab I berisi gambaran umum mengenai penelitian ini, terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan istilah, dan sistematika penulisan. Bab II ditulis kajian pustaka yang membahas tentang praktikum kimia analitik instrumen, pembelajaran berbasis masalah, metakognisi, dan hasil-hasil penelitian terdahulu, Bab III mengupas metodologi penelitian yang mencakup


(19)

paradigma penelitian, subyek penelitian dan lokasi, metode dan desain penelitian, , instrumen penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan, sedangkan Bab V ditulis tentang kesimpulan dan rekomendasi


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian

Salah satu butir kompetensi dalam SKGP adalah penguasaan bidang studi kimia yang harus dimiliki calon guru adalah mengembangkan konsep kimia dengan memanfaatkan teknologi dan seni. Salah satu indikator dalam butir kompetensi tersebut adalah menggunakan sarana instrumen kimia dalam pengembangan konsep kimia. Substansi kajian yang sesuai untuk indikator dalam butir kompetens tersebut adalah disediakan praktikum Kimia analitik instrumen. Didasarkan hasil penelitian, serta fakta empiris proses pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen perlu diperbaiki karena belum memberi peluang untuk mengembangkan metakognisi, karena selama praktikum mahasiswa melakukan penelitian terbuka yang menyatukan strategi-strategi yang dikenal dalam literatur sebagai penyebar metakognisi. Pembelajaran berbasis masalah memberikan lingkungan pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan metakognisi siswa. Proses dalam pembelajaran berbasis masalah meminta strategi yang mengarahkan tujuan dan mengarahkan diri, selagi siswa dipengaruhi dalam suatu konteks masalah yang dihadapi.

Gambar 3.1 menunjukkan gagasan pemikiran penelitian yang akan dilakukan. Model yang akan dikembangkan mencerminkan perpaduan pengembangan kompetensi dasar mata kuliah praktikum kimia analitik instrumen sesuai SKGP, kajian empiris, metakognisi, dan pembelajaran berbasis masalah. Proses pembelajaran yang akan diimplementasikan merupakan kajian secara


(21)

mendalam terhadap analisis indikator metakognisi, pemilihan masalah, dan langkah pembelajaran. Harapan dari implementasi model di samping pengembangan metakognisi peserta didik, juga pemahaman konsep, aktivitas, serta kinerja mahasiswa.

Gambar 3.1. Paradigma Penelitian

B. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 40 mahasiswa sebagai kelompok kontrol dan 36 sebagai kelompok eksperimen, yang mengontrak mata kuliah kimia analitik instrumen tahun ajaran 2008/2009 di Jurusan Kimia FMIPA salah satu Universitas Negeri di Semarang.

Kajian empiris PELAKSANAAN PRAKTIKUM SKGP

METAKOGNISI PBL

MODEL PERKULIAHAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

BERBASIS MASALAH YANG MENGEMBANGKAN METAKOGNISI CALON GURU Analisis

Masalah

Analisis indika- tor metakognisi

Langkah Pem- belajaran

Pengukuran metakognisi

PRODUK TERUJI PENGEMBANGAN METAKOGNISI MELALUI PRAKTIKUM BERBASIS MASALAH


(22)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di jurusan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri di Semarang, laboratorium Kimia Analitik di LPTK Negeri Bandung dan laboratorium Kimia Analik FMIPA Universitas Negeri Semarang

C. Prosedur Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan desain Research and Deve-lopment yang diadaptasi dari Borg & Gall (1983). Desain penelitian disajikan pada Gambar 3.2. Secara terperinci langkah-langkah penelitian dilakukan sebagai berikut.

1. Analisis Kebutuhan (Define)

Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur dilakukan untuk mengkaji: (i) temuan-temuan penelitian yang pernah dilakukan, (ii) menganalisis standar kompetensi, kompetensi dasar, silabi dan konsep-konsep mata kuliah praktikum kimia analitik instrumen, dan (iii) indikator metakognisi. Studi lapangan dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi keadaan riil pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen yang mencakup pelaksanaan praktikum dan hasil belajarnya. Studi lapangan ini meliputi hasil penelitian yang pernah dilakukan untuk praktikum kimia analitik instrumen dan catan-catatan lapangan dari tim pengampu mata kuliah praktikum. Studi literatur dilakukan dengan menelusur jurnal dan tex book yang berhubungan dengan praktikum Kimia Kimia Analitik, metakognisi, maupun pembelajaran berbasis masalah. Hasil studi literatur dan studi lapangan adalah permasalahan


(23)

penelitian yang akan dilakukan, kajian pustaka, serta bahan yang dapat dijadikan dasar untuk merancang model pembelajaran.

2. Perancangan Model Pembelajaran (Design)

Tahap perancangan model pembelajaran didasarkan hasil studi pendahuluan yakni membuat draft perangkat pembelajaran dan alat evaluasi. Instrumen yang disiapkan meliputi pembuatan perangkat pembelajaran dan perangkat evaluasi. Pada tahap ini dilakukan kegiatan penyusunan : (i) deskripsi pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen, (ii) langkah-langkah pembelajaran, (iii) Satuan Acara Perkuliahan (SAP), (iv) tes dengan indikator metakognisi bentuk uraian, (iv) tes penguasaan konsep bentuk uraian, (v) kuesioner penilaian diri untuk mendukung tes metakognisi (vi) lembar observasi asesmen kinerja, dan (vii) kuesioner untuk mengetahui tanggapan mahasiswa. Indikator metakognisi yang digunakan untuk membuat instrumen diadaptasi dari Mc Gregor (2007); Schraw (1995); dan Anderson& Krathwohl (2001); Draft

model pembelajaran yang telah disusun selanjutnya divalidasi oleh para ahli. Indikator metakognisi yang disusun telah dikonsultasikan baik pada dosen psikologi kognitif, pakar pendidikan, serta ahli bidang studi Kimia Analitik. Tes penguasaan konsep disusun berdasarkan indikator metakognisi, demikian juga kuesioner yang ditujukan untuk melengkapi pengukuran tes metakognisi. Hasil tes penguasaan konsep yang dilengkapi kunci jawaban dengan indikator metakognisi selanjutnya dikonsultasikan pada pakar pendidikan dan pakar kimia analitik, masing-masing dari 2 Universitas Negeri di Bandung. Hasil item kuesioner


(24)

dikonsultasikan pada pakar psikologi kognitif, Fakultas Psikologi Universitas Negeri di Bandung. Instrumen lain yang juga dikonsultasikan baik pada pakar pendidikan maupun bidang kimia yaitu deskripsi pembelajaran, dan lembar observasi untuk menjaring presentasi hasil pemecahan masalah, laporan pemecahan masalah, dan kinerja mahasiswa.

3. Pengembangan Program (Develop)

Kegiatan ini diawali implementasi dengan melakukan uji coba terbatas

draft model pembelajaran dan instrumen, selanjutnya dianalisis, direvisi, dan

divalidasi oleh pakar kimia analitik dan pakar pendidikan. Uji coba dilakukan pada mahasiswa semester V yang mengambil mata kuliah praktikum kimia analitik instrumen untuk tahun ajaran 2008/2009. Jumlah mahasiswa yang dilibatkan dalam ujicoba model pembelajaran sebanyak 38 mahasiswa. Tujuan uji coba di samping untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran, juga untuk mengetahui kehandalan validitas instrumen. Keterbacaan instrumen kuesioner dilakukan dengan cara meminta 10 mahasiswa memberi tanggapan untuk tiap-tiap item, juga pada tiga teman sejawat. Dari hasil uji coba, dilakukan perbaikan dan dikonsultasikan lagi pada pakar kimia analitik dan pendidikan, sehingga diperoleh draft akhir yang siap diimplementasikan untuk penelitian. 4. Implementasi Model Pembelajaran di Lapangan (Disseminate)

Produk model pembelajaran dan instrumen hasil uji coba selanjutnya diimplementasikan kepada kelompok eksperimen yang terlebih dahulu telah dikenai pretes. Pretes juga dilakukan pada kelompok kontrol. Implementasi dikenakan pada mahasiswa semester VI yang mengambil mata kuliah praktikum


(25)

kimia analitik instrumen. Implementasi diawali dengan demonstrasi penggunaan peralatan/instrumen untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dilanjutkan praktikum penentuan kadar besi dengan prosedur yang telah disediakan. Praktikum penentuan kadar besi menggunakan instrumen spektrofotometri sinar tampak dilaksanakan untuk kelompok eksperimen yang dimaksudkan untuk melatih cara pembuatan larutan standar, kurva kalibrasi, dan cara penentuan kadarnya. Langkah-langkah dalam pembelajaran selanjutnya sesuai deskripsi pembelajaran yang telah dibuat. Hasil implementasi model selanjutnya dianalisis untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan model yang dikembangkan mampu mengembangkan metakognsi, dan kompetensi yang lain.

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari kuesioner, lembar observasi, dan wawancara; sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan posttes. Evaluasi dan refleksi hasil implementasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan model dan melakukan kajian ulang untuk memperbaiki model pembelajaran yang disusun dengan menambah atau mengurangi bagian-bagian yang dianggap perlu. Desain penelitian mulai define sampai dengan implementasi model disajikan pada Gambar 3.2.


(26)

Gambar 3. 2. Desain Penelitian

Untuk mengetahui sejauhmana implementasi program perkuliaahan yang telah dirancang dapat meningkatkan metakognisi mahasiswa telah dilakukan penelitian dengan menggunakan desain Pretest – Postest Control Group Design.

Perbedaan antara tes awal dan tes akhir diasumsikan sebagai efek dari perlakuan, dan diukur dengan uji gain ternormalisasi. Pengukuran metakognisi, disamping melalui tes dengan indikator metakognisi juga dilengkapi kuesioner; untuk penguasaan konsep diukur melalui tes bentuk uraian.

Tabel 3.1. Desain Penelitian (Arikunto, 2002)

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir

Kelas eksperimen O1 X1 O2

Kelas kontrol O1 X2 O2

Analisis kebutuhan (Define): • studi pustaka mengenai:

hasil-hasil penelitian terdahu-lu yang relevan, kajian teoritis • studi lapangan: pelaksanaan

praktikum dan hasilnya

Perancangan program (design):

• Penyusunan perangkat pem- belajaran

• Penyusunan alat ukur

• Validasi pakar kimia analitik dan pakar pendidikan

Pengembangan program (develop):

• uji coba model dan alat ukur • revisi

• produk model pembelajaran Implementasi di lapangan

(Disseminate):

• implementasi terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol • evaluasi: tes mengungkap

metakognisi, penguasaan konsep, dan observasi kinerja

• analisis data dan pembahasan Model pembelajaran dan perangkatnya yang teruji


(27)

O1 : tes (metakognisi dan penguasaan konsep) dan skor penilaian awal O2 : tes (metakognisi dan penguasaan konsep) dan skor penilaian akhir X1 : pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah X2 : pembelajaran reguler

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terdiri dari perangkat pembelajaran dan alat ukur. Berikut jenis instrumen yang digunakan:

(1) tes bentuk uraian untuk mengukur metakognisi mahasiswa dengan indikator metakognisi didasarkan Anderson dan Kratwoth, Schraw, dan Mc Gregor (Tabel 2.3). Tes dilakukankan di awal dan akhir implementasi (pretes dan postes), diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol

(2) kuesioner penilaian diri untuk mendukung tes metakognisi, diberikan sebelum dan sesudah implementasi pembelajaran, diberikan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol

(3) tes penguasaan konsep bentuk uraian

(4) wawancara tidak terstruktur di setiap tahap pembelajaran untuk membantu mengembangkan metakognisi dan mengungkap metakognisi.

(5) dokumentasi berupa penyiapan rekaman audio (tape recorder) saat kegiatan dan wawancara tidak terstruktur untuk mengungkap metakognisi,

(6) rubrik digunakan untuk menilai laporan/hasil karya pemecahan masalah maha-siswa

(7) lembar observasi untuk mengetahui kinerja selama proses pembelajaran (8) kuesioner untuk mengetahui pendapat mahasiswa terhadap implementasi


(28)

E. Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari kuesioner metakognisi, kuesioner tanggapan mahasiswa, lembar observasi kinerja, dan wawancara; sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes dengan tes bentuk uraian. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif ditentukan menggunakan persen gain ternormalisasi. Selain itu, untuk mengetahui keunggulan dan keterbatasan model pembelajaran yang diimplementasikan dilakukan penelaahan lebih lanjut terhadap proses pembelajaran yang terjadi. Kriteria peningkatan penguasaan konsep dan metakognisi ditunjukkan pada tabel 3.2, sedangkan Tabel 3.3 meringkaskan hubungan antara jenis dan alat pengukur data, jenis instrumen, dan analisis data

Skor tes akhir – skor tes awal

% N-g = x 100 skor tertinggi - skor tes awal

Tabel 3.2. Kriteria Peningkatan Pemahaman Konsep dan Metakognisi Mahasiswa (Hake, dalam Savinainem & Scott, 2002)

No % N-gain kategori

1 0 - 30 rendah

2 31-70 sedang

3 71-100 tinggi

Analisis data kuantitatif untuk metakognisi dan penguasaan konsep pada tahap implementasi dilakukan sebagai berikut. Jika % N-gain pada masing-masing kelompok (kontrol dan eksperimen) berdistribusi normal dan varians kedua kelompok homogen, maka uji beda % N-g dilakukan dengan menggunakan uji t (untuk independent mean). Sebaliknya, jika % N-g pada masing-masing


(29)

kelompok berdistribusi tidak normal dan atau varians kedua kelompok tidak homogen, maka uji beda % N-g dilakukan dengan uji Mann Whitney, dan uji

Wilcoxon signed-rank untuk kategori kelompok tinggi rendah. Semua uji ini

menggunakan SPSS versi 17 pada taraf signifikansi 5%.

Tabel 3.3. Hubungan antara Jenis Data, Jenis Instrumen, dan Analisis Data No Jenis data Jenis Instrumen Analisis data 1 Metakognisi Tes bentuk uraian

Kuesioner

Wawancara, rekaman

audio

Uji beda %N-gain % N-gain

Deskriptif (naratif)

2 Penguasaan konsep Tes bentuk uraian Uji beda %N-gain 3 Kinerja mahasiswa Lembar observasi Deskriptif

4 Pemecahan masalah Rubrik Deskriptif

4 Presentasi hasil Rubrik Deskriptif


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen yang dikembangkan mengadaptasi langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah, memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) masalah open-ended terkait dengan materi spektrometri dan HPLC; (b) wawancara tidak terstruktur untuk mengembangkan metakognisi mahasiswa dan meningkatkan penguasaan konsep; (c) metakognisi diukur melalui tes; (d) langkah-langkah praktikum berbasis masalah kimia analitik instrumen.

2. Praktikum kimia analitik berbasis masalah pada materi spektrometri dan HPLC lebih baik meningkatkan metakognisi mahasiswa calon guru daripada praktikum konvensional.

3. Metakognisi yang berkembang dalam praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah adalah mengidentifikasi informasi, mengelaborasi informasi, mengaplikasikan pemahamannya, memilih prosedur, menginterpretasi data, dan mengevaluasi prosedur. Peningkatan metakognisi tertinggi pada materi spektrometri dengan indikator mengaplikasikan pemahaman, sedangkan pada HPLC dengan indikator menginterpretasi data. Pencapaian terendah pada kedua


(31)

materi adalah mengidentifikasi informasi.

4. Praktikum kimia analitik berbasis masalah materi spektrometri dan HPLC meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa calon guru lebih baik daripada praktikum konvensional.

5. Secara umum tanggapan mahasiswa terhadap implementasi pembelajaran sangat positif, yaitu: (a) meningkatkan keterlibatan; (b) memberikan pengalaman langsung melalui pemodelan; (c) berlatih melakukan penelitian yang menyenangkan, dan (d) berharap dapat diterapkan pada praktikum lainnya. 6. Keunggulan pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah

adalah: (a) menumbuhkan keterlibatan mahasiswa selama proses pembelajaran, (b) memungkinkan dosen untuk melakukan layanan bimbingan individual dan memberikan contoh praktikum berbasis masalah; dan (c) dapat dimanfaatkan mengembangkan metakognisi dan meningkatkan penguasaan konsep-konsep calon guru kimia untuk semua kelompok prestasi.

7. Secara umum tidak ada kendala yang dihadapi mahasiswa, namun pada implementasi dibutuhkan waktu yang lebih banyak dan konsultasi yang lebih sering dengan dosen.


(32)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai pada penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai berikut.

1. Perluasan implementasi model pembelajaran praktikum berbasis masalah untuk mata kuliah praktikum lain, sehingga akan memberikan atmosfer akademik dalam rangka pengembangan metakognisi bagi calon guru kimia

2. Agar implementasi program model pembelajaran praktikum berbasis masalah berjalan optimal, diperlukan fasilitas laboratorium yang memadai, sehingga mahasiswa lebih leluasa merencanakan dan memilih pemecahan masalahnya melalui kegiatan praktikum.

3. Penggunaan asesmen metakognisi dan asesmen kinerja yang telah tervalidasi perlu disosialisasikan sehingga diperoleh pengukuran hasil belajar praktikum yang dapat diandalkan. Di samping itu juga diperlukan dosen yang memiliki komitmen tinggi untuk melakukan pemodelan bagi calon guru.

4. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan alat ukur metakognisi yang memadukan bentuk tes dan kuesioner, sehingga diperoleh tingkat metakognisi mahasiswa yang diukur.


(33)

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahed, Z.K., Nagy., and Blanchard, R.(2008). The TriLab, a Novel View of Laboratory Education Innovation. Good Practiceand Research Enginering Education. 051-064.

Adami, G. A. (2006). New Project-Based Lab for Undergraduate Environmental and Analytical Cemistry. Journal of Chemical Education, Vol 83 No 2. Februari 2007.

Akınoglu, O. dan Tandogan, R.O. (2006). Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students’ Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technologi Education, 2007. 3 (1), 71-81. Tersedia http: www.ejmdte.com. (Februari 2007) Amarasiriwardena, D. (2007). Teaching Analytical Atomic Spectroscopy Advances in an Environmental Chemistry Class Using A Project-Based Laboratory Approach: Investigation Of Lead And Arsenic Distributions In A Lead Arsenate Contaminated Apple Orchard. ABCS ofTeaching Analytical Science. Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunkan

Metode “Discovery”dan “Inquiry”.Depdikbud. Proyek Pengembangan LPTK. Anderson, L.W, & Krathwol, D.R. (eds). (2001). A Taxonomy for Learning Teaching

and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arends, R. I. (2004). Learning to Teach. 5th Ed. Boston: McGraw Hill

Arifin, M. 2005. Kegiatan Praktikum Dalam Proses Pembelajaran Kimia Untuk Mendukung Pengembangan Kompetensi Calon Guru. Laporan Penelitian. Barrows, H. S., (1988). The Tutorial Process. Springfield: Southern Illinois

University School of Medicine.

Borg, W. R. & Gall, M. D. (1983). Educational Research. 4st Edition. New York: Longman, Inc.

Buchari. (1990). Analisis Instrumental, Bagian 1 Tinjauan Umum dan Analisis Elektrometri. Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Christian, G.D. and O’Reily . (1986). Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons.


(35)

Cooper, M., Santiago, S., and Stevens, R. (2008). Reliable Multi Method Assesment of Metacognition use in Chemistry Problem Solving. Chemichal Education Research and practice. Vol. 9. 18-24. www.rsc.org/cerp. (Desember 2008) Cooper, M. dan Santiago, S. (2009). Design and Validation of an Instrument to

Assess Metacognitive Skillfulness in Chemistry Probim Solving. Journal of Chemichal Education. Vol. 86 No. 2 February 2009. www.JJCE.DivCHED.org

(Juni 2009)

Costa, A.L. (ed). (1985). Developing Minds, A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi Guru Pemula Program Studi Pendidikan Kimia Jenjang S1. Jakarta: Derektur Jenderal Perguruan Tinggi.

Duch, B. J., Groh, S. E., & Allen., D. E. (2001). The Power of Problem-based Learning. Virginia: Stylus Publishing, LLC.

Ehlert, M. A. (2004). An Evaluation of Problem-Based Learning: Application in an Undergraduate Supply Chain Management Course. [Onlie]. Tersedia:

http://www.iems.northwestern.edu/docs/undergraduate/honors/michelle-ehlert.pdf. [Juni 2009].

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and Multiple Intelligences Classroom, Melbourne: Hawker Brownlow Education.

Gijselaers, W. H. (1996). “Connecting Problem-Based Learning with Educational Theory.” New Direction for Teaching and Learning. 60, 13-21.

Haryani, S. (2008). Analisis Pelaksanaan dan Hasil Belajar Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Proceeding Seminar Nasional Kimia dan Pend. Kimia. kerjasama UNDIP-UNNES-UNS, di UNS.

Haryani, S. (2009). Analisis Kelemahan Eksplanasi Mahasiswa dan Kaitannya dengan Pengembangan Metakognisi dalam Praktikum Kimia Analitik InstrumenInstrumen. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan II. Universitas Lampung.

Hendayana, S.( 2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.


(36)

Hernani. (2010) Pembekalan Keterampilan Generik Bagi Calon. Guru melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Mengintegrasikan Perkuliahan dan Praktikum Kimia Analitik. Disertasi Doktor. Bandung: PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Hodson, D. (1996). Practical Work and Scool Science. Exsploring Some Directions for Change. International Journal of Science Education. (11) (541-543).

Hollingworth, R. dan McLoughlin, C. (2002). The Development of Metacognitive Skills among First Year Science Students. Tersedia http://www.fyhe. Qut.edu.au./FYHE-Previous/Papers/HollingworthPaper.doc (April 2007) Ibrahim, M. dan Nur, M. (2004). Pengajaran Berbasis Masalah, Surabaya:

University Press.

Jacob, C. (2003). Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Aplikasi, dan Pembelajarannya. Vol. 2, (1), 17-18. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta.

Jalil, P.A. (2006). A Procedural Problem in Laboratory Teaching: Experiment and Explanation, or Vice-versa? Journal of Chemical Education: Vol 83 No 1. Januari 2006.

Joyce, B., Weil, M., & Colhoun, E. (2000). Models of Teaching. 6th edition. Boston: Allyn and Bacon.

Kartasubrata, J. (1989). Dasar Kromatografi. Bandung: Puslitbang Kimia Terapan LIPI.

Kipnis, M. dan Hofstein, A. (2007). The Inkuiry Laboratory As A Source for Development of Metacognitive Skills. International Journal of Science and Mathematics Education

Kuhn, D. and Dean, D Jr. (2004). Metakognisi: A Bridge Between Cognitive Psycology and Educational Practice. Theory Into Practice. Volume 43. Number 4.

Larive, C.K. (2004). Problem-based Learning in The Analytical Chemistry Laboratory Course. ABCS of Teaching Analytical Science. 380: 357-359

Livingston, J.A. (1997). Metacognition: An Overview Unpublished manuscript, State University of New York at Buffalo.


(37)

Mc.Gregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning: A Guide to Thinking Skills in Education, Berkshire: Open University Press, Mc Graw-Hill Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B.F., Presseisen, B.Z., Rankin,

S.C., dan Suhor, C. (1988) Dimensions of Thinking: Framework for Curriculum and Instruction. CUSA: ASCD

Matlin, M.W. (2003). Cognition. 5th Edition New York : John Wiley & Sons, Inc Nakhleh, B. (1996). "Why Some Student Don't Learn Chemistry". Journal Chemi- cal of Education. 69, (3), 191-196.

National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington: DC, National Academy Press

National Research Council. (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://books.nap. edu/html/inquiry_addendum/notice.html. (Oktober 2006)

National Science Teachers Association. (1998). Standard for Science Teacher Preparation. Association for the Education of Teachers in Science.

Nickerson R,S., Perkins, D.N., dan Smith, E.E. (1985). Thinking About Thinking. New Yersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers

Nur, M. (2004). Penerapan Ide-Ide Inovatif Pendidikan MIPA dalam Seting Penelitian. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Pandidikan MIPA yang diselenggarakan oleh FMIPA Unnes pada tanggal 28 Februari 2004. Ram, P., Ram, A., & Spragur, C. (2007). From Student Learner to Professional

Learner: Training for Lifelong Learning through Online PBL. [Online]. Tersedia: http://gatech.academia.edu/ARam/Papers/21865/From-Student- Learner-To-Professional-Learner--Training-For-Lifelong-Learning-Through-On-Line-PBL. [Juni 2009]

Rickey, D. & Stacy, A.M. (2000). The role of metacognition in learning chemistry. Journal of Chemical Education, 77, 915-920.

Rustaman, N.Y. (2003). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Hand Out Program Applied Approach bagi Dosen Baru Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, 13-25 Januari 2003.

Samford.edu. (2003). Problem Based Learning. [online]. Tersedia http://www.samford.edu/pbl/ (April 2007)


(38)

Savinainen, A. & Scott, P. (2002). “The Force Concept Inventory: A Tool for Monitoring Student Learning.” Physics Education. 39 (1), 45-52.

Savery, J. R. & Duffy, T. M. (1991). “Problem-Based Learning: An Instructional Model and Its Constructivist Framework.” Constructivist Learning Environments. 135-148.

Schraw, G. dan Moshman, D. (1995). Metacognitive Theories. Educational Psychology, Departement of Educational Psychology. Paper and Publications Schraw, G., Crippen, KJ., dan Harhey, K. (2006). Promoting Self Regulation in

Science Education. Metacognition as part of a Boarder Perspective on Learning. Research in Science Education. 36, 111-139.

Skoog, D A, dan West. ( 1985) Principles of Instrumental Analysis, 3 rd ed. Sauders College publishing, New York.

Stepien, W. dan Gallagher, S. (1993). Problem-Based Learning: As Authentic as It Gets, Educational Leadership, April: 25-28.

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Merrill, an imprint of Macmillan College Publishing Company

Tan, O. S. (2003). Problem-based Learning Innovation. Singapore: Thomson Learning.

Tan, O.S. (2004). Enhanching Thinking Problem Based Learning Approached. Singapura: Thomson

Weinert, F.E. dan Kluwe, R.E. (1987). Metacognition, Motivation, and Understanding. London: Lawrence Erbaum Associates

White, R.T. & Mitchell, I.J. (1994). Metacognition and the quality of learning. Studies in Science Education, 23,21-37.

Winn, W. & Snyder, D. (1998). Metacognition. Graduate Student, SDSU Depart-ment of Educational Technology

Yuzhi .(2003). Using Problem Based Learning in Teaching Analytical Chemistry. http:/www/jce.divched.org/JCEDLib (Maret 2007)


(39)

! " ## $% & '( # )

" # * + +( # " ( ) , % - " %% ./ ! #0 ( *

! 1 & ) )

White, R.T. & Mitchell, I.J. (1994). Metacognition and the quality of learning. Studies in Science Education, 23,21-37.


(40)

Nuryani, Y Rustaman. 2002. Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Makalah disiapkan untuk Program Applied Approach Bagi Dosen UPI. Tidak diterbitkan

Marzano, R.J., Pickering, D, Mctighe, J. 1994. Assessing Student Outcomes: Performan-ce Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervison and Curriculum Development.

National Research Council. 1996. National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

Nakhleh. B. \/1. (1996). "Why Some Student Don't Learn Chemistry". Journal Chemical of Education. 69, (3), 191-196.

Stepien, W.J. (1997). Design Problem-based Learning Unit. Journal for the Education of the Gifted, 20(4), 380-400


(41)

hal Nama hal nama hal Nama

1 Depdikanas, 2004

Hodson, 1996 White, 1996 Nuryani, 2002


(42)

(1)

149 Mc.Gregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning: A Guide to Thinking Skills in Education, Berkshire: Open University Press, Mc Graw-Hill Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B.F., Presseisen, B.Z., Rankin,

S.C., dan Suhor, C. (1988) Dimensions of Thinking: Framework for Curriculum and Instruction. CUSA: ASCD

Matlin, M.W. (2003). Cognition. 5th Edition New York : John Wiley & Sons, Inc Nakhleh, B. (1996). "Why Some Student Don't Learn Chemistry". Journal Chemi- cal of Education. 69, (3), 191-196.

National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington: DC, National Academy Press

National Research Council. (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://books.nap. edu/html/inquiry_addendum/notice.html. (Oktober 2006)

National Science Teachers Association. (1998). Standard for Science Teacher Preparation. Association for the Education of Teachers in Science.

Nickerson R,S., Perkins, D.N., dan Smith, E.E. (1985). Thinking About Thinking. New Yersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers

Nur, M. (2004). Penerapan Ide-Ide Inovatif Pendidikan MIPA dalam Seting Penelitian. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Pandidikan MIPA yang diselenggarakan oleh FMIPA Unnes pada tanggal 28 Februari 2004. Ram, P., Ram, A., & Spragur, C. (2007). From Student Learner to Professional

Learner: Training for Lifelong Learning through Online PBL. [Online]. Tersedia: http://gatech.academia.edu/ARam/Papers/21865/From-Student- Learner-To-Professional-Learner--Training-For-Lifelong-Learning-Through-On-Line-PBL. [Juni 2009]

Rickey, D. & Stacy, A.M. (2000). The role of metacognition in learning chemistry. Journal of Chemical Education, 77, 915-920.

Rustaman, N.Y. (2003). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Hand Out Program Applied Approach bagi Dosen Baru Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, 13-25 Januari 2003.

Samford.edu. (2003). Problem Based Learning. [online]. Tersedia http://www.samford.edu/pbl/ (April 2007)


(2)

150 Savinainen, A. & Scott, P. (2002). “The Force Concept Inventory: A Tool for Monitoring

Student Learning.” Physics Education. 39 (1), 45-52.

Savery, J. R. & Duffy, T. M. (1991). “Problem-Based Learning: An Instructional Model and Its Constructivist Framework.” Constructivist Learning Environments. 135-148.

Schraw, G. dan Moshman, D. (1995). Metacognitive Theories. Educational Psychology, Departement of Educational Psychology. Paper and Publications Schraw, G., Crippen, KJ., dan Harhey, K. (2006). Promoting Self Regulation in

Science Education. Metacognition as part of a Boarder Perspective on Learning. Research in Science Education. 36, 111-139.

Skoog, D A, dan West. ( 1985) Principles of Instrumental Analysis, 3 rd ed. Sauders College publishing, New York.

Stepien, W. dan Gallagher, S. (1993). Problem-Based Learning: As Authentic as It Gets, Educational Leadership, April: 25-28.

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Merrill, an imprint of Macmillan College Publishing Company

Tan, O. S. (2003). Problem-based Learning Innovation. Singapore: Thomson Learning.

Tan, O.S. (2004). Enhanching Thinking Problem Based Learning Approached. Singapura: Thomson

Weinert, F.E. dan Kluwe, R.E. (1987). Metacognition, Motivation, and Understanding. London: Lawrence Erbaum Associates

White, R.T. & Mitchell, I.J. (1994). Metacognition and the quality of learning. Studies in Science Education, 23,21-37.

Winn, W. & Snyder, D. (1998). Metacognition. Graduate Student, SDSU Depart-ment of Educational Technology

Yuzhi .(2003). Using Problem Based Learning in Teaching Analytical Chemistry. http:/www/jce.divched.org/JCEDLib (Maret 2007)


(3)

151

! " ## $% & '( # )

" # * + +( # " ( ) , % - " %% ./ ! #0 ( *

! 1 & ) )

White, R.T. & Mitchell, I.J. (1994). Metacognition and the quality of learning. Studies in Science Education, 23,21-37.


(4)

152 Nuryani, Y Rustaman. 2002. Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Makalah disiapkan untuk Program Applied Approach Bagi Dosen UPI. Tidak diterbitkan

Marzano, R.J., Pickering, D, Mctighe, J. 1994. Assessing Student Outcomes: Performan-ce Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervison and Curriculum Development.

National Research Council. 1996. National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

Nakhleh. B. \/1. (1996). "Why Some Student Don't Learn Chemistry". Journal Chemical of Education. 69, (3), 191-196.

Stepien, W.J. (1997). Design Problem-based Learning Unit. Journal for the Education of the Gifted, 20(4), 380-400


(5)

145

hal Nama hal nama hal Nama

1 Depdikanas, 2004 Hodson, 1996 White, 1996 Nuryani, 2002


(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN, KETERAMPILAN DAN PERILAKU METAKOGNISI MAHASISWA.

0 0 7

PENGEMBANGAN DESAIN PERKULIAHAN KIMIA SEKOLAH BERBASIS MODEL MENTAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI SUBYEK MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

0 17 56

PENGEMBANGAN PERANGKAT ASESMEN KOMPETENSI PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR BERBASIS TASK WITH STUDENT DIRECTION (TWSD) BAGI MAHASISWA CALON GURU.

0 2 71

PENGEMBANGAN PERKULIAHAN DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK DENGAN OPEN-ENDED EXPERIMENT BERBASIS INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DAN PENGUASAAN MATERI MAHASISWA CALON GURU.

2 12 55

PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM KIMIA DASAR BERBASIS BUDAYA BALI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

1 10 44

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KIMIA ANALITIK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN GURU KIMIA

0 0 10

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU

0 1 6

PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM KIMIA DASAR BERBASIS GREEN CHEMISTRY UNTUK MAHASISWA CALON GURU IPA - Repository Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

0 1 9

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS PROSES BERPIKIR KAUSALITAS DAN ANALITIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA CALON GURU Tahun ke-1 dari rencana 3 tahun - Repository UNRAM

0 2 74

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS PROSES BERPIKIR KAUSALITAS DAN ANALITIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA CALON GURU Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun - Repository UNRAM

0 0 57