PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinyaterhadap Antibiotik Pada Pasien Infeksi Pasca Bedah Orthopedi Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.


 

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Infeksi menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan mortalitas dan
morbiditas di Indonesia maupun dunia. Infeksi dapat terjadi pada pasien pasca
bedah yang masih dirawat di rumah sakit, infeksi tersebut dapat terjadi akibat
infeksi nosokomial (WHO, 2002). Bakteri gram negatif lebih banyak menjadi
penyebab terjadinya infeksi nosokomial daripada bakteri gram positif (Guntur,
2007). Menurut Nichols (2001), infeksi luka operasi (ILO) merupakan masalah
utama pada pasien bedah. Terjadi sekitar 500.000 per tahun kasus infeksi dari 27
juta prosedur bedah, dan hal itu disebabkan oleh infeksi nosokomial. Infeksi pasca
operasi terjadi akibat adanya bakteri yang menyebabkan infeksi pada luka operasi.
Bakteri dapat ditransfer melalui kontak ahli bedah maupun perawat saat operasi,
udara ataupun orang-orang yang berada disekitar pasien (Kangau & Odhiambo,
2009).
Terjadinya infeksi dalam bedah orthopedi merupakan masalah yang serius,
karena hal ini dapat berpengaruh pada kepentingan klinis dan gejala yang lebih
serius, seperti meningkatnya risiko morbiditas, mortalitas, biaya perawatan dan

pengulangan pembedahan (Purghel et al., 2006 & Greene et al., 2010). Biaya
yang diperlukan dalam keadaan infeksi dapat menjadi tiga kali lipat dibandingkan
dengan pasien yang tidak terinfeksi (Pollard et al., 2006 cit Greene et al., 2010).
Pada beberapa penelitian menunjukkan tingginya kasus infeksi luka operasi pada
bedah orthopedi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Khosravi et al. (2009),
terjadi kejadian infeksi sebesar 93,9%

dari jumlah pasien, sedangkan pada

penelitian Kaprisyah (2014), sebesar 8% kejadian infeksi pada fraktur tertutup
serta 29,4% terjadi pada fraktur tebuka (Rochanan, 2003). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Olsen et al. (2008) menunjukkan infeksi pada operasi tulang
belakang menyebabkan 78% pasien menjalani operasi ulang. Infeksi pada pasca
bedah orthopedi dapat disebabkan oleh bakteri, seperti Staphylococcus aureus,

1


 


Pseudomonas aeruginosa, Proteus spp, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter
baumannii, dan Escherichia coli (Purgel et al., 2006 & Greene et al., 2010).
Antibiotik profilaksis yang diberikan dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi sebesar 1-5 % (Purghel et al., 2006). Penggunaan antibiotik
sangat penting dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian pada manusia,
namun penggunaan antibiotik secara intensif dapat mengakibatkan risiko
terjadinya resistensi (Andersson & Hughes, 2010), sehingga antibiotik yang
diberikan sebagai profilaksis maupun terapi pada tindakan bedah harus rasional
atau sesuai dengan jenis luka operasinya (Nurkusuma, 2009). Pemberian dosis dan
lama pemberian antibiotik juga harus tepat, hal ini dilakukan untuk mencegah
timbulnya resistensi (Nurkusuma, 2009). Resistensi mengakibatkan pengobatan
infeksi menjadi kurang efektif dan meningkatkan risiko komplikasi (Andersson &
Hughes, 2010). Resistensi juga menyebabkan pemilihan terapi suatu penyakit
menjadi lebih sulit dan memerlukan biaya yang mahal (Levy & Marshall, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati & Supratman (2008),
kejadian infeksi pasca bedah di RSUD Dr. Moewardi masih tinggi, yaitu
menduduki peringkat ketiga dari sepuluh infeksi di rumah sakit tersebut, kejadian
infeksi ini memiliki persentase sebesar 13,2 %, sehingga perlu dilakukan
penelitian tentang pola kuman dan pola resistensinya terhadap antibiotik pada
pasien infeksi pasca bedah orthopedi di RSUD Dr. Moewardi. Hal ini dilakukan

agar terapi dapat dilakukan dengan tepat dan mencegah timbulnya infeksi secara
berkelanjutan serta resistensi bakteri terhadap antibiotik.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka masalah yang dapat
dirumuskan yaitu:
1. Bagaimana pola kuman pada pasien pasca bedah orthopedi di RSUD Dr.
Moewardi tahun 2014?
2. Bagaimana pola resistensi kuman terhadap antibiotik pada pasien pasca bedah
orthopedi di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014?


 

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka tujuan
dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui pola kuman pada pasien pasca bedah orthopedi di RSUD Dr.
Moewardi tahun 2014.
2. Mengetahui pola resistensi kuman terhadap antibiotik pada pasien pasca bedah

orthopedi di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.

D. Tinjauan Pustaka
1. Infeksi Pasca Bedah Orthopedi
a. Patogenesis
Luka operasi berdasarkan kondisinya diklasifikasikan menjadi 4 macam,
yaitu : bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor terinfeksi (Greene
et al., 2010). Terjadinya infeksi pada luka bedah disebabkan oleh kontaminasi
mikroba. Secara umum infeksi ini disebabkan oleh sumber endogen dan eksogen.
1) Endogen
Mikroorganisme menyerang sel host dengan menghasilkan toksin dan zat
lain, sehingga menyebabkan rusaknya sel host, contohnya yaitu endotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif yang merangsang terbentuknya sitokin
sehingga dapat memicu timbulnya inflamasi dan menyebabkan kegagalan sistem
organ. Sebagian besar penyebab infeksi secara endogen terjadi akibat infeksi dari
flora normal pasien yang ada di kulit dan selaput lendir. Infeksi tersebut biasanya
disebabkan oleh bakteri aerobik gram positif seperti Staplylococci, atau bakteri
anaerob ketika dilakukan pembedahan pada pangkal paha dan dari bakteri pada
saluran pencernaan seperti (E. coli, enterococcus, Bacillus fragilis) juga dapat
menyebabkan infeksi.

2) Eksogen
Sumber eksogen lebih mengarah pada faktor kesterilan lingkungan operasi
termasuk udara dan alat-alat yang digunakan saat operasi. Organisme utama
penyebab infeksi yaitu bakteri gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus (Kangau & Odhiambo, 2009).


 

b. Mikroorganisme penyebab infeksi
Secara umum infeksi pada bedah orthopedi disebabkan oleh bakteri gram
positif termasuk MRSA (Metisilin resisten Staphylococcus aureus), selain itu
pada luka bedah juga ditemukan Pseudomonas, Proteus spp., Koliform,
enterococci, Grup C Streptococcus, Serratia marsescens, Corynebacterium,
Micrococcus, propionibacterium, anaerob, jamur, Mycobacterium, Listeria,
bacillus, dan bakteri gram negatif lainnya. Candida juga dapat menyebabkan
infeksi tetapi jarang ditemukan pada infeksi ini. Staphylococcus koagulase negatif
menyebabkan infeksi dengan onset cepat dan hasil yang lebih buruk. Sedangkan
Pseudomonas aeruginosa menyebabkan infeksi dengan onset yang tertunda tetapi
dapat menjadi infeksi kronis pada kasus perbaikan fraktur (Greene et al., 2010).

c. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko pada infeksi pasca bedah diantaranya yaitu kondisi
pasien, perawatan sebelum operasi dan prosedur pembedahan serta perawatan
pasca operasi.
1) Kondisi pasien
Salah satu faktor yang memicu terjadinya infeksi adalah penurunan daya
tahan tubuh, sistem kekebalan tubuh yang rendah akan memicu terjadinya infeksi
nosokomial (Kangau & Odhiambo, 2009). Selain itu beberapa penyakit seperti
diabetes (hiperglikemia), obesitas, kanker, gangguan hati, ginjal dan paru-paru
juga dapat membuat proses penyembuhan menjadi lebih lama (Kangau &
Odhiambo, 2009 dan Emori & Gaynes, 1993).
2) Perawatan sebelum operasi dan prosedur operasi
Lamanya waktu pasien tinggal di rumah sakit sebelum dilakukannya
prosedur bedah dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Selain itu,
peningkatan risiko juga dapat terjadi pada kasus prosedur operasi yang terlalu
lama (lebih dari 3 jam), operasi pada luka akibat trauma serta adanya objek atau
benda asing yang menembus kulit dan masuk ke dalam organ, serta matinya
jaringan pada luka juga dapat memperlambat proses penyembuhan (Kangau &
Odhiambo, 2009).



 

3) Perawatan pasca operasi
Pembersihan luka secara steril dan penutupan luka dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi, sedangkan penggunaan nikotin, obat steroid atau
imunosupresan cenderung dapat memperburuk infeksi (Kangau & Odhiambo,
2009).

2. Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis merupakan pemberian antibiotik sebelum, saat dan
hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tandatanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi,
dengan pemberian antibiotik tersebut diharapkan pada saat operasi antibiotik di
jaringan target operasi sudah mencapai kadar optimal yang efektif untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Avenia, 2009 cit Menkes RI, 2011). Prinsip
penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga
mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam jaringan saat mulai dan selama
operasi berlangsung. Menurut Menkes RI (2011), antibiotik profilaksis yang
direkomendasikan dalam bedah yaitu Sefalosporin generasi I dan II, sedangkan
pada kasus yang dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat ditambahkan

metronidazole. Antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum dilakukan
inisiasi. Sefazolin sebagai antibiotik profilaksis diberikan dengan dosis 1g/vial
(Depkes RI, 2008).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat merugikan apabila terjadi alergi,
toksisitas, superinfeksi dan resistensi pada pasien (Jawetz et al., 2001 & Way &
Doherty, 2003), akan tetapi pemberian profilaksis lebih banyak memberi
keuntungan bila tidak ada benda asing (tulang sendi buatan) yang dipasang
(Jawetz et al., 2001).

3. Resistensi Antibiotik
Asal mula terjadinya resistensi dibagi menjadi dua yaitu secara nongenetik
dan secara genetik, pada resistensi secara genetik ada tiga macam resistensi, yaitu:


 

a. Resistensi kromosomal
Terjadi akibat adanya mutasi secara spontan pada lokus yang mengontrol
kepekaan antibiotik yang diberikan. Mutasi spontan terjadi dengan frekuensi 10-12
sampai 10-7. Contohnya rifampisin yang menyebabkan resistensi dengan frekuensi

yang tinggi, yaitu sebesar 10-7 sampai 10-5.
b. Resistensi ekstra-kromosomal
Bakteri mengandung elemen genetik ekstra kromosom yang disebut
sebagai plasmid. Satu atau beberapa resistensi antibiotik dibawa oleh kelompok
plasmid yang disebut faktor R. Gen plasmid pada proses resistensi bakteri
terhadap antibiotik untuk mengontrol pembentukan enzim yang mampu merusak
antibiotik, seperti plasmid yang membawa gen dalam pembentukan enzim βlactamase.
c. Resistensi silang
Resistensi terhadap suatu obat tertentu ataupun terhadap obat lain terjadi
karena mekanisme yang sama. Kesamaan tersebut dapat terjadi karena kedekatan
struktur antar antibiotik satu dengan yang lain menjadikan antibiotik tersebut
memiliki kesamaan ikatan atau mekanisme kerja. Kesamaan yang terletak pada
inti aktif kimiawi (misalnya tetrasiklin) diduga mengakibatkan resistensi silang
(Jawetz et al., 2001).
Mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik secara umum
dibagi menjadi lima mekanisme, yaitu:
1) Bakteri menghasilkan enzim dan merusak obat yang aktif
2) Terjadi perubahan permeabilitas terhadap obat oleh mikroorganisme
3) Mikroorganisme mengubah struktur target untuk obat
4) Dikembangkan jalur metabolisme baru untuk menghindari jalur yang biasa

dihambat oleh obat
5) Mikroorganisme mengembangkan enzim baru, sehingga tetap dapat melakukan
fungsi metabolik tapi sedikit dipengaruhi oleh obat (Jawetz et al., 2001).


 

E. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data ilmiah tentang pola
kuman dan resistensinya terhadap antibiotik pada pasien infeksi bedah orthopedi
di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

Dokumen yang terkait

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH Pola Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotik Pada Penderita Infeksi Saluran Nafas Bawah Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 17

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI Pola Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotik Pada Penderita Infeksi Saluran Nafas Bawah Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 3 13

PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotik Pada Penderita Infeksi Saluran Nafas Bawah Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 7

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 17

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 1 10

Daftar Pustaka Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 5

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYATERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI PASCA BEDAH ORTHOPEDI Pola Kuman Dan Resistensinyaterhadap Antibiotik Pada Pasien Infeksi Pasca Bedah Orthopedi Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

1 4 16

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYATERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI PASCA BEDAH ORTHOPEDI Pola Kuman Dan Resistensinyaterhadap Antibiotik Pada Pasien Infeksi Pasca Bedah Orthopedi Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 12

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

1 5 9