BENTUK DAN MAKNA ENDE SITOGOL PADA MASYARAKAT MANDAILING DI DESA AEK BAYUR PADANGSIDIMPUAN.

BENTUK DAN MAKNA ENDE SITOGOL PADA
MASYARAKAT MANDAILING DI DESA
AEK BAYUR PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH :
EVA JWITA SINAGA
NIM 081222510052

JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014

KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati dan ucapan syukur penulis persembahkan
kepada Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Bentuk dan Makna Ende Sitogol Pada Masyarakat
Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan”.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Skripsi ini.
Dalam proses penelitian Skripsi, banyak pihak yang membantu penulis
dalam menyelesaikan Skripsi ini. Untuk itu dengan sepenuh hati penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri
Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan.
3. Dra. Tuti Rahayu, M.Si selaku Ketua Jurusan Sendratasik sekaligus Dosen
Pembimbing Skripsi dan Danny Ivanno Ritonga, M.Pd.
4. Panji Suroso, M.Si selaku Ketua Prodi Seni Musik.
5. Nurwani, S.ST, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik .
6. Seluruh Dosen Sendratasik selaku sumber ilmu bagi penulis dari semester
awal hingga penghujung.


ii

7. Teristimewa Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tuaku
yang sangat aku kasihi dan aku banggakan Serma Jusman Sinaga dan
Rusmian Sirait terimakasih untuk segala perhatian, kasih sayang,
pengorbanan, doa, didikan, nasehat, kesabaran, materi dan motivasi. You
are my everything. Dan abangku Hendra Sinaga, adik-adikku Vera Angela
Sinaga dan Sonya Enjelina Sinaga.
8. Kepada suamiku Saut Paradongan Tambunan dan buat anakku tersayang
Savany Kezia Tambunan tercinta yang telah bersedia menemaniku setiap
saat. I Love You forever.
9. Kepada Bapak Usri Siregar selaku Kepala Desa

Aek Bayur

Padangsidimpuan dan Kepada bapak J. Sihombing yang telah memberi
izin untuk saya melaksanakan penelitian dan telah membantu penulis
dalam mendapatkan informasi .
10. Buat seluruh teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi (Nova, Elda,
Gusti, Desi, dll)

Akhir kata,

penulis berharap semoga Skripsi yang sederhana ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi peneliti lain maupun pembaca dalam usaha
peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan, khususnya di bidang seni musik
sekolah di masa yang akan datang.
Medan,
Penulis,

September 2014

Eva Jwita Sinaga
NIM: 081222510052

iii

ABSTRAK
Eva Jwita Sinaga, NIM: 081222510052. Bentuk dan Makna Ende Sitogol
Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur melodi dan teks/ syair dari
Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan,
untuk mengetahui cara Penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di
Desa Aek Bayur Padangsidimpuan, untuk mengetahui bentuk dan makna Ende
Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan, untuk
mengetahui Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah Setempat dalam Melestarikan
Ende sitogol.
Teori yang digunakan adalah bentuk, makna dan Ende. Bentuk adalah susunan
rangka lagu yang ditentukan menurut bagian- bagian kalimatnya. Makna adalah
maksud yang tersimpul dari hal yang mau ditunjukkan oleh sesuatu atau mau
diungkapkan, dipaparkan, dengan kata sebenarnya tidak mencampuri nilai rasa.
Ende adalah nyanyian tradisional (folksong), menampilkan representasi struktur,
fungsi dan nilai-nilai budaya.
Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kulitatif, sedangkan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Desa atau kepala adat di
Desa Aek Bayur 1 orang, Penyanyi Ende Sitogol 1 orang, Warga Desa Aek Bayur
10 orang, Masyarakat yang bukan warga di Desa Aek Bayur 5 orang. Sehingga
jumlah keseluruhan 17 orang, Struktur Ende sitogol yang digunakan 1 partitur.
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Aek Bayur Jl.

H. Dahlan Siregar Padangsidimpuan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ende sitogol adalah nyanyian rakyat
Mandailing yang bersifat individual dan dinyanyikan di tempat tertentu yang
biasanya tidak disaksikan oleh orang banyak. Struktur dari Ende sitogol terdapat
motif, frase dan kalimat lagu. Ende sitogol memiliki empat motif utama pada
Ende sitogol, Motif-motif kemudian mengalami pembesaran nilai nada dan
pengecilan nilai nada. Pengolahan melodi menjadi ornamentasi. Penyajian Ende
sitogol adalah Penyajian musik tunggal, yang menampilkan seorang musikus
dalam memainkan alat musik tertentu. Alat musik yang digunakan adalah alat
musik melodis yaitu suling yang Berfungsi untuk memainkan susunan nada-nada
(melodi) sebuah lagu kemudian dinyanyikan secara solo dengan tempo sedang.
Ende sitogol adalah Bentuk nyanyian (song form) apabila bagian 1 dari sebuah
bentuk 3 bagian yang sederhana diulang (A A B A), menggunakan tangga nada F
mayor dengan birama 4/4. Ende Sitogol sangat perlu untuk dilestarikan karena
sudah mulai dilupakan dan tertinggal. Untuk itu, sangat perlu dikembangkan dan
diperkenalkan lagi pada generasi muda dengan mengadakan pertunjukan seni
Mandailing supaya tidak hilang begitu saja.
Kata kunci: Bentuk, Makna, Ende sitogol

i


iv

DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK…………………………………………………............................... i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..... vi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………. vii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
BAB II

Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1

Identifikasi Masalah ……………………………………………... 8
Pembatasan Masalh …………………………………………….. 9
Rumusan Masalah …………………………………………..….. 10
Tujuan Penelitian ……………………………………………..… 11
Manfaat Penelitian …………………………………………….... 11

LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL … 13
A. Landasan Teoritis ……………………………………………… 13
1. Teori Bentuk.....................…………………………………. 14
2. Teori Makna……………......................................…………. 15
3. Ende ..................…………………………………………… 14
B. Kerangka Konseptual …………………………………………... 20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN…………………………………. 23
A. Lokasi dan Waktu Penelitian…………….……………………... 23
B. Populasi dan Sampel............……………………………………. 23
1. Populasi………………………………………………….…. 23
2. Sampel……………………..………………………….......... 24

C. Metode Penelitian.............……………………………………… 25
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………… 27
1. Observasi ..........................…………………………………....28
2. Wawancara…………………………………………………….29
3. Dokumentasi………………………………………………......30
E. Teknik Analisis Data…………………………………………......36

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………..39
A.
B.
C.
D.

Gambaran dan Letak Geografis Daerah Penelitian….....…….....39
Struktur Melodi dan Teks/syair dari Ende Sitogol.......................42
Cara Penyajian Ende Sitogol.......................................................50
Bentuk dan Makna Ende Sitogol..................................................53
1. Bentuk Ende Sitogol...............................................................53
2. Makna Ende Sitogol................................................................56


i

F. Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah Setempat Dalam
MelestarikanEnde Sitogol..........................................................58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….....61
A. Kesimpulan…………………………………………………….….61
B. Saran……………………………………………………………....63
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….......63
LAMPIRAN..........................................................................................................64

ii

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 4.1 Tampak jalan besar Desa Aek Bayur ........................................ 40
Gambar 4.2 Tampak jalan besar Desa Aek Bayur .........................................

41

Gambar 4.3 Kantor Kepala Desa Aek Bayur .................................................


41

Gambar 4.4 Alat Musik Tradisional olanglio .................................................

51

Gambar 4.5 Menyanyikan Ende Sitogol...........................................................

51

Gambar 5.6 Memainkan Suling........................................................................

52

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Hasil Dokumentasi .....................................................................

Hal
64


Lampiran II Glosarium .................................................................................

67

Lampiran III Daftar pertanyaan wawancara .................................................. 70
Lampiran IV Partitur Ende Sitogol .................................................................. 71

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keanekaragaman bangsa Indonesia ditandai dengan adat istiadatnya
masing-masing dan sesuai dengan kebudayaannya yang dipatuhi dan dilaksanakan
kaumnya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku memiliki seni budaya,
masing-masing suku di Indonesia mempunyai seni budaya tersendiri yang masih
banyak belum diketahui asal usulnya, keberadaanya dan bentuk penyajiannya.
Kebudayaan di setiap daerah sangat berpengaruh dalam pola pikir dan
kebiasaan masyarakat. Setiap daerah mempunya ciri khas dan kebiasaan di dalam
kelompok masyarakat daerah tersebut, seperti Suku Batak, dapat dikenal dan kita
ketahui dari cara mereka berbicara dengan suara yang keras, terkadang banyak
orang berangapan bahwa mereka sedang marah namun sebenarnya tidak. Dari
penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa kebudayaan berpengaruh dalam pola
pikir dan jati diri masyarakat Indonesia.
Sumatera merupakan salah satu pulau besar yang terletak di sebelah Barat
Indonesia dan memiliki suku yang berbeda-beda serta bahasa yang beragam.
Pulau Sumatera terbagi atas tiga bagian yaitu, Sumatera Selatan, Sumatera Barat,
dan Sumatera Utara. Sumatera Selatan yang terletak di sebelah selatan Pulau
Sumatera dengan ibukotanya Palembang. Sumatra Barat sebelah barat Pulau
Sumatera dan ibukotanya Padang, dan Sumatera Utara dengan ibukotanya Medan.
Ketiga pulau di Sumatera ini memiliki kebudayaan dan suku yang berbeda-beda.

1

2

Unsur-unsur kebudayaan seperti sistem bahasa, sistem kesenian, sistem
kemasyarakatan, sistem religi, sistem teknologi, sistem ekonomi, sistem
organisasi sosial merupakan unsur-unsur yang bersifat universal. Dan oleh karena
itu dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suatu bangsa mengandung suatu
aktivitas

adat-istiadat

dari

antara

ketujuh

unsur

universal

tersebut

(Koenjtaraningrat 1997:4). Kenyataan ini dapat juga kita jumpai di pulau yang
kaya akan adat istiadat dan budaya adalah Sumatera bagian Utara.
Sumatera Utara adalah sebuah propinsi di Indonesia yang mamiliki
beranekaragam suku yang tingal dan menetap di sana, misalnya Melayu, Jawa,
Nias, Batak. Ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun,
Mandailing, Melayu dan Nias. Masing-masing etnik memiliki bermacam
kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda pula, baik dibidang kesenian
daerah,adat istiadat, musik dan lain-lain. Salah satu hasil budaya yang paling
menonjol dari tiap-tiap daerah adalah lagu dan musik. Musik dan lagu merupakan
jalan atau cara bagi manusia untuk secara langsung mengungkapkan jiwanya,
getaran jiwanya berupa lagu yang berirama, jeritan, kerinduan atau kebahagian
yang diungkapkan melalui nyanyian.
Seni budaya tersebut harus dilestarikan dan dikembangkan sebagai salah
satu kebudayaan Indonesia. Walaupun pada masa Nenek Moyang kita itu,kita
dikatakan primitif, tetapi patut kita kagumi, pemikiran mereka dahulu. Karena
sampai pada saat zaman nuklir ini, masih dapat kita kenal dan nikmati hasil
pikiran mereka itu. Sampai sekarang berbagai macam seni yang diciptakan
mereka itu, masih banyak yang menginginkan, mencari-cari untuk digali kembali.

3

Itulah patut kita puji dan salut atas macam seni yang dapat kita warisi sampai
sekarang ini. Salah satu etnik yang masih mewarisi seni dan masih dapat kita
temui adalah pada masyarakat Mandailing di daerah Tapanuli Selatan.
Mandailing adalah suatu masyarakat hukum adat yang merupakan suatu
wadah kemasyarakatan, sebagaimana halnya dengan negara, sebagai wadah yang
lebih besar, mendiami suatu wilayah. Wilayah Mandailing ini tidak dapat
disamakan dengan pembagian wilayah menurut pembagian wilayah yang
ditetapkan undang-undang negara, yang mengatur tentang pembagian wilayah.
Wilayah Mandailing berada di sepanjang jalan raya lintas Sumatera di daerah
Tapanuli Selatan.
Masyarakat Mandailing memiliki dua jenis folklor yang cukup terkenal,
yaitu “ende” dan “ende-ende”. Ende adalah “nyanyian tradisional” (folksong),
sedangkan ende-ende adalah kesusasteraan lama berbentuk “puisi” (adakalanya
disebut “pantun”) yang dilantunkan secara oral (lisan), dimana keduanya
merupakan warisan budaya leluhur mereka. Dalam penyajiannya, baik ende
maupun ende-ende menampilkan representasi struktur, fungsi, dan nilai-nilai
budaya yang sebagian masih berlaku dan dijunjung tinggi oleh masyarakat
Mandailing sampai sekarang. Ende dan ende-ende memiliki berbagai macam
fungsi seperti untuk sosial-kemasyarakatan, pendidikan, komunikasi dan
informasi, serta hiburan.
Sedangkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya mencakup
nilai religius, filsafat dan estetika. Sementara struktur makronya mengungkapkan

4

tema-tema umum menyangkut gotong royong, etika, motivasi, kritik sosial,
patriotisme, dan lain-lain. Sedangkan struktur mikronya menyangkut penggunaan
kosa kata dan gaya bahasa yang merepresentasikan ideologi kultural masyarakat
Mandailing. Ende dan ende-ende pada umumnya menggunakan kosa kata dari dua
ragam Hata Mandailing yaitu hata somal (ragam bahasa Mandailing yang
dipergunakan oleh orang-orang Mandailing dalam percakapan sehari-hari sampai
pada saat ini) dan hata andung (semacam ragam bahasa sastra, yang pada masa
dahulu khusus digunakan oleh orang-orang Mandailing pada waktu meratapi
jenasah dalam upacara kematian. Juga digunakan oleh gadis ketika ia meratap di
hadapan orang tuanya pada saat akan berangkat meninggalkan mereka untuk
selanjutnya dibawa ke rumah keluarga calon suaminya), sementara gaya bahasa
yang digunakan adalah metafora, personifikasi, hiperbola, dan repetisi.
Menurut James Danandjaja (1984) Secara etimologi folklor (folklore,
bahasa Inggris) berasal dari kata folk dan lore. Folk artinya kolektif atau bersamasama, sedangkan lore menunjukkan pada proses tradisi pewarisan kebudayaan
secara turun-temurun. Folklor berkembang pada masyarakat yang memiliki
kesamaan cita-cita, ciri-ciri fisik, sosial dan budaya. Jadi folklor lebih
menunjukkan pada kesamaan identitas dalam suatu kelompok etnik untuk
membedakannya dengan kelompok-kelompok etnik lainnya. Folklor adalah suatu
kebudayaan masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk
lisan, gerak isyarat dan alat bantu pengingat (mnemonic device). Folklor
merupakan sebagian dari unsur kebudayaan yang penyebarannya dilakukan secara
lisan (dari mulut ke mulut) atau dengan cara-cara lain, sehingga folklor terdiri atas

5

"folklor lisan" dan "folklor non-lisan". Sebagai tradisi lisan, folklor berkembang
sejak masyarakat pra-sejarah atau pra-aksara sampai sekarang. Dengan demikian
tradisi lisan merupakan unsur dari folklor itu sendiri, sedangkan cakupan folklor
lebih luas jika dibandingkan dengan "tradisi lisan". Sehingga antara jenis folklor
dengan "tradisi lisan" memiliki perbedaan. Dalam hal ini, folklor mencakup
semua "tradisi lisan", "tari-tarian rakyat" dan "nyanyian rakyat", sedangkan
"tradisi lisan" terdiri dari "cerita rakyat", "teka-teki rakyat", "peribahasa rakyat"
dan "nyanyian rakyat". Bagi sekelompok masyarakat yang memiliki kesamaan
identitas, folklor memiliki fungsi sebagai:
mencerminkan

angan-angan

suatu

kelompok

(1) sistem proyeksi
tertentu;

(2)

alat

untuk
untuk

mengesyahkan "pranata-pranata sosial" dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3)
sarana pendidikan terhadap anak-anak dalam menerima pewarisan kebudayaan;
dan (4) alat pemaksa terhadap "norma-norma sosial" agar dipatuhi oleh warga
atau anggota kelompok bersangkutan.
Masyarakat Mandailing memiliki berbagai corak nyayian tradisional
(folksongs) dan mereka menyebutnya sebagai “ende”. Seorang ibu misalnya yang
sedang bernyanyi sambil menimang anaknya agar tertidur disebut “ende buebue”. Begitu pula, ketika seorang ayah misalnya mengungkapkan rasa iba lewat
nyanyian kepada anaknya yang ditinggal mati oleh ibunya dinamakan “ende urouro”. Selain itu, “ende mamuro” dapat hadir di dangau ketika seorang petani
menghalau silopak (burung pipit) yang sedang memakan padi di sawahnya.
Adapula seorang penjaja atau penjual ngiro (air nira) di dalam wadah bambu
sewaktu ari poken (hari pekan) berteriak: “ … ngiro na … ngiro na !!! patalak …

6

patalak … so u patungkap …”(… air nira nah … air nira nah !!! buka … buka…
biar ku tuang …”) adalah termasuk nyanyian yang lebih mementingkan “lirik”
ketimbang lagunya sendiri, yang lebih dikenal dengan sebutan “peddler’s cries”.
Perlu diketahui bahwa ende sitogol dari Mandailing Godang memiliki
"gaya ritmis" dan "pola melodis" yang jauh berbeda (cukup kontras) dengan ende
onang-onang dari kelompok etnis Angkola, dan ende sitogol di Mandailing tidak
pernah hadir (dinyanyikan) dalam konteks upacara adat perkawinan, sedangkan
ende onang-onang dari Angkola itu merupakan ”nyanyian adat” yang dihadirkan
bersama tari adat tortor dengan iringan ensembel musik adat gondang dua.
Meskipun ada ende onang-onang yang dinyanyikan bukan dalam konteks upacara
adat, namun penggarapan gaya musikalnya tidak jauh berbeda, biasanya hanya
lirik atau syairnya saja yang berbeda. Jadi jelas bahwa penggunaan ende sitogol
dari Mandailing Godang ini tidak sama dengan ende onang-onang dari Angkola.
Dalam hal ini, Angkola adalah satu kelompok etnik tetangga terdekat
kelompok etnik Mandailing di Tapanuli bagian selatan, sehingga di antara kedua
kelompok etnik ini memang banyak dijumpai persamaan adat dan budaya karena
keduanya bertetangga sangat dekat dan mereka hidup berdampingan dengan rukun
karena terjalin erat oleh sistem sosial Dalian Na Tolu dan sistem kekerabatan
kahanggi, mora, dan anakboru. Baik ende ungut-ungut maupun ende sitogol
memiliki lirik atau syair berbahasa Mandailing dan umumnya berisi keluh-kesah
(ungkapan perasaan) tentang cinta atau pun kemelaratan. Karena itu keduanya
lebih mementingkan lirik ketimbang lagunya.

7

Ende sitogol ini bersifat individual dan dinyanyikan di tempat-tempat
tertentu yang biasanya tidak disaksikan oleh orang banyak. Ende Sitogol biasanya
diorbitkan seseorang dengan gaya dan suara yang lantang, tinggi dan merdu.
Dilaksanakan di luar desa, seperti di padang pemeliharaan ternak (parmahanan),
di kebun atau di sawah, sewaktu menjaga padi (mamuro), di atas pedati
(parpadati), dan diwaktu-waktu santai. Ende sitogol biasanya diselang-selingi
dengan alat musik tiup bernama uyup-uyup durame (olanglio, dibuat dari puput
padi), dan sesekali membunyikan dosik (suitan dengan mulut) oleh seseorang
yang melantunkan ende itu sendiri, atau oleh seorang temannya. Dilarang
Marsitogol di dalam rumah, di kampung dan di tempat peribadatan.
Dengan demikian Ende Sitogol memiliki fungsi sebagai media
komunikasi, hiburan, atau beberapa fungsi yang lain. Namun, Ende Sitogol juga
menggambarkan suatu ciri atau kebudayaan masyarakat Mandailing lewat
teks/syair dan menyampaikan makna yang terkandung dalam teks/syair tersebut.
Dalam menganalisis tekstual disini, penulis tidak hanya mencari apa yang menjadi
arti dari syair yang dinyanyikan. Namun mencari makna yang terkadung dalam
ende sitogol dan melihat karakteristik dari kebudayaannya. Berdasarkan uraian di
atas penulis tertarik untuk menjadikan sebagai topik penelitian. Maka untuk itu
penulis mengambil Judul ” Bentuk dan Makna Ende Sitogol Pada Masyarakat
Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan”

8

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah sejumlah masalah yang berasal dari uraian
latar belakang masalah atau kedudukan masalah yang akan diteliti dan lingkup
permasalahan yang lebih luas. Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar
penelitian yang dilakukan lebih terarah serta mencakup masalah yang diketahui
tidak terlalu luas. Menurut pendapat Hadeli (2006:23) menagatakan bahwa:
“Identifikasi masalah adalah situasiyang merupakan akibat dari interaksi dua atau
lebih faktor (seperti kebaisaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya)
yang menimbulkan beberapa pertanyaan”. Berdasarkan pendapat di atas serta
melihat latar belakang masalah, maka permasalahan penelitian inidapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur melodi dan teks/syair dari Ende Sitogol Pada
Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?
2. Bagaimana cara penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing
di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?
3. Bagaimana bentuk dan makna Ende Sitogol tersebut Pada Masyarakat
Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?
4.

Apa fungsi Ende Sitogol tersebut pada masyarakat Mandailing di Desa
Aek Bayur Padangsidimpuan?

5. Bagaimana tanggapan masyarakat dan pemerintah setempat dalam
melestarikan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek
Bayur Padangsidimpuan?

9

6. Bagaimana perkembangan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing
di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan-cakupan masalah dan untuk mempersingkat
cakupan, keterbatasan waktu, dana, kemampuan penulis, maka penulis
mengadakan pembatasan masalah untuk mempermudah dalam memecahkan
masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Pembatasan masalah tersebut sesuai
dengan pendapat

Sukardi (2003:30)

yang mengatakan bahwa:

“dalam

merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian sangatlah
bervariasi dan tergantung kepada kesenangan peneliti. Oleh karena itu,perlu hatihati dan jeli dan mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum
kedalam beberapa pertanyaan yang jelas”.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masal di atas, maka penulis
membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur melodi dan teks/syair dari Ende Sitogol Pada
Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?
2. Bagaimana cara penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing
di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?
3. Bagaimana bentuk dan makna Ende Sitogol tersebut Pada Masyarakat
Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

10

4. Bagaimana tanggapan masyarakat dan pemerintah setempat dalam
melestarikan Ende Sitogol Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek
Bayur Padangsidimpuan?

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang
hendak dilakukuan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk
menemukan jawaban pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik,
sehingga dapat mendukung untuk menemukan jawaban. Berdasarkan pendapat
tersebut serta uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, identifikasi
masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana bentuk dan makna Ende Sitogol Pada
Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan?

E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, pada umumnya pasti
mempunyai tujuan tertentu. Tanpa adanya suatu tujuan tertentu yang jelas maka
kegiatan tersebut tidak akan dapat terarah karena tidak tahu apa yang ingin dicapai
dari kegiatan yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah
sebagai berikut:

11

1. Untuk mengetahui struktur melodi dan teks/syair dari Ende Sitogol
Pada Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.
2. Untuk mengetahui cara penyajian Ende Sitogol Pada Masyarakat
Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.
3. Untuk mengetahui bentuk dan makna Ende Sitogol tersebut Pada
Masyarakat Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.
4. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat dan pemerintah
setempat dalam melestarikan Ende Sitogol Pada Masyarakat
Mandailing di Desa Aek Bayur Padangsidimpuan.

F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dicapai, diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana
pendidikan.
2. Sebagai bahan dokumentasi untuk mengenal kesenian tradisional
Mandailing kepada masyarakat.
3. Sebagai bahan referensi dan acuan yang relevan bagi peneliti
berikutnya.
4. Sebagai upaya dalam melestarikan salah satu kebudayaan Mandailing
guna mencegah kepunahan.

12

5. Sebagai kajian teori bagi kepustakaan Jurusan Sendratasik Universitas
Negeri Medan khususnya program Studi pendidikan Seni Musik.
6. Sebagai wawasan bagi penulis sendiri dalam membuat sebuah
penelitian ilmiah berikutnya.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat motif, frase dan kalimat lagu. Ende sitogol memiliki empat motif
utama pada Ende sitogol, Motif-motif kemudian mengalami pembesaran nilai
nada (augmentation of the value) dan pengecilan nilai nada (diminuation of the
value). Pengolahan melodi menjadi ornamentasi pada ende sitogol yaitu,
pengembangan melodi secara dekoratif atau materi melodi berkembang
menjadi melodi utama kemudian berkembang lagi menjadi ornamentasi melodi
atau penghias melodi disaat itu juga muncul motif birama baru yang menjadi
melodi utama.
2. Penyajian Ende sitogol adalah Penyajian musik tunggal, yakni bentuk
penyajian musik yang menampilkan seorang musikus dalam memainkan alat
musik tertentu. Alat musik yang digunakan adalah alat musik melodis yaitu
suling yang Berfungsi untuk memainkan / membawakan susunan nada-nada
(melodi) sebuah lagu. Ende sitogol dinyanyikan secara solo oleh pria dengan
tempo sedang, yang terkadang diselang-selingi alunan alat musik suling dan
bisa juga menggunakan alat musik uyup-uyup durame (olonglio) dan sesekali
dibunyian dosik (suitan) oleh si parende atau seorang temannya. Sewaktu studi
lapangan si parende (penyanyi) menggunakan suling.

51

52

3. Bentuk nyanyian (song form) apabila bagian 1 dari sebuah bentuk 3 bagian
yang sederhana diulang (A A B A), struktur demikian dikenal dengan bentuk
nyanyian (song form). Karena banyaknya lagu rakyat yang yang memiliki
struktur ini, atau dikenal dengan nama binnermelingkar (rounded binary )dan
ende sitogol menggunakan tangga nada F mayor dengan birama 4/4. Makna
dari ende sitogol ini adalah nyanyian daerah yang mengungkapkan perasaan
cinta, kasih, dan kesedihan yang dialami oleh si parende (penyanyi) yang tidak
bisa diungkapkan kepada orang lain sehingga keluh kesah yang ada pada diri si
parende diungkapkan dengan marsitogol di luar perkampungan.
4. Banyak tanggapan yang disampaikan masyarakat dalam wawancara, bahwa
Ende Sitogol sangat perlu untuk dilestarikan karena sudah mulai dilupakan dan
tertinggal karena alat musik modren dan lagu-lagu band, sehingga generasi
muda sudah tidak mau lagi belajar baik mendengarkan nyanyian daerah
Mandailing. Ende sitogol juga sangat perlu dikembangkan dan diperkenalkan
lagi pada generasi muda dengan mengadakan pertunjukan seni Mandailing
supaya tidak hilang begitu saja, jangan hanya lagu-lagu pop dan dangdut
Mandiling saja yang dikembangkan dan diadakan pertunjukannya.

53

B. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis mengajukan beberapa saran,
antara lain :
1.

Penggunaan alat musik suling dan olanglio diharapkan tetap dilestarikan dan
dikenalkan pada generasi muda mengingat alat musik tersebut sudah
dilupakan para generasi muda.

2.

Agar ende sitogol jangan sampai dilupakan, seni budaya tersebut harus
dikembangkan dan dilestarikan. Walaupun pemikiran nenek moyang kita itu
dulu primitif, tetapi patut kita kagumi karena berbagai macam seni yang
mereka ciptakan masih banyak yang mencari-cari untuk dikembangkan lagi
keberadaannya.

3.

Masyarakat Mandailing dan Pemerintah sangat mengharapakan agar generasi
muda juga turut berperan dalam upaya pelestarian alat musik tradisional dan
ende sitogol yang pada saat ini sudah hampir punah.

DAFTAR PUSTAKA
Badudu. J.S.2007.Kamus kata-kata serapan asing dalam bahasa Indonesia.
Jakarta: buku kompas
Bagus, leoreans. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia
Banoe, Pono. 2003. Kamus musik. Jakarta: Kanisius
Bungin, Burhan. 2007. MetodologiPenelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafinds
persada
Bambang, Tjiptanadi. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Yudistira
Danandjaja, James. 1984. Foklor Indonesia. Jakarta
Ensiklopedia Indonesia. 1987. Edisi Khusus. Jakarta
Hadeli. 2006. Metode Penelitian Kependidikan. Padang: Quantum Taeching
Maryaeni.2005.Metode Penelitian kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara
Nasution, Edi 2013. Eksistensi “Ende” dan “Ende-ende” dalam Masyarakat
mandailing. Karya Ilmiah. Medan
Nasution, H. Pandapotan. 1994. Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta
Tata Cara Perkawinannya. Padangsidimpuan: Perkasa Alam
Parsadaan marga Harahap. 1993. Horja Adat – Istiadat Dalihan Natolu.
Padangsidimpuan: Kencana
Purba,Mauly. 2004. Fungsi Sosial Ensambel Gordang Sambilan Pada
Masyarakat Mandailing di Desa Tamiang, Kecamatan Kota Nopan,
Kabupaten Tapanuli Selatan. Medan
Siregar,H. 1984. Surat Tumbaga Holing. Padangsidimpuan: Baumi
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suharsimi, Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
Tinggibarani, Sutan. 1981. Pembelajaran Adat Tapanuli. Padangsidimpuan:
Perkasa Alam
William P Malm, 1997. Musik Cultures Of The Pacific. The Near East and Asia.