GAMBARAN RESPON FISIK DAN PSIKOLOGIS DISMENORE PADA REMAJA PUTRI USIA 13–15 TAHUN DI SMP NEGERI 1 GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI Gambaran Respon Fisik Dan Psikologis Dismenore Pada Remaja Putri Usia 13-15 Tahun Di SMP Negeri 1 Girimarto Kabupaten Wonogiri.

(1)

GAMBARAN RESPON FISIK DAN PSIKOLOGIS DISMENORE PADA REMAJA PUTRI USIA 13–15 TAHUN

DI SMP NEGERI 1 GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh:

NAMA : Chindy Yulanda

NIM : J 210.090.003

JURUSAN S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013


(2)

SURAT PERNYATAAN

NASKAH PUBLIKASI

Beserta CD dan isinya Pada Skripsi dengan Judul

GAMBARAN RESPON FISIK DAN PSIKOLOGIS DISMENORE PADA REMAJA PUTRI USIA 13–15 TAHUN

DI SMP NEGERI 1 GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI

Disusun oleh :

CHINDY YULANDA J 210.090.003

Telah dikoreksi dan disetujui oleh dosen Pembimbing I Skripsi Pada tanggal


(3)

GAMBARAN RESPON FISIK DAN PSIKOLOGIS DISMENORE PADA REMAJA PUTRI USIA 13 – 15 TAHUN

DI SMP NEGERI 1 GIRIMARTO, KABUPATEN WONOGIRI

Oleh :

Chindy Yulanda¹, Winarsi NA, S.kep., Ns., M.Kep., ETN², Sri Enawati, S.Kp., M.Kes³

ABSTRAK

Dismenore adalah nyeri yang timbul sebelum, ketika atau selama menstruasi. Dismenore yang timbul pada remaja pada umumnya tidak disebabkan karena patologi, namun dikarenakan ketidakseimbangan hormonal. Nyeri saat dismenore dapat menimbulkan respon fisik dan psikologis. Respon fisik yang dapat dikeluhkan ketika dismenore yaitu nyeri pada perut bagian bawah, nyeri pada pinggang dapat disertai anoreksia, mual, muntah bahkan ada yang mengalami penurunan kesadaran atau pingsan. Selain itu terjadi respon psikologis, seperti mengalami gangguan mood, gelisah, tidak dapat berkonsentrasi dan terjadi penurunan minat terhadap aktivitas rutin. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana respon fisik dan psikologis dismenore pada remaja. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013. Metode penelitian yang digunakan yaitu cross sectional, populasi dalam penelitian ini yaitu remaja yang mengalami menstruasi dan berusia 13 sampai 15 tahun sebesar 90 siswi. Teknik sampling yang digunakan yaitu sampel jenuh dengan jumlah responden 47 siswi. Alat ukur penelitian yang digunakan menggunakan checklist. Analisa hasil penelitian didapatkan pravalensi remaja yang mengalami dismenore sebesar 52,2% dari 90 siswi yang mengalami menstruasi. Respon fisik dengan pravalensi tertinggi yaitu sebesar 85% (40 responden) Responden mengalami keluhan Letih-lesu. Sedangkan respon psikologis dengan pravalensi tertinggi sebesar 89,4% (42 responden) mengalami keluhan mudah marah. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan penelitian selanjutnya dan hendaknya institusi pendidikan dapat bekerjasama dengan instansi terkait atau tenaga kesehatan untuk memberikan informasi mengenai dismenore kepada remaja. Informasi mengenai dismenore pada remaja sebaiknya diberikan sejak dini, agar remaja tidak menganggap dismenore adalah suatu ketidaknormalan atau suatu patologi.


(4)

DESCRIPTION OF PHYSICAL AND PSYCHOLOGICAL RESPONSE DYSMENORRHEA ADOLESCENT GIRLS AGE 13-15 YEARS

IN THE STATE 1 SMP GIRIMARTO, DISTRICT WONOGIRI

By:

Chindy Yulanda¹, Winarsi NA, S.kep., Ns., M.Kep., ETN², Sri Enawati, S.Kp., M.Kes³

ABSTRACT

Dysmenorrhea is pain arising prior to, when or during menstruation. Arising dysmenorrhea in adolescents in general are not caused by pathology, but due to hormonal imbalance. Pain during dysmenorrhea can cause physical and psychological response. Physical response can complain when dysmenorrhea is pain in the lower abdomen, low back pain can be accompanied by anorexia, nausea, vomiting and some have experienced loss of consciousness or fainting. In addition there is a psychological response, such as mood disorders, restless, unable to concentrate, and a decline in interest in routine activities. The purpose of this study to determine how the physical and psychological response of dysmenorrhea in adolescents. The research was conducted in April 2013. The research method used is cross-sectional, population in this study that adolescents who experience menstruation and aged 13 to 15 years by 90 students. Sampling technique used is the sample saturated with the number of respondents 47 students. Measuring instruments used in this study using the checklist. Analysis of the results, pravalensi adolescents who experience dysmenorrhea of 52.2% of the 90 girls who menstruate. Physical response with the highest pravalensi by 85% (40 respondents) respondents had complaints Jaded-flagging. While the psychological response to the highest pravalensi 89.4% (42 respondents) had complaints of irritability. This study is expected to be further research and educational institutions should be able to work with relevant agencies or health professionals to provide information to adolescents about dysmenorrhoea. Information on dysmenorrhea in adolescents should be given early, so teens do not think of dysmenorrhea is an abnormality or a pathology.

Keywords: Adolescents, dysmenorrhea, physical and psychological response response.


(5)

PENDAHULUAN

Walaupun nyeri haid (dismeore) ini bukanlah hal yang mematikan, tetapi ia bisa menyebabkan gangguan pada aktivitas juga memberi dampak bagi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi terhadap wanita. Respon yang menonjol muncul pada remaja yaitu terjadinya respon fisik dan psikologis saat dismenore. Respon fisik saat dismenore seperti nyeri perut bagian bawah, pinggang bahkan sampai ke punggung merupakan respon fisik yang umum saat dismenore, namun ada beberapa gejala penyerta seperti mual, muntah, pusing, anoreksia dan diare yang dapat terjadi saat dismenore. Sedangkan respon psikologis saat dismenore seperti perubahan mood, gelisah, mudah marah merupakan respon psikologis yang sering dialami saat dismenore bahkan sampai ada yang mengalami pingsan saat mengalami dismenore.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dismenore pada remaja pada usia 13 sampai 15 tahun, dan peneliti memilih SMP Negeri 1 Girimarto untuk dijadikan tempat penelitian karena letaknya berdekatan dengan tempat tinggal peneliti sehingga lebih efisien dalam pengguanan waktu, dana dan tenaga selain itu latar belakang kesamaan budaya dari pelajar SMP Negeri 1 Girimarto yang berdomisili asli dari satu daerah sehingga mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti ingin memperkuat dan eksplorasi respon fisik dan psikologis dismenore pada remaja.

TINJAUAN PUSTAKA

Pubertas adalah masa awal pematangan seksual, yaitu suatu

periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik hormonal dan seksual (Syntia, 2012). Pada awal masa pubertas, kadar hormon LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle-stimulating hormone) meningkat sehingga merangsang pembentukan hormon seksual. Pada anak perempuan, perubahan yang pertama kali terjadi pada masa pubertas adalah penonjolan payudara, yang segera diikuti dengan tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut ketiak. Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan (deskuamesi) endometrium (Proverawati & Misaroh, 2009). Lama menstruasi normal yaitu 4 – 7 hari, dengan jumlah darah haid 30 – 80 ml, dan siklus menstruai 24 – 35 hari (Prawirohardjo, 2011). Dismenore adalah nyeri yang tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama dengan permulaan haid dan dapat berlangsung beberapa jam atau selama menstruasi (Mitayani, 2009). Nyeri yang sifatnya subjektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai, dan sering sekali mual, sehingga memaksa untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari (Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Dismenore yang terjadi pada remaja tidak ada hubungannya dengan penyakit organik, dismenore biasanya muncul dari bulan keenam sampai tahun kedua setelah menarke. Dismenore ini akan berhenti/hilang pada usia 25 tahun atau setelah wanita hamil dan melahirkan per vaginam (Bobak, 2004). Respon fisik saat dismenore yang dapat digambarkan yaitu: Nyeri haid (dismenore), nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama saat permulaan haid dan berlangsung beberapa jam atau selama menstruasi


(6)

(Mitayani, 2009). Seperti, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada pinggang, nyeri pada pinggang bahkan sampai ke punggung (Bobak, 2004). Gangguan gastrointestinal/pencernaan, seperti anoreksia, mual, muntah, dan diare (Bobak, 2004). Gangguan Neourologi, seperti mudah berkeringat (sweating), penurunan rentan kesadaran sampai pingsan (Stephen & Ganong, 2010), bulu-bulu merinding, badan menjadi dingin, pusing (Bobak, 2004). Letih-lesu, dan (Astuti, 2005). Perubahan psikologis yang dapat digambarkan saat dismenore yaitu: Gangguan kecemasan, perasaan cemas, gelisah, menghindari percakapan dan kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin, sukar berkonsentrasi, ketegangan (gemetar dan meringis kesakitan) dan pikiran tidak tenang (Prawirohardjo, 2011). Gangguan mood, perubahan mood, mudah marah, mudah menangis dan mudah tersinggung/sensitif (Prawirohardjo, 2011).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian reduksi data menjadi angka-angka (Lapau, 2012). Dalam penelitian ini data yang akan berbentuk angka yaitu insidensi dismenore, respon fisik dan psikologis dismenore. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian observasional bersifat deskriptif eksploratif nonhipotesis. Penelitian observasional bersifat deskriptif ini bertujuan menerangkan atau menggambarkan masalah, peristiwa atau kondisi populasi saat itu (Hidayat, 2011). Pada penelitian ini menggambarkan tentang respon fisik dan psikologis dismenore.

Penelitian ini menggunakan jenis desain study penampang deskriptif atau deskriptive cross sectional study. Dalam rancangan ini, yang dimaksud dengan deskriptive cross sectional study adalah melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Lapau, 2012). Tempat penelitian ini dilakukan di SMP negeri 1 Girimarto, Kabupaten Wonogiri. Waktu. penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 05 April 2013. Menurut Sugiyono (2004), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh.

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi penelitian ini adalah seluruh remaja SMP Negeri 1 Girimarto yang mengalami menstruasi. Jumlah siswi yang menstruasi yaitu 90 siswi dari 96 siswi. Sampel pada penelitian ini yaitu remaja SMP Negeri 1 Girimarto yang mengalami dismenore. Jumlah responden yang mengalami dismenore yaitu 47 siswi (52,2 %) dari 90 siswi yang menstruasi. Teknik sampling jenuh adalah mengambil semua anggota menjadi sampel (Hidayat, 2011). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kriteria sampel, yaitu: Remaja yang mengalami dismenore. Remaja yang berusia 13 – 15 tahun. Remaja yang bersedia menjadi responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah checklist.


(7)

HASIL PENELITIAN

1. Umur responden dismenore

2. Usia menarkhe responden dismenore

3. Lama menstruasi responden

dismenore

4. Respon fisik dismenore

Umur  14  tahun

55% Umur 

13  tahun

26% Umur 

15  tahun

19%

Usia 11 23.4

%

Usia 12 53.2

% Usia

13 19.1

%

Usia 14 4.3%

7 Hari 51.1% 5 Hari

21.3% 6 Hari 14.9% 4 Hari

4.3% 8 Hari

4.3%

9 Hari 2.1% 15 Hari

2.1%

Letih‐lesu 85%

Nyeri Perut  Bawah

78.7%

Nyeri Pada  Pinggang

72.3% Mudah 

Berkeringat 57.4% Nyeri pd 

Pinggang‐ Punggung 51.1% Pusing

9%

Anoreksia 29.8%

Nyeri  Payudara

21.3% Badan 

mjd  Dingin 19.1%

Bulu‐bulu  Merinding

19.1% Mual 14.9%

Penurunan  Kesadaran

12.8%

Sering  Berkemih

8.5%

Muntah 2.1%


(8)

5. Respon psikologis dismenore

PEMBAHASAN

A. Faktor Resiko Dismenore 1. Umur

Gambar 4.1 menunjukan sebagian besar

responden berada pada usia 13 - 15 tahun. Hal ini dikarenakan responden berada pada fase awal masa reproduksi pada usia remaja. Menurut Junizar (2004), mengemukakan bahwa dismenore pada umumnya terjadi pada usia remaja, yaitu pada usia 15 samapi 25 tahun, hal ini disebabkan karena adanya respon hipotalamus pituitary ovarian endocrine axis, adanya respon folikel dalam ovarium dan fungsi

uterus yang mulai normal. Sedangkan menurut Bobak (2004), mengemukakan bahwa dismenore terjadi pada usia remaja pada 6 bulan sampai 2 tahun setelah seorang remaja mengalami menstruasi pertama

(menarkhe). Kejadian dismenore sangat dipengaruhi

oleh usia wanita. Rasa nyeri yang timbul sesaat sebelum atau pada saat mengalami menstruasi dikarenakan adanya peningkatan sekresi hormon prostaglandin (Bobak, 2004). Dengan bertambahnya usia wanita, semakin lebar pula leher rahim maka sekresi hormon prostaglandin akan Mudah

Marah 91.5%

Sensitif 89.4%

Sukar Konsentra

si 76.6%

Penurunan Minat Thd

Aktivitas 74.5% Perubahan

Mood 72.3% Pikiran

Tdk Tenang

68.1% Meringis Kesakitan 61.7% Gelisah

40.4% Perasaan

Cemas 38.3%

Menghind ari kontak 25.5%

Mudah Menangis

23.4% Gemetar


(9)

semakin berkurang secara bertahap. Selain itu dismenore ini akan berkurang atau hilang dengan adanya pelebaran leher rahim karena kelahiran per-vaginam (Bare & Smeltzer, 2002). Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang ada. Disebutkan pada teori dismenore terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun, dan dari hasil penelitian ini didapatkan dismenore dapat terjadi pada usia 13 sampai 15 tahun, sesuai dengan teori Bobak (2004), yang menyatakan dismenore dapat terjadi dua tahun setelah menarkhe, dengan persentase tertinggi pada penelitian ini didapatkan responden yang mengalami dismenore pada usia 14 tahun. 2. Usia Menarkhe lebih awal.

Gambar 4.2 menunjukan sebagian besar

dismenore terjadi pada usia menarkhe 11 sampai 14 tahun.. Menurut Bare & Smeltzer (2002), menyatakan bahwa menarkhe pada usia lebih awal

menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi

secara optimal dan belum siap mengalami perubahan sehingga dapat menyebabkan dismenore, sedangkan pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada usia menarkhe normal masih cukup banyak pula responden yang mengalami dismenore. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan pendapat Widjanarko (2006), yang menyatakan bahwa usia menarkhe lebih awal merupakan salah satu faktor

resiko yang mempengaruhi terjadinya dismenore. Hal ini dikarenakan alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya, namun apabila usia menarkhe terjadi lebih awal dari normal, dimana alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa nyeri ketika

menstruasi. Menurut Henderson & Jones (2005),

menarkhe terjadi pada usia sekitar 11 sampai 15 tahun, dan rata-rata menarkhe terjadi pada usia 12 tahun. Dalam penelitian ini didapatkan usia menarkhe pada responden terjadi pada usia 11 sampai14 tahun, dan presentase tertinggi terjadi pada usia 12 tahun. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa ternyata usia menarkhe tidak berpengaruh terhadap kejadian dismenore. 3. Lama menstruasi lebih dari

normal ( 7 hari )

Dismenore paling banyak terjadi pada responden dengan lama menstruasi 7 hari sebesar (51,1%), jika dibandingkan dengan responden dengan lama mestruasi lebih dari 7 hari. Namun demikian dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa responden dengan lama menstruasi kurang dari 7 hari ternyata masih banyak pula yang mengalami dismenore dibandingkan dengan lama menstruasi lebih dari 7 hari. Menurut Bare & Smeltzer (2002), lama menstruasi lebih dari normal (3 sampai 7 hari)


(10)

dapat menimbulakan kontraksi uterus, jika terjadi lebih lama dapat mengakibatkan uterus lebih sering untuk berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang akan dikeluarkan sehinggga hal ini dapat menimbulkan nyeri ketika menstruasi. Meskipun berdasarkan teori dijelaskan bahwa lama menstruasi berpengaruh terhadap kejadian dismenore, namun karena pada hasil penelitian ini didapatkan perbedaan persentase antara responden yang lama menstruasinya kurang dari 7 hari presentasenya lebih tinggi

dibandingkan dengan responden yang mengalami

lama menstruasi lebih dari 7 hari. Maka penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa lama menstruasi lebih dari normal ternyata tidak berpengaruh terhadap kejadian dismenore.

B. Respon Fisik dan Psikologis Dismenenore

1. Respon Fisik Dismenore

Respon fisik dismenore berdasarkan teori meliputi nyeri perut bagian bawah, nyeri pada pinggang, nyeri pada pinggang bahkan sampai ke punggung, anoreksia, mual, muntah, diare, mudah berkeringat (sweating), penurunan rentan kesadaran sampai pingsan (Stephen & Ganong, 2010), Letih-lesu, dan (Astuti, 2005). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan keluhan yang dirasakan responden saat dismenore sebagian besar mengalami nyeri, respon fisik yang sering

dikeluhkan remaja saat mengalami dismenore yaitu mengalami nyeri pada perut bagian bawah, nyeri pada pinggang bahkan menyebar sampai ke punggung. Timbulnya nyeri saat menstruasi pada remaja dikarenakan

ketidakseimbangan hormonal, yaitu karena ada peningkatan kadar hormon prostaglandin.

Peningkatan kadar prostaglandin PGE dan PGF2

alfa yang berlebihan ini dapat

merangsang kontraksi miometrium sehingga menyebabkan peningkatan kontraksi dan disritmia pada uterus. Hal ini mengakibatkan iskemia dan kram yang bersifat siklik yang dapat menimbulkan nyeri pada perut bagian bawah, nyeri pada pinggang bahkan dapat menyebar sampai ke punggung (Bobak, 2004).

Menurut Winkjosastro (2005), pada endometrium fase menstruasi memproduksi prostaglandin F2 alfa, jika kadar prostaglandin F2 alfa dalam jumlah berlebihan akan dilepas dalam peredaran darah. yang dapat menyebabkan kontraksi pada uterus selain itu dapat terjadi hiperaktivitas pada otot polos usus. Hal ini dapat memberikan efek selain nyeri juga dapat menyebabkan terjadi anoreksia, mual, muntah dan diare. Namun, hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang ada. Disebutkan pada teori keluhan dismenore mengalami diare, namun pada hasil penelitian ini


(11)

tidak ditemukan responden yang mengalami diare.

Berdasarkan hasil penelitian, responden mengalami keluhan mudah

berkeringat (sweating), pusing, badan menjadi dingin, bulu-bulu merinding dan penurunan rentan kesadaran/pingsan. Menurut Hendrik (2006), sistem persyarafan sistem genetalia wanita pada umumnya disarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis menimbulkan efek kontransi dan vasokontriksi sedangkan saraf

parasimpatis mencegah kontraksi atau menimbulkan relaksasi dan vasodilatasi. Pada saat dismenore ini dapat

ditimbulkan dari ketidakseimbangan

pengendalian sistem saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatis yang dapat menyebabkan kontraksi dan vasokonstriksi sehingga menimbulkan rasa sakit yang

kemudian diteruskan ke pusat saraf otak, dari akibat rasa sakit ini akan menimbulkan gejala seperti pusing, letih-lesu, bulu-bulu merinding, keringat berlebihan, terjadinya penurunan kesadaran dan pingsan.

Berdasarkan hasil uraian yang disampaikan beberapa keluhan yang dialami oleh Responden diantaranya adalah nyeri pada payudara, dan sering

berkemih. Menurut

Prawirohardjo (2011), menyatakan gangguan keseimbangan hormon estrogen

dan progesteron pada awal-awal menstruasi akan menyebabkan retensi cairan dan natrium sehingga berpotensi menyebakan terjadinya keluhan seperti nyeri

pada payudara, peningkatan berat badan dan jika terjadi penumpukan cairan dan natrium pada dinding kandung kemih dalam jumlah banyak maka akan merangsang reseptor pada uretra posterior untuk melakukan refleks sering berkemih (Syaifuddin, 2009). Menurut Bobak (2004), ketika dismenore tidak dilaporkan ketidaknyamanan fisik seperti nyeri pada payudara dan berkemih.

2. Respon Psikologis Dismenore

Respon psikologis dismenore meliputi keluhan

perasaan cemas, gelisah, menghindari percakapan dan kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin, sukar berkonsentrasi, ketegangan (gemetar dan meringis kesakitan) dan pikiran tidak tenang, perubahan mood, mudah marah, mudah menangis dan mudah tersinggung/sensitif (Prawirohardjo, 2011).

Menurut Bobak (2004), menyatakan bahwa defisiensi

progesteron, kelebihan prolaktin dan prostaglandin

menyebabkan fluktuasi mood, yang terjadi pada siklus awal menstruasi ketika wanita dismenore dan dapat menghilang setelah beberapa hari menstruasi, keluhan


(12)

gangguan mood, seperti mudah marah, perubahan mood, sensitif/mudah tersinggung dan mudah menangis.

Menurut Prawirohardjo (2011), seorang wanita yang mengalami dismenore akan

mengalami gangguan kecemasan. Menurut HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam Hidayat (2011),

keluhan-keluhan seperti perasaan cemas, khawatir, ketakutan, pikiran tidak tenang, gangguan pola tidur, menghindari percakapan dan kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin, penurunan konsentrasi dan gejala ketegangan (gelisah, perasaan tegang, gemetar dan meringis kesakitan). Menurut Mighwar (2006), menyatakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon subjektif menegenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau adanya rasa ketidaknyamanan. Pada remaja, hal ini kurangnya pengetahuan yang dimiliki seorang remaja dapat menyebabkan kurangnya

kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

pertumbuhan dan perkembangan serta tidak

mampu menerima apa yang dialaminya dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan tekanan yang ada sehingga seorang remaja dapat lebih mudah mengalami kecemasan saat dismenore. Menurut

Winkjosastro (2005), menyatakan bahwa pada gadis

remaja yang berusia 13 sampai 15 tahun berada pada tahap awal dan menengah masa remaja yang memiliki karakter pemahaman yang masih samar dan memiliki kecenderungan peningkatan emosi yang lebih besar yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapatkan penerangan yang baik tentang dismenore, maka mudah timbul dismenore. Para remaja putri akan cemas apabila dismenore yang terjadi selama mestruasi merupakan indikasi ketidaknormalan. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran, bahwa

responden mengalami gangguan kecemasan dan keluhan-keluhan seperti perasaan cemas, gelisah, sukar

berkonsentrasi, gemetar, ,meringis kesakitan, menghindari percakapan dan

kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin dan pikiran tidak tenang.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu :

1. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah univariant variabel, sehingga penelitian ini belum mencakup semua masalah. 2. Dalam pengambilan data

menggunakan checklist terdapat pertanyaan yang bermakna hampir sama.

Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa:

1. Jumlah insidensi dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 1 Girimarto kabupaten Wonogiri


(13)

sebesar 47 siswi (52,2 %) dari 90 siswi yang menstruasi.

2. Respon Fisik dan Psikologis Dismenore

a. Respon Fisik Dismenore Respon fisik dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 1 Girimarto persentase tertinggi mengalami keluhan letih lesu dan persentase terendah mengalami keluhan muntah. Tidak terdapat keluhan diare saat dismenore. Keluhan pada uraian seperti nyeri pada payudara dan sering berkemih.

b. Respon Psikologis Dismenore

Respon psikologis dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 1 Girimarto persentase tertinggi mengalami keluhan mudah marah dan persentase terendah mengalami keluhan gemetar. Pada uraian tidak terdapat keluhan.

Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan saran:

1. Bagi pihak SMP Negeri 1 Girimarto

Kepada pihak SMP N egeri 1 Girimarto lebih memperhatikan para siswi sehubungan dengan pemberian izin saat mengalami dismenore agar para siswi dapat beristirahat atau mungkin dapat

berobat ke dokter, terutama ketika pada hari pertama dan kedua menstruasi.

2. Bagi Siswi SMP Negeri 1 Girimarto.

Bagi para siswi agar mempersiapkan diri baik secara fisik maupun psikologis pada saat menjelang menstruasi, misalnya dengan beristirahat yang cukup, olahraga, dan mempersiapkan obat-obat yang sesuai dengan keluhan ketika nyeri yang dirasakan tidak dapat ditahan.

3. Kepada pembaca dan peneliti lainnya.

Penelitian ini memiliki kekurangan, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya untuk menjawab permasalahan lain yang belum terjawab yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Bagi Profesi Keperawatan.

Diharapkan kepada profesi keperawatan dapat memberikan pelayanan baik secara preventif maupun kuratif tindakan keperawatan mandiri terkait dengan hal-hal mengenai menstruasi yang menekankan tindakan non farmakologis. Seperti

hipnoterapi, relaksasi, menganjurkan mengkonsumsi

herbal yang sesuai dengan keluha.

DAFTAR PUSTAKA

Annathayakeishka.. (2009). Nyeri haid. http://forum.dudung.net/index. php?action=printpage;topic=140

42.0. Diunduh tanggal 16/09/2012, 12.55.

Ardian, P. (2010). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Kecemasan Saat Menstruasi Dengan Dismenore Pada Siswi Di SMPN 1 Prembun. Skripsi. UNDIP. Diakses tanggal 18/11/2012. 13.04.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.


(14)

Astuti, N. (2005). Menangkal Rasa Sakit Menjelang Haid. http://community.um.ac.id/showt

hread.php?53425. Diunduh tanggal 27/9/2012. 09.29.

Bobak, I. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4 (Renata Komalasari, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Chandra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.

Chandra, N.B, Almazin, Calista, Wulandari, Rovenska, Djuanda, Eva. (2009). Pravalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Majalah Kedokteran UI. 308-313.

Cunningham, G.F, Gant, N.F, Leveno, K.J, Gilstrap, L.C, Hauth, J.C, Wenstrom, K.D. (2005). Obstetri

Williams, Edisi 21. (Huriawati:Penerjemah).

Jakarta:EGC.

Henderson, C & Jones, K. (2005). Buku Ajar Konsep Kebidanan. (Devi Yulianti:Penerjemah). Jakarta:EGC.

Hartati, Munjiati, Khaerunisa. (2012). Mekanisme Koping Mahasiswi Keperawatan Dalam Menghadapi Dismenore. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, volume 8. Semarang: Poltekes Semarang. Hendrik.(2006). Problema Haid:

Tinjauan Syariat Islam Dan

Medis. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Hidayat, A.A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.

. 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Junizar, G., Sulianingsih., & Widya K. (2004). Pengobatan dismenore dengan Akupuntur. Cermin Dunia Kedokteran. No.133. Hal 50 – 3.

Kurniawati, D. Pengaruh Dismenore Terhadap Aktivitas Pada Siswi SMK Batik 1 Surakarta. Skripsi. UMS. Diakses tanggal 18/11/2012. 14.01.Lapau, B. (2012). Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja. Bandung:CV Pustaka Setia.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Nataria, D. (2011). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dismenore Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan ”Veteran” Jakarta. Skripsi. UPN. Diakses tanggal 08/09/2012. 14.25.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Pendekatan Praktis: Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Setya.


(15)

Potter & Perry . (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik.(Penerjemah: Devi Yulianti). Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Purwaningsih, W & Fatmawati, S. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol. 1. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2004). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. . (2009). Metode Penelitian

Kuantitatif Dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Stephen & Ganong, W.F. (2010). Patofisiologi Penyakit:Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.

(Frans Dany;Penerjemah. Jakarta: EGC.

Sunita, A. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Syaifuddin. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Syntia, N.S. (2012). Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Widjanarko, B. (2006). Dismenore Tinjauan Terapi Pada Dismenore Primer. Majalah Kedokteran Damianus. Volume 5. No.1

Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: YBPSP.

Wong, D.L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. (Sari

Kurnianingsih:Penerjemah). Jakarta:EGC.


(1)

dapat menimbulakan kontraksi uterus, jika terjadi lebih lama dapat mengakibatkan uterus lebih sering untuk berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang akan dikeluarkan sehinggga hal ini dapat menimbulkan nyeri ketika menstruasi. Meskipun berdasarkan teori dijelaskan bahwa lama menstruasi berpengaruh terhadap kejadian dismenore, namun karena pada hasil penelitian ini didapatkan perbedaan persentase antara responden yang lama menstruasinya kurang dari 7 hari presentasenya lebih tinggi

dibandingkan dengan responden yang mengalami

lama menstruasi lebih dari 7 hari. Maka penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa lama menstruasi lebih dari normal ternyata tidak berpengaruh terhadap kejadian dismenore.

B. Respon Fisik dan Psikologis Dismenenore

1. Respon Fisik Dismenore

Respon fisik dismenore berdasarkan teori meliputi nyeri perut bagian bawah, nyeri pada pinggang, nyeri pada pinggang bahkan sampai ke punggung, anoreksia, mual, muntah, diare, mudah berkeringat (sweating), penurunan rentan kesadaran sampai pingsan (Stephen & Ganong, 2010), Letih-lesu, dan (Astuti, 2005). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan keluhan yang dirasakan responden saat dismenore sebagian besar mengalami nyeri, respon fisik yang sering

dikeluhkan remaja saat mengalami dismenore yaitu mengalami nyeri pada perut bagian bawah, nyeri pada pinggang bahkan menyebar sampai ke punggung. Timbulnya nyeri saat menstruasi pada remaja dikarenakan

ketidakseimbangan hormonal, yaitu karena ada peningkatan kadar hormon prostaglandin.

Peningkatan kadar prostaglandin PGE dan PGF2

alfa yang berlebihan ini dapat

merangsang kontraksi miometrium sehingga menyebabkan peningkatan kontraksi dan disritmia pada uterus. Hal ini mengakibatkan iskemia dan kram yang bersifat siklik yang dapat menimbulkan nyeri pada perut bagian bawah, nyeri pada pinggang bahkan dapat menyebar sampai ke punggung (Bobak, 2004).

Menurut Winkjosastro (2005), pada endometrium fase menstruasi memproduksi prostaglandin F2 alfa, jika kadar prostaglandin F2 alfa dalam jumlah berlebihan akan dilepas dalam peredaran darah. yang dapat menyebabkan kontraksi pada uterus selain itu dapat terjadi hiperaktivitas pada otot polos usus. Hal ini dapat memberikan efek selain nyeri juga dapat menyebabkan terjadi anoreksia, mual, muntah dan diare. Namun, hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian yang ada. Disebutkan pada teori keluhan dismenore mengalami diare, namun pada hasil penelitian ini


(2)

tidak ditemukan responden yang mengalami diare.

Berdasarkan hasil penelitian, responden mengalami keluhan mudah

berkeringat (sweating), pusing, badan menjadi dingin, bulu-bulu merinding dan penurunan rentan kesadaran/pingsan. Menurut Hendrik (2006), sistem persyarafan sistem genetalia wanita pada umumnya disarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis menimbulkan efek kontransi dan vasokontriksi sedangkan saraf

parasimpatis mencegah kontraksi atau menimbulkan relaksasi dan vasodilatasi. Pada saat dismenore ini dapat

ditimbulkan dari ketidakseimbangan

pengendalian sistem saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatis yang dapat menyebabkan kontraksi dan vasokonstriksi sehingga menimbulkan rasa sakit yang

kemudian diteruskan ke pusat saraf otak, dari akibat rasa sakit ini akan menimbulkan gejala seperti pusing, letih-lesu, bulu-bulu merinding, keringat berlebihan, terjadinya penurunan kesadaran dan pingsan.

Berdasarkan hasil uraian yang disampaikan beberapa keluhan yang dialami oleh Responden diantaranya adalah nyeri pada payudara, dan sering

berkemih. Menurut

Prawirohardjo (2011), menyatakan gangguan keseimbangan hormon estrogen

dan progesteron pada awal-awal menstruasi akan menyebabkan retensi cairan dan natrium sehingga berpotensi menyebakan terjadinya keluhan seperti nyeri

pada payudara, peningkatan berat badan dan jika terjadi penumpukan cairan dan natrium pada dinding kandung kemih dalam jumlah banyak maka akan merangsang reseptor pada uretra posterior untuk melakukan refleks sering berkemih (Syaifuddin, 2009). Menurut Bobak (2004), ketika dismenore tidak dilaporkan ketidaknyamanan fisik seperti nyeri pada payudara dan berkemih.

2. Respon Psikologis Dismenore

Respon psikologis dismenore meliputi keluhan

perasaan cemas, gelisah, menghindari percakapan dan kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin, sukar berkonsentrasi, ketegangan (gemetar dan meringis kesakitan) dan pikiran tidak tenang, perubahan mood, mudah marah, mudah menangis dan mudah tersinggung/sensitif (Prawirohardjo, 2011).

Menurut Bobak (2004), menyatakan bahwa defisiensi

progesteron, kelebihan prolaktin dan prostaglandin

menyebabkan fluktuasi mood, yang terjadi pada siklus awal menstruasi ketika wanita dismenore dan dapat menghilang setelah beberapa hari menstruasi, keluhan


(3)

gangguan mood, seperti mudah marah, perubahan mood, sensitif/mudah tersinggung dan mudah menangis.

Menurut Prawirohardjo (2011), seorang wanita yang mengalami dismenore akan

mengalami gangguan kecemasan. Menurut HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam Hidayat (2011),

keluhan-keluhan seperti perasaan cemas, khawatir, ketakutan, pikiran tidak tenang, gangguan pola tidur, menghindari percakapan dan kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin, penurunan konsentrasi dan gejala ketegangan (gelisah, perasaan tegang, gemetar dan meringis kesakitan). Menurut Mighwar (2006), menyatakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon subjektif menegenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau adanya rasa ketidaknyamanan. Pada remaja, hal ini kurangnya pengetahuan yang dimiliki seorang remaja dapat menyebabkan kurangnya

kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

pertumbuhan dan perkembangan serta tidak

mampu menerima apa yang dialaminya dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan tekanan yang ada sehingga seorang remaja dapat lebih mudah mengalami kecemasan saat dismenore. Menurut

Winkjosastro (2005), menyatakan bahwa pada gadis

remaja yang berusia 13 sampai 15 tahun berada pada tahap awal dan menengah masa remaja yang memiliki karakter pemahaman yang masih samar dan memiliki kecenderungan peningkatan emosi yang lebih besar yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapatkan penerangan yang baik tentang dismenore, maka mudah timbul dismenore. Para remaja putri akan cemas apabila dismenore yang terjadi selama mestruasi merupakan indikasi ketidaknormalan. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran, bahwa

responden mengalami gangguan kecemasan dan keluhan-keluhan seperti perasaan cemas, gelisah, sukar

berkonsentrasi, gemetar, ,meringis kesakitan, menghindari percakapan dan

kontak sosial, penurunan minat terhadap aktivitas rutin dan pikiran tidak tenang.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu :

1. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah univariant variabel, sehingga penelitian ini belum mencakup semua masalah. 2. Dalam pengambilan data

menggunakan checklist terdapat pertanyaan yang bermakna hampir sama.

Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa:

1. Jumlah insidensi dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 1 Girimarto kabupaten Wonogiri


(4)

sebesar 47 siswi (52,2 %) dari 90 siswi yang menstruasi.

2. Respon Fisik dan Psikologis Dismenore

a. Respon Fisik Dismenore Respon fisik dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 1 Girimarto persentase tertinggi mengalami keluhan letih lesu dan persentase terendah mengalami keluhan muntah. Tidak terdapat keluhan diare saat dismenore. Keluhan pada uraian seperti nyeri pada payudara dan sering berkemih.

b. Respon Psikologis Dismenore

Respon psikologis dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 1 Girimarto persentase tertinggi mengalami keluhan mudah marah dan persentase terendah mengalami keluhan gemetar. Pada uraian tidak terdapat keluhan.

Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan saran:

1. Bagi pihak SMP Negeri 1 Girimarto

Kepada pihak SMP N egeri 1 Girimarto lebih memperhatikan para siswi sehubungan dengan pemberian izin saat mengalami dismenore agar para siswi dapat beristirahat atau mungkin dapat

berobat ke dokter, terutama ketika pada hari pertama dan kedua menstruasi.

2. Bagi Siswi SMP Negeri 1 Girimarto.

Bagi para siswi agar mempersiapkan diri baik secara fisik maupun psikologis pada saat menjelang menstruasi, misalnya dengan beristirahat yang cukup, olahraga, dan mempersiapkan obat-obat yang sesuai dengan keluhan ketika nyeri yang dirasakan tidak dapat ditahan.

3. Kepada pembaca dan peneliti lainnya.

Penelitian ini memiliki kekurangan, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya untuk menjawab permasalahan lain yang belum terjawab yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Bagi Profesi Keperawatan.

Diharapkan kepada profesi keperawatan dapat memberikan pelayanan baik secara preventif maupun kuratif tindakan keperawatan mandiri terkait dengan hal-hal mengenai menstruasi yang menekankan tindakan non farmakologis. Seperti

hipnoterapi, relaksasi, menganjurkan mengkonsumsi

herbal yang sesuai dengan keluha. DAFTAR PUSTAKA

Annathayakeishka.. (2009). Nyeri haid. http://forum.dudung.net/index. php?action=printpage;topic=140

42.0. Diunduh tanggal 16/09/2012, 12.55.

Ardian, P. (2010). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Kecemasan Saat Menstruasi Dengan Dismenore Pada Siswi Di SMPN 1 Prembun. Skripsi. UNDIP. Diakses tanggal 18/11/2012. 13.04.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Astuti, N. (2005). Menangkal Rasa Sakit Menjelang Haid. http://community.um.ac.id/showt

hread.php?53425. Diunduh tanggal 27/9/2012. 09.29.

Bobak, I. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4 (Renata Komalasari, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Chandra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.

Chandra, N.B, Almazin, Calista, Wulandari, Rovenska, Djuanda, Eva. (2009). Pravalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Majalah Kedokteran UI. 308-313.

Cunningham, G.F, Gant, N.F, Leveno, K.J, Gilstrap, L.C, Hauth, J.C, Wenstrom, K.D. (2005). Obstetri

Williams, Edisi 21. (Huriawati:Penerjemah).

Jakarta:EGC.

Henderson, C & Jones, K. (2005). Buku Ajar Konsep Kebidanan. (Devi Yulianti:Penerjemah). Jakarta:EGC.

Hartati, Munjiati, Khaerunisa. (2012). Mekanisme Koping Mahasiswi Keperawatan Dalam Menghadapi Dismenore. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, volume 8. Semarang: Poltekes Semarang. Hendrik.(2006). Problema Haid:

Tinjauan Syariat Islam Dan

Medis. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Hidayat, A.A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.

. 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Junizar, G., Sulianingsih., & Widya K. (2004). Pengobatan dismenore dengan Akupuntur. Cermin Dunia Kedokteran. No.133. Hal 50 – 3.

Kurniawati, D. Pengaruh Dismenore Terhadap Aktivitas Pada Siswi SMK Batik 1 Surakarta. Skripsi. UMS. Diakses tanggal 18/11/2012. 14.01.Lapau, B. (2012). Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja. Bandung:CV Pustaka Setia.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Nataria, D. (2011). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dismenore Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan ”Veteran” Jakarta. Skripsi. UPN. Diakses tanggal 08/09/2012. 14.25.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Pendekatan Praktis: Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Setya.


(6)

Potter & Perry . (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik.(Penerjemah: Devi Yulianti). Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Purwaningsih, W & Fatmawati, S. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol. 1. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2004). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. . (2009). Metode Penelitian

Kuantitatif Dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Stephen & Ganong, W.F. (2010). Patofisiologi Penyakit:Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.

(Frans Dany;Penerjemah. Jakarta: EGC.

Sunita, A. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Syaifuddin. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Syntia, N.S. (2012). Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Widjanarko, B. (2006). Dismenore Tinjauan Terapi Pada Dismenore Primer. Majalah Kedokteran Damianus. Volume 5. No.1

Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: YBPSP.

Wong, D.L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. (Sari

Kurnianingsih:Penerjemah). Jakarta:EGC.


Dokumen yang terkait

Gambaran derajat Dismenore dan upaya penanganannya pada siswi Sekolah Menengah Kejuruan Arjuna Depok Jawa Barat

8 37 114

Kejadian Dismenore Berdasarkan Karakteristik Orang dan Waktu serta Dampaknya pada Remaja Putri SMA dan Sederajat di Jakarta Barat Tahun 2015

0 16 141

HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DAN LAMA MENSTRUASIDENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DAN LAMA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMK NEGERI 4 SURAKARTA.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DAN LAMA MENSTRUASIDENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI HUBUNGAN ANTARA USIA MENARCHE DAN LAMA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMK NEGERI 4 SURAKARTA.

0 2 17

GAMBARAN RESPON FISIK DAN PSIKOLOGIS DISMENORE PADA REMAJA PUTRI USIA 13–15 TAHUN Gambaran Respon Fisik Dan Psikologis Dismenore Pada Remaja Putri Usia 13-15 Tahun Di SMP Negeri 1 Girimarto Kabupaten Wonogiri.

3 7 17

PENDAHULUAN Gambaran Respon Fisik Dan Psikologis Dismenore Pada Remaja Putri Usia 13-15 Tahun Di SMP Negeri 1 Girimarto Kabupaten Wonogiri.

1 3 7

HUBUNGAN ANTARA KEBUGARAN FISIK DENGAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 DENPASAR TAHUN 2014.

0 2 14

Hubungan status gizi, usia menarche ibu dan aktivitas fisik dengan usia menarhce remaja putri di SMP Negeri 1 Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015

0 1 17

Hubungan status gizi, usia menarche ibu dan aktivitas fisik dengan usia menarhce remaja putri di SMP Negeri 1 Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015

0 0 2

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG DISMENORE PADA SISWA PUTRI DI MTS NU MRANGGEN KABUPATEN DEMAK

0 0 10