UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS : Studi Deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung.

(1)

UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS (STUDI DESKRIPTIF DI SMA PASUNDAN 2 BANDUNG)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh : AKHMAD FAUZI

1001805

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

di SMA Pasundan 2 Bandung)

Oleh Akhmad Fauzi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Akhmad Fauzi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

AKHMAD FAUZI (1001805)

UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS (STUDI DESKRIPTIF DI SMA PASUNDAN 2 BANDUNG)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING : Pembimbing I

Dr. Munawar Rahmat, M.Pd NIP. 19580128 198612 1 001

Pembimbing II

Agus Fakhruddin, M.Pd

NIP. 19700817 200501 1 001

Mengetahui,

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. NIP. 19570303 198803 1 001


(4)

ABSTRAK

Sekolah adalah lembaga pendidikan. Pendidikan merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan pembentukan satu kepribadian manusia. Sekolah harus membangun lingkungan yang kondusif untuk kegiatan mengajar, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, karena akar dari nasional nilai-nilai agama. Dalam sekolah harus mengembangkan nilai-nilai budaya islam yang kemudian dituangkan dalam kegiatan untuk membangun keagamaan di sekolah. Maka dari itu diperlukan adanya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui: 1) kebijakan yang dilakukan dalam membangun suasana religius, 2) program religius yang ada, 3) implementasi dalam melaksanakan kebijakan untuk membangun suasana religius, dan 4) hasil dari program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung. Agar peneliti mendapatkan data yang sesuai, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis, dan data dalam penelitian ini didapat dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kebijakan yang dibuat oleh sekolah berlandaskan kepada sistem pendidikan nasional kemudian dijadikan sebagai tujuan sekolah. Kemudian menjadi program-program yang akan dilaksanakan di sekolah dan salah satunya adalah program untuk membangun suasana religius. Lalu implementasi program dilaksanakan dengan merangkul seluruh warga sekolah sehingga timbul komitmen bersama untuk menjalankan program-program religius di sekolah, dan banyak manfaat yang dapat dipetik dari setap program religius yang dilaksanakan yang menyebabkan siswa semakin rajin dalam beribadah, sopan dalam bertingkah laku, dan baik dalam berbusana. Dari hasil penelitian di SMA Pasundan 2 Bandung, terlihat sudah menjalankan amanat tujuan pendidikan nasional yaitu membangun karakter siswa, melalui program religius yang dilaksanakan sekolah. Program-program yang dilaksanakan oleh SMA Pasundan 2 Bandung sudah dijalankan dengan baik dan mampu membangun suasana religius di sekolah tersebut. Siswa dibiasakan membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah, berdo’a sebelum pulang, disiplin, rajin, juga berbakti kepada orang tua.


(5)

ABSTRACT

School is education institution. Education is an important part in the growth process in formation of one the human personality. School must build an environment condusive to teaching activities, so that learners are ectively developing her potential, because the root of the national is religious values. In a school should be develop the cultural values of islam which is then in a poured in activities to build religious in a school. This it is necessary to study aimed to determine: 1) The policy pursued in building religious, 2) Religious program, 3) Implementation in implementing policies to build a religious atmosphere, 4) The result of the existing religious programs in SMA Pasundan 2 Bandung. In order the research to get the appropriate data, this study used a qualitative approach with descriptive methods of analysis, and the data in this study come from interview, observation, and documentation studies. The result of the study explain that the policy made by the school based on the national education system in used as a school goal. And then nto programs that will be implemented at the school and one of them is program for ovalding a religious atmosphere. And the implementation of the program implemented by the whole school comunity embracing causing joint comitment to religious program in school, and many benefits that can be gleaned from religious program carried that couse student more diligent in worship, courteus in behaviour, and good wear. From the result of research on SMA Pasundan 2 Bandung seen already carriying out the mandate of national educational goals of building character of student, throught program implemented religious school. The programs are conducted by SMA Pasundan 2 Bandung is well run and able to build a religious atmosphere in the school. Student accustomed to reading Qur’an, praying, praying before going home, disciplined, diligent, dutiful to parents.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 8

C. Rumusan Masalah... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Struktur Organisasi ... 10

BAB IIKAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Sekolah ... 11

1. Definisi Sekolah ... 11

2. Tujuan Sekolah ... 14

3. Pentingnya Sebuah Sekolah ... 15

B. Manajemen Persekolahan ... 18

1. Definisi Manajemen Persekolahan... 18

2. Fungsi Manajemen Persekolahan ... 22

3. Pemberdayaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan ... 25

C. Religius di Sekolah ... 29

1. Pengertian Suasana Religius ... 29

2. Perilaku Religius ... 33

3. Praktik Pengembangan Religius di Sekolah ... 35

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 43

A. Lokasi Penelitian ... 43

B. Langkah- langkah Pengumpulan Data ... 44

C. Metode Penelitian ... 47

D. Definisi Operasional ... 49


(7)

F. Keabsahan Data ... 50

G. Teknik Pengumpulan Data ... 52

H. Sumber Data ... 57

I. Analisis Data... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian ... 59

1. Kebijakan yang Dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam Membangun Suasana Religius ... 59

2. Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 69

3. Implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam Melaksanakan Kebijakan Untuk Membangun Suasana Religius ... 84

4. Hasil dari Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 98

B. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 115

1. Analisis Kebijakan yang Dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam Membangun Suasana Religius ... 116

2. Analisis Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 120

3. Analaisis Implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam Melaksanakan Kebijakan Untuk Membangun Suasana Religius ... 124

4. Analisis Bagaimana Hasil dari Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 127

BAB VSIMPULAN DAN SARAN ... 132

A. Simpulan ... 132

B. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

SURAT KETERANGAN PENELITIAN ... 140

KISI-KISI PENELITIAN ... 141

PEDOMAN WAWANCARA ... 143

HASIL WAWANCARA ... 144

PEDOMAN OBSERVASI ... 150

CATATAN OBSERVASI ... 151

DOKUMENTASI PENELITIAN ... 168

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 171


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Tes Baca Qur’an di Kelas XII IPA 1 ... 101 Tabel 4.2. Tabel 4.2. Format Absensi Siswa Terlambat ... 113


(9)

Akhmad Fauzi, 2014

DAFTAR GAMBAR


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ... 140

Lampiran 2 Kisi-kisi Penelitian ... 141

Lampiran 3 Pedoman Wawancara ... 143

Lampiran 4 Hasil Wawancara ... 144

Lampiran 5 Pedoman Observasi ... 150

Lampiran 6 Catatan Observasi ... 151

Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian ... 168

Lampiran 8 Riwayat Hidup Penulis ... 171


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai makhluk yang diberikan potensi yang sangat luar biasa oleh Allāh swt., manusia sudah sepantasnya bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan potensi itu dengan baik. Manusia merupakan subjek dalam kehidupan, maka sebagai makhluk ciptaan Allāh swt. manusia harus selalu bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya (Sukmadinata, 2011: 15). Manusia ditunjuk oleh Allāh swt. sebagai khalīfah di bumi ini. Yaitu untuk mengatur pelestarian dan pengembangan alam semesta dengan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan Allāh dalam Al-Qur`an sebagai “sunnatullāh”. Allāh berfirman:



























































“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalīfah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalīfah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah[2]: 30)

Agar dapat melaksanakan perannya sebagai khalīfah di bumi itu manusia membutuhkan pendidikan, karena melalui pendidikan manusia bisa

Seluruh teks dan terjemah Al-Qur’ān dalam skripsi ini dikutip dari Microsoft Word menu Add

-Ins dan disesuaikan dengan Al-Qur’an dan Terjemahnya, terjemahan Tim Penerjemah Departemen Agama Islam RI, tahun 2008: CV Penerbit Dipenogoro.


(12)

mendapatkan ilmu pengetahuan, mempelajari cara melestarikan bumi, dan akan melakukan pengembangan potensi alam yang diberikan Allāh kepada seluruh umat manusia.

Maka saat ini, terdapat kebutuhan yang sangat besar terhadap pendidikan sekolah hampir disemua negara mewajibkan kepada warganya untuk menuntut pendidikan di sekolah, hal ini juga dilatarbelakangi adanya pemikiran bahwa apabila menuntut pendidikan di sekolah maka dapat mempersiapkan anak-anak untuk mendapat kerjaan yang lebih layak dan bergaji tinggi. Namun, saat ini banyak orang yang berpendapat bahwa pendidikan yang diselenggarakan sekolah itu tidaklah memenuhi kebutuhan anak-anak secara benar (Surjadi, 1982: 3).

Menurut Suryosubroto (2010: 2) pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar dapat bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, dan sebagai warga negara/masyarakat dengan memilih isi, strategi, dan teknik penilaian yang sesuai.

Pendidikan dapat dilakukan dimana saja, dapat berlangsung di rumah di sekolah ataupun di masyarakat, berkenaan dengan hal-hal sederhana ataupun sangat kompleks. Kegiatan belajar di sekolah bersifat formal. Kegiatan belajar sangat diperlukan, mengingat semakin banyak dan kompleksnya tuntutan kehidupan masyarakat (Sukmadinata, 2011: 177).

Kita ketahui bahwa berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan di sekolah banyak tergantung pada jelas tidaknya tujuan yang hendak dicapai oleh sekolah. Maka diperlukan adanya perumusan tujuan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan penyelenggara pendidikan (Suryosubroto, 2010: 10).

Apabila kita lihat dari tujuan pendidikan nasional adalah membangun kualitas manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan denganNya sebagai warga negara yang


(13)

3

berjiwa pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, mampu mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan masyarakat. Namun pada praktek kenyataan di lapangan, masih banyak kekurangan dan belum mencapai tujuan yang diinginkan oleh bangsa kita (Suryosubroto, 2010: 12).

Dari sudut pandang sikap anak muda saat ini, banyak yang tidak mencerminkan sikap sopan, mereka jauh dari akhlaq mulia. Padahal Rasulullāh saw. mengisyaratkan bahwa hanya dengan akhlak mulia manusia dapat dipertemukan oleh beliau di hari akhir kelak. Maka kita seharusnya meneladani beliau agar mendapat posisi istimewa di sisi Rasulullāh saw (Tim FS PAI-JS UGM, 1993: 97).

Banyak sikap anak yang sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang muslim yang tentu saja seharusnya sesuai dengan ajaran Islam. Merupakan sebuah keprihatinan yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan kesehatan mental yang kurang dari anak Indonesia, padahal menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 152) sebaiknya kesehatan mental dijaga sejak usia dini di dalam keluarga, dengan menciptakan lingkungan sosial-psikologis yang sehat dan wajar. Lingkungan yang sehat bukan saja akan menularkan kesehatan mental, tetapi juga menjadi contoh bagi anak-anak.

Kenakalan remaja di Indonesia menurut Kusmiyati dalam tulisannya di Liputan6.com terdiri dari empat jenis, yaitu: Pertama adalah Tawuran atau Perkelahian antar pelajar. Perkelahian termasuk jenis kenakalan remaja akibat kompleksinya kehidupan kota yang disebabkan karena masalah sepele. Tawuran pelajar sekolah menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar.


(14)

Angka itu melonjak tajam lebih dari 100 persen pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar (Kusmiyati, 2013: 1).

Yang kedua adalah penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan narkotika dan narkoba tanpa izin dengan tujuan untuk memperoleh kenikmatan. Kenakalan remaja yang satu ini dapat menimbulkan tindakan kriminal lainnya seperti pemerkosaan, pembunuhan, pencurian dan perampokan. Menurut Psikolog Adelina Syarief penggunaan narkoba akan memicu timbulnya tindakan kriminal lainnya. "Narkoba akan memicu tindakan kriminal dan bisa juga memicu seks pra nikah, karena mereka seperti memiliki keterkaitan," ungkap Adel. Adel juga menambahkan kenakalan remaja meningkat diakibatkan perkembangan zaman dan status ekonomi (Kusmiyati, 2013: 2).

Bukti-bukti menunjukkan bahwa ketika generasi muda mulai mengkonsumsi narkoba, maka mereka termotivasi untuk terus mengkonsumsinya. Jika generasi muda sudah teratur menggunakan narkoba, maka otak mereka akan tumpul. Sehingga, mereka tidak mampu mengerjakan tugas-tugas studinya. Narkoba sangat mengganggu studi, karena narkoba melemahkan pemikiran dan pemahaman, berpengaruh buruk terhadap kemampuan bahasa dan hitung (An-Nur, 2000: 30).

Ketiga yaitu Hubungan seks pra nikah. Fenomena kasus seks di luar nikah di Indonesia menurut Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Elizabeth Jane Soepardi mengalami peningkatan. "Walaupun peningkatannya sedikit namun jumlahnya terbilang banyak yaitu sebanyak 14,6 persen pada pria dan 4,5 persen pada perempuan," ungkap dr. Jane. Hubungan seks di luar nikah memicu penyebaran AIDS (Kusmiyati, 2013: 3).

Dan yang keempat Tindak Kriminal. Tindak kriminal merupakan tindak kejahatan yang merugikan orang lain dan melanggar norma hukum,


(15)

5

sosial dan agama. Menurut Adel kenakalan remaja yang mengarah pada tindak kriminalitas seperti mencuri atau merampok hampir jarang ditemukan di usia remaja. "Remaja lebih sering melakukan kenakalan remaja seperti narkoba atau seks di luar nikah untuk tindakan kriminal seperti membunuh, mencuri atau merampok hampir jarang," ujarnya (Kusmiyati, 2013: 4).

Kenakalan remaja dapat dicegah dengan lebih dahulu mengetahui gejala-gejalanya, seperti anak yang tidak disukai oleh teman, sering menghindar dari tanggung jawab rumah ataupun sekolah, sering mengeluh, mengalami phobia dan gelisah, suka berbohong, menyakiti teman, kurang konsentrasi. Pencegahannya dapat dilakukan dengan usaha yang dimulai dari lingkungan keluarga seperti lebih banyak berkomunikasi dan menghabiskan waktu bersama. "Komunikasi orangtua dan anak merupakan faktor untama mencegah timbulnya kenakalan remaja," ujar Adel (Kusmiyati, 2013: 4).

Dalam kaitannya dengan kenakalan remaja, Thomas Lickona (seorang profesor dari Cortland University) mengungkapkan bahwa ada beberapa tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu berarti bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh pe-er grup yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk (Muhaimin, 2011: 94).

Melihat dari tanda-tanda di atas, hampir semua sudah terjadi di negara kita Indonesia. Merupakan suatu keprihatinan tersendiri bagi kita selaku bangsa Indonesia. Ini menjadi pertanda bahwa bangsa Indonesia sedang menuju jurang kehancuran. Apabila terus menerus terjadi seperti ini, dan tidak ada perbaikan atau pencegahan, bukan tidak mungkin kehancuran bangsa Indonesia benar-benar terjadi dalam beberapa puluh tahun ke depan.


(16)

Selanjutnya, tidak hanya lima tanda dimana dikatakan suatu bangsa sedang menuju ke masa kehancuran, Thomas Lickona menyebutkan lima tanda lainnya yang masih menunjukkan hal yang sama, yaitu: (1) menurunnya etos kerja, (2) semakin rendahnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru, (3) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (4) membudayakan ketidakjujuran, dan (5) adanya rasa saling curiga dan kebencian antar sesama. Dan ketika kembali kita cermati, ternyata tanda-tanda zaman tersebut juga sudah ada di Indonesia. Hal ini jelas semakin membuktikan keadaan remaja usia sekolah sudah sangat memprihatinkan, hal ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus terjadi di negara kita (Muhaimin, 2011: 94).

Kemudian bagaimana cara menangani tanda-tanda zaman yang menunjukkan kehancuran sebuah bangsa tersebut? Pendidikan yang seharusnya mengajarkan seorang anak menjadi pribadi yang unggul dan mampu menjadi penerus bangsa, namun kenyataannya saat ini justru sangat memprihatinkan. Maka sebaiknya sebagai bangsa yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, maka selayaknya kita kembali kepada pendidikan Islam yang luhur dan membudayakan kembali suasana Islam di sekolah. Agar pondasi bangsa dapat kembali kokoh, dan melahirkan generasi penerus bangsa yang baik.

Pembangunan budaya sekolah yang kuat dengan suasana religius sangat diperlukan. Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah ini merupakan ciri khas, karakter, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas (Muhaimin, 2011: 106).

Maka untuk saat ini, kewajiban seorang guru tidak hanya sekedar mengajar saja tetapi mereka dituntut untuk membiasakan nilai-nilai islami ke dalam diri anak didiknya agar mereka mengaplikasikannya dalam kehidupan


(17)

7

sehari-hari. Hal itu perlu dilakukan agar peserta didik dapat berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam.

Suasana religius adalah terciptanya iklim keagamaan dalam suatu lingkungan. Lingkungan dengan iklim keagamaan tersebut akan membiasakan individu yang ada di dalamnya untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan ajaran Islam, yang di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, rumah, dan masyarakat. Maka dapat dikatakan suasana religius atau lingkungan dengan iklim keagamaan ini lebih kepada aplikasi nyata dan pembiasaan-pembiasaan sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran Islam di sekolah.

Dengan membangun suasana religius di sekolah, diharapkan mampu membantu membiasakan anak untuk berperilaku sesuai dengan aturan agama Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan pemahaman Islam yang dipahami anak, selanjutnya anak akan mulai terbiasa berperilaku sesuai dengan ajaran Islam ketika berada di masyarakat. Pada akhirnya anak akan mampu bersosialisasi dan diterima oleh masyarakat. Dengan pengetahuan yang dimiliki anak tentang bagaimana bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran Islam, anak akan mudah diterima oleh masyarakat, dan akan menjadi bagian dari lingkungan masyarakat itu.

Membangun suasana religius di sekolah sangat penting dan perlu diaplikasikan kepada seluruh aspek sekolah, juga dilakukan dari Sekolah Dasar hingga tingkat Perguruan Tinggi agar nantinya terbiasa berbuat hal-hal yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk membahas dan meneliti lebih jauh tentang upaya pembangunan suasana religius di lingkungan sekolah, agar dapat mengetahui bagaimana manfaat dari adanya pembangunan suasana religius di sekolah, karena dengan adanya pembangunan suasana religius di sekolah dan diiringi dengan pembiasaan maka kelak dikemudian hari bangsa Indonesia akan terbiasa untuk melakukan


(18)

kebiasaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Maka selanjutnya akan tercipta bangsa Indonesia yang bermartabat, yang bersikap dan berperilaku berlandaskan ajaran Islam, sebagaimana yang telah Rasulullah SAW contohkan kepada kita selaku umatnya. Untuk itu peneliti merasa perlu meneliti dan menetapkan judul, penelitian sebagai berikut: “Upaya Sekolah Dalam Membangun Suasana Religius” (Studi Deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneiti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional masih banyak kekurangan dalam mencapai tujuan tersebut.

2. Banyak siswa yang perilakunya tidak mencerminkan akhlaq mulia.

3. Pendidikan belum mampu menjadikan anak sebagai pribadi yang unggul dan mampu menjadi penerus bangsa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kebijakan yang dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam membangun suasana religius?

2. Apa saja program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung?

3. Bagaimana implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam melaksanakan kebijakan untuk membangun suasana religius?

4. Bagaimana hasil dari program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai proses membangun suasana religius di SMA Pasundan 2 Bandung.


(19)

9

Agar lebih jelas target yang dicapai, maka peneliti perlu merinci tujuan umum di atas pada tujuan khusus sebagai target yang harus dicapai oleh penelitian ini. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kebijakan yang dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam

membangun suasana religius;

2. Mengetahui tentang program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung;

3. Mengetahui implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam melaksanakan kebijakan untuk membangun suasana religius;

4. Mengetahui bagaimana hasil dari program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis dengan ditulisnya skripsi ini diharapkan mampu memberikan wahana dan masukan baru bagi perkembangan dan konsep pendidikan, terutama pengetahuan tentang membangun suasana religius yang perlu ditanamkan kepada peserta didik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi untuk menciptakan suasana yang kondusif dan penuh semangat.

2. Manfaat Praktis

Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama orang-orang yang berhubungan dengan dunia pendidikan seperti:

a. Bagi SMA Pasundan 2 Bandung, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran dan informasi tentang pentingnya membangun suasana religius di sekolah. Selain itu, lembaga juga bisa termotivasi untuk mensosialisasikan dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran Islam kepada peserta didik.


(20)

b. Bagi civitas akademik Universitas Pendidikan Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pengetahuan dalam membangun suasana religius di sekolah untuk bahan ajar perkuliahan.

c. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan rujukan dalam membangun suasana religius di sekolah.

d. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan bahan latihan dalam penulisan karya ilmiah dan sebagai wacana untuk memperdalam cakrawala pemikiran dan pengetahuan, khususnya tentang pentingnya membangun suasana religius di sekolah.

F. Struktur Organisasi

Adapun struktur organisasi skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi lima bab, diantaranya adalah sebagai berikut:

Bab I, dalam bab ini berisi pendahuluan yang mengetengahkan dan menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat serta alasan pemilihan judul batasan istilah dalam judul dan sistematika pembahasan.

Bab II, dalam bab ini berisi kajian pustaka, dan menyajikan beberapa teori ataupun gambaran sementara tentang upaya sekolah dalam membangun suasana religius di SMA Pasundan 2 Bandung.

Bab III, pada bagian ini, terdapat pembahasan tentang metode yang digunakan dalam penulisan.

Bab IV, dalam bab ini berisi tentang laporan penelitian yang terdiri dari paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan.

Bab V, pada bagian ini merupakan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Dalam memilih lokasi penelitian, seorang peneliti dihadapkan pada permasalahan dan ketentuan. Permasalahan yang akan dihadapi diantaranya keterbatasan biaya, tenaga, waktu, untuk apa penilitian dilakukan, serta siapa peneliti yang melaksanakan. Kalau peneliti adalah seorang mahasiswa, maka ia harus tunduk pada aturan, keterbatasan topik yang digariskan. Karena suatu universitas biasanya sudah memiliki suatu program tertentu dan biaya tertentu pula, sehingga peneliti harus mengikuti aturan institusinya (Daniel, 2003: 14).

Di negara kita yang sedang membangun ini, untuk suatu jangka waktu tertentu Pemerintah dengan perantaraan Departemen Urusan Penelitian Nasional telah menggariskan tujuan dan arah penelitian dari semua penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Sebagai tujuan penelitian telah

digariskan “memajukan ilmu pengetahuan untuk manfaat yang sebesar

-besarnya untuk masyarakat”. Sebagai arah penelitian yang telah digariskan “pemilihan lokasi penelitian-penelitian yang langsung berhubungan dengan kepentingan nusa dan bangsa”. Proporsi utama dari penelitian-penelitian dikonsentrasikan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat akan sandang pangan.

Menurut Moehar Daniel (2003:15) ada dua dasar yang bisa dijadikan pegangan dalam proyek penelitian, yakni: (a) Faktor kegunaan. Dalam memilih lokasi penelitian, peneliti harus memperhatikan besar dan luasnya masalah yang akan dipecahkan, yaitu berapa luas kepentingan yang bersangkutan di dalamnya, termasuk jumlah orang atau golongan yang dipengaruhinya serta nilai dari kepentingan finansialnya. Termasuk dalam faktor kegunaan ini adalah penempatan lokasi yang bersangkutan dalam


(22)

rencana yang lebih besar. Perlu dijaga, agar penelitian-penelitian yang mempelajari berbagai masalah dari suatu rencana besar berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya harus saling mengisi. Jika terdapat banyak lokasi penelitian, proyek-proyek itu disusun menurut prioritas berdasarkan faktor kegunaan. Dan (b) Unsur-unsur yang tersedia. Harus diperhatikan, dalam semua penelitian, faktor tenaga, biaya dan bantuan dari orang lain tidak tersedia dalam jumlah yang dapat digunakan sewenang-wenang. Peneliti mempunyai kemampuan yang terbatas dalam jumlah dan kualitas tenaganya. Dan pada umumnya biaya yang tersedia untuk suatu penelitian sangat terbatas jumlahnya. Begitupun bantuan yang dapat diberikan oleh orang lain pada umumnya tidak sebanyak dan sebaik yang diharapkan, karena mereka mempunyai kesibukan sendiri-sendiri. Dengan demikian, peneliti diharuskan menyesuaikan proyek penelitiannya dengan unsur-unsur yang tersedia

Dalam penelitian ini, peneliti akan melaksanakannya di SMA Pasundan 2 Bandung Jalan Cihampelas 167, Bandung Jawa Barat. Alasan memilih lokasi ini karena dekat dengan tempat tinggal sementara (kost) penulis. Selain itu, penulis akan melakukan Program Latihan Profesi (PLP) di tempat penelitian sehingga sangat mudah untuk memperoleh data.

B. Langkah-langkah Pengumpulan Data

Suatu penelitian akan terlaksana dengan baik, apabila direncanakan secara matang sebelumnya. Maka untuk itu diperlukan beberapa langkah pengumpulan data sebagai berikut:

Pertama adalah Orientasi. Setiap penelitan harus dimulai dengan adanya masalah. Karena banyaknya masalah yang dihadapi oleh seseorang yang tentunya semua menginginkan pemecahan, tetapi karena terbatasnya kemampuan manusia, ia tidak mungkin dapat memecahkan masalah itu bersama-sama. Masalah harus dirumuskan secara jelas, karena hal ini merupakan pangkal dari segala aspek penelitian, sejak penentuan tujuan,


(23)

45

pemilihan teori yang relevan sampai pengambilan kesimpulan yang tersusun dalam laporan (Narbuko dan Achmadi, 2009: 60). Untuk itu peneliti mencari masalah dari berbagai sumber seperti buku bacaan, seminar, pengamatan sepintas, dan pengalaman pribadi. Selanjutnya setelah peneliti melakukan pencarian maka diangkatlah sebuah masalah untuk dijadikan fokus subjek penelitian. Dan tahap terakhir adalah mengangkatnya sebagai sebuah judul,

yaitu “Upaya Sekolah Dalam Membangun Suasana Religius (studi

deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung).

Selanjutnya setelah mendapatkan judul, peneliti mengunjungi tempat yang akan menjadi subjek penelitian, untuk dilihat apakah layak dijadikan subjek penelitian. Tahap selanjutnya adalah melakukan proses perizinan terhadap pihak sekolah untuk dijadikan subjek atau tempat penelitian selama beberapa bulan.

Tahap terakhir setelah judul didapatkan dan subjek penelitian yaitu sekolah yang akan diteliti setuju untuk diteliti adalah menuliskannya dalam sebuah proposal untuk diseminarkan. Dalam seminar penguji akan memberikan perbaikan, dan akhirnya menyiapkan berkas-berkas pendukung penelitian yang lainnya, seperti surat izin.

Kedua adalah Eksplorasi. Dalam tahap ini, peniliti akan melakukan penggalian data. Tahap ini akan membutuhkan kedekatan peneliti dan subjek yang diteliti, dimana peneliti akan mengamati lingkungan sekolah, baik dalam ruang kelas, guru, masjid, hingga ruang perpustakaan dan Bimbingan Konseling (BK). Hal ini untuk mendapatkan keakuratan data yang maksimal.

Untuk mendukung proses penggalian data, maka akan dibutuhkan beberapa instrumen penelitian. Kualitas data sangat ditentukan instrumen atau alat pengumpulan datanya. Data yang valid, reliabel, dan objektif akan menjamin kesimpulan penelitian yang meyakinkan jika menggunakan teknik


(24)

analisis yang tepat pula. (Narbuko dan Achmadi, 2009: 64). Selain instrumen juga dilakukan pemilihan sumber data dan penyusunan laporan. Melalui laporan itu peneliti dapat memahami, menilai dan melakukan evaluasi kembali yang akhirnya akan menghasilkan pemecahan masalah yang baik dan benar (Narbuko dan Achmadi, 2009: 66).

Ketiga adalah Member Chek. Member chek secara sederhana berarti melakukan pengkajian kembali terhadap hasil data penelitian, dengan mengkonfirmasi kepada subjek apakah benar dengan hasil penelitian yang telah ada. Hal ini dilakukan agar tidak ada kekeliruan atau kesalahan dalam hasil data yang didapat, agar dapat memperoleh kesimpulan yang benar dan dipercaya.

Adapun untuk member chek, peneliti melakukan beberapa hal, yaitu: (a) Menyusun hasil penelitian yang didapat dari subjek penelitian. (b) Melaporkan atau menyampaikan kembali hasil penelitian kepada subjek penelitian yaitu pihak sekolah untuk dikoreksi atau chek kebenarannya. (c) Merevisi hal-hal yang keliru dalam hasil penelitian, yang sudah disesuaikan kebenarannya oleh pihak sekolah selaku subjek penelitian. Agar tidak ada kekeliruan antara apa yang ditangkap peneliti dan kenyataan yang ada di sekolah.

Keempat adalah Triangulasi. Triangulasi data adalah pemeriksaan kembali data dengan tiga cara, yaitu dengan sumber, metode dan waktu (Putra dan Lisnawati, 2012: 34).

Adapun untuk melaksanakan triangulasi data, peneliti melakukan beberapa kegiatan yaitu: (a) Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa guru, siswa, penjaga sekolah, dan masyarakat sekitar. (b) Peneliti melakukan penelitian dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. (c) Peneliti


(25)

47

melakukan penelitian di pagi hari dan siang hari, serta pada setiap harinya, mulai senin hingga sabtu.

Setelah melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan data yang didapat oleh peneliti akan memiliki nilai kebenaran yang maksimal, sehingga dapat dipertanggung jawabkan di kemudian hari.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Jadi metode artinya adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya (Narbuko dan Achmadi, 2009: 1)

Lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah ilmu yang mempelajari cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data-data, sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan bimbingan Tuhan (Narbuko dan Achmadi, 2009: 2)

Sesuai dengan judul penelitian, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2010) pendekatan kualitatif lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif lebih mementingkan pada proses dibandingkan hasil akhir; oleh karena itu urutan-urutan kegiatan dapat berubah-berubah tergantung kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan.


(26)

Penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, (1) membiasakan untuk memahami permasalahan secara mendalam, komprehensif dan terpadu; (2) mengeksplorasi tradisi sekolah yang terkait dengan susana religius; (3) metode ini memberi kesempatan untuk mencaritemukan permasalahan secara induktif dari lapangan dengan melatih kemampuan melakukan pengamatan dan wawancara mendalam (Putra dan Lisnawati, 2012: 14-15).

Menurut Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani (2009: 57) metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, (lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti merupakan instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dalam penelitian ini bermula dari fakta dan data. Masalah penelitian digali dari realitas kehidupan yang konkret, dari interaksi di dalam masyarakat, dari problem-problem nyata di dalam lingkungan sekolah (Putra dan Lisnawati, 2012: 24)

Dalam penelitian kualitatif masalah digali dari fakta dan data. Setelah masalah dirumuskan, data dan fakta digali lagi untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Kemudian secara induktif ditarik kesimpulan berupa kesimpulan penelitian (Putra dan Lisnawati, 2012: 24-25).

Analisis induktif ini digunakan karena beberapa alasan, (1) dengan analisis induktif akan mudah menemukan masalah yang nyata sesuai dengan data; (2) analisis induktif dapat menyebabkan hubungan penulis dengan responden menjadi lebih dekat; (3) analisis induktif dapat menguraikan


(27)

49

permasalahan secara menyeluruh sehingga menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang benar.

D. Definisi Operasional

Sering sifat empiris atau peristiwa yang direpresentasikan oleh konsep tidak dapat secara langsung diobservasi. Sebagai contoh, konsep kekuasaan, kepemimpinan, kepuasan dan umumnya, sifat-sifat bukan perilaku tidak dapat dioperasi secara langsung. Konsep tersebut perlu diinferensi untuk menghasilkan definisi operasional. Melalui definisi operasional konsep memberikan referensi empiris. Kerlinger (Silalahi, 2012: 119) memberi penjelasan sebagai berikut:

Definisi operasional melekatkan diri pada suatu masalah dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur masalah itu. Kemungkinan lainnya, suatu definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk

bagi peniliti. Alhasil, definisi operasional berbunyi: “kerjakan ini dan itu dengan cara begini dan begitu”. Singkatnya, definisi semacam ini

memberikan batasan atau arti suatu permasalahan dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti.

Jadi, definisi operasional menunjuk kepada gejala itu sendiri ke mana ide mengacu dan dari mana definisi itu diabstraksi. Definisi operasional menyatakan kondisi-kondisi, bahan-bahan, dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengidentifikasi atau menghasilkan kembali satu atau lebih acuan konsep yang didefinisikan. Singkatnya, definisi operasional merupakan definisi yang menyatakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diteliti dan bagaimana menelitinya dengan memiliki rujukan-rujukan yang empiris. Karena itu definisi operasional dibuat ketika kita menggunakan satu strategi. (Silalahi, 2012: 120).

Maka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam memahami istilah esensial dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan


(28)

istilah-istilah esensial dalam penelitian ini dengan pengertian yang dapat menghasilkan persepsi yang sama terhadap istilah-istilah esensial tersebut. Adapun istilah-istilah esensial yang peneliti definisikan secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sekolah yaitu lembaga yang menjalankan proses pendidikan yaitu berupa belajar dan mengajar.

2. Suasana religius yaitu suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam. Dari kedua batasan istilah di atas, maka judul yang disajikan tentang

“upaya sekolah dalam membangun suasana religius” diartikan sebagai “upaya lembaga pendidikan dalam membangun iklim kehidupan keagaman Islam”.

Dalam konteks pendidikan akan berakibat pada pandangan dan sikap para peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti ada bersama subjek (bukan objek) yang diteliti. Karena peneliti adalan instrumen utama penelitian. Ia tidak dapat digantikan oleh angket dan tes. Selama penelitian berlangsung, ia hadir dalam latar penelitian untuk mengamati, ikut serta melakukan wawancara mendalam untuk mengeksplorasi fokus penelitian. Peneliti membangun keakraban dan tidak menjaga jarak (Putra dan Lisnawati, 2012: 22).

Dalam penelitian kualitatif data sangat bergantung pada validitas peneliti dalam melakukan pengamatan dan eksplorasi langsung ke lokasi penelitian (Afifudin dan Saebani, 2009:125).

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif karena instrumen utamanya adalah manusia, yaitu si peneliti yang diperiksa keabsahannya bukanlah keabsahan instrumen, tetapi keabsahan data.


(29)

51

Dalam penelitian kualitatif digunakan empat kriteria, yaitu kredibilitas, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Uji kredibilitas data menurut Nusa Putra dan Santi Lisnawati (2012:33-35) dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (a) Perpanjangan pengamatan, (b) Peningkatan ketekunan pengamatan, (c) Triangulasi, (d) Pengecekan teman sejawat, (e) Pengecekan anggota, (f) Analisis kasus negative, dan (g) Kecukupan referensi. Adapun untuk rinciannya adalah sebagai berikut:

Perpanjangan pengamatan memungkinkan peneliti untuk mendalami apa yang telah didapatkannya. Bertambahnya waktu di lapangan tentu memberi peluang kepada peneliti untuk membuat perincian pengamatannya. Peningkatan ketekunan dimaksudkan agar si peneliti menjalankan prinsip

“sempit dan dalam” yang memungkinkannya untuk lebih fokus menemukan

konteks yang sesungguhnya dan relevansi dari apa yang telah diketahuinya. Jika perpanjangan pengamatan memberi peluang untuk melihat lebih luas dan membersihkan bias si peneliti, maka ketekunan dapat menggali lebih dalam

lagi. Triangulasi setara dengan “cek dan ricek” yaitu pemeriksaan kembali

data dengan tiga cara, yaitu triangulasi sumber, metode dan waktu (Putra dan Lisnawati, 2012: 33).

Pengecekan teman sejawat adalah upaya peneliti untuk mendapatkan masukan dari teman sejawat yang tidak ikut serta meneliti. Peneliti memaparkan hasil temuannya, kemudian meminta kritik dan masukan. Bukan saja terkait hasil, juga metodologi. Ini cara untuk menjaga konsistensi dan kejujuran, sedangkan pengecekan anggota biasanya saling cek dan ricek diantara para peneliti yang terlibat dalam proses penelitian. Ini dilakukan agar semua peneliti menyadari berbagai hal yang perlu diperbaiki dan diperdalam (Putra dan Lisnawati, 2012: 34).

Analisis kasus negatif adalah mencaritemukan kasus-kasus negatif yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan apa yang sudah ditemukan. Ini


(30)

sebagai pembanding. Kecakupan referensial adalah penggunaan berbagai peralatan seperti perekam suara atau perekam gambar untuk melengkapi catatan tertulis. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif diusahakan ada foto-foto dan rekaman gambar bergerak/film (Putra dan Lisnawati, 2012: 35).

Sedangkan untuk pengujian keteralihan atau transferability menurut Nusa Putra dan Santi Lisnawati (2012: 35) adalah kemungkinan memanfaatkan hasil penelitian pada latar lain. Biasanya ada persyaratan bahwa latarnya memiliki banyak kemiripan. Namun, apakah itu bisa dilakukan atau tidak sangat bergantung pada rumusan hasil penelitian. Oleh karena itu, hal ini diuji dari kemampuan si peneliti untuk membuat laporan hasil penelitian yang lengkap, terperinci, jelas, spesifik, dan mendalam sehingga siapa pun yang membacanya dapat menilai apakah temuan itu bisa ditransfer atau tidak.

Uji kebergantungan adalah pengecekan/audit terhadap keseluruhan proses dan kemungkinannya untuk dilakukan ulang/ replikasi oleh peneliti lain. Jika semua kondisi dan persyaratannya sama dan hasilnya sama, maka uji ini tercapai. Uji kepastian adalah ketercapainya kesepakatan antarsubjek, antara peneliti, yang diteliti, dan pihak-pihak terkait (Putra dan Lisnawati, 2012: 35).

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif perlu ditekankan tentang pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata (Afifuddin dan Saebani, 2009: 130). Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut: (a) Wawancara (Interview), (b) Observasi, (c) Dokumentasi.


(31)

53

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Narbuko dan Achmadi, 2009: 83).

Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang dilakukan dengan bertatapan langsung dengan responden, seperti penggunaan daftar pertanyaan. Dalam wawancara alat yang digunakan adalah alat pemandu (interview guide). Panduan atau pertanyaan pada kuesioner tersusun sedemikian rupa menurut urutan dan pengelolaan data yang diperlukan. Berbeda dengan percakapan, wawancara lebih didominasi oleh pewawancara. Artinya responden lebih banyak pasif, atau menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Akurasi data dan kelengkapan data yang akan diperoleh dalam wawancara sangat tergantung pada teknik, kemampuan, dan penguasaan si pewawancara. Apakah ia mempunyai teknik yang jitu untuk mengorek data, apakah ia mampu menguasai atau mengarahkan responden tertarik dan bersedia dengan senang hati meladeni pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, atau apakah ia menguasai bahan yang akan ditanyakan (Daniel, 2003: 143).

Ada yang disebut wawancara kualitatif, wawancara mendalam, wawancara informal, wawancara naturalistik, wawancara terbuka dan mendalam. Substansinya adalah wawancara yang dilakukan dengan pembicaraan santai dalam berbagai situasi, dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan informasi dan penjelasan penuh yang utuh, mendalam, terperinci dan lengkap (Putra dan Lisnawati, 2012: 33).

Tujuan wawancara menurut Zainal Arifin (2012: 158) adalah sebagai berikut: (a) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi tertentu. (b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah. (c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.


(32)

Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara atau dengan tanya jawab secara langsung. Menurut Patton, dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara, interview dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan tidak berbentuk pertanyaan yang eksplisit (Afifuddin dan Saebani, 2009: 131).

Namun, sebaiknya wawancara dilakukan setelah persiapan dimantapkan. Dalam persiapan wawancara, sampel responden, kriteria-kriteria responden, pewawancara, serta interview guide telah disiapkan terlebih dahulu. Interview guide harus sudah disusun dan pewawancara harus mengerti isi serta makna dari interview guide tersebut. Segala pertanyaan yang ditanyakan tidak menyimpang dari panduan yang telah digariskan dalam interview guide. Latihan wawancara sebaiknya diadakan sebelum kelapangan. Keterangan-keterangan yang ingin dikumpulkan didapat dari hasil wawancara. Walaupun interview guide yang dibawa sudah sempurna, tetapi kalau ia tidak pandai mengorek keterangan dari penjawab, data yang dikumpulkan tidak memiliki nilai kebenaran yang tinggi. Dalam wawancara itu dua golongan bekerja sama untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Golongan pertama adalah para pencacah (juga para pengawas), sedang golongan kedua ialah para penjawab (Daniel, 2003: 144).

Dalam pelaksanaanya metode ini ditujukan kepada: (a) Kepala Sekolah SMA Pasundan 2 Bandung. (b) Guru mata pelajaran PAI dan mata pelajaran umum.

Selanjutnya adalah observasi. Sebenarnya setiap saat kita melakukan observasi. Kita mengamati perilaku anak-anak, kendaraan di jalan raya, atau binatang dan tumbuhan. Dengan observasi itulah kita memperoleh informasi tentang dunia disekitar kita. Observasi adalah alat pengumpulan data yang


(33)

55

dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Dalam hubungan itu Yehoda dan kawan-kawan (Narbuko dan Achmadi, 2009: 70) observasi akan dikatakan alat pengumpulan data yang baik apabila: (a) Mengabdi kepada tujuan penelitian, (b) Direncanakan secara sistematik, (c) Dicatat dan dihubungkan dengan proposisi-proposisi yang umum, (d) Dapat dicek dan dikontrol validitas, reliabilitas dan ketelitiannya.

Menurut Nawawi dan Martini, observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala. Observasi bukan hanya melihat, bukan hanya mengamati, bukan melulu menonton (Rakhmat, 1984: 99). Observasi dibutuhkan untuk memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi dilakukan terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi, dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara (Afifuddin dan Saebani, 2009: 134).

Observasi atau pengamatan dalam pengumpulan data hanya merupakan suplemen dari wawancara. Kalau wawancara dianggap sudah memberikan hasil yang lengkap dan mempunyai nilai kebenaran yang dapat dipercaya, maka pengamatan tidak perlu dilakukan lagi. Namun, ada peneliti yang melakukan keduanya, karena ingin mendapatkan data yang akurat dan terbukti dilapangan. Pemeriksaan ulang data dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan (Daniel, 2003: 147).

Pengamatan hanya dilakukan hanya sebatas membantu responden bila tidak mampu menjawab. Dapat juga ditambahkan pada penelitian-penelitian tertentu, pengamatan perlu dilakukan untuk memberikan data yang akurat. Peneliti perlu membandingkan data yang berasal dari keterangan responden


(34)

dengan keadaan lapangan sebenarnya. Keadaan lapangan ini dapat menjadi patokan dalam penyuntingan (Daniel, 2003: 148).

Observasi atau pengamatan dapat dibedakan menjadi pengamatan aktif dan pasif, pengamatan berperan serta, pengamatan parsitipatif, pengamatan terlibat yang dibagi menjadi terlibat dan terlibat penuh. Intinya si peneliti tidak sekedar mengamati, tetapi juga turut serta atau aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang diteliti. Ini dilakukan bukan saja untuk membantu keakraban, tetapi juga untuk memahami secara mendalam perilaku mereka (Putra dan Lisnawati, 2012: 32).

Metode observasi ini digunakan untuk mengamati proses pembangunan suasana religius dalam lingkungan SMA Pasundan 2 Bandung.

Selanjutnya adalah dokumentasi. Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti (Afifuddin dan Saebani, 2009: 141).

Cara lain memperoleh data dari responden adalah menggunakan teknik dokumentasi. Ada teknik ini, peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinya.

Sumber dokumen yang ada pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumentasi resmi, termasuk surat keputusan, surat intruksi, dan surat bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau organisasi yang bersangkutan dan sumber dokumentasi tidak resmi yang mungkin berupa surat nota, surat pribadi yang memberikan informasi kuat terhadap suatu kejadian.


(35)

57

Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan catatan mengenai: (a) Sejarah berdirinya SMA Pasundan 2 Bandung. (b) Visi dan misi SMA Pasundan 2 Bandung. (c) Letak geografis SMA Pasundan 2 Bandung. (d) Keadaan guru SMA Pasundan 2 Bandung. (e) Keadaan siswa-siswi SMA Pasundan 2 Bandung. (f) Sarana dan prasarana SMA Pasundan 2 Bandung. (g) Struktur organisasi SMA Pasundan 2 Bandung. (h) Kurikulum pendidikan SMA Pasundan 2 Bandung.

H. Sumber Data

Sumber data adalah bagian yang cukup berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dalam hal ini data hasil penelitian diperoleh dari sumber data yang terbagi atas sumber primer dan sumber sekunder:

a. Sumber Primer

Guru pengajar Pendidikan Agama Islam dan sebagian guru pengajar mata pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia dan Matematika.

b. Sumber Sekunder

Pembina Lembaga (Pengurus Yayasan) dan Kepala Sekolah. I. Analisis Data

Kegiatan analisis data dalam suatu proses penelitian pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mendeskripsikan data dan melakukan uji statistika. Namun, karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif maka tidak melakukan uji statistika. Yang dimaksud mendeskripsikan data adalah menggambarkan data yang ada guna memperoleh bentuk nyata dari responden, sehingga lebih dimengerti peneliti atau orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan menyusun dan mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata terhadap responden. Analisis yang paling sederhana dan sering digunakan oleh seorang peneliti adalah menganalisis data yang ada dengan menggunakan prinsip-prinsip deskriptif. Dengan menganalisis secara


(36)

deskriptif ini mereka mempresentasikan secara lebih ringkas, sederhana, dan lebih mudah dimengerti. (Sukardi, 2008: 86).

Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang melakukan analisis data di akhir penelitian setelah semua data terkumpul dan biasanya menggunakan statistik. Dalam penelitian kualitatif data dianalisis secara berkelanjutan, terus menerus selama proses penelitian berjalan. Analisis data dilakukan untuk berbagai keperluan. Pada awal penelitian data dianalisis untuk menentukan fokus penelitian. Selama proses penelitian berlangsung data analisis untuk menentukan data apalagi yang mesti digali, juga untuk memastikan keabsahan data. Data dianalisis untuk memastikan apakah data telah jenuh atau tidak. Di akhir penelitian semua data yang terkumpul dianalisis untuk membuat kesimpulan. Tidak ada penggunaan statistik (Putra dan Lisnawati, 2012: 29).

Dalam penelitian ini, adapun untuk proses pengolahan datanya adalah menggunakan beberapa langkah berikut:

a. Terlebih dahulu seluruh data dikumpulkan setelah proses penelitian yang dilakukan, lalu data tersebut diolah sehingga mendapatkan jawaban yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini, serta adanya kesesuaian antara hasil penelitian dan kenyataan dilapangan. b. Tahap berikutnya peneliti melakukan penyimpulan data untuk membuat

rangkuman penelitian yang padat, ringkas, namun menyeluruh. Hal ini dilakukan untuk membuat abstraksi dalam penelitian.

c. Lalu tahap terakhir adalah menyusun hasil pengolahan data penelitian tadi ke dalam format yang tersusun secara sistematis. Maka akan di dapat hasil yang dapat digunakan untuk proses analisis dalam penelitian ini.

Untuk melengkapi hasil penelitian di lapangan, peneliti menambahkan beberapa teori dari para ahli untuk kajian kepustakaan, dan menambah kekuatan keilmuan dalam penelitian ini.


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Membangun suasana religius di dalam lingkungan sekolah adalah membudayakan kebudayaan atau kebiasaan islami di sekolah, agar siswa mempunyai akhlak baik sehingga mampu menjadi individu berkualitas, bukan hanya di sekolah tapi juga di luar sekolah, bahkan setelah tamat sekolah dan berada ditengah-tengah masyarakat.

Maka berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dari hasil penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif dapat dikatakan SMA Pasundan 2 Bandung berhasil membangun suasana religius di lingkungan sekolahnya. Keberhasilan tersebut tampak dari kebijakan, program, implementasi, dan hasil dalam upaya sekolah membangun suasana religius di lingkungan sekolah. Adapun secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan yang dibuat oleh SMA Pasundan 2 Bandung untuk membangun suasana religius di sekolah tersebut tampak jelas tertuang dalam:

- Ciri khas sekolah, yaitu ciri keislaman dan kesundaan.

- Visi yaitu mengembangkan pendidikan berkualitas unggul dalam bidang keilmuan, moralitas, mentalitas berdasarkan keislaman dan budaya Sunda yang mampu bersaing di tingkat lokal, nasional serta Internasional.

- Misi yang terdapat dalam point 1, 2, 3, 4, dan 6, yaitu (1) Mendidik Sumber Daya Manusia unggul yang menguasai, memahami, menghayati bidang keilmuan yang ditekuni dengan dilandasi nilai keislaman dan budaya Sunda. (2) Memberi kontribusi terhadap peningkatan kualitas yang mampu mengaplikasikan bidang keilmuan, nilai-nilai keislaman dan budaya Sunda. (3)


(38)

Mengembangkan bidang keilmuan dan teknologi informasi yang disertai nilai-nilai kehidupan masyarakat serta paham aktualisasi nilai-nilai budaya Sunda dan agama Islam sebagai implementasi perwujudan ibadah pada Allah SWT. (4) Pengembangan keilmuan dan nilai budaya Sunda yang dilandasi nilai-nilai keislaman dalam implementasi perwujudan puncak budaya nasional yang berakar pada budaya daerah. dan (6) Melaksanakan pengembangan keislaman, budaya Sunda, keilmuan & teknologi melalui pendekatan Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh.

- Tujuan sekolah pada point pertama, yaitu terbentuknya akhlak yang terpuji berlandaskan nilai-nilai keislaman dengan cara saling menyayangi, menghormati dan menghargai.

2. Program-program yang dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung diantaranya yaitu: (a) pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, (b) pembacaan Asmaul Husna sebelum selesai kegiatan belajar mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan

belajar mengajar siswa membaca do’a, (c) bedol kelas, yaitu pelaksanaan

salat berjamaah saat dzuhur dan pembekalan ceramah setiap sebelum salat berjamaah, (d) pengajian keliling di rumah siswa, (e) pendidikan penyembelihan hewan kurban, (f) tabligh akbar, (g) seragam muslim

pada hari jum’at, (h) adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek. 3. Implementasi kegiatan religius di SMA Pasundan 2 Bandung secara

keseluruhan berjalan sesuai dengan program, rencana dan tujuan dilaksanakannya kegiatan-kegiatan religius di sekolah ini. Berikut adalah rincian lengkapnya:

a. Pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan terus menerus, jadi berdasarkan pengamatan peneliti selama berada di sekolah dapat dikatakan kegiatan ini 100 % terlaksana setiap harinya.


(39)

134

b. Pembacaan Asmaul Husna sebelum selesai kegiatan belajar mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar siswa

membaca do’a. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan terus menerus, jadi berdasarkan pengamatan peneliti selama berada di sekolah dapat dikatakan kegiatan ini 100 % terlaksana setiap harinya.

c. Bedol kelas, yaitu pelaksanaan salat berjamaah saat dzuhur dan pembekalan ceramah setiap sebelum salat berjamaah. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan terus menerus setiap hari selasa sampai kamis, karena hari senin tidak ada guru agama yang dapat mengkoordinir karena beberapa hal, dan hari jum’at memiliki kegiatan lain yaitu salat jum’at berjamaah. Jadi berdasarkan pengamatan peneliti selama berada di sekolah dapat dikatakan kegiatan ini 100 % terlaksana sesuai dengan jadwalnya

d. Pengajian keliling di rumah siswa. Kegiatan ini kurang terlaksana dengan baik dan tidak rutin setiap minggunya, ini dikarenakan banyak terpotong oleh kegiatan sekolah, UTS, UN dan lainnya. Jadi dari keterlaksanaannya tidak begitu baik.

e. Pendidikan penyembelihan hewan kurban. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan hanya satu kali dilaksanakan dalam satu tahun. f. Tabligh Akbar. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan hanya satu

kali dilaksanakan yaitu ketika menyambut maulid nabi Muhammad SAW.

g. Seragam muslim pada hari jum’at. Kegiatan ini berjalan dengan cukup baik namun masih ada siswa yang melanggar atau tidak

memakai seragam muslim pada hari jum’at.

h. Adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek. Kegiatan ini terlaksana dengan cukup baik dan dilaksanakan setiap harinya

4. Banyak manfaat yang didapatkan dari kegiatan religius yang dilaksanakan SMA Pasundan 2 Bandung, berikut adalah rinciannya:


(40)

a. Pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa lebih baik dan lebih mahir dalam membaca Al-Qur’ān dan membuat siswa senang membaca Al-Qur’ān apalagi secara bersama-sama.

b. Pembacaan Asmaul Husna sebelum selesai kegiatan belajar mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar siswa

membaca do’a. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman peneliti ketika mengajar di kelas kegiatan ini dapat menjadikan beberapa siswa hafal dengan Asmaul Husna dan membuat siswa senang membaca Asmaul Husna, apalagi dengan ragam pelafalan yang menyenangkan sehingga mudah dihafal.

c. Bedol kelas, yaitu pelaksanaan salat berjamaah saat dzuhur dan pembekalan ceramah setiap sebelum salat berjamaah. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa rajin melaksanakan salat dzuhur berjamaah di masjid dan membuat siswa senang mengunjungi masjid untuk melaksanakan salat berjamaah.

d. Pengajian keliling di rumah siswa. Berdasarkan hasil wawancara kegiatan ini dapat menambah wawasan siswa mengenai ilmu agama, dan menjadikan siswa lebih rajin dan patuh kepada orang tuanya dan membuat siswa senang berdiskusi dan mendengarkan ceramah. e. Pendidikan penyembelihan hewan kurban. Berdasarkan hasil

wawancara kegiatan ini dapat menjadikan beberapa siswa bisa menyembelih sendiri hewan kurban dan membuat siswa senang melaksanakan ibadah penyembelihan hewan kurban.

f. Tabligh Akbar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menambah wawasan siswa mengenai ilmu agama dan membuat siswa senang mendengarkan ceramah tentang pengetahuan agama islam.


(41)

136

g. Seragam muslim pada hari jum’at. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini menjadikan siswa terbiasa berbusana muslim.

h. Adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa terbiasa salat duha dan menghapal surat-surat pendek Al-Qur’ān dan menjadikan siswa senang salat duha dan menghapal Al-Qur’ān.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap penelitian yang berjudul Upaya Sekolah dalam Membangun Suasana Religius (studi deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung), maka dari itu peneliti ingin memberikan saran kepada beberapa pihak diantaranya:

1. Untuk civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia, peneliti berharap agar dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan perkuliahan dan dapat dijadikan pedoman dalam membangun suasana religius khususnya dalam lingkungan sekolah.

2. Untuk mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam membuat penelitian selanjutnya yang masih berkaitan dengan membangun suasana religius di sekolah.

3. Untuk SMA Pasundan 2 Bandung, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat dijadikan evaluasi dalam membangun suasana religius di sekolah sehingga menciptakan suasana religius yang lebih baik lagi. 4. Untuk sekolah lain, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat

dijadikan contoh dalam usaha membangun suasana religius di sekolah. 5. Untuk peneliti selanjutnya, supaya penelitian ini dapat dijadikan sebagai

bahan kajian yang bisa dilengkapi dan disempurnakan lagi berbagai macam aspek didalamnya, terutama untuk melakukan penelitian lainnya


(42)

yang masih berkaitan dengan membangun suasana religius di sekolah seperti melakukan penelitian secara kuantitatif.

6. Untuk peneliti, supaya menjadikan penelitian ini sebagai pelajaran yang dapat diambil manfaatnya untuk menjadikannya bekal ketika nanti berada di lingkungan sekolah tempatnya mengajar.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

______. (2008) Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terjemahan Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Aedy, H. (2009). Kubangun Rumah Tanggaku dengan Modal Akhlak Mulia. Bandung: Alfabeta.

Afifuddin, dan Ahmad Saebani, B. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

An Nahlawi, A. (1995). Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati wal mujtama. (Shihabuddin, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press. An-Nur, A. A. (2000). Ihdzaru Al Mukhaddiraat. (F. Bahri, Trans.) Jakarta: Darul

Falah.

Anshari, E. S. (1980). Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu. Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. As-Siba'i, M. (1986). Kebangkitan Budaya Islam. (N. Husein, Trans.) Jakarta:

Media Da'wah.

Bahauddin, K. M. (2003). Tarbiyatul Abnaa `ala at-Takhthiith Wan-Nizaam. (A. Ikhwani, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press.

Daniel, M. (2003). Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fattah, N. (2011). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Idi, A., dan Safarina. (2011). Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Ismail, F. (2004). Paradigma Kebudayaan Islam. Jakarta: Mitra Cendekiawan. Key, B. W. (1978). Konsepsi Pembudayaan Manusia Dalam Islam. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Kusmiyati. (2013, September 10). Berbagai Perilaku Kenakalan Remaja yang Mengkhawatirkan. Retrieved Desember 10, 2013, from Liputan6.com: http://health.liputan6.com/read/688614/berbagai-perilaku-kenakalan-remaja-yang- mengkhawatirkan


(44)

Muhaimin. (2011). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyasa, E. (2012). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyono. (2010). Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Narbuko, C., dan Achmadi, A. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. Nawawi, I. (t.t.). Berbicara Cara Nabi. Sidoarjo: Penerbit Kalil.

Pidarta, M. (2007). Landasan Kependidikan: Stimulus ilmu pengetahuan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Putra, N., dan Lisnawati, S. (2012). Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, J. (1984). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remadja Karya Offset.

Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah - Teori Dasar dan Praktik Dilengkapi dengan Contoh Rencana Strategis dan Rencana Operasional. Bandung: Refika Aditama.

Romli, U. (2011). Model Pendidikan Tauhid Pada Keluarga Pengusaha Religius. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: Ganesindo. Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardjo, M., dan Komarudin, U. (2010). Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sukmadinata, N. S. (2011). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(45)

139

Surjadi, A. (1982). Sekolah dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Alumni. Suryosubroto, B. (2010). Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Tilaar, H.A.R. dkk. (2001). Dimensi-dimensi Hak Asasi Manusia Dalam Kurikulum Persekolahan Indonesia. Bandung: P.T. Alumni.

Tillar, R., dan Pabbadja, S. (1979). Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Rora Karya.

Tim FS PAI-JS UGM. (1993). Meniti Jalan Islam. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.


(1)

135

Akhmad Fauzi, 2014

Upaya Sekolah D alam Membangun Suasana Religius

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa lebih baik dan lebih mahir dalam membaca Al-Qur’ān dan membuat siswa senang membaca Al-Qur’ān apalagi secara bersama-sama.

b. Pembacaan Asmaul Husna sebelum selesai kegiatan belajar mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar siswa

membaca do’a. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman

peneliti ketika mengajar di kelas kegiatan ini dapat menjadikan beberapa siswa hafal dengan Asmaul Husna dan membuat siswa senang membaca Asmaul Husna, apalagi dengan ragam pelafalan yang menyenangkan sehingga mudah dihafal.

c. Bedol kelas, yaitu pelaksanaan salat berjamaah saat dzuhur dan pembekalan ceramah setiap sebelum salat berjamaah. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa rajin melaksanakan salat dzuhur berjamaah di masjid dan membuat siswa senang mengunjungi masjid untuk melaksanakan salat berjamaah.

d. Pengajian keliling di rumah siswa. Berdasarkan hasil wawancara kegiatan ini dapat menambah wawasan siswa mengenai ilmu agama, dan menjadikan siswa lebih rajin dan patuh kepada orang tuanya dan membuat siswa senang berdiskusi dan mendengarkan ceramah. e. Pendidikan penyembelihan hewan kurban. Berdasarkan hasil

wawancara kegiatan ini dapat menjadikan beberapa siswa bisa menyembelih sendiri hewan kurban dan membuat siswa senang melaksanakan ibadah penyembelihan hewan kurban.

f. Tabligh Akbar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menambah wawasan siswa mengenai ilmu agama dan membuat siswa senang mendengarkan ceramah tentang pengetahuan agama islam.


(2)

136

Akhmad Fauzi, 2014

Upaya Sekolah D alam Membangun Suasana Religius

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

g. Seragam muslim pada hari jum’at. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini menjadikan siswa terbiasa berbusana muslim.

h. Adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa terbiasa salat duha dan menghapal surat-surat pendek Al-Qur’ān dan menjadikan siswa senang salat duha dan menghapal Al-Qur’ān.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap penelitian yang berjudul Upaya Sekolah dalam Membangun Suasana Religius (studi deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung), maka dari itu peneliti ingin memberikan saran kepada beberapa pihak diantaranya:

1. Untuk civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia, peneliti berharap agar dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan perkuliahan dan dapat dijadikan pedoman dalam membangun suasana religius khususnya dalam lingkungan sekolah.

2. Untuk mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam membuat penelitian selanjutnya yang masih berkaitan dengan membangun suasana religius di sekolah.

3. Untuk SMA Pasundan 2 Bandung, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat dijadikan evaluasi dalam membangun suasana religius di sekolah sehingga menciptakan suasana religius yang lebih baik lagi. 4. Untuk sekolah lain, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat

dijadikan contoh dalam usaha membangun suasana religius di sekolah. 5. Untuk peneliti selanjutnya, supaya penelitian ini dapat dijadikan sebagai

bahan kajian yang bisa dilengkapi dan disempurnakan lagi berbagai macam aspek didalamnya, terutama untuk melakukan penelitian lainnya


(3)

137

Akhmad Fauzi, 2014

Upaya Sekolah D alam Membangun Suasana Religius

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang masih berkaitan dengan membangun suasana religius di sekolah seperti melakukan penelitian secara kuantitatif.

6. Untuk peneliti, supaya menjadikan penelitian ini sebagai pelajaran yang dapat diambil manfaatnya untuk menjadikannya bekal ketika nanti berada di lingkungan sekolah tempatnya mengajar.


(4)

Akhmad Fauzi, 2014

Upaya Sekolah D alam Membangun Suasana Religius

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

______. (2008) Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terjemahan Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Aedy, H. (2009). Kubangun Rumah Tanggaku dengan Modal Akhlak Mulia. Bandung: Alfabeta.

Afifuddin, dan Ahmad Saebani, B. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

An Nahlawi, A. (1995). Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal

madrasati wal mujtama. (Shihabuddin, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press.

An-Nur, A. A. (2000). Ihdzaru Al Mukhaddiraat. (F. Bahri, Trans.) Jakarta: Darul Falah.

Anshari, E. S. (1980). Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu. Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. As-Siba'i, M. (1986). Kebangkitan Budaya Islam. (N. Husein, Trans.) Jakarta:

Media Da'wah.

Bahauddin, K. M. (2003). Tarbiyatul Abnaa `ala at-Takhthiith Wan-Nizaam. (A. Ikhwani, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press.

Daniel, M. (2003). Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fattah, N. (2011). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Idi, A., dan Safarina. (2011). Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan

Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Ismail, F. (2004). Paradigma Kebudayaan Islam. Jakarta: Mitra Cendekiawan. Key, B. W. (1978). Konsepsi Pembudayaan Manusia Dalam Islam. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Kusmiyati. (2013, September 10). Berbagai Perilaku Kenakalan Remaja yang

Mengkhawatirkan. Retrieved Desember 10, 2013, from Liputan6.com:

http://health.liputan6.com/read/688614/berbagai-perilaku-kenakalan-remaja-yang- mengkhawatirkan


(5)

138

Akhmad Fauzi, 2014

Upaya Sekolah D alam Membangun Suasana Religius

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Muhaimin. (2011). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyasa, E. (2012). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyono. (2010). Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Narbuko, C., dan Achmadi, A. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. Nawawi, I. (t.t.). Berbicara Cara Nabi. Sidoarjo: Penerbit Kalil.

Pidarta, M. (2007). Landasan Kependidikan: Stimulus ilmu pengetahuan bercorak

Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Putra, N., dan Lisnawati, S. (2012). Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama

Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, J. (1984). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remadja Karya Offset.

Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah - Teori Dasar dan Praktik Dilengkapi dengan

Contoh Rencana Strategis dan Rencana Operasional. Bandung: Refika

Aditama.

Romli, U. (2011). Model Pendidikan Tauhid Pada Keluarga Pengusaha Religius. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: Ganesindo. Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardjo, M., dan Komarudin, U. (2010). Landasan Pendidikan Konsep dan

Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sukmadinata, N. S. (2011). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

139

Akhmad Fauzi, 2014

Upaya Sekolah D alam Membangun Suasana Religius

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Surjadi, A. (1982). Sekolah dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Alumni. Suryosubroto, B. (2010). Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Tilaar, H.A.R. dkk. (2001). Dimensi-dimensi Hak Asasi Manusia Dalam

Kurikulum Persekolahan Indonesia. Bandung: P.T. Alumni.

Tillar, R., dan Pabbadja, S. (1979). Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Rora Karya.

Tim FS PAI-JS UGM. (1993). Meniti Jalan Islam. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.