Peranan Guru PAI Dalam Menghidupkan Suasana Keagamaan di Sekolah Menengah : studi deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya merupakan kebutuhan pokok bagi manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, karena manusia pada saat dilahirkan tidak mengetahui apapun. Pendidikan juga memiliki pengaruh terhadap kemajuan, baik dalam kemajuan ekonomi, politik dan teknologi. Hal ini senada dengan pendapat Syafaruddin (2008, hlm. 1) bahwa kemajuan industri yang begitu cepat, stabilitas politik dan ekonomi yang terjamin, transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, merupakan wujud dari sistem kebijakan pendidikan yang mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat. Sementara Ramayulis (2012, hlm. 30) mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat dan negara.

Pendapat Ramayulis tersebut sesuai dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam sistem pendidikan nasional pasal 1 UU RI nomor 20 tahun 2003 (DPR RI, 2009, hlm. 2) tentang sistem pendidikan nasional yang mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.


(2)

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan dengan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan dan akhlak mulia, dalam mencapai kepribadian yang berakhlakkarimah.

Dalam mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki akhlakmulia merupakan tugas seorang guru, “Pendidik merupakan yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik. waktu dan kesempatannya juga dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak dan karakter peserta didik” (Ramayulis, 2012, hlm. 112-113).

Selain itu guru juga mempunyai tugas dalam menata lingkungan yang kondusif. Sebagaimana teori Piaget bahwa peran guru adalah, „merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan mengendalikan aktivitas peserta didik untuk melakukan inkuiri dan

interaksi dengan lingkungan‟ (Rasyidin, dkk. 2011, hlm. 110).

Menata lingkungan yang kondusif di sekolah perlu dilakukan agar terciptanya proses pendidikan yang baik dalam pembentukan akhlak.Sebagaimana menurut aliran behavioristik, E.L Thorndike dan B.F Skinner yang merupakan dua orang tokoh psikologi berpandangan behavioristik(dalam Rasyidin, dkk. 2011, hlm. 114) bahwa

Perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan. Menurut teori Behavioristik, ada tigal hal yang mempengaruhi proses belajar seseorang yaitu: stimulus, respon, dan akibat. Stimulus adalah care, yaitu sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat membangkitkan respon individu. Sedangkan akibat adalah sesuatu yang terjadi setelah individu merespon baik yang sifatnya positif maupun negatif.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan akhlak peserta didik termasuk unsur ruhani yang ada dalam diri mereka. Menurut Ihsan, (2010, hlm. 136) bahwa


(3)

Fitrah-nya, ruhani selalu mengajak kepada jalan yang benar. Namun akibat pengaruh lingkungan ruhani dapat terjatuh dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Oleh karena itu, ruhani memerlukan lingkungan yang baik seperti halnya lingkungan yang bernuansa agama, karena dalam agama terdapat nilai-nilai yang sudah baku dan mutlak yang mengarahkan manusia untuk selalu berbuat baik termasuk mengenalkan Tuhannya.

Selain lingkungan yang baik agama juga memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan akhlak, karenaorang yang jauh dari agamanya akan menjadikan manusia berbuat perilaku yang menyimpang,

“…penyimpangan beragama yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang

tidak taat beragama, walau perbuatan tersebut dilakukan secara komunal oleh orang-orang yang mengaku beragama…” (Rahmat, 2012, hlm. 4). Pada hakikatnya agama mempunyai pengaruh kepada setiap individu khususnya dalam beretika yang baik. Menurut Jalaludin (2007, hlm. 281) bahwa agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong invidu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etika karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya.

Dalam pendidikan di sekolah pun agama merupakan suatu hal yang sangat penting, sebagaimana yang telah diterapkan dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab V peserta didik pasal 12 (DPR RI, 2009, hlm. 9) bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama.

Akan tetapi masih ada beberapa sekolah yang tidak mengetahui mengenai pendidikan keagamaan. Sebagaimana menurut Rahmat (2012, hlm. 3-4) bahwa dalam UU 1945 dan UU sistem pendidikan nasional pun


(4)

seharusnya sarat dengan agama dan moralitas, tetapi realitasnya masih jauh dari yang diharapkan. Fasih membaca al-qurˈan, mengerjakan salat lima waktu, dan berakhlak mulia merupakan tujuan pendidikan (khususnya pendidikan agama) dalam berbagai kurikulum nasional (kurikulum 1985, kurikulum 1994, dan kurikulum 2004) yang sebagiannya dapat terukur, misalnya mahir membaca al-qurˈan diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik Sekolah Dasar (SD), walau kenyataannya di Sekolah Menengah Atas (SMA) pun masih menjadi bagian dari kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI). Tetapi bagaimanakah dengan kemampuan peserta didik dalam keterampilan dasar ini? Hasil penelitian dalam tabel ini merupakan berdasarkan hasil survey di berbagai sekolah dan universitas di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya peserta didik SD, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Universitas (2001, 2004, 2011) dapat diuraikan pada Tabel 1.1 sebagai berikut.

TABEL 1.1

Persentase Peserta Didik dan Mahasiswa Yang Bisa dan Tidak Bisa Membaca al-qurˈan

Jenjang Pendidikan

Kemampuan Membaca al-qurˈan Bisa Membaca Tidak Bisa

Membaca

SD 10% 90%

SMP 25% 75%

SMA 35% 65%

Mahasiswa (UPI & ITENAS)

40% 60%


(5)

Data bulan September 2001 di beberapa sekolah dan universitas. Kondisi ini relatif sama hingga tahun 2005. Bahkan menurun pada tahun 2011. Hasil survey pada tabel tersebut dapat kita amati, bahwa yang hanya dapat membaca a-Qurˈān sebesar 35%, lebih besar yang tidak dapat membaca sebanyak 65%. Ironis sekali, jika dalam pendidikan keagamaan saja apatis lalu bagaimana dengan akhlak mereka yang sekarang. Hal itu baru dari segi kemampuan membaca al-qurˈan belum lagi diukur secara lebih luas dan mendalam, misal pemahaman al-qurˈan, dan pengamalan beragama. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pendidikan dan suasana keagamaan dan karakter terhadap ketaatan beragama dan perilaku berkarakter atau ber al-akhlāq al-karīmaђ (akhlak mulia). Peserta didik begitu mudah terkena sugesti negatif dan begitu mudah marah, seperti halnya tawuran antar pelajar, kasus penyalahgunaan narkotika dan zat-zat adiktif (NAPZA), dan pergaulan bebas sudah dipandang sebagai ciri pergaulan remaja dan anak baru gede (ABG).

Sikap negatif tersebut tidak heran jika melahirkan sikap immoral, misalnya bersikap tidak hormat terhadap orang tua dan kepada para guru, bersikap tidak jujur, dan peraturan-peraturan yang sudah banyak dilanggar (Rahmat, 2012, hlm. 4).

Dari peristiwa diatas terlihat ada kesenjangan dengan tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 (DPR RI, 2009, hlm. 6) bahwa tujuan pendidikan yaitu salah satunya menjadikan peserta didik berakhlak mulia. Oleh karena itu, pendidikan agama sangatlah penting bagi peserta didik, karena agama dapat merubah akhlak peserta didik menjadi akhlak mulia, “Agama diyakini dapat mengantarkan peserta didik kepada keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia” (Rahmat, 2012, hlm. 7). Dalam hal ini Agama merupakan sarana terbaik, hal ini sesuai dengan firman Allah:


(6)

    (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allāh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allāh

-lah hati menjadi tenteram (QS. Al-Ra‟d [13]: 28).1

Dalam membina pendidikan agama di sekolah yang sangat berperan adalah guru, terutama guru pendidikan agama. Dalam Peraturan Mentri Agama (Permenag) nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan pada sekolah dijelaskan dalam pasal 1 (Pendis, 2010) bahwa guru pendidikan agama adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberi teladan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Dalam menjalankan perannya guru PAI perlu membina akhlak peserta didik, denganmenghidupkan lingkungan keagamaan, “Penciptaan suasana keagamaan perlu dilakukan di sekolah agar terbentuknya sausana

keagamaan” (Ramayulis, 2012, hlm. 520). Selain itu karena tugas dan

peran guru PAI antara lain, “…1. Tugas dalam layanan dan bimbingan

dalam kelas dan 2. Di luar kelas...” (Soetjipto & Kosasi , 2009, hlm. 107).

Selain itu pula karena fungsi pendidikan keagamaan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang mengenal dan mengamalkan nilai-nilai keagamaan. Menurut Alim (2011, hlm. 6-7) bahwa fungsi pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama serta untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Mengembangkan manusia Indonesia

1

Seluruh teks dan terjemah Al-Qurˈan dalam skripsi ini dikutip dari Al-Qurˈanin word, yang disesuaikan dengan Al-Qurˈandan terjemahnya. Penerjemah: Tim Depag RI, Jakarta: CV Darus Sunnaħ, 2002. Kutipan ayat Al-qurꞌan disingkat Q.S. = Qurꞌan Surat dilanjutkan dengan nama dan nomor surat serta ayat contoh: (QS.Al-Ra‟d [13]: 28)


(7)

seutuhnya, yakni manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik meneliti lebih dalam mengenai bagaimana peran guru PAI dalam menjalankan tugasnya khususnya dalam menghidupkan suasana keagamaan di sekolah, untuk itu peneliti merasa perlu untuk menelitinya dengan membuat judul skripsi

sebagai berikut “Peranan Guru PAI dalam Menghidupkan Suasana

Keagamaan di Sekolah Menengah”. Penelitian ini sangatlah penting karena memberikan kontribusi bagi para guru PAI dan lembaga sekolah yang lainnya mengenai bagaimana seharusnya peran guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaan.

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan di atas, terlihat bahwa kondisi fakta di lapangan sangat miris sekali. Begitu banyak dikalangan remaja permasalahan dalam pergaulan yang diakibatkan oleh kurangnya bekal ilmu keagamaan, serta lingkungan yang tidak baik, sehingga berdampak negatif terhadap mereka.

Perbuatan yang immoral dengan kurangnya bersikap sopan santun, bersikap tidak jujur, dan lain sebagainya merupakan cerminan kehidupan yang tidak lagi menanamkan nilai-nilai keagamaan. Banyaknya peraturan-peraturan yang mereka langgar, sehingga membuat Indonesia ini kering dan seakan sarat akan makna keagamaan.

Agar permasalahan ini tidak semakin berkembang dan merajalela, dan untuk meminimalisir permasalahan ini agar tidak terjadi kembali, maka disinilah perlu untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan khususnya dalam menghidupkansuasana keagamaan dalam lingkungan, terutama dalam


(8)

lingkungan pendidikan atau sekolah. sekolah merupakan lingkungan yang terpenting, karena disinilah mereka dididik dan dibina. solusi terbaik adalah guru PAI menjalankan perannya dalam menghidupkan lingkungan keagamaan yang baik dan kondusif, serta dengan berpikir kreatif dan inovatif agar menjadikan peserta didik yang berakhlak mulia.

C.Rumusan Masalah Penelitian

Untuk menyelesaikan permasalahan diatas, peneliti merumuskan permasalahan yaitu,“Bagaimana Peranan Guru PAI dalam Menghidupkan Suasana Keagamaan di Sekolah Menengah?” Permasalahan tersebut dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung?

2.Bagaimana upaya guru PAI dalam pengembangan wawasan ilmu terhadappeserta didik di SMA Pasundan 2 Bandung?

3. Bagaimana upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMA pasundan 2 Bandung?

4. Bagaimana upaya guru PAI dalam melaksanakan kegiatan/aktivitas keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung?

5.Bagaimana upaya guru PAI dalam membina sikap warga SMA pasundan 2 Bandung?

6. Bagaimana upaya guru PAI dalam membina hubungan/interaksi yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung?

7. Bagaimana upaya guru PAI dalam menciptakan citra yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung. Adapun secara khusus dan operasional, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung.


(9)

2. Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam pengembangan wawasan ilmu terhadap peserta didik di SMA Pasundan 2 Bandung.

3.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung.

4.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam melaksanakan kegiatan/aktivitas keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung.

5.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam membina sikap warga SMA pasundan 2 Bandung.

6.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam membina hubungan/interaksi yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung.

7.Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam menciptakan citra yang Islami di SMA Pasundan 2 Bandung.

E.Manfaat/Signifikansi Penelitian

1.Secara Teoretis

Secara teoretis manfaat dari penelitian ini agar dapat memberikan landasan-landasan empirik bagaimana kehidupan beragama di sekolah khususnya dengan mendeskripsikan peranan guru PAI dalam menghidupkanlingkungan beragama.

2.Secara Kebijakan

Dari segi kebijakan formal bidang yang dikaji ini merupakan suatu hal yang perlu untuk dijadikan kebijkan di sekolah karena, seringnya masalah yang dihadapi dalam membina akhlak peserta didik serta sulitnya menata lingkungan yang baik sesuai dengan keagamaan.

3.Secara Praktis a.Bagi guru

1). Diperolehnya gambaran tentang kehidupan beragama di sekolah dengan peranan guru PAI dalam menghidupkan lingkungan beragama diupayakan guru dapat menghidupkanlingkungan yang kondusif dan beragama, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.


(10)

2). Lebih memperhatikan perilaku peserta didik dalam pergaulan sehari-hari dan selama mengikuti proses pendidikan peserta didik.

b. Bagi peserta didik

1). Untuk memotivasi peserta didik untuk berperan aktif dalam menghidupkanlingkungan yang beragama

2). Menumbuhkan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari c. Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam (Prodi IPAI)

Dengan adanya skripsi ini, sebagai karya ilmiah bagi prodi IPAI dalam mengkaji peranan guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaan di sekolah menengah, penelitian yang dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung.

4. Dari segi isu dan aksi sosial

Hasil penelitian ini bisa dijadikan alat untuk pengalaman hidup para tenaga pendidik khususnya guru PAI di sekolah dalam membina akhlak peserta didik misalnya, dengan melihat bagaimana peranan Guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaan dan bagaimana dampaknya terhadap warga sekolah menengah khususnya peserta didik. peneliti menyarankan agar tenaga pendidik di sekolah menengah untuk mengimplementasikan apa yang telah peneliti kaji dalam penelitian ini, mengingat hal ini bisa juga dijadikan ukuran atau acuan dalam membina akhlak terutama menata lingkungan yang kondusif sesuai dengan keagamaan.

F.Struktur Organisasi Skripsi

Agar skripsi ini tersusun secara sistematis, maka penelitian ini disusun berdasarkan strukur organisasi skripsi sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan,meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi.


(11)

Bab II Kajian Pustaka, membahas teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian ini yang menjelaskan mengenai konsep guru, Agama Islam dan Pendidikan Agama Islam, Pembinaan Keagamaan, dan Sekolah.

Bab III Metode Penelitian, metode penelitian dan prosedur penelitian yang terdiri dari unsur-unsur, desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan isu etik.

Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian, hasil penelitian dan pembahasan berisi temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian dan membahas temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.

Bab V Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi, menyajikan penafsiran dan pemikiran peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian, hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil yang diteliti, serta merekomendasikan untuk penelitian selanjutnya.


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Dalam melakukan penelitian perlu adanya desain penelitian terlebih dahulu. Adapun pengertian desain penelitian menurut Umar (2008, hlm. 6) desain penelitian merupakan rencana untuk memilih sumber-sumber data dan data yang akan dipakai untuk diolah dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Sama halnya menurut Suharsaputra (2012, hlm. 193) mengatakan bahwa desain penelitian merupakan gambaran berkaitan dengan bagaimana penelitian itu akan dilaksanakan, pada tahap awal terdapat banyak pertanyaan pokok perlu dijawab seperti substansi masalah yang akan diteliti, tempat penelitian akan dilaksanakan, urgensi masalah tersebut diteliti, langkah serta prosedur yang akan dilaksanakan dalam penelitian, waktu pelaksanaan, biaya yang diperlukan, dan sebagainya. semua pertanyaan/masalah tersebut akan berkaitan dengan bagaimana desain penelitian yang akan disusun.

Menurut Satori dan Komariah (2010, hlm. 22) bahwa

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa. Hal terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian atau fenomena atau gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran beharga bagi suatu pengembangan konsep teori. Jangan sampai sesuatu yang berharga tersebut berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan manfaat. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk memberikan sumbangannya terhadap teori, praktis, kebijakan, masalah-masalah sosial dan tindakan.

Penelitian kualitatif menganggap bahwa realitas adalah bentukan pikiran manusia. Segala sesuatu yang melibatkan manusia akan bersifat kompleks dan multi dimensi, apalagi jika melibatkan sekelompok manusia dan interaksinya. Kompleksitas tersebut akan sangat sulit diukur dan direduksi ke dalam


(13)

angka-angka statistik. Data statistik hanyalah satu sisi kompleksitas atau dimensi, masih banyak sisi pada realitas yang harus dipahami. Peneliti menjadi bagian dari realitas tersebut sehingga sulit menjaga objektivitas absolut (Sarosa, 2012, hlm. 9).

Selain itu penelitian kualitatif ialah penelitian yang pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris (Masyhuri dan Zainudin, 2008, hlm. 13).

Setelah mengetahui pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti juga melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif agar mempermudah peneliti dalam proses penelitian dan penyajian data hasil penelitian. Menurut Mardalis (1999, hlm. 26) penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada, dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Metode deskriptif juga dapat diartikan sebagai produser pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya (Nawawi, 1993, hlm. 63).

Peneliti kemudian membuat fokus penelitian agar penelitian terfokuskan pada suatu permasalahan berdasarkan apa yang akan diteliti. Adapun fokus penelitian kehidupan beragama dan peranan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam menghidupkan suasana keagamaandi sekolah menengah, tergambar pada tabel 3.1 (terlampir).

Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian, peneliti mengambil dari pendapat Moleong (2010, hlm. 127-148) sebagai berikut:

Pertama, tahap pra-lapangan meliputi kegiatan-kegiatan, menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan,


(14)

menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, persoalan etika penialainMoleong (2010, hlm. 127).

Kedua, tahap pekerjaan lapangan yang meliputi, memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data dengan menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut:(a). Observasi partisipasi, (b). Wawancara, (c). Studi dokumentasi, (d). TriangulasiMoleong (2010, hlm. 128-148).

Ketiga. tahap analisis data di lapangan berdasarkan model miles and huberman, analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data dalam periode tertentu, yang meliputi, data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusiondrawing/verification(Sugiyono, 2013, hlm. 246-252).

B.Partisipan dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pasundan 2 Bandung dengan alamat Jalan Cihampelas No. 167, telepon (022) 2030093 Bandung 40131. Mendeskripsikan tentang peranan guru PAI dalam menghidupkansuasana keagamaandi SMA Pasundan 2 Bandung, informan penelitian yang dipilih oleh peneliti merupakan warga SMA Pasundan 2 Bandung karena memenuhi kriteria dalam peneitian sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data.

Peneliti juga mempertimbangkan informan berdasarkan kepantasan sebagai informan, menurut Sanafiah Faisal mengutip pendapat Spardley (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 221) sebagai berikut:

Pertama,mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati. Kedua, mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlihat pada kegiatan yang tengah diteliti. Ketiga, mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi. Keempat, mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri. Kelima, mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.


(15)

C.Pengumpulan Data

Jenis data penelitian ini merupakan data primer, “Data primer merupakan

data yang didapat langsung dari masyarakat/lapangan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi. Data primer diperoleh sendiri secara mentah-mentah dari masyarakat dan masih memerlukan analisis lebih lanjut” (Subagyo, 1991, hlm. 87).

Data yang diperlukan oleh peneliti adalah data mengenai peranan guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaandi sekolah menengah. Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu harus menentukan instumen dan langkah-langkah dalam mengumpulkan data agar penelitian berjalan dengan baik. Adapun instrumen penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri, sebagaimana menurut Sugiyono (2013, hlm. 223-224) instrumen penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri, selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat dilengkapi data dan dibandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis data dan membuat kesimpulan.

Selanjutnya melakukan langkah pengumpulan data,“Pengumpulan data

merupakan hal yang akan menentukan pada analisis data, pengumpulan data dan analisis data merupakan langkah yang menentukan pada hasil penelitian, dimana hasil penelitian itu sebenarnya merupakan jawaban akan masalah penelitian yang telah dirumuskan yang dalam konteks arahnya terlihat dari tujuan

penelitian dilakukan” (Suharsaputra, 2012, hlm. 263).

Pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participantobservation), wawancara mendalam (indepthinterview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2013, hlm. 245).


(16)

Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian di lapangan diuraikan sebagai berikut:

1. Observasi partisipatif

Observasi partisipatif ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya(Sugiyono, 2013, hlm. 227). 2. Wawancara Mendalam (in-depth-interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam in-depth-interview dimana dalam pelaskanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstuktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2013, hlm. 233).

3. Dokumentasi

Selanjutnya menurut Sugiyono (2013, hlm. 240) dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

4. Triangulasi

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 241) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yangbersifat menggabungkan dari berbagi tekhnik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

D.Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2013, hlm. 244).


(17)

Proses analisis data yang digunakan menggunakan model Miles and Hubermen menurut Sugiyono (2013, hlm. 246-252) sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode aspek-aspek tertentu (Sugiyono, 2013, hlm. 247).

Untuk memudahkan dalam menyusun laporan penelitian, peneliti

menggunakan pengkodingan data, “Pada tahap ini peneliti melakukan

kategorisasi data sesuai dengan fokus masalah penelitian. Kategorisasi ini dapat dilakukan secara domain, yaitu kategorisasi ini dapat sesuai domain-domain yang akan dianalisis. Selain itu, kategorisasi data juga mempertimbangkan aspek kesamaan dan perbedaan dalam masalah penelitian. Melalui kategorisasi ini akan

lebih memudahkan peneliti dalam tahapan analisis berikutnya” (Musfiqon, 2012,

hlm. 166-167).

Koding yang digunakan pada data yang diperoleh yakni, koding data sumber data (Wawancara: W, Observasi: O, Dokumentasi: Dok), koding data untuk jenis responden (Kepala Sekolah: KS, Guru PAI: GP, Wakasek Kurikulum: WK). Koding data untuk lokasi observasi (lapangan penelitian: O. LP). Koding data yang diteliti berdasarkan rumusan masalah (Kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung: O. KB, Peranan guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaandi SMA Pasundan 2 Bandung: O. PG). 2. Data Display (Penyajian Data)


(18)

Setelah data direduksi selanjutnya mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitataif penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami (Sugiyono, 2013, hlm. 249).

3.Conclusion Drawing/verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 345)adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan kredibel (Sugiyono, 2013, hlm. 252).


(19)

BAB V

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

1. Kehidupanberagam di SMA Pasundan 2 Bandung

Kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Adanya visi yang bernilai keagamaan, (2). Adanya nilai-nilai keagamaan yang terdiri dari: (a). Nilai kedisiplinan, (b). Nilai sopan santun dan batasan dalam pergaulan, (c). Nilai keataatan dalam beribadah, (3). Adaya upaya guru dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan guna menyatukan Visi, (4). Adanya kegiatan-kegiatan keagamaan, (5). Adanya sikap warga sekolah yang merupakan implementasi dari nilai sebagai berikut: (a). Nilai amal shaleh, (b). Nilai dari beriman dan bertaqwa, (c). Nilai dari disiplin, (d). Nilai dari beradab, (6). Adanya hubungan/interkasi warga sekolah yang islami, (7). Adanya citra yang islami.

Upaya yang telah dilakukan oleh guru PAI di SMA Pasundan 2 Bandung sesuai dengan indikator-indikator sebagai berikut: (1). Mu’allim yaitu, (a). Orang yang menguasai ilmu, (b). Mampu mengembangkan ilmu yang dikuasainya, (c). Mampu menjelaskan fungsi ilmu tersebut dalam kehidupan, (d). Mampu menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya sekaligus, selanjutnya mursyid yaitu, (a). Pendidik yang menjadi sentral figure bagi peserta didik, (b). berwibawa, (c). Mengamalkan ilmu secara konsisten, (d). Perkataanya didengar, perintahnya diamalkan, serta (e). Menjadi konsultan bagi peserta didiknya (Ramayulis, 2012, hlm. 103). kemudian indikator muˈaddib yaitu, (a). Mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab, (b). Orang yang beradab, (c). mampu menyiapkan peserta didik yang berkualitas di masa depan (Muhaimin, 2009, hlm. 49).


(20)

Sehingga upaya guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung menjalankan perannya sebagai berikut:

2. Upaya guru PAI dalam mengembangkan wawasan ilmu terhadap peserta didik di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan peranya sebagai mu’allim. 3. Upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannya sebagai muˈaddibdanmursyid

4. Upaya guru PAI dalam melakukan kegiatan/aktivitas keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannnya sebagai muˈaddib dan mursyid.

5. Upaya guru PAI dalam membina sikap warga SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannya sebagai muaddib danmursyid.

6. Upaya guru PAI membina hubungan/interkasi keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannya sebagai muˈaddibdan mursyid. 7. Upaya guru PAI dalam membuat citra SMA Pasundan 2 Bandung dalam model pakaian, disiplin dan taat beribadat guru PAI menjalankan perannya sebagaimuaddib dan mursyid.

B.Implikasi dan Rekomendasi 1. Pembuat kebijakan

a. Hasil penilitian peranan guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaandi sekolah harus dijadikancontoh dalam memerankan pembinaan keagamaan di sekolah agar dapat mengembangkan akhlak warga sekolah yang baik khususnya peserta didik.

b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh guru PAI yang lain di sekolah dengan melihat peran yang dilakukan oleh guru PAI di SMA Pasundan 2 Bandung dalam menghidupkan suasana keagamaandi sekolah.

2. Pengguna hasil penelitian yang bersangkutan (SMA Pasundan 2 Bandung)


(21)

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan para stakeholder di SMA Pasundan 2 Bandung agar dapat mellihat kekurangan guru dalam membina akhlak peserta didik dan mengenal akhlak peserta didik.

b. Hendaknya guru perempuan yang belum mengenakan kerudung agar mengenakannya agar dapat memberikan contoh dalam menerapkan nilai keagamaan, sebagaimana yang telah diwajibkan kepada peserta didik dengan mengenakan kerudung setiap hari Jumat.

b. Prodi IPAI

a.Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran terhadap mahasiswa IPAI mengenai bagaimana peranan guru PAI dalam menghidupkan di sekolah agar terbentuknya akhlak peserta didik yang berakhlak baik melalui lingkungan keagamaan yang telah dibentuk melalui nilai-nilai keagamaan yang ditanamkan di sekolah.

b.Hasil penelitian ini sebaiknya dijadikan bahan kajian dalam membahas peranan guru IPAI dalam menghidupkan suasana keagamaan di sekolah.

c.Peneliti Selanjutnya

Peneliti menemukan pembinaan keagamaan lewat kegiatan yang rutin dilakukan, seperti mewajibkan peserta didik untuk mengerjakan salat dhuhur berjamaah lewat sistim bedol kelas, membaca al-qurˈansebelum KBM berlangsung, dan pembacaan asmaul husna usai KBM. Peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar kegiatan tersebut dapat diteliti lebih dalam bagaimana peranan guru PAI dalam membentuk kegiatan tersebut dalam menjalankan perannya sebagai muˈaddib, mu’allim, dan mursyid.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

…... (2002). Al-qurˈan In Word. (TimDepagRI, Penerj.) Jakarta: Darus

Sunnah

Ahmadi, A., & Salimi, N. (2008). Mkdu Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Pendidikan Perguruan Tinggi. Jakarta: Pt Bumi Aksara.

Albone, A. A. (2009). Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme . Jakarta: Pt Saadah Cipta Mandiri.

As-Siba'i, M. (1986). kebangkitan budaya Islam. (N. Husein, Trans)Jakarta: Media Da'wah.

Alim, M. (2011). Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian Muslim . Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Daradjat, Z. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

DPR RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas & Peraturan Pemerintah R.I Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar . Bandung : Citra Umbara.

Ihsan, F. (2010). Dasar-Dasar Kependidikan Komponen Mkdk. Jakarta: Pt Rineka Cipta.

Jalaludin. (2007). Psikologi Agama . Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada .

Majid, A., & Andayani, D. (2006). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatau Pendekatan Proposal . Jakarta: Pt Bumi Aksara .

Masyhuri, & Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dan Aplikatif. Bandung: Pt Refika Aditama.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi . Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.


(23)

Muhaimin, dkk. (2009). Manajemen Pendidikan Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muhaimin, dkk. (2004). Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. Muhaimin. (2008). Paradigma Pendidikan Islam .Bandung: Pt Remaja

Rosdakarya .

Muhaimin. (2009). Pengembangan Kurikulum Pendidika Agama Islam Di Sekolah, Madrasah, Dan Perguruan Tinggi . Jakarta: Rajawali Pers.Muhaimin , Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2005). Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan. Jakarta: Prenada Media Group.

Mulyono. (2010). Manajemen Administrasi Dan Organisasi Pendidikan . Jogjakarta: Ar-Ruzz

Musfiqon. (2012). Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan . Jakarta: Prestasi Pustaka .

Naim, N. (2009). Menjadi Guru Inspiratif. Jogjakarta: Pustaka Pelajar .

Nata, A. (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nawawi, H. (1993). Metode Penelitian Bidang Sosial . Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Pendidikan, T. D. (2010). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan.

Pendis. (2010, Juni 20). Peraturan Mentri Agama Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pendidikan Pada Sekolah. Retrieved 3 12, 2015, From Peraturan Mentri Agama Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pendidikan Pada Sekolah Web Site:

Http://Pendis.Kemenag.Go.Id/File/Dokumen/Kma162010

Rahmat, M. (2012). Filsafat Akhlak . Bandung: Value Press. Ramayulis. (2012). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Kalam Mulia.

Rasyidin, W., dkk. (2011). Landasan Pendididkan. Bandung: Tim Dosen Mkdp Landasan Pendidikan Upi.


(24)

Syafaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan . Jakarta: Pt Rineka Cipta .

Soetjipto, & Kosasi, R. (2009 ). Profesi Keguruan . Jakarta: Rineka Cipta . Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar . Jakarta: Pt Indeks .

Satori, D., & Komariah, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta.

Shad, A. R. (1985). Adab Kehidupan Muslim Etika Rumah Tangga Islam . Bandung : Gema Risalah Press Bandung.

Subagyo, J. (1991). Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek . Jakarta: Pt Melton Putra

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantatif Kualitati Dan R& D. Bandung : Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Tindakan. Bandung: Anggota Ikapi.

Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif . Yogyakarta: Hikayat Publishing. Suryana, T, dkk. (1997). Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara. Syafaat, T. A, (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah

Kenakanalan Remaja. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-qurˈan . Bandung : Ikapi .

Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Amzah.

Umar, H. (2008). Desain Penelitian Msdm Dan Perilaku Karyawan . Jakarta: Rajawali Pres

Uno, H. B. (2009). Profesi Kependidikan Problema, Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Pt Bumi Aksara .


(1)

BAB V

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

1. Kehidupanberagam di SMA Pasundan 2 Bandung

Kehidupan beragama di SMA Pasundan 2 Bandung dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Adanya visi yang bernilai keagamaan, (2). Adanya nilai-nilai keagamaan yang terdiri dari: (a). Nilai kedisiplinan, (b). Nilai sopan santun dan batasan dalam pergaulan, (c). Nilai keataatan dalam beribadah, (3). Adaya upaya guru dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan guna menyatukan Visi, (4). Adanya kegiatan-kegiatan keagamaan, (5). Adanya sikap warga sekolah yang merupakan implementasi dari nilai sebagai berikut: (a). Nilai amal shaleh, (b). Nilai dari beriman dan bertaqwa, (c). Nilai dari disiplin, (d). Nilai dari beradab, (6). Adanya hubungan/interkasi warga sekolah yang islami, (7). Adanya citra yang islami.

Upaya yang telah dilakukan oleh guru PAI di SMA Pasundan 2 Bandung sesuai dengan indikator-indikator sebagai berikut: (1). Mu’allim yaitu, (a). Orang yang menguasai ilmu, (b). Mampu mengembangkan ilmu yang dikuasainya, (c). Mampu menjelaskan fungsi ilmu tersebut dalam kehidupan, (d). Mampu menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya sekaligus, selanjutnya mursyid yaitu, (a). Pendidik yang menjadi sentral figure bagi peserta didik, (b). berwibawa, (c). Mengamalkan ilmu secara konsisten, (d). Perkataanya didengar, perintahnya diamalkan, serta (e). Menjadi konsultan bagi peserta didiknya (Ramayulis, 2012, hlm. 103). kemudian indikator muˈaddib yaitu, (a). Mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab, (b). Orang yang beradab, (c). mampu menyiapkan peserta didik yang berkualitas di masa depan (Muhaimin, 2009, hlm. 49).


(2)

Sehingga upaya guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung menjalankan perannya sebagai berikut:

2. Upaya guru PAI dalam mengembangkan wawasan ilmu terhadap peserta didik di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan peranya sebagai mu’allim. 3. Upaya guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannya sebagai muˈaddibdanmursyid

4. Upaya guru PAI dalam melakukan kegiatan/aktivitas keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannnya sebagai muˈaddib dan mursyid.

5. Upaya guru PAI dalam membina sikap warga SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannya sebagai muaddib danmursyid.

6. Upaya guru PAI membina hubungan/interkasi keagamaan di SMA Pasundan 2 Bandung guru PAI menjalankan perannya sebagai muˈaddibdan mursyid. 7. Upaya guru PAI dalam membuat citra SMA Pasundan 2 Bandung dalam model pakaian, disiplin dan taat beribadat guru PAI menjalankan perannya sebagaimuaddib dan mursyid.

B.Implikasi dan Rekomendasi 1. Pembuat kebijakan

a. Hasil penilitian peranan guru PAI dalam menghidupkan suasana keagamaandi sekolah harus dijadikancontoh dalam memerankan pembinaan keagamaan di sekolah agar dapat mengembangkan akhlak warga sekolah yang baik khususnya peserta didik.

b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh guru PAI yang lain di sekolah dengan melihat peran yang dilakukan oleh guru PAI di SMA Pasundan 2 Bandung dalam menghidupkan suasana keagamaandi sekolah.

2. Pengguna hasil penelitian yang bersangkutan (SMA Pasundan 2 Bandung)


(3)

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan para stakeholder di SMA Pasundan 2 Bandung agar dapat mellihat kekurangan guru dalam membina akhlak peserta didik dan mengenal akhlak peserta didik.

b. Hendaknya guru perempuan yang belum mengenakan kerudung agar mengenakannya agar dapat memberikan contoh dalam menerapkan nilai keagamaan, sebagaimana yang telah diwajibkan kepada peserta didik dengan mengenakan kerudung setiap hari Jumat.

b. Prodi IPAI

a.Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran terhadap mahasiswa IPAI mengenai bagaimana peranan guru PAI dalam menghidupkan di sekolah agar terbentuknya akhlak peserta didik yang berakhlak baik melalui lingkungan keagamaan yang telah dibentuk melalui nilai-nilai keagamaan yang ditanamkan di sekolah.

b.Hasil penelitian ini sebaiknya dijadikan bahan kajian dalam membahas peranan guru IPAI dalam menghidupkan suasana keagamaan di sekolah.

c.Peneliti Selanjutnya

Peneliti menemukan pembinaan keagamaan lewat kegiatan yang rutin dilakukan, seperti mewajibkan peserta didik untuk mengerjakan salat dhuhur berjamaah lewat sistim bedol kelas, membaca al-qurˈansebelum KBM berlangsung, dan pembacaan asmaul husna usai KBM. Peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar kegiatan tersebut dapat diteliti lebih dalam bagaimana peranan guru PAI dalam membentuk kegiatan tersebut dalam menjalankan perannya sebagai muˈaddib, mu’allim, dan mursyid.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

…... (2002). Al-qurˈan In Word. (TimDepagRI, Penerj.) Jakarta: Darus Sunnah

Ahmadi, A., & Salimi, N. (2008). Mkdu Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Pendidikan Perguruan Tinggi. Jakarta: Pt Bumi Aksara.

Albone, A. A. (2009). Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme . Jakarta: Pt Saadah Cipta Mandiri.

As-Siba'i, M. (1986). kebangkitan budaya Islam. (N. Husein, Trans)Jakarta: Media Da'wah.

Alim, M. (2011). Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian Muslim . Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Daradjat, Z. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

DPR RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas & Peraturan Pemerintah R.I Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar . Bandung : Citra Umbara.

Ihsan, F. (2010). Dasar-Dasar Kependidikan Komponen Mkdk. Jakarta: Pt Rineka Cipta.

Jalaludin. (2007). Psikologi Agama . Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada .

Majid, A., & Andayani, D. (2006). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatau Pendekatan Proposal . Jakarta: Pt Bumi Aksara .

Masyhuri, & Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dan Aplikatif. Bandung: Pt Refika Aditama.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi . Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.


(5)

Muhaimin, dkk. (2009). Manajemen Pendidikan Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muhaimin, dkk. (2004). Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. Muhaimin. (2008). Paradigma Pendidikan Islam .Bandung: Pt Remaja

Rosdakarya .

Muhaimin. (2009). Pengembangan Kurikulum Pendidika Agama Islam Di Sekolah, Madrasah, Dan Perguruan Tinggi . Jakarta: Rajawali Pers.Muhaimin , Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2005). Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan. Jakarta: Prenada Media Group.

Mulyono. (2010). Manajemen Administrasi Dan Organisasi Pendidikan . Jogjakarta: Ar-Ruzz

Musfiqon. (2012). Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan . Jakarta: Prestasi Pustaka .

Naim, N. (2009). Menjadi Guru Inspiratif. Jogjakarta: Pustaka Pelajar .

Nata, A. (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nawawi, H. (1993). Metode Penelitian Bidang Sosial . Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Pendidikan, T. D. (2010). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan.

Pendis. (2010, Juni 20). Peraturan Mentri Agama Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pendidikan Pada Sekolah. Retrieved 3 12, 2015, From Peraturan Mentri Agama Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan

Pendidikan Pada Sekolah Web Site:

Http://Pendis.Kemenag.Go.Id/File/Dokumen/Kma162010 Rahmat, M. (2012). Filsafat Akhlak . Bandung: Value Press. Ramayulis. (2012). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Kalam Mulia.

Rasyidin, W., dkk. (2011). Landasan Pendididkan. Bandung: Tim Dosen Mkdp Landasan Pendidikan Upi.


(6)

Syafaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan . Jakarta: Pt Rineka Cipta .

Soetjipto, & Kosasi, R. (2009 ). Profesi Keguruan . Jakarta: Rineka Cipta . Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar . Jakarta: Pt Indeks .

Satori, D., & Komariah, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta.

Shad, A. R. (1985). Adab Kehidupan Muslim Etika Rumah Tangga Islam . Bandung : Gema Risalah Press Bandung.

Subagyo, J. (1991). Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek . Jakarta: Pt Melton Putra

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantatif Kualitati Dan R& D. Bandung : Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Tindakan. Bandung: Anggota Ikapi.

Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif . Yogyakarta: Hikayat Publishing. Suryana, T, dkk. (1997). Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara. Syafaat, T. A, (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah

Kenakanalan Remaja. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-qurˈan . Bandung : Ikapi .

Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Amzah.

Umar, H. (2008). Desain Penelitian Msdm Dan Perilaku Karyawan . Jakarta: Rajawali Pres

Uno, H. B. (2009). Profesi Kependidikan Problema, Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Pt Bumi Aksara .