Pengaruh Konsentrasi Gula dan pH terhadap Mutu Nata de Yammy dari Limbah Cair Pati Bengkuang
TINJAUAN PUSTAKA
Nata
Nata adalah lembaran gel di permukaan substrat berupa selulosa hasil
fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Lembaran tersebut mengandung 35-62%
selulosa (Arviyanti dan Yulimartani, 2009). Ukuran kekenyalan nata ditentukan
oleh gaya tekan yang mula-mula menyebabkan deformasi produk, kemudian
memecahkan
produk
setelah
produk
mengalami
deformasi
bentuk
(Soeharto, 1990).
Komponen utama nata adalah selulosa yang mampu mengikat air sebesar
95% dalam bentuk gel nata sehingga bersifat empuk (Enie, 1998). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan nata adalah kandungan gula, protein, lemak,
karbohidrat dan vitamin di dalam larutan. Selain faktor tersebut, proses produksi
nata sangat dipengaruhi oleh umur starter, lama fermentasi, tingkat keasaman
medium dan ruangan produksi (Arviyanti dan Yulimartani, 2009).
Selama fermentasi bakteri Acetobacter xylinum memecah gula (sukrosa)
menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase diubah
menjadi glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh
enzim fosfoglukomutase. Reaksi selanjutnya adalah pembentukan uridin difosfat
glukosa (UDP-glukosa) yang merupakan hasil reaksi antara glukosa-1-fosfat
dengan uridin trifosfat (UTP), oleh kerja enzim glukosa-1-fosfaturidiltransferase.
Reaksi ini dialihkan menuju ke kanan oleh kerja pirofosfatase, yang
menghidrolisa pirofosfat (Ppi) menjadi ortofosfat (Pi). UDP-glukosa adalah donor
langsung residu glukosa di dalam pembentukan enzimatik selulosa oleh kerja
5
6
selulosa sintetase yang mengiatkan pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa
ke ujung non residu molekul selulosa (Lehninger, 1994). Reaksi biosintesa
selulosa dari glukosa yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1.
Sukrosa + H2O
invertase
Glukosa + Fruktosa
Glukosa + ATP
Glukosa-6-fosfat + ADP
Glukosa-6-fosfat
glukosa-1-fosfat
UTP + glukosa-1-fosfat
UDP-glukosa + (glukosa)n
UDP-glukosa + Ppi
selulosa
sintetase
UDP + (glukosa)n
rantai selulosa yang
diperpanjang
Gambar 1. Biosintesa selulosa dari glukosa (Lehninger, 1994).
Pembentukan nata (polisakarida ekstraselluler) memerlukan senyawa
antara lain yaitu heksosa fosfat. Heksosa fosfat mengalami oksidasi melalui
lintasan pentosa fosfat menghasilkan senyawa NADPH (senyawa penyimpan
tenaga pereduksi) dan melepas CO2. Gas CO2 yang dilepas akan terhambat dan
menempel pada mikrofibril selulosa, sehingga selulosa naik ke permukaan cairan.
Fosfat anorganik perlu ditambahkan ke dalam medium karena bahan tersebut
sangat diperlukan untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
(Arviyanti dan Yulimartani, 2009).
Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas
Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah
menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin
trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase,
prekursor ini selanjutnya dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa
pada permukaan medium. Pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum
7
dipengaruhi ketersediaan oksigen dan glukosa. Selain itu, pembentukannya juga
dipengaruh
pH
medium,
lama
fermentasi,
dan
sumber
nitrogen
(Palungkun, 1993).
Berdasarkan penelitian Tari, dkk. (2012), pemberian sumber N pada
medium pertumbuhan A. xylinum ternyata memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap kadar nitrogen nata. Sumber nitrogen yang terbaik diperoleh dari ZA.
Bakteri hanya dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk anorganik, yaitu nitrat
(NO3-) atau ammonium (NH4+). Molekul ammonium (NH4+) dipecahkan menjadi
lebih sederhana, maka ion ammonium (NH4+) yang sudah terpecah atau tersedia
ini, lebih mudah dikonsumsi lagi oleh bakteri A. xylinum untuk perkembangbiakan
sel atau pembelahan sel yang merupakan proses sintesa protein.
Pertumbuhan mikroba membutuhkan unsur-unsur kimia dasar seperti
karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium dan zat besi.
Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga sebagai sumber
makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Nata merupakan salah
satu bahan pangan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba, sebab nata de coco
selain mengandung kadar air yang tinggi juga mengandung unsur-unsur kimia
dasar sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel mikroba. Komposisi kimia
nata de coco adalah serat, air 98 %, lemak 0,2 %, kalsium 0,012 %, fosfor 0,002
%, dan vitamin B3 0,017 % (Buckle, dkk., 1985).
Nata dalam kemasan adalah produk makanan berupa gel selulosa hasil
fermentasi air kelapa, air tahu atau bahan lainnya oleh bakteri asam cuka
(Acetobacter xylinum) yang telah diolah dengan penambahan gula dan atau
tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan dan dikemas secara aseptik.
8
Syarat mutu nata de coco dalam kemasan berdasarkan Standar Nasional
Indonesia 01-4317-1996 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar nasional Indonesia nata de coco dalam kemasan
No.
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan
1.1
1.2
1.3
1.4
2
3
4
Bau
Normal
Rasa
Normal
Warna
Normal
Tekstur
Normal
Bahan asing
Tidak boleh ada
Bobot tuntas
%
Min. 50
Jumlah gula (dihitung sebagai
Sakarosa
%
Min. 15
5
Serat makanan
%
Maks. 4,5
6
Bahan Tambahan Makanan
6.1
Pemanis buatan :
- Sakarin
Tidak boleh ada
- Siklamat
Tidak boleh ada
6.2
Pewarna tambahan
Sesuai SNI 01-0222-1995
6.3
Pengawet (Na Benzoat)
Sesuai SNI 01-0222-1995
7
Cemaran Logam :
7.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0,2
7.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 2
7.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 5,0
7.4
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0/250,0*)
8
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,1
9
Cemaran Mikroba :
9.1
Angka lempeng total
Koloni/g Maks. 2,0 x 102
9.2
Coliform
APM/g < 3
9.3
Kapang
Koloni/g Maks. 50
9.4
Khamir
Koloni/g Maks. 50
*) Dikemas dalam kaleng (Badan Standarisasi Nasional, 1996).
Nata de coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan
cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa
spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun
selama ini yang paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum. Bakteri A.
9
xylinum termasuk genus Acetobacter . Bakteri ini bersifat Gram negatif, aerob,
berbentuk batang pendek atau basil (Forng, dkk., 1989).
Limbah Cair Pati Bengkuang
Umbi bengkuang mengandung serat yang tinggi, terdiri dari serat larut
dalam air dan serat yang tidak larut dalam air. Rasa manis pada umbi bengkuang
berasal dari suatu oligosakarida yang disebut dengan inulin, yang tidak bisa
dicerna oleh tubuh manusia tetapi larut di dalam air. Sifat seperti ini sangat
berguna bagi penderita diabetes atau orang yang berdiet rendah kalori (Adi, 2008).
Komposisi kimia umbi bengkuang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia umbi bengkuang
Zat gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin C (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin A (IU)
Air (g)
Sumber: Direktorat Depkes Gizi (1992)
Kadar per 100 gram
55
1,4
0,2
12,8
15
18
0,6
20
0,04
0,5
85,1
Bengkuang mengandung serat yang tinggi, terutama serat larut dalam air
yang berguna untuk memperlancar buang air besar. Bagi penderita wasir, buang
air besar yang lancar akan mengurangi rasa sakit. Bengkuang dapat mengobati
sariawan, karena kandungan vitamin C yang tinggi. Bengkuang mengandung
komponen bioaktif yang bertindak sebagai antioksidan karena senyawa isoflavon
yang dihasilkan dapat menurunkan kadar kolesterol jahat / Low Density
10
Lipoprotein (LDL), meningkatkan kadar kolesterol baik / High Density
Lipoprotein (HDL) dalam darah yang berguna bagi kesehatan pembuluh darah
dan jantung serta dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Lingga, 2010).
Polisakarida non-pati terdiri dari makanan pelengkap yang digunakan
sebagai diet lemak. Polisakarida non-pati ditemukan dalam dua bentuk, yaitu yang
larut dan tidak larut yang dominan terdapat dalam buah-buahan, sayuran, sereal
dan bahan lain. Polisakarida non-pati sangat penting untuk kesehatan, khususnya
pencernaan tubuh (Dickerson dan Morgan, 2003).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak
larut dalam air pada suhu ruangan, memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada
jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam
makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang
rendah (Fortuna, dkk., 2001).
Proses pembuatan pati bengkuang terdiri dari dua tahap, yakni preparasi
bengkuang segar sebagai tahap pertama dan disusul dengan pengemasan. Pada
tahap pertama, terdiri dari penimbangan, pengupasan, pencucian, pemarutan,
pembuburan, pemerasan, pengendapan pati, pemanenan pati, pengeringan,
penepungan dan pengayakan (Angwar, 2014).
Bengkuang parutan disebut dengan bubur bengkuang. Bubur bengkuang
diencerkan dengan menambah air. Setiap 1 liter parutan ditambah dengan 1 liter
air. Bubur encer diaduk-aduk kemudian disaring dengan kain saring. Pati
bengkuang bersama cairan akan lolos, sedangkan serat kasar dan bahan-bahan
11
kasar akan tertahan pada kain saring. Cairan yang lolos tersebut didiamkan selama
1 malam sehingga patinya mengendap sebagai lapisan pasta. Endapan pati
tersebut disebut dengan pasta pati. Lapisan pasta pati diambil dengan membuang
air yang berada di atasnya. Pasta pati tersebut dikeringkan dalam oven dan
kemudian dihancurkan menjadi pati kasar, selanjutnya dilakukan pengayakan
untuk mendapatkan pati (Hilman, 2012).
Derajat Keasaman (pH)
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH di mana pertumbuhannya
masih memungkinkan dan biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan
mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0-8,0. Mikroorganisme yang
bersifat perusak tumbuh pada kisaran nilai pH diluar 2,0-10,0. (Buckle, dkk.,
1985). Pada umumnya fermentasi membutuhkan pH asam sekitar 3,4 – 4. Hal
tersebut berdasarkan lingkungan hidup dari starter yang dapat tumbuh dan
melakukan metabolisme pada pH tersebut (Winarno, dkk., 1980).
Dalam fermentasi bahan pangan kekuatan buffer dari bahan pangan sangat
penting peranannya. Jika kekuatan buffer kurang memungkinkan maka hasil awal
pembentukan asam oleh bakteri tidak akan cukup untuk menurunkan nilai pH
sampai pada keadaan di mana pertumbuhan bakteri berbentuk batang terhenti
seluruhnya (Buckle, dkk., 1985).
Laju pertumbuhan bakteri yang bersifat autotrofik lebih lambat
dibandingkan dengan bakteri heterotrofik. Derajat keasaman (pH) merupakan
salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
aktivitas bakteri pengoksidasi amonia (Esoy, dkk., 1998). Derajat keasaman (pH)
optimum untuk pertumbuhan bakteri pengoksidasi amonia yang bersifat autotrofik
12
berkisar dari 7,5 sampai 8,5. Sedangkan bakteri yang bersifat heterotrofik lebih
toleran pada lingkungan asam, dan tumbuh lebih cepat dengan hasil yang lebih
tinggi pada kondisi dengan konsentrasi DO (Dissolved Oxygen) rendah
(Zhao, dkk., 1999).
Bahan-bahan pada Pembuatan Nata
Gula
Acetobacter xylinum dapat mensintesa sebagian gula menjadi selulosa dan
sebagian lagi diurai menjadi asam asetat yang akan menurunkan pH medium.
Penurunan pH melewati pH optimum dapat menyebabkan terganggunya proses
fermentasi nata serta terurainya kembali selulosa menjadi glukosa yang dapat
teroksidasi lagi menjadi asam asetat. Penambahan sukrosa yang melewati kadar
optimum ke dalam media, menyebabkan lebih banyak gula yang diubah menjadi
asam (Suryani, dkk., 2005).
Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh A. xylinum
sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa
metabolit di antaranya adalah selulosa yang membentuk nata de coco. Senyawa
peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor ) akan meningkatkan
pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu
meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel A. xylinum
untuk menghasilkan selulosa (Misgiyarta, 2007).
Glukosa diambil dari air gula dalam air kelapa oleh sel-sel Acetobacter
xylinum membentuk nata de coco. Glukosa tersebut digabungkan dengan asam
lemak membentuk prekursor (lapisan nata). Prekursor tersebut dikeluarkan
bersama enzim yang akan mengubah glukosa menjadi selulosa di luar sel. Nata de
13
coco sebenarnya tidak mempunyai nilai kalori bagi manusia, oleh sebab itu
produk ini dipakai sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet
(Astawan, 2004).
Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada media dengan kondisi optimum
dengan ketentuan derajat keasaman media (pH) 4-5, suhu 28-31 oC atau pada suhu
kamar. Sumber karbon yang baik adalah sukrosa dan glukosa dengan konsentrasi
5-8%. Sumber nitrogen yang dapat digunakan yaitu yeast extract, peptone, kalium
maupun natrium nitrat. Acetobacter xylinum biasanya digunakan untuk membuat
nata de coco dengan konsentrasi 10% (Sulistyo, dkk., 2007). Acetobacter xylinum
berbentuk batang dan gram negatif. Proses metabolismenya bersifat aerobik,
sering disebut bakteri asam asetat karena peranannya dalam fermentasi bahan
pangan yaitu mengoksidasi alkohol dan karbohidrat menjadi asam asetat dan
sering dipergunakan dalam pabrik cuka (Buckle, dkk., 1985).
Pertumbuhan Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu
nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, tingkat keasaman media, suhu dan
kondisi udara (oksigen). Monosakarida dan disakarida dibutuhkan sebagai karbon
dalam fermentasi nata. Sumber karbon yang paling banyak digunakan adalah gula.
Penambahan nitrogen berasal dari bahan organik seperti ZA atau urea. Meskipun
bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5-7,5 tetapi akan tumbuh
dengan optimal pada pH 4 dengan kisaran suhu ideal berkisar 28-30 oC. Bakteri
ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup
rapat, biasanya hanya ditutup dengan menggunakan kertas berpori (koran) untuk
14
mencegah masuknya kotoran ke dalam media yang dapat menyebabkan
kontaminasi (Darmansyah, 2010).
Amonium sulfat
Sumber nitrogen dalam medium kultur untuk pertumbuhan A. xylinum
juga mempengaruhi produksi selulosa. Sumber nitrogen tersebut dapat berasal
dari nitrogen organik seperti ekstrak yeast, pepton, tripton dan polipepton maupun
nitrogen anorganik seperti dari NPK, Urea maupun ZA (Zwavelzuur Amonia ) atau
Amonium Sulfat (Tari, dkk., 2012).
Nitrogen organik ekstrak yeast sebesar 2% yang ditambahkan pada
medium kultur A. xylinum dapat meningkatkan produksi selulosa sedangkan
ketika polipepton (0,5%) ditambahkan pada ekstrak yeast, produksi selulosa dapat
meningkat hingga dua kali lipat (Sanchez dan Yoshida, 1998).
Pada pembuatan nata dari air mineral (nata de aqua ) menggunakan
nitrogen anorganik dari ZA dan NPK, jumlah nitrogen yang melebihi kebutuhan
akan mengganggu aktivitas Acetobacter xyllinum dalam mensintesa selulosa.
Sebaliknya kecukupan N dalam medium menstimulir bakteri dalam mensintesa
selulosa dan menghasilkan nata dengan ikatan selulosa yang kuat. Kuatnya ikatan
selulosa dalam jaringan nata mengakibatkan air yang terperangkap sedikit,
sehingga tidak mudah meluruh. Adanya unsur-unsur lain seperti : P (Fosfor)
dalam NPK serta S (Sulfur) dalam ZA akan memberi pengaruh besar, karena
unsur- unsur tersebut berperan dalam pembentukan dan perkembangbiakan sel
bakteri,
yang
mempengaruhi
(Zubaidah dan Prasetyana, 2002).
jumlah
selulosa
yang
terbentuk
15
Ketebalan nata adalah tingginya lapisan selulosa yang mampu dihasilkan
oleh bakteri A.xylinum. Pemberian sumber N berupa ZA pada medium
pertumbuhan A. xylinum ternyata memberikan pengaruh ketebalan nata lebih
tinggi, dibanding medium dengan sumber N urea maupun NPK. Bakteri hanya
dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk anorganik, yaitu nitrat (NO3-) atau
ammonium (NH4+) (Khairul, 2010).
Ketika ZA diberikan pada medium pertumbuhan A. xylinum, menyebabkan
bakteri A.xylinum lebih mudah memperoleh N, karena pemecahan molekul
ammonium lebih sederhana dibanding urea dan NPK. Selain itu bentuk ion
ammonium (NH4+) lebih membutuhkan sedikit energi dibandingkan nitrogen
yang masih berbentuk amida. Sehingga kecukupan N tersebut mampu menstimulir
bakteri dalam mensintesa selulosa dan menghasilkan nata paling tebal
(Tari, dkk., 2012).
Asam asetat
Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah
suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa
asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, eter. Pada tekanan
atmosfer, titik didihnya 118 oC. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat luas
di bidang industri dan pangan. Di Indonesia kebutuhan asam asetat masih harus
diimpor sehingga perlu diusahakan kemandirian dalam penyediaan bahan tersebut
(Hardoyo, dkk., 2007).
Media fermentasi pembuatan nata de coco perlu ditambahkan komponenkomponen seperti glukosa 10% sebagai sumber karbon, asam asetat 25% untuk
mengatur pH menjadi 3-4, K2HPO4 0,03 %, MgSO4 0,03% sebagai mineral dan
16
sumber nitrogen sebanyak 0,3 %. Sumber nitrogen dalam medium kultur untuk
pertumbuhan A. xylinum juga mempengaruhi produksi selulosa (Collado, 1986).
Proses Pengolahan Nata
Cara penyiapan substrat untuk pembuatan nata de coco dengan bahan baku
air kelapa ádalah sebagai berikut; air kelapa yang diperoleh dari pasar disaring
dengan menggunakan kain saring bersih. Sukrosa (gula pasir) ditambahkan
sebanyak 10% (b/v). Sambil dipanaskan, dan diaduk hingga homogen. Urea
ditambahkan sebanyak 5 gram untuk setiap 1 liter air kelapa bergula yang
disiapkan dan diaduk sambil dididihkan. Substrat ini didinginkan, kemudian
ditambah asam asetat sebanyak 2% atau asam cuka dapur 25% (16 ml asam asetat
untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan dengan cara dimasukkan dalam
autoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit (atau didihkan
selama 15 menit). Substrat didinginkan hingga suhu 40 oC. Substrat dimasukkan
pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar, dengan ketebalan
substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau
bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakkan
pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain
bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 –
15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada
umur 10-15 hari nata dapat dipanen (Misgiyarta, 2007).
Pembuatan nata de coco dilakukan dengan pembuatan starter Acetobacter
xylinum yang dilakukan dengan cara biakan kultur murni pada media air kelapa.
Starter kemudian dimasukkan ke dalam nampan steril. Dilakukan pembuatan nata
17
sampai nata dipanen dengan cara mengeluarkan nata yang telah berbentuk wadah
fermentasi dan dipotong-potong. Keberhasilan pembuatan serat nata de coco
ditandai dengan lempeng tebal berwarna putih, tidak terdapat cairan/loyang
pertumbuhan kering, dan lempeng nata tidak berjamur, tidak bolong, dan tidak
terdapat noda hitam (Darmansyah, 2010).
Nata
Nata adalah lembaran gel di permukaan substrat berupa selulosa hasil
fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Lembaran tersebut mengandung 35-62%
selulosa (Arviyanti dan Yulimartani, 2009). Ukuran kekenyalan nata ditentukan
oleh gaya tekan yang mula-mula menyebabkan deformasi produk, kemudian
memecahkan
produk
setelah
produk
mengalami
deformasi
bentuk
(Soeharto, 1990).
Komponen utama nata adalah selulosa yang mampu mengikat air sebesar
95% dalam bentuk gel nata sehingga bersifat empuk (Enie, 1998). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan nata adalah kandungan gula, protein, lemak,
karbohidrat dan vitamin di dalam larutan. Selain faktor tersebut, proses produksi
nata sangat dipengaruhi oleh umur starter, lama fermentasi, tingkat keasaman
medium dan ruangan produksi (Arviyanti dan Yulimartani, 2009).
Selama fermentasi bakteri Acetobacter xylinum memecah gula (sukrosa)
menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase diubah
menjadi glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh
enzim fosfoglukomutase. Reaksi selanjutnya adalah pembentukan uridin difosfat
glukosa (UDP-glukosa) yang merupakan hasil reaksi antara glukosa-1-fosfat
dengan uridin trifosfat (UTP), oleh kerja enzim glukosa-1-fosfaturidiltransferase.
Reaksi ini dialihkan menuju ke kanan oleh kerja pirofosfatase, yang
menghidrolisa pirofosfat (Ppi) menjadi ortofosfat (Pi). UDP-glukosa adalah donor
langsung residu glukosa di dalam pembentukan enzimatik selulosa oleh kerja
5
6
selulosa sintetase yang mengiatkan pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa
ke ujung non residu molekul selulosa (Lehninger, 1994). Reaksi biosintesa
selulosa dari glukosa yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1.
Sukrosa + H2O
invertase
Glukosa + Fruktosa
Glukosa + ATP
Glukosa-6-fosfat + ADP
Glukosa-6-fosfat
glukosa-1-fosfat
UTP + glukosa-1-fosfat
UDP-glukosa + (glukosa)n
UDP-glukosa + Ppi
selulosa
sintetase
UDP + (glukosa)n
rantai selulosa yang
diperpanjang
Gambar 1. Biosintesa selulosa dari glukosa (Lehninger, 1994).
Pembentukan nata (polisakarida ekstraselluler) memerlukan senyawa
antara lain yaitu heksosa fosfat. Heksosa fosfat mengalami oksidasi melalui
lintasan pentosa fosfat menghasilkan senyawa NADPH (senyawa penyimpan
tenaga pereduksi) dan melepas CO2. Gas CO2 yang dilepas akan terhambat dan
menempel pada mikrofibril selulosa, sehingga selulosa naik ke permukaan cairan.
Fosfat anorganik perlu ditambahkan ke dalam medium karena bahan tersebut
sangat diperlukan untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
(Arviyanti dan Yulimartani, 2009).
Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas
Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah
menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin
trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase,
prekursor ini selanjutnya dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa
pada permukaan medium. Pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum
7
dipengaruhi ketersediaan oksigen dan glukosa. Selain itu, pembentukannya juga
dipengaruh
pH
medium,
lama
fermentasi,
dan
sumber
nitrogen
(Palungkun, 1993).
Berdasarkan penelitian Tari, dkk. (2012), pemberian sumber N pada
medium pertumbuhan A. xylinum ternyata memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap kadar nitrogen nata. Sumber nitrogen yang terbaik diperoleh dari ZA.
Bakteri hanya dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk anorganik, yaitu nitrat
(NO3-) atau ammonium (NH4+). Molekul ammonium (NH4+) dipecahkan menjadi
lebih sederhana, maka ion ammonium (NH4+) yang sudah terpecah atau tersedia
ini, lebih mudah dikonsumsi lagi oleh bakteri A. xylinum untuk perkembangbiakan
sel atau pembelahan sel yang merupakan proses sintesa protein.
Pertumbuhan mikroba membutuhkan unsur-unsur kimia dasar seperti
karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium dan zat besi.
Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga sebagai sumber
makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Nata merupakan salah
satu bahan pangan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba, sebab nata de coco
selain mengandung kadar air yang tinggi juga mengandung unsur-unsur kimia
dasar sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel mikroba. Komposisi kimia
nata de coco adalah serat, air 98 %, lemak 0,2 %, kalsium 0,012 %, fosfor 0,002
%, dan vitamin B3 0,017 % (Buckle, dkk., 1985).
Nata dalam kemasan adalah produk makanan berupa gel selulosa hasil
fermentasi air kelapa, air tahu atau bahan lainnya oleh bakteri asam cuka
(Acetobacter xylinum) yang telah diolah dengan penambahan gula dan atau
tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan dan dikemas secara aseptik.
8
Syarat mutu nata de coco dalam kemasan berdasarkan Standar Nasional
Indonesia 01-4317-1996 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar nasional Indonesia nata de coco dalam kemasan
No.
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan
1.1
1.2
1.3
1.4
2
3
4
Bau
Normal
Rasa
Normal
Warna
Normal
Tekstur
Normal
Bahan asing
Tidak boleh ada
Bobot tuntas
%
Min. 50
Jumlah gula (dihitung sebagai
Sakarosa
%
Min. 15
5
Serat makanan
%
Maks. 4,5
6
Bahan Tambahan Makanan
6.1
Pemanis buatan :
- Sakarin
Tidak boleh ada
- Siklamat
Tidak boleh ada
6.2
Pewarna tambahan
Sesuai SNI 01-0222-1995
6.3
Pengawet (Na Benzoat)
Sesuai SNI 01-0222-1995
7
Cemaran Logam :
7.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0,2
7.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 2
7.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 5,0
7.4
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0/250,0*)
8
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,1
9
Cemaran Mikroba :
9.1
Angka lempeng total
Koloni/g Maks. 2,0 x 102
9.2
Coliform
APM/g < 3
9.3
Kapang
Koloni/g Maks. 50
9.4
Khamir
Koloni/g Maks. 50
*) Dikemas dalam kaleng (Badan Standarisasi Nasional, 1996).
Nata de coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan
cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa
spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun
selama ini yang paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum. Bakteri A.
9
xylinum termasuk genus Acetobacter . Bakteri ini bersifat Gram negatif, aerob,
berbentuk batang pendek atau basil (Forng, dkk., 1989).
Limbah Cair Pati Bengkuang
Umbi bengkuang mengandung serat yang tinggi, terdiri dari serat larut
dalam air dan serat yang tidak larut dalam air. Rasa manis pada umbi bengkuang
berasal dari suatu oligosakarida yang disebut dengan inulin, yang tidak bisa
dicerna oleh tubuh manusia tetapi larut di dalam air. Sifat seperti ini sangat
berguna bagi penderita diabetes atau orang yang berdiet rendah kalori (Adi, 2008).
Komposisi kimia umbi bengkuang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia umbi bengkuang
Zat gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin C (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin A (IU)
Air (g)
Sumber: Direktorat Depkes Gizi (1992)
Kadar per 100 gram
55
1,4
0,2
12,8
15
18
0,6
20
0,04
0,5
85,1
Bengkuang mengandung serat yang tinggi, terutama serat larut dalam air
yang berguna untuk memperlancar buang air besar. Bagi penderita wasir, buang
air besar yang lancar akan mengurangi rasa sakit. Bengkuang dapat mengobati
sariawan, karena kandungan vitamin C yang tinggi. Bengkuang mengandung
komponen bioaktif yang bertindak sebagai antioksidan karena senyawa isoflavon
yang dihasilkan dapat menurunkan kadar kolesterol jahat / Low Density
10
Lipoprotein (LDL), meningkatkan kadar kolesterol baik / High Density
Lipoprotein (HDL) dalam darah yang berguna bagi kesehatan pembuluh darah
dan jantung serta dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Lingga, 2010).
Polisakarida non-pati terdiri dari makanan pelengkap yang digunakan
sebagai diet lemak. Polisakarida non-pati ditemukan dalam dua bentuk, yaitu yang
larut dan tidak larut yang dominan terdapat dalam buah-buahan, sayuran, sereal
dan bahan lain. Polisakarida non-pati sangat penting untuk kesehatan, khususnya
pencernaan tubuh (Dickerson dan Morgan, 2003).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak
larut dalam air pada suhu ruangan, memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada
jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam
makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang
rendah (Fortuna, dkk., 2001).
Proses pembuatan pati bengkuang terdiri dari dua tahap, yakni preparasi
bengkuang segar sebagai tahap pertama dan disusul dengan pengemasan. Pada
tahap pertama, terdiri dari penimbangan, pengupasan, pencucian, pemarutan,
pembuburan, pemerasan, pengendapan pati, pemanenan pati, pengeringan,
penepungan dan pengayakan (Angwar, 2014).
Bengkuang parutan disebut dengan bubur bengkuang. Bubur bengkuang
diencerkan dengan menambah air. Setiap 1 liter parutan ditambah dengan 1 liter
air. Bubur encer diaduk-aduk kemudian disaring dengan kain saring. Pati
bengkuang bersama cairan akan lolos, sedangkan serat kasar dan bahan-bahan
11
kasar akan tertahan pada kain saring. Cairan yang lolos tersebut didiamkan selama
1 malam sehingga patinya mengendap sebagai lapisan pasta. Endapan pati
tersebut disebut dengan pasta pati. Lapisan pasta pati diambil dengan membuang
air yang berada di atasnya. Pasta pati tersebut dikeringkan dalam oven dan
kemudian dihancurkan menjadi pati kasar, selanjutnya dilakukan pengayakan
untuk mendapatkan pati (Hilman, 2012).
Derajat Keasaman (pH)
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH di mana pertumbuhannya
masih memungkinkan dan biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan
mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0-8,0. Mikroorganisme yang
bersifat perusak tumbuh pada kisaran nilai pH diluar 2,0-10,0. (Buckle, dkk.,
1985). Pada umumnya fermentasi membutuhkan pH asam sekitar 3,4 – 4. Hal
tersebut berdasarkan lingkungan hidup dari starter yang dapat tumbuh dan
melakukan metabolisme pada pH tersebut (Winarno, dkk., 1980).
Dalam fermentasi bahan pangan kekuatan buffer dari bahan pangan sangat
penting peranannya. Jika kekuatan buffer kurang memungkinkan maka hasil awal
pembentukan asam oleh bakteri tidak akan cukup untuk menurunkan nilai pH
sampai pada keadaan di mana pertumbuhan bakteri berbentuk batang terhenti
seluruhnya (Buckle, dkk., 1985).
Laju pertumbuhan bakteri yang bersifat autotrofik lebih lambat
dibandingkan dengan bakteri heterotrofik. Derajat keasaman (pH) merupakan
salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
aktivitas bakteri pengoksidasi amonia (Esoy, dkk., 1998). Derajat keasaman (pH)
optimum untuk pertumbuhan bakteri pengoksidasi amonia yang bersifat autotrofik
12
berkisar dari 7,5 sampai 8,5. Sedangkan bakteri yang bersifat heterotrofik lebih
toleran pada lingkungan asam, dan tumbuh lebih cepat dengan hasil yang lebih
tinggi pada kondisi dengan konsentrasi DO (Dissolved Oxygen) rendah
(Zhao, dkk., 1999).
Bahan-bahan pada Pembuatan Nata
Gula
Acetobacter xylinum dapat mensintesa sebagian gula menjadi selulosa dan
sebagian lagi diurai menjadi asam asetat yang akan menurunkan pH medium.
Penurunan pH melewati pH optimum dapat menyebabkan terganggunya proses
fermentasi nata serta terurainya kembali selulosa menjadi glukosa yang dapat
teroksidasi lagi menjadi asam asetat. Penambahan sukrosa yang melewati kadar
optimum ke dalam media, menyebabkan lebih banyak gula yang diubah menjadi
asam (Suryani, dkk., 2005).
Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh A. xylinum
sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa
metabolit di antaranya adalah selulosa yang membentuk nata de coco. Senyawa
peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor ) akan meningkatkan
pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu
meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel A. xylinum
untuk menghasilkan selulosa (Misgiyarta, 2007).
Glukosa diambil dari air gula dalam air kelapa oleh sel-sel Acetobacter
xylinum membentuk nata de coco. Glukosa tersebut digabungkan dengan asam
lemak membentuk prekursor (lapisan nata). Prekursor tersebut dikeluarkan
bersama enzim yang akan mengubah glukosa menjadi selulosa di luar sel. Nata de
13
coco sebenarnya tidak mempunyai nilai kalori bagi manusia, oleh sebab itu
produk ini dipakai sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet
(Astawan, 2004).
Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada media dengan kondisi optimum
dengan ketentuan derajat keasaman media (pH) 4-5, suhu 28-31 oC atau pada suhu
kamar. Sumber karbon yang baik adalah sukrosa dan glukosa dengan konsentrasi
5-8%. Sumber nitrogen yang dapat digunakan yaitu yeast extract, peptone, kalium
maupun natrium nitrat. Acetobacter xylinum biasanya digunakan untuk membuat
nata de coco dengan konsentrasi 10% (Sulistyo, dkk., 2007). Acetobacter xylinum
berbentuk batang dan gram negatif. Proses metabolismenya bersifat aerobik,
sering disebut bakteri asam asetat karena peranannya dalam fermentasi bahan
pangan yaitu mengoksidasi alkohol dan karbohidrat menjadi asam asetat dan
sering dipergunakan dalam pabrik cuka (Buckle, dkk., 1985).
Pertumbuhan Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu
nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, tingkat keasaman media, suhu dan
kondisi udara (oksigen). Monosakarida dan disakarida dibutuhkan sebagai karbon
dalam fermentasi nata. Sumber karbon yang paling banyak digunakan adalah gula.
Penambahan nitrogen berasal dari bahan organik seperti ZA atau urea. Meskipun
bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5-7,5 tetapi akan tumbuh
dengan optimal pada pH 4 dengan kisaran suhu ideal berkisar 28-30 oC. Bakteri
ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup
rapat, biasanya hanya ditutup dengan menggunakan kertas berpori (koran) untuk
14
mencegah masuknya kotoran ke dalam media yang dapat menyebabkan
kontaminasi (Darmansyah, 2010).
Amonium sulfat
Sumber nitrogen dalam medium kultur untuk pertumbuhan A. xylinum
juga mempengaruhi produksi selulosa. Sumber nitrogen tersebut dapat berasal
dari nitrogen organik seperti ekstrak yeast, pepton, tripton dan polipepton maupun
nitrogen anorganik seperti dari NPK, Urea maupun ZA (Zwavelzuur Amonia ) atau
Amonium Sulfat (Tari, dkk., 2012).
Nitrogen organik ekstrak yeast sebesar 2% yang ditambahkan pada
medium kultur A. xylinum dapat meningkatkan produksi selulosa sedangkan
ketika polipepton (0,5%) ditambahkan pada ekstrak yeast, produksi selulosa dapat
meningkat hingga dua kali lipat (Sanchez dan Yoshida, 1998).
Pada pembuatan nata dari air mineral (nata de aqua ) menggunakan
nitrogen anorganik dari ZA dan NPK, jumlah nitrogen yang melebihi kebutuhan
akan mengganggu aktivitas Acetobacter xyllinum dalam mensintesa selulosa.
Sebaliknya kecukupan N dalam medium menstimulir bakteri dalam mensintesa
selulosa dan menghasilkan nata dengan ikatan selulosa yang kuat. Kuatnya ikatan
selulosa dalam jaringan nata mengakibatkan air yang terperangkap sedikit,
sehingga tidak mudah meluruh. Adanya unsur-unsur lain seperti : P (Fosfor)
dalam NPK serta S (Sulfur) dalam ZA akan memberi pengaruh besar, karena
unsur- unsur tersebut berperan dalam pembentukan dan perkembangbiakan sel
bakteri,
yang
mempengaruhi
(Zubaidah dan Prasetyana, 2002).
jumlah
selulosa
yang
terbentuk
15
Ketebalan nata adalah tingginya lapisan selulosa yang mampu dihasilkan
oleh bakteri A.xylinum. Pemberian sumber N berupa ZA pada medium
pertumbuhan A. xylinum ternyata memberikan pengaruh ketebalan nata lebih
tinggi, dibanding medium dengan sumber N urea maupun NPK. Bakteri hanya
dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk anorganik, yaitu nitrat (NO3-) atau
ammonium (NH4+) (Khairul, 2010).
Ketika ZA diberikan pada medium pertumbuhan A. xylinum, menyebabkan
bakteri A.xylinum lebih mudah memperoleh N, karena pemecahan molekul
ammonium lebih sederhana dibanding urea dan NPK. Selain itu bentuk ion
ammonium (NH4+) lebih membutuhkan sedikit energi dibandingkan nitrogen
yang masih berbentuk amida. Sehingga kecukupan N tersebut mampu menstimulir
bakteri dalam mensintesa selulosa dan menghasilkan nata paling tebal
(Tari, dkk., 2012).
Asam asetat
Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah
suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa
asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, eter. Pada tekanan
atmosfer, titik didihnya 118 oC. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat luas
di bidang industri dan pangan. Di Indonesia kebutuhan asam asetat masih harus
diimpor sehingga perlu diusahakan kemandirian dalam penyediaan bahan tersebut
(Hardoyo, dkk., 2007).
Media fermentasi pembuatan nata de coco perlu ditambahkan komponenkomponen seperti glukosa 10% sebagai sumber karbon, asam asetat 25% untuk
mengatur pH menjadi 3-4, K2HPO4 0,03 %, MgSO4 0,03% sebagai mineral dan
16
sumber nitrogen sebanyak 0,3 %. Sumber nitrogen dalam medium kultur untuk
pertumbuhan A. xylinum juga mempengaruhi produksi selulosa (Collado, 1986).
Proses Pengolahan Nata
Cara penyiapan substrat untuk pembuatan nata de coco dengan bahan baku
air kelapa ádalah sebagai berikut; air kelapa yang diperoleh dari pasar disaring
dengan menggunakan kain saring bersih. Sukrosa (gula pasir) ditambahkan
sebanyak 10% (b/v). Sambil dipanaskan, dan diaduk hingga homogen. Urea
ditambahkan sebanyak 5 gram untuk setiap 1 liter air kelapa bergula yang
disiapkan dan diaduk sambil dididihkan. Substrat ini didinginkan, kemudian
ditambah asam asetat sebanyak 2% atau asam cuka dapur 25% (16 ml asam asetat
untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan dengan cara dimasukkan dalam
autoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit (atau didihkan
selama 15 menit). Substrat didinginkan hingga suhu 40 oC. Substrat dimasukkan
pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar, dengan ketebalan
substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau
bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakkan
pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain
bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 –
15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada
umur 10-15 hari nata dapat dipanen (Misgiyarta, 2007).
Pembuatan nata de coco dilakukan dengan pembuatan starter Acetobacter
xylinum yang dilakukan dengan cara biakan kultur murni pada media air kelapa.
Starter kemudian dimasukkan ke dalam nampan steril. Dilakukan pembuatan nata
17
sampai nata dipanen dengan cara mengeluarkan nata yang telah berbentuk wadah
fermentasi dan dipotong-potong. Keberhasilan pembuatan serat nata de coco
ditandai dengan lempeng tebal berwarna putih, tidak terdapat cairan/loyang
pertumbuhan kering, dan lempeng nata tidak berjamur, tidak bolong, dan tidak
terdapat noda hitam (Darmansyah, 2010).