Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Tinjauan Pustaka

2.1.1. Teori Kontingensi
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori
situasional karena teoriini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung kepada
situasi. Model atau teori yang dikemukakan oleh Fiedler melihat bahwa kelompok
efektif tergantung pada kecocokan antara gaya kepemimpinan yang berinteraksi
antara subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh
terhadap pemimpin. Dalam suatu institusi akan ditemukan berbagai jenis kendala
yang dapat merubah situasi dan kondisi pemimpin. Karakter setiap aparat daerah
untuk menyalurkan seluruh potensi untuk memaksimalkan kinerja yang mereka
lakukan akan menjadi pengaruh utama untuk merubah suatu keadaan atau kondisi.
Semakin baik kondisi yang dijalani untuk memimpin suatu organisasi, maka
semakin baik pula kinerja yang dilakukan oleh aparat daerah, begitu juga
sebaliknya ketika kondisi yang dihadapkan dapat mengurangi kemaksimalan
dalam kepemimpinannya, maka kinerja para aparat daerah akan semakin menurun
juga.Pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat daerah mempunyai

faktor-faktor kontingensi yang akan dibahas pada penelitian ini. Faktor
kontingensi tersebut adalah komitmen organisasi dan budaya organisasi.
Penelitian ini akan menunjukkan apakah faktor komitmen dan budaya organisasi
dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh partisipasi anggaran terhadap
kinerja aparat pemerintahan daerah.

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas (accountability) secara harafiah dapat diartikan sebagai
suatu pertanggungjawaban.Menurut Romzek dan Ingraham (2000), akuntabilitas
publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan
menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan.Seseorang
yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk
melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja.Tuntutan keterbukaandalam
proses manajemen keuangan daerah di era kebijakan otonomi,membutuhkan pola
akuntabilitas publik melalui pembangunan sistem akuntansipemerintahan,
memberikan peluang terhadap peningkatan penyediaan informasiyang handal dan
akurat serta berorientasi pada peningkatan tolok ukur kinerjadalam memberikan

pelayanan publik yang maksimal, dan merupakan prosespertanggung jawaban
(stewardship and accountability process), manajerial danunsur pengendalian
manajemen di pemerintah daerah.
Apabila dibandingkan dengan kinerja manajemen pada sektor swasta,
arahpertanggung jawabannya akan sangat berbeda. Dalam sektor swasta masingmasing manajemen akan bertanggung jawabkepada CEO (Chief Executive
Officier), kemudian CEO akan melaporkan hasilkinerjanya kepada pemilik
maupun pemegang saham perusahaan. Lain halnyadengan kinerja aparat yang
dibahas dalam penelitian ini, para manajer publiktingkat bawah atau Kepala Seksi
akan melaporkan hasil kinerjanya kepadamanajer di atas tingkatannya yaitu
Kepala Bidang, setelah Kepala Bidangmenyetujui hasil laporan tersebut, maka
akan diteruskan kepada Kepala Dinasatau Instansi masing-masing dan kemudian

10
Universitas Sumatera Utara

disampaikan kepada Kepala Daerah.Sebagai penyelenggara pemerintahan, aparat
pemerintah memiliki tanggungjawab untuk memberikan pelayanan serta
penyelenggaran sistem pemerintahanyang optimal karena penyelenggaraan
pemerintahan yang baik merupakan salahsatu bentuk akuntabilitas/tanggung
jawab pemerintah terhadap publik.

Akuntabilitas

publik

juga

melekat

pada

fungsi

pengendalian

danpengawasan, artinya informasi yang disajikan terutama aspek pelaporan
keuangankepada publik harus auditable atau dapat diaudit oleh baik aparat
internal daneksternal pengawasan fungsional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
danInspektorat

maupun


auditor

lainnya

yang

terkait.Sebaiknya

akuntansipemerintahan sebagai penyedia informasi tidak hanya menyediakan
informasiyang bersifat keuangan tetapi juga menyediakan informasi tentang
penggunaansumberdaya oleh setiap entitas publik yang terkait untuk mewujudkan
landasanfilosofi akuntansi pemerintahan (non profit organization) yang akuntabel
dantransparan.

2.1.3. TeoriHarapan (Expentancy Theory)
Teori ini dikemukan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa
kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam melakukan
pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan
dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brownell dan Ines (1986),
meneliti ketiga variabel yaitu partisipasi penyusunan anggaran, kinerja pegawai

11
Universitas Sumatera Utara

dan motivasi kerja. Dalam penelitian tersebut peneliti menduga bahwa dengan
ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran, maka akan meningkatkan
motivasi para pegawai dalam melaksanakan kinerja. Sebagai penyelenggara
pemerintahan, para aparat daerah perlu mendapatkan motivasi agar kinerja yang
dilakukan dapat maksimal dangan cara ikut berpartisipasi dalam penyusunan
anggaran.

2.1.4. Teori Jalur Tujuan (Path Goal Theory)
Teori jalur tujuan dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku
seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan kinerja bawahannya.Teori ini
pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan House (1971).Teori ini
didasarkan pada premis bahwa presepsi karyawan tentang harapan antara usaha
dan kinerja sangat dipengaruhi oleh perilaku seorang pemimpin. Para pemimpin
membantu bawahan terhadap pemenuhan akan penghargaan dengan memperjelas

tujuan dan menghilangkan hambatan kinerja.
Pemimpin melakukannya dengan memberikan informasi, dukungan dan
sumber daya lainnya yang dibutuhkan karyawan untuk menyelesaikan tugas.
Dengan kata lain kepuasan atas kebutuhan mereka tergantung atas kinerja efektif,
dan arahan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan. Menurut teori
path-goal, efektifitas seorang pemimpin tergantung pada faktor kontingensi
(ketidakpastian) lingkungan dan gaya kepemimpinan tertentu.
Dengan menggunakan pendekatan teori path-goal kinerja pegawai yang
baik dan maksimal akan menjadi tujuan dalam melakukan pelayan publik.

12
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan variabel budaya organisasi dan komitmen organisasi menjadi faktor
penentunya.Jika budaya organisasi dan komitmen organisasi semakin baik, maka
secara otomatis semakin tinggi pula kemungkinan tercapainya tujuan.

2.1.5.

Partisipasi Penyusunan Anggaran

Anggaran adalah pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial
Mardiasmo (2002). Brownel (1986) mengemukakan bahwa partisipasi merupakan
perilaku, pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh aparat pemerintah selama
aktivitas penyusunan anggaran berlangsung. Partisipasi penyusunan anggaran
dilakukan untuk tujuan perencanaan dan alokasi anggaran agar sesuai dengan
keadaan yang terjadi. Partisipasi penyusunan anggaran juga dapat dijadikan
sebagai alat kontrol kepada aparat pemerintahan daerah agar bertanggung jawab
atas segala urusan dan partisipasi selama proses penyusunan anggaran
berlangsung.
Pada sektor publik partisipasi penyusunan anggaran ketika anggota
eksekutif, legislatif dan masyarakat bekerjasama dalam penyusunan anggaran.
Setiap unit SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) membuat usulan-usulan yang
kemudian dilaporkan kepada Kepala Bidang, kemudian Kepala Bidang akan
meneruskan setiap usulan tersebut kepada Kepala Daerah dan Kepala Daerah akan
membahas setiap usulan tersebut dengan DPRD. Hasil dari pembahasan usulanusulan tersebutlah yang akan ditetapkan Kepala Daerah sebagai anggaran sesuai
dengan kebijakan yang berlaku di pemerintahan tersebut.

13

Universitas Sumatera Utara

Keikutsertaan aparat pemerintahan daerah dalam proses penyusunan
anggaran dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang anggaran sehingga
dapat menjadi perpanjangan informasi antara pemerintah dengan masyarakat.
Menurut Mardiasmo (2002) anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi
utama, yaitu sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan fiskal,
alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi,
dan alat menciptakan ruang publik.
Prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai
dengan baik oleh penyelenggara pemerintahan. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan
mekanisme penganggaran relatif tidak berbeda anatara sektor swasta dengan
sektor publik (Henley et al., 1990 ). Cherrington (1973) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa aspek padaanggaran yang meliputi perencanaan, koordinasi,
implementasi, pengendalian,evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan, dan
sebuah dasar pencapaian tujuandengan memberikan penghargaan. Hal ini selaras
dengan yang dikemukakan olehMardiasmo (2002).
Menurut Mardiasmo (2002) ada empat siklus dalam anggaran.
1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar

taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang
perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran,
hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih
akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup kompleks dan

14
Universitas Sumatera Utara

berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan
pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
2. Tahap Retifikasi Anggaran (Budget Ratification)
Pada tahap ini pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial
skillnamun juga harus mempunyai political skill, salesman skill, dan coalition
building yang memadai. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan
eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan
argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahanbantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementation)
Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus diperhatikan
manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan
sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini

bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan
handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati,
dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode
berikutnya. Sistem akuntansi yang baik juga meliputi dibentuknya sistem
pengendalian intern yang memadai.
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran (Budget Reporting and Evaluation)
Tahap terakhir dalam siklus anggaran ini terkait dengan aspek akuntabilitas.
Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem
pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan
evaluasi anggaran ini tidak akan menemui banyak masalah.

15
Universitas Sumatera Utara

Menurut Siegel dan Marconi (1989)partisipasi akan memungkinkan
terjadinya perilaku disfungsional. Perilaku disfungsional dalam hal ini adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan aturan yang sedang berlaku, untuk menghindari
adanya perilaku disfungsional maka aparat pemerintah diberikan kesempatan
untuk ikut serta dalam penyusunan anggaran. Penyusunan anggaran pada
pemerintahan dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),

Sekretaris SKPD, dan Kepala Bagian di Pemerintahan.

2.1.6. Kinerja Aparat Pemerintah Daerah
Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian visi dan misi organisasi melalui
hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses (Stout,
1993 dalam BPKP, 2000). Pengukuran kinerja suatu organisasi merupakan
komponen penting yang memberikan motivasi dan arah serta umpan balik
terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan proses perubahan dalam suatu
organisasi. Pengukuran kinerja juga membantu dalam formulasi dan revisi strategi
organisasi ( Chang and Chow, 1999).
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi
mulai alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat
dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja
diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Pengukuran kinerja
sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran

16
Universitas Sumatera Utara

kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja
pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah
berfokus pada tujuan dan sasaran program kerja unit. Hal ini pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian
pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk
mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja
sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan
memperbaiki kondisi kelembagaan.
Menurut Ihyaul (2009) secara umum tujuan system pengukuran kinerja
ada tiga, yaitu :
1. untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom
up),
2. untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang sehingga
dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi,
3. untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence, dan
4. sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.
Lebih lanjut, Ven (1980) dalam Sunarcahya (2008) menyatakan
bahwakinerja merupakan suatu prestasi yang telah dicapai oleh karyawan
didalammerealisasikan sasaran organisasi yang telah ditetapkan. Ven (1980)
dalamSunarcahya (2008) mengukur kinerja aparat pemerintah daerah melalui
tujuh indikator, yaitu :

17
Universitas Sumatera Utara

1. pencapaian target kinerja kegiatan pada suatu program,
2. ketepatan dan kesesuaian hasil,
3. tingkat pencapaian program,
4. dampak hasil kegiatan terhadap kehidupan masyarakat,
5. kesesuaian realisasi anggaran dengan anggaran,
6. pencapaian efisiensi operasional, dan
7. perilaku pegawai.

2.1.7.

Komitmen Organisasi
Luthans (1992) menyatakan komitmen organisasi merupakan keinginan

yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok, kemauan usaha yang
tinggi untuk organisasi serta suatu keyakinan tertentu dan penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi. Jewell dan siegell dalam Edy (2007) juga
berpendapat bahwa komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai derajat
hubungan individu memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam
organisasi tertentu.Dalam kaitannya dengan komitmen organisasional Mayer dan
Allen (1990) mengidentifikasi tiga tema berbeda dalam mendefinisikan
komitmen.
1. Continuance commitment, didefinisikan sebagai keterikatan anggota secara
psikologis pada organisasi karena biaya yang ditanggung sebagai konsekuensi
keluar organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau
komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar
organisasi semakin tinggi.

18
Universitas Sumatera Utara

2. Normative commitment, yaitu keterikatan anggota secara psikologis dengan
organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan
organisasi.
3. Affective commitment, adalah tingkat keterikatan secara psikologis dengan
organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan yang didorong karena adanya
kenyamanan, keamanan dan manfaat lain mengenai organisasi.

2.1.8.

Konsep Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak,

yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan
aktivitas kerja (Edy, 2007). Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuantujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau
bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahaan.
Konsep budaya organisasi yang digunakan Hofstede (1990) dalam
Sardjito(2007), dalam penelitian lintas budaya antar departemen dalam
perusahaan padadasarnya merupakan pengembangan dari konsep dimensi budaya
nasional yangbanyak digunakan dalam penelitian-penelitian perbedaan budaya
antar negara.Menurutnya antara budaya nasional dan budaya organisasi
merupakan fenomenayang identik. Perbedaan kedua budaya tersebut tercermin
dalam manifestasibudaya kedalam nilai dan praktek. Perbedaan budaya tingkat
organisasi

umumnyaterletak

pada

praktek-praktek

dibandingkan

dengan

perbedaan nilai-nilai.Perbedaan budaya organisasi selanjutnya dapat dianalisis

19
Universitas Sumatera Utara

pada tingkat unitorganisasi dan sub organisasi (Supomo, 1998; dalam Susanti
2002 ) dalamSardjito (2007).

2.2.

Penelitian Terdahulu
Penelitian

yang

berkaitan

dengan

partisipasi

penyusunan

anggaranterhadap kinerja aparat pemerintah daerah dengan komitmen organisasi
dan budayaorganisasi sebagai variabel moderating, sudah dilakukan oleh peneliti
terdahulu yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan
Tahun Penelitian

Subagyo(2004)

Variabel Penelitian

Variabel dependent:
Kinerja manajerial
variabel independent:
partisipasidalam
penyusunananggaran,
variabel intervening:
komitmen tujuan.

Variabel dependent:
kinerja aparat pemerintah
daerah, variabel
Sardjito
independent: partisipasi
danMuthaher(2007) penyusunan anggaran,
variabel moderating:
komitmen dan budaya
organisasi.

Hasil Penelitian
Hasil pertama menunjukkan
bahwa partisipasi anggaran
tidak berpengaruh
signifikanterhadap kinerja.
Hasilkedua
menunjukkanpartisipasi
penyusunananggaran
berpengaruhpositif terhadap
komitmentujuan, hasilketiga
menunjukkan
bahwakomitmen tujuan
berpengaruh positif
terhadapkinerja manajerial,
hasilkeempat
menunjukkanpartisipasi
penyusunananggaran
berpengaruhpositif terhadap
kinerjamenajerial melalui
komitmen tujuan.
Adanya pengaruh
positifantara
partisipasipenyusunan
anggaranterhadap kinerja
aparatpemerintah
daerahmenunjukkan
bahwasemakin tinggi
partisipasi penyusunan

20
Universitas Sumatera Utara

Siregar
danSaridewi
(2010).

Variabel independent
(X1) motivasi, (X2)
budaya kerja, variabel
dependent: kinerja
penyuluh pertanian.

Ratri (2010)

Variabel independent:
partisipasipenyusunan
anggaran, variabel
dependent
kinerjamanajerial,
variabel moderating:
komitmen Organisasi
danlocus of control.

Mattola (2011)

Variabel independent:
partisipasianggaran,
variabel dependent :
kinerja, variabel
moderating: locus of
control.

Browneel dan
Innes (1986)

Variabel independent:
Budgetary Participation,
variabel dependent:
Motivation,
andManagerial
Performance.

Frucot danShearon
(1991)

Variabel independent:
Budgetary Participation,
variabel dependent:

anggaran maka akan semakin
meningktkan Kinerja aparat
pemerintahdaerah
Hasil analisis
korelasimenunjukkan
bahwahubungan antara
budaya kerja dan kinerja
penyuluh pertanian sangat
kuat (r=0,79) dengan
nilaisignifikansi 0.05,
sehinggamenunjukkan
hubunganpositif antara
partisipasipenyusunan
anggaranterhadap kinerja.
Hasil pengujian
pengaruhKomitmen
Organisasiterhadap
kinerjamenunjukkan nilai t
sebesar 4,849 dengan
nilaisignifikansi sebesar
0,000.Dengan demikian
makaditunjukkan bahwa pada
α 0,05. Komitmen
Organisasiberpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kinerjapegawai.
Hasil penelitianmenunjukkan
hubunganpositif antara
partisipasipenyusunan
anggaranterhadap kinerja.
Hasil penelitian Browneeldan
Innes menunjukkanbahwa
motivasi dan
kinerjamenajerial
mempunyaipengaruh positif
dansignifikan
terhadappartisipasi
penganggaran,sedangkan
motivasiterhadap
partisipasitidak mempunyai
hubunganyang signifikan.
Hasil Penelitian Frucot
danShearon menemukan
hubungan yang positif dan
21
Universitas Sumatera Utara

Milani (1975)

Mexician Mnagerial,
variabel moderating:
Locus of Control, and
JobSatisfaction.
Variabel independent
Participation in
BudgetSetting, variabel
dependent:
Performanceand
Attitudes.

signifikan antara anggaran
partisipatif dengan
kinerjamanajerial.
Hasil penelitian
Milanimenunjukkan bahwa
terdapat hubungan yangtidak
signifikan antarapartisipasi
penyusunananggaran dengan
kinerjamanajerial.

Penelitian yang berkaitan dengan partisipasi penyusunan anggaran
terhadap kinerja aparat pemerintah daerah dengan komitmen organisasi dan
budaya organisasi sebagai variabel moderasi, sudah dilakukan oleh para peneliti
terdahulu, diantaranya akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Subagyo (2004)
Penelitian yang dilakukan Subagyo (2004) yang berjudul pengaruhpartisipasi
dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial: komitmentujuan
sebagai variabel intervening. Data penelitian diperoleh dari 72 respondenyang
berada pada manajemen tingkat menengah Rumah Sakit tipe A,B,C diwilayah
Jawa Tengah dan DIY.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis pertama
menyatakan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh signifikan
terhadapkinerja. Kemudian hipotesis kedua menunjukkan bahwa partisipasi
penyusunananggaran

berpengaruh

positif

terhadap

komitmen

tujuan.

Kemudian hipotesisketiga menunjukkan bahwa komitmen tujuan berpengaruh
positif terhadap kinerjamanajerial, serta hipotesis keempat menyatakan bahwa

22
Universitas Sumatera Utara

partisipasi

penyusunananggaran

berpengaruh

positif

terhadap

kinerja

menajerial melalui komitmentujuan.
2. Sardjito dan Muthaher (2007)
Sardjito

dan

Muthaher

(2007)

meneliti

tentang

pengaruh

partisipasipenyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah:
budayaorganisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Data
dalampenelitian ini diperoleh dari data primer melalui metode survei.
Pengambilansampel dilakukan dengan metode sensus. Berdasarkan data di
Kantor Pemerintah Kota dan Kabupaten Semarang, sebanyak 18 kantor dinas
dan ada 150 pejabatsetingkatkepala bagian/bidang/subdinas dan kepala
subbagian/subbidang/seksidari dinas dan kantor pada pemerintah daerah
kota/kabupatenSemarang.Penelitian ini menggunakan uji regresi sederhana.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ternyata terdapat pengaruhantara
partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial, yangditunjukkan
dengan nilai t hitung sebesar 2,054 dengan signifikasi sebesar 0,042yang lebih
kecil dari α=0,05. Adanya pengaruh positif antara partisipasipenyusunan
anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah menunjukkanbahwa
semakin

tinggi

partisipasi

penyusunan

anggaran

maka

akan

semakinmeningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah.
3. Siregar dan Saridewi (2010)
Siregar dan Saridewi (2010) melakukan penelitian tentang hubunganantara
motivasi dan budaya kerja terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten

23
Universitas Sumatera Utara

Subang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan sampelsebanyak 47
orang penyuluh pertanian.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara budaya kerjadan
kinerja penyuluh pertanian sangat kuat (r=0,79). Hubungan antara budayakerja
dengan kinerja menunjukkan hubungan positif linier dengan model regresi Y=
15,02 + 0,61 X2. Semakin tinggi nilai budaya kerja, semakin tinggi pula
kinerjapenyuluh pertanian.
4. Ratri (2010)
Ratri (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh partisipasipenyusunan
anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasidan locus of
control sebagai variabel moderating. Penelitian ini menggunakansampel
sebanyak

32

manajer

yang

bekerja

di

departemen

pemasaran,

estimating,sumber daya manusia, administrasi dan keuangan, produksi,
procurement danproyek yang bekerja di PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Hasil

pengujian

pengaruh

MRA

Komitmen

Organisasi

terhadap

kinerjamenunjukkan nilai t sebesar 4,849 dengan nilai signifikansi sebesar
0,000. Nilaisignifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian maka
ditunjukkanbahwa pada α 0,05, MRA Komitmen Organisasi berpengaruh
positif dan signifikanterhadap kinerja pegawai.
5. Mattola (2011)
Mattola (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh partisipasianggaran
terhadap

kinerja

dengan

locus

of

control

sebagai

variabel

moderating.Penelitian ini mengambil sampel karyawan pada PT Kimia Farma

24
Universitas Sumatera Utara

Trading &Distribution cabang Makassar. Kuesioner dibagikan kepada 37
karyawan yangterlibat dalam proses penyusunan anggaran. Alat analisis yang
digunakan dalampenelitian ini adalah analisis regresi. Sebelum menguji
hipotesis, dilakukanpengujian instrumen yang meliputi uji validitas data dan
uji reliabilitas data, yangselanjutnya dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi
Uji Normalitas dan UjiHeteroskedastisitas, kemudian dilakukan uji hipotesis.
Hasil

pengujian

hipotesis

menunjukkan

hubungan

positif

antara

partisipasipenyusunan anggaran terhadap kinerja. Selain ini ditunjukkan pula
bahwa nilai Rsebesar 0,771, hal ini berarti bahwa hubungan antara partisipasi
anggaran terhadapkinerja mempunyai hubungan sebesar 77,1 % atau dapat
dikatakan kuat karenahubungan tersebut > 50%. Nilai adjusted R square yang
dihasilkan mencapaiangka 0.582 yang berarti bahwa 58,2 % dari variasi
kinerja dapat dijelaskan olehvariabel partisipasi anggaran. Sedangkan sisanya
yaitu 41,8% (100% - 58,2%)dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak
dijelaskan oleh model regresi.

2.3.

Kerangka Konseptual
Gambar 1.1
Kerangka Konseptual

Budaya Organisasi

H2 (+)
Partisipasi
Penyusunan
Anggaran

H1 (+)

Kinerja Aparat
Pemerintah Daerah

25
H3 (+)
Universitas Sumatera Utara

Komitmen

Partisipasi dalam penyusunan anggaran sangat diperlukan sebagai
harapan manajemen lapisan bawah dapat mengkomunikasikan segala kegiatan
yang berhubungan dengan anggaran kepada masyarakat. Dengan diikutsertakan
pegawai dan aparat daerah, diharapkan kinerja yang akan dilakukan dalam proses
penyusunan anggaran akan lebih efektif dan efisien. Dengan diikutsertakannya
para aparat daerah maka secara lansung ide-ide dan gagasan yang akan diberikan
untuk pelaksanaan dalam proses penyusunan anggaran akan dipertimbangkan,
sehingga menjadi motivasi yang baik bagi aparat pemerintah daerah untuk
mencapai tujuan dalam proses penyusunan anggaran. Selain itu terdapat faktor
faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam penelitian ini yang disebut
dengan variabel moderating.
Variabel moderating yang mempengaruhi partisipasi penyusunan
anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah
komitmen organisasi dan budaya organisasi. Komitmen organisasi merupakan
sikap loyalitas pekerja terhadap organisasinya dan juga merupakan suatu proses
mengekspresikan perhatian dan partisipasinya terhadap organisasi. Sedangkan
budaya organisasi adalah suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat
menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas
kerja.
Interaksi yang akan dibahas dalam penelitian ini yang pertama adalah
interaksi variabel partisipasi penyusunan anggaran mempengaruhi kinerja aparat
pemerintah daerah, yang kedua adalah bagaimana variabel komitmen organisasi
mempengaruhi hubungan partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat

26
Universitas Sumatera Utara

pemerintah daerah, dan yang ketiga interaksi antara variabel budaya organisasi
mempengaruhi hubungan partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat
pemerintah daerah.
Interaksi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat
pemerintah daerah berpengaruh positif dimana jika semakin tinggi partisipasi
aparat pemerintah daerah dalam proses penyusunan anggaran maka semakin
tinggi pula kinerja yang dilakukan dengan alas alasan keikutsertaan aparat
pemerintah daerah tersebut dalam penyusunan anggaran dapat meningkatkan
pengetahuan mereka tentang anggaran sehingga dapat menjadi perpanjangan
informasi antara pemerintah dengan masyarakat. Sehingga semakin tinggi
partisipasi dalam penyusunan anggaran, maka semakin tinggi tingkat kinerja
pemerintah daerah.
Interaksi komitmen organisasi dengan partisipasi penyusunan anggaran
berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Interaksi ini memiliki
hubungan yang positif. Diasumsikan bahwa individu yang memiliki komitmen
cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada pekerjaan sehingga
menjadi faktor pemicu dalam keikutsertaan aparat daerah dalam partisipasi
penyusunan anggaran. Oleh sebab itu semakin tinggi komitmen organisasi maka
semakin kuat pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah
daerah.
Interaksi budaya organisasi dengan partisipasi penyusunan anggaran
berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Interaksi ini memiliki
hubungan yang positif, dimana budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap

27
Universitas Sumatera Utara

perilaku, cara kerja dan motivasi manajer dan bawahannya untuk mencapai
kinerja organisasi yang maksimal dalam partisipasi penyusunan anggaran.
Sehingga semakin tinggi budaya organisasi, maka semakin kuat pengaruh
partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah.

2.4.

Hipotesis Penelitian

2.4.1. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat
Pemerintahan Daerah
Anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi
instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan organisasi. Sistem anggaran terhadap kinerja pada dasarnya merupakan
sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja
sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Kegiatan tersebut
mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolak ukur
dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
Penelitian

yang

dilakukan

oleh

(Brownell

dan

Mc.

Innes

1986);(Indriantoro, 1993); (Trisnawati, 2000) ; (Falikhatun, 2005); (Nor,
2007)menemukan

bahwa

partisipasi

penyusunan

anggaran

dan

kinerja

memilikihubungan yang sangat positif. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
olehMilani (1975); Brownell dan Hirst (1986); dan Sukardi (2002) dalam
Bambangdan Osmad (2007), penelitian tersebut menemukan hasil yang tidak
signifikanantara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat

28
Universitas Sumatera Utara

pemerintah daerah.

Karena ketidakkonsistenan penelitian-penelitian yang telah

ada, maka penelitian ini kembali dilakukan dengan tujuan untuk menguji kembali
pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah
daerah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 :

partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerjaaparat
pemerintah daerah.

2.4.2Partisipasi

Penyusunan

Anggaran

terhadap

Kinerja

AparatPemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi sebagai
Variabel Moderasi
Komitmen organisasi adalah upaya mencapai tujuan organisasi dengan
kemauan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan
untuk tetap menjadi bagian organisasi (Mowday, Steers, dan Porter, 1979). Dari
konsep teori organisasi, telah dijelaskan bahwa komitmen pegawai itu merupakan
hal yang penting bagi organisasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan
pencapaian tujuan. Namun untuk memperoleh komitmen yang tinggi, diperlukan
kondisi-kondisi yang memadai untuk mencapainya.
Dalam kaitannya dengan komitmen organisasional Mayer dan Allen
(1990) mengidentifikasi tiga tema berbeda dalam mendefikan komitmen.
1. Affective commitment, yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat
pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri.
2. Continuance commitment, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan
kebutuhan rasional.

29
Universitas Sumatera Utara

3. Normative Commitment, adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang
ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab
terhadap organisasi.
Morrison (1997) menyatakan bahwa komitmen dianggap penting
bagiorganisasi karena: (1) Pengaruhnya pada turnover, (2) Hubungannya
dengankinerja yang mengasumsikan bahwa individu yang memiliki komitmen
cenderungmengembangkan upaya yang lebih besar pada pekerjaan. Komitmen
organisasi itusendiri mempunyai tiga komponen yaitu keyakinan yang kuat dari
seseorang danpenerimaan tujuan organisasi, kemauan seseorang untuk berusaha
kerasbergantung pada organisasi, dan keinginan seseorang yang terbatas
untukmempertahankan

keanggotaan.

Semakin

kuat

komitmen,

semakin

kuatkecenderungan seseorang untuk diarahkan pada tindakan sesuai dengan
standar(Imronudin, 2004:4). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H2

:

interaksikomitmen organisasi dengan partisipasi penyusunan anggaran
berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah.

2.4.3

Partisipasi

Penyusunan

Anggaran

terhadap

Kinerja

Aparat

Pemerintahan Daerah dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel
Moderasi
Penggunaan istilah budaya organisasi dengan mengacu kepada budaya
yang berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam
bentuk organisasi, yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk
kelompok atau satuan kerja sama tersendiri. Budaya organisasi dapat

30
Universitas Sumatera Utara

didefenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan
(beliefs), asumsi-asumsi (assumption), atau norma-norma yang telah lama berlaku,
disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman
perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya.
Dalam

budaya

organisasi

terjadi

sosialisasi

nilai-nilai

dan

menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai orang per orang dalam
organisasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi
dan jiwa para anggota organisasi (Klimann dkk., 1988)
Penelitian yang dilakukan oleh Soewito dan Sugiyanto (2001) dalam
Sardjito(2007) menunjukkan bahwa budaya berpengaruh signifikan terhadap
tercapainyakinerja karyawan yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Masrukhindan Waridin (2006) dan Sitty Yuwalliatin (2006) dalam Sardjito
(2007)menunjukkan adanya pengaruh positif dari budaya organisasi terhadap
kinerjakaryawan.
Holmes dan Marsden (1996) dalam Sardjito (2007) menyatakan
bahwabudaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja
danmotivasi

para

manajer

dan

bawahannya

untuk

mencapai

kinerja

organisasi.Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan budaya organisasi,
ditentukanbahwa dimensi budaya mempunyai pengaruh terhadap penyusunan
anggarandalam meningkatkan kinerja manajerial, sehingga dapat dirumuskan
hipotesissebagai berikut:
H3

:

interaksi budaya organisasi dengan partisipasi penyusunan anggaran
berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintahdaerah.

31
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

3 10 120

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DENGAN BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 4 12

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH KOTA LANGSA : BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 1 21

ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH : BUDAYA Analisis Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah : Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel

0 1 19

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moder

0 1 16

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

0 1 14

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

0 0 2

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

0 0 8

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

0 0 3

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten Karo

0 0 30