Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan, selama 4 bulan.

3.2

BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1

Bahan
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. Limbah minyak jelantah
2. Limbah kulit pisang kepok
3. Etanol (C2H5OH)
4. Indikator Phenolphthalein
5. Metanol (CH3OH)

6. Natrium Hidroksida (NaOH)
7. Kertas Saring

3.2.2

Peralatan
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:

1. Bunsen
2. Batang pengaduk
3. Beaker glass
4. Erlenmeyer
5. Cawan porselen
6. Corong gelas
7. Corong pemisah
8. Furnace
9. Gelas ukur
10. Hot plate
11. Labu leher tiga
12. Aluminium foil


14
Universitas Sumatera Utara

13. Magnetic stirrer
14. Oven
15. Penjepit tabung
16. Piknometer
17. Pipet tetes
18. Refluks kondensor
19. Satu set alat titrasi
20. Stopwatch
21. Termometer
22. Timbangan digital
23. Viskosimeter Ostwald
Adapun rangkaian peralatan pembuatan biodiesel dengan proses transesterifikasi
dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Secara
Transesterifikasi Menggunakan Katalis K2O dari Abu Kulit Pisang Kepok

1. Statif dan klem
2. Stirrer
3. Termometer
4. Labu leher tiga
5. Hot Plate
6. Refluks kondensor

15
Universitas Sumatera Utara

3.3

RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas berupa limbah kulit pisang

kepok sebagai katalis, rasio molar alkohol, minyak jelantah dan waktu reaksi pada
saat reaksi transesterifikasi. Kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada Tabel
3.1

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Percobaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

3.4

%

Katalis
(b/b)

Suhu Reaksi
(oC)

Rasio Molar
Metanol/Minyak

65

13:1
14:1
15:1
16:1
17:1
13:1
14:1
15:1
16:1

17:1
13:1
14:1
15:1
16:1
17:1

6

Waktu
Reaksi
(jam)

2

3

4

PROSEDUR PENELITIAN


3.4.1 Pemurnian Minyak Jelantah
1. Minyak jelantah diendapkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring.
2. Minyak jelantah yang telah disaring disimpan.

3.4.2

Pembuatan Katalis K2O dari Kulit Pisang [11]

1. Limbah kulit pisang dilepas dari sisirnya
2. Limbah kulit pisang dicuci dengan air sebanyak 3 kali.
3. Kulit pisang dikeringkan di dalam oven selama 12 jam dengan suhu 110 oC.
4. Kulit pisang yang kering dihaluskan dengan ukuran 50 mesh.

16
Universitas Sumatera Utara

5. Kulit pisang yang halus dikalsinasi di dalam furnance dengan suhu 550 oC
selama 5 jam.
6. Hasil kalsinasi didinginkan di dalam desikator selama 24 jam.


3.4.3

Proses Transesterifikasi [34]

1. Katalis kulit pisang ditimbang sebanyak 6% dari 50 gram minyak jelantah
lalu dimasukkan ke dalam beaker glass.
2. Metanol ditambahkan dari rasio mol metanol/minyak jelantah 13 : 1 ke dalam
beaker glass lalu diaduk untuk melarutkan abu kulit pisang dan di diamkan
selama 12 jam.
3. Minyak jelantah sebanyak 50 gr dan campuran katalis dengan metanol
dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan
termometer, magnetic stirrer, dan refluks kondensor.
4. Campuran dipanaskan sampai suhu 65 oC di atas hot plate dan dibiarkan
bereaksi selama 3 jam dengan kecepatan pengadukan 600 rpm.
5. Campuran yang terbentuk kemudian dituang ke dalam corong pemisah dan
dibiarkan terjadi pemisahan selama 10 menit pada suhu kamar.
6. Lapisan bawah (gliserol) dibuang sehingga yang tertinggal hanya lapisan atas
yaitu metil ester. Metil ester dicuci dengan air hangat dalam corong pemisah
untuk membuang residu katalis dan sabun. Pencucian ini dilakukan berulang

kali dan dilakukan secara perlahan-lahan hingga lapisan air pencuci telah
jernih.
7. Setelah dicuci, metil ester yang dihasilkan dimasukkan ke dalam beaker glass
dan dipanaskan pada suhu 110 oC kemudian diukur volumenya dan dianalisis.
8. Prosedur di atas diulangi dengan variasi jumlah rasio umpan 14:1, 15:1, 16:1,
dan 17:1 dan waktu reaksi 2, 3, dan 4 jam.

3.5

ANALISIS BAHAN BAKU
3.5.1 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Jelantah Dengan Metode
Tes AOCS Official Method Ca 5a-40
1. Sebanyak 7,05 + 0,05 gram gram sampel minyak jelantah dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 100 ml etanol 96%.

17
Universitas Sumatera Utara

2. Ditambahkan 75 ml etanol 95% kedalam erlenmeyer
3. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N dengan

indikator phenolphthalein 3-5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna larutan
menjadi merah rosa dan warna ini bertahan 10 detik.
4. Kadar asam lemak bebas sampel dapat dihitung berdasarkan Persamaan 3.1
Kadar asam lemak bebas =
Ket:

1000

pe

100

... (3.1)

N = normalitas larutan NaOH (mol/l)
V = volume larutan NaOH terpakai (ml)
M = berat molekul FFA (gr/mol)

3.5.2 Analisis Komposisi Bahan Baku Minyak Jelantah
Komposisi bahan baku minyak jelantah dianalisis menggunakan instrumen

GCMS pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

3.5.3 Analisis Kadar Air dan Kotoran Minyak Jelantah
Analisis kadar air dan kotoran dilakukan dengan metode oven dan metode
gravimetri dengan perulangan masing masing sebanyak 3 kali.

3.5.4 Analisis Kadar Air dan Kadar Abu Kulit Pisang Kepok
Analisis kadar air dan kadar abu kulit pisang kepok dilakukan dengan metode
oven dan metode pengabuan kering.

3.5.5 Analisis Morfologi dan Komposisi Katalis
Analisis morfologi dan komposisi katalis dilakukan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM) serta Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy
(EDX) di UPT Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro.

18
Universitas Sumatera Utara

3.6

ANALISIS BIODIESEL
3.6.1

Analisis Kemurnian [34]
Analisis kemurnian dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas (Gas
Chromatography) dan sampel yang dianalisis adalah sampel yang
menghasilkan metil ester maksimum.

3.6.2

Analisis Densitas [3]

1. Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang dan massanya dicatat.
2. Piknometer diisi dengan air hingga penuh lalu ditimbang dan massanya
dicatat. Massa air dalam piknometer adalah selisih dari massa piknometer
berisi air dengan piknometer kosong.
3. Volume piknometer dihitung dengan membagi massa air dengan densitas air
pada suhu pengukuran. Selanjutnya piknometer diisi dengan metil ester dan
massanya ditimbang.
4. Massa metil ester diperoleh dari selisih massa piknometer berisi metil ester
dengan massa piknometer kosong.
5. Densitas metil ester diperoleh dengan pembagian massa metil ester dengan
volume piknometer.

3.6.3

Analisis Viskositas [3]

1. Aquadest dituang sebanyak 5 ml ke dalam viskosimeter dan suhunya dicatat.
2. Kemudian viskosimeter dihisap dengan karet penghisap sampai cairan berada
di t

t nd

i “ ” p d bu t n pip keci .

3. Cairan dibiarkan turun, waktu selama cairan turun d i t nd “ ” ke t nd “b”
dihitung dengan stopwatch dan waktunya dicatat.
4. Prosedur 2 dan 3 diulangi sampai tiga kali.
5. Konstanta viskosimeter dihitung dan sebanyak 5 ml metil ester diisi ke dalam
viskosimeter.
6. Pengukuran waktu dilakukan sebanyak tiga kali dan viskositas sampel
dihitung dari waktu alir yang diperoleh.

19
Universitas Sumatera Utara

7. Viskositas ditentukan dengan menggunakan Persamaan 3.2
k

Ket:

N
Sxt

....(3.2)

K= Konstanta kalibrasi viskosimeter (kg/m.detik 2)
N= viskositas (kg/m.s)
S = spesifik graviti
t= waktu alir dari batas atas ke batas bawah (detik)

3.6.4

Analisis Titik Nyala
Analisis titik nyala dari biodiesel yang dihasilkan dilakukan di Laboratorium

Oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit dengan metode closed cup flash tester.

3.7

Flowchart Percobaan
3.7.1 Flowchart Preparasi Abu Kulit Pisang

Mulai
Limbah kulit pisang dilepaskan dari sisirnya dan dicuci sebanyak 3 kali
Kulit pisang dikeringkan di dalam oven selama 12 jam pada suhu
110 oC
Kulit pisang yang kering dihaluskan dengan ukuran 50 mesh

Kulit pisang yang halus dikalsinasi di dalam furnace selama
5 jam dengan suhu 550 oC dan didinginkan dalam desikator
selama 24 jam
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Preparasi Abu Kulit Pisang

20
Universitas Sumatera Utara

3.7.2

Flowchart Proses Transesterifikasi
Mulai
Ditimbang abu kulit pisang sebanyak 6 % dari 50
gram lemak sapi lalu dimasukkan ke dalam labu
leher tiga

B

Ditambahkan metanol dari rasio mol
metanol/minyak 13 : 1 ke dalam
beaker glass

Minyak jelantah dipanaskan di atas hot
plate selama 15 menit

Campuran abu kulit pisang dan metanol dimasukkan ke dalam
labu leher tiga dan diamkan selama 12 jam

Campuran dipanaskan sampai temperatur 65 oC di atas
hot plate selama 2 jam

Campuran yang terbentuk dituang ke dalam corong pemisah dan
dibiarkan terjadi pemisahan selama 10 menit pada suhu kamar

Metil ester pada lapisan atas dicuci dengan air hangat untuk
membuang residu katalis dan sabun dan dilakukan berulang kali
Tidak
Apakah lapisan
pencuci sudah jernih ?
Ya
Metil ester dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan hingga
suhu biodiesel mencapai 110 oC lalu diukur volume dan dianalisis

A
21
Universitas Sumatera Utara

B

A

Ya

Apakah ada
variabel lain yang
divariasikan ?

Tidak
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Proses Transesterifikasi
3.7.3

Flowchart Analisis Densitas
Mulai

Piknometer dikalibrasi dengan air untuk mencari
volume piknometer (mair/ρair)

Dimasukkan metil ester ke dalam piknometer
dan ditimbang massanya

Dihitung densitas metil ester (msampel/volum piknometer)

Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Analisis Densitas

22
Universitas Sumatera Utara

3.7.4

Flowchart Analisis Viskositas
Mulai
Diisi sebanyak 5 ml aquadest ke dalam viskosimeter
Dihisap dengan karet penghisap sampai melewati
batas atas t nd
i “ ”

Cairan dibiarkan turun dan diukur waktu saat turun dari
batas atas (t nd “ ”) ke batas bawah (t nd “b”)
Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali
untuk menetukan konstanta viskosimeter

Diisi sebanyak 5 ml metil ester ke dalam viskosimeter

Pengukuran waktu dilakukan sebanyak 3 kali
seperti pada pengukuran waktu alir aquadest

Dihitung viskositas sampel dari waktu alir yang diperoleh

Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Analisis Viskositas

23
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH

4.1.1

Sifat Fisika Minyak Jelantah
Bahan

baku

sebelumdigunakan.

berupa

limbah

Perlakuan

awal

jelantah
tersebut

diberikan
berupa

perlakuan

penyaringan

awal
dengan

menggunakan kertas saring. Setelah itu minyak jelantah dikarakterisasi, hasil yang
diperoleh disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Karakteristik Minyak Jelantah Setelah Perlakuan Awal
Parameter
-

Kadar

Air

dan

Unit

Nilai

Metode Uji

% b/b

1,48

Oven

Bahan menguap
-

Kadar Kotoran

% b/b

1,68

Gravimetri

-

Kadar Asam Lemak

% b/b

1,25

AOCS Official
Method Ca 5a-40

Bebas
-

Densitas

(kg/m3)

910,62

OECD 109

-

Viskositas

(mm2/s)

8,44

ASTM D-445

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa minyak jelantah memiliki kadar air yang
cukup tinggi dibandingkan dengan kadar air minyak goreng SNI 04-3741-2002 yaitu
maksimal 0,3 %. Air pada minyak tersebut diperkiran berasal dari sisa hasil
penggorengan bahan pangan. Adanya kandungan air dalam minyak dapat
mempercepat hidrolisis trigliserida dan meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam
minyak. Air dan asam lemak bebas dapat memberikan efek negatif pada reaksi
transesterfikasi dengan menggunakan katalis basa, karena dapat membentuk sabun,
mengkonsumsi katalis, mengurangi keefektifan katalisisnya sehingga didapat
konversi dan yield yang rendah. Air juga dapat bereaksi dengan trigliserida, asam
lemak, atau ester melalui reaksi hidrolisis [35]. Kandungan air dalam minyak yang
lebih besar dari 0,3 % proses transesterifikasi masih dapat berlangsung menggunakan

24
Universitas Sumatera Utara

katalis basa. Namun pada proses ini akan diperoleh hasil yang lebih sedikit akibat
reaksi saponifikasi [36].
Kadar kotoran minyak jelantah yang digunakan pada penelitian ini adalah
tergolong tinggi dibandingkan dengan standar kadar kotoron minyak goreng SNI 043741-2002 yaitu maksimal 0,2 % . Kotoran pada minyak tersebut terdiri dari partikel
halus yang tersuspensi kedalam minyak akibat dari aktivitas pada saat penggoengan.
Keberadaan kadar kotoran pada minyak tersebut dapat mengganggu jalannya reaksi
transesterifikasi.
Selain menganalisis kadar air dan kadar kotoran minyak jelantah dilakukan
juga identifikasi sifat fisika dari minyak jelantah seperti densitas, kadar asam lemak
bebas dan viskositas. Minyak jelantah seperti halnya minyak tumbuhan pada
umumnya, memiliki kandungan kalor pembakaran tinggi. Masalah utama
penggunaan minyak tumbuhan secara umum termasuk minyak jelantah sebagai
pengganti minyak mineral seperti solar adalah sifat-sifat fisikokimia terutama
viskositas dan titik bakarnya yang lebih tinggi dari pada minyak solar. Dua sifat
minyak jelantah tersebut perlu diturunkan dengan mereaksikan dengan metanol agar
cocok menjadi bahan bakar. Penurunan viskositas akan memudahkan penyaluran ke
ruang bakar dan menghilangkan proses penyumbatan pada nozel, bila digunakan
pada motor diesel [42].

4.1.2

Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah
Minyak jelantah setelah perlakuan awal dilakukan analisis menggunakan GC

(Gas Chromatography) untuk mengetahui komposisi asam-asam lemak yang
terkandung di dalamnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan dalam bentuk
kromatogram disajikan pada Gambar L4.1

25
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Jelantah Setelah Perlakuan Awal
Retention
Time
10,479
13,225
15,891
16,125
18,140
18,442
18,991
19,537
20,215
20,557

No.
Puncak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Asam Lemak
Asam Laurat (C12:0)
Asam Miristat (C14:0)
Asam Palmitat (C16:0)
Asam Palmioleat (C16:1)
Asam Stearat (C18:0)
Asam Oleat (C18:1)
Asam Linoleat (C18:2)
Asam Linolenat (C18:3)
Asam Arakidat (C20:0)
Asam Eikosenoat (C20:1)

Komposisi
(%)
0,04
0,61
40,86
0,06
5,26
40,43
11,82
0,33
0,45
0,15

Berdasarkan hasil analisis GC, komponen asam lemak yang dominan pada
sampel minyak jelantah adalah pada puncak 3 yaitu asam lemak jenuh berupa asam
palmitat sebesar 40,85 % (b/b), puncak 6 yaitu asam lemak tidak jenuh berupa asam
oleat sebesar 40,42 % (b/b) dan puncak 7 yaitu asam lemak jenuh berupa asam
linoleat sebesar 11,82 % (b/b). Berdasarkan data komposisi asam lemak dari minyak
jelantah maka dapat ditentukan bahwa berat molekul minyak jelantah (dalam bentuk
trigliserida) adalah 850,51 gr/mol sedangkan berat molekul FFA minyak jelantah
adalah 270,78 gr/mol.

4.2

ABU KULIT PISANG

4.2.1

Perlakuan Awal Bahan Baku Katalis
Pada percobaan ini, bahan baku yang digunakan untuk katalis adalah limbah

kulit pisang kepok. Pemanfaatan kulit pisang kepok sebagai sumber katalis dapat
dilakukan dengan dua tahap yaitu pengurangan kadar air dari kulit pisang kepok
dilanjutkan dengan kalsinasi kulit pisang kepok yang telah kering menggunakan
muffle furnance. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kondisi optimum proses
kalsinasi K2O dari limbah kulit pisang kepok diperoleh pada suhu 550 oC dan waktu
5 jam [11]. Adapun Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3

Parameter
Kadar Air
Kadar Abu

Tabel 4.3 Perlakuan Awal Kulit Pisang Kepok
Unit
Nilai
Metode Uji
% b/b
80,12
Oven
% b/b
12,58
Pengabuan Kering

26
Universitas Sumatera Utara

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kadar air kulit pisang kepok relatif tinggi.
Adapun rendemen abu dari kulit pisang kepok diperoleh pada suhu kalsinasi 550 oC
dan waktu 5 jam. Suhu kalsinasi yang terlalu tinggi dan waktu yang lebih lama akan
mengurangi kandungan kalium dari limbah kulit pisang kepok hasil kalsinasi. Waktu
optimum kalsinasi adalah antara 4 - 5 jam [8]. Temperatur pembakaran merupakan
faktor penting untuk menentukan abu yang dihasilkan dari suatu biomassa.
Rendahnya rendemen abu yang dihasilkan pada penelitian ini dikarenakan reaksi
antara karbon dengan uap air semakin meningkat dengan bertambahnya temperatur
dan lamanya waktu pembakaran, sehingga karbon yang bereaksi menjadi CO2 dan H2
menjadi banyak, sehingga jumlah abu yang dihasilkan semakin sedikit [37].

4.2.2

Karakteristik Katalis Abu Kulit Pisang Kepok
Untuk melihat struktur morfologi katalis abu kulit pisang kepok sebelum

maupun setelah kalsinasi dilakukan analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)
yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(a)

(b)

Gambar 4.1 Hasil Analisis SEM Pada Abu Kulit Pisang Kepok (a) sebelum
kalsinasi [8] dan (b) setelah kalsinasi
Dari Gambar 4.1 (a) dapat dilihat bahwa struktur morfologi dari abu kulit
kepok sebelum kalsinasi memiliki permukaan yang mengkilap, partikel cenderung
mengumpul dan kenyal [8]. Sedangkan Gambar 4.1 (b) abu kulit pisang kepok
27
Universitas Sumatera Utara

setelah kalsinasi memiliki bentuk yang tidak beraturan, partikel cenderung
mengumpul, memiliki struktur permukaan yang tajam, berpori dan distribusi partikel
yang tidak merata di permukaan katalis abu kulit pisang. Hal ini disebabkan oleh
pada saat kalsinasi panas tidak tersebar secara merata pada permukaan katalis akibat
dari partikel katalis yang terlalu padat, sehingga panas tidak terdistribusi dengan baik
sampai ke dasar katalis. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Betiku et al [8] bahwa
katalis abu kulit pisang memiliki permukaan yang mengkilap, kenyal dan partikel
cenderung mengumpul.
Selain itu untuk mengetahui komposisi katalis abu kulit pisang kepok maka
dilakukan analisis EDX (Energy X-Ray Spectroscopy) Hasilnya disajikan pada
Tabel 4.4, sedangkan kurva kromatogram disajikan pada Gambar E.2.

Tabel 4.4 Komposisi Katalis Abu Kulit Pisang Kepok
No

Komponen

Komposisi (% berat)

1

Kalium Oksida (K2O)

46,05

2

Kalsium Oksida (CaO)

5,59

3

Magnesium Oksida (MgO)

3,44

4

Silika Dioksida (SiO2)

7,03

5

Fosfor Pentaoksida (P2O5)

3,28

6

Sulfur Trioksida (SO3)

1,00

7

Karbon (C)

25,52

8

Tembaga (II) Oksida (CuO)

1,90

9

Zink Oksida (ZnO)

1,28

10

Zirkonium Dioksida (ZrO2)

1,48

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa komponen yang paling tinggi adalah
kalium oksida sebesar 46,05 %. Kalium oksida merupakan senyawa yang berperan
penting dalam proses reaksi transesterifikasi. Hal ini disebabkan logam kalium
diketahui mempunyai sifat basa yang sangat tinggi, ditandai dengan larutan kalium
hidroksida yang dihasilkan mempunyai pH 13. Reaksi transesterifikasi akan berjalan
dengan baik seiring dengan meningkatnya sifat kebasaan suatu katalis [8]. Reaksi
yang terbentuk antara kalium oksida dengan air [38] adalah :

28
Universitas Sumatera Utara

K2O + H2O  2KOH
Selain itu, komponen CaO dan MgO yang terdapat dalam katalis diketahui
juga dapat digunakan dalam reaksi transesterifikasi [6]. Total dari jumlah CaO dan
MgO adalah 9,03%. Persentase tersebut cukup tinggi sehingga dapat membantu
kalium oksida dalam reaksi transesterifikasi. Adapun senyawa silika dioksida yang
terdapat dalam katalis berperan sebagai penyangga. Penyangga berfungsi sebagai
wadah untuk distribusi situs aktif sehingga katalis mempunyai luas permukaan yang
lebih besar [6].
Dari Tabel 4.4 juga dapat dilihat bahwa katalis abu kulit pisang kepok
memliki senyawa karbon yang cukup tinggi yaitu 25 %. Dalam reaksi
transesterifikasi senyawa karbon tidak memiliki manfaat sehingga hanya bertindak
sebagai zat pengotor yang dapat menggangu reaksi transesterifkasi. Tingginya
senyawa karbon dalam katalis disebabkan oleh pada saat kalsinasi panas tidak
tersebar secara merata pada seluruh permukaan katalis. Tingginya kandungan karbon
dalam katalis ditandai dengan warna katalis hitam keabu-abuan. Hal ini bisa
dihilangkan dengan cara menaikkan suhu kalsinasi atau menambahkan waktu
kalsinasi. Demikian pula senyawa selebihnya merupakan zat pengotor yang terdapat
dalam katalis.

29
Universitas Sumatera Utara

4.3
4.3.1

PENGARUH KONDISI REAKSI TERHADAP YIELD BIODIESEL
PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI
Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Yield Biodiesel
Data hasil penelitian pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dengan

menggunakan katalis abu kulit pisang kepok dengan variasi waktu reaksi dapat
dilihat pada Tabel L2.4. Hubungan antara waktu reaksi terhadap yield biodiesel
dengan berbagai variasi perbandingan mol alkohol dan minyak pada suhu reaksi 65
o

C dan jumlah katalis abu kulit pisang kepok 6% (b/b) dapat dilihat pada Gambar

4.2.

Yield (%)

96.00

93.00
13 : 1
14 : 1
90.00

15 : 1
16 : 1

87.00

17 : 1

84.00
1

2

3

4

5

Waktu Reaksi (jam)
Gambar 4.2 Hubungan antara Waktu Reaksi dengan Yield Biodiesel pada Kondisi
Suhu Reaksi 65 oC dan Jumlah Katalis 6 %
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi yang
digunakan maka yield yang dihasilkan akan semakin besar, sampai pada titik
optimum kemudian mengalami penurunan. Pada perbandingan mol metanol/minyak
sebesar 13 : 1, terjadi peningkatan dan penurunan yield yang besar. Hal ini terjadi
karena waktu reaksi yang singkat menyebabkan trigliserida belum terkonversi
menjadi metil ester sehingga yield yang dihasilkan menjadi kecil [39]. Sedangkan
waktu reaksi yang lebih lama dapat menyebabkan reaksi reversible. Peningkatan
waktu reaksi tidak meningkatkan yield biodiesel. Di samping itu, waktu reaksi yang
lebih lama akan mengurangi produk (biodiesel) karena adanya reaksi balik yaitu
metil ester yang terbentuk kembali menjadi trigliserida. Sedangkan pada

30
Universitas Sumatera Utara

perbandingan mol 15 : 1 dan 17 : 1 dan waktu reaksi 3 dan 4 jam peningkatan dan
penurunan yield biodiesel tidak terlalu signifikan. Hal ini terjadi karena umumnya
waktu reaksi dengan menggunakan katalis heterogen berkisar 3-4 jam, sehingga yield
yang dihasilkan relatif konstan [21].
Pada perbandingan rasio mol alkohol dan minyak yang digunakan maka yield
yang dihasilkan akan semakin besar sampai pada titik tertentu lalu mengalami
penurunan.

Penambahan

metanol

berlebih

bertujuan

untuk

menggeser

kesetimbangan reaksi terhadap produk sehingga yield metil ester meningkat [34].
Yield maksimal diperoleh pada perbandingan mol 15:1 dan yield yang lebih rendah
diperoleh pada perbandingan mol 17:1. Hal ini terjadi karena apabila konsentrasi
metanol ditingkatkan di atas atau dikurangi di bawah konsentrasi optimalnya, tidak
ada peningkatan dalam produksi biodiesel tetapi kelebihan atau kekurangan
konsentrasi metanol hanya akan mengakibatkan peningkatan pembentukan gliserol
dan emulsi [21]
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kondisi terbaik yang didapatkan adalah
pada waktu reaksi 3 jam, perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 15:1, suhu
reaksi 65 oC, dan jumlah katalis abu kulit pisang 6% yang memberikan yield
biodiesel sebesar 92,88 %.Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh
Padil et al [21] tetapi mereka menggunakan minyak kelapa sebagai bahan baku
dalam pembuatan biodiesel.

4.3.2 Perbandingan Yield Biodiesel Menggunakan Katalis K2O Murni dengan
Katalis AbuKulit Pisang Kepok
Pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis abu kulit pisang kepok
dibandingkan dengan menggunaan katalis K2O murni yang telah dilakukan oleh
penelitian sebelumnya [8]. Kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian
sebelumnya adalah perbandingan mol metanol minyak sebesar 7,6 :1, suhu reaksi 65
o

C, katalis sebesar 2,75 (wt %), yield sebesar 98,5 % dengan menggunakan bahan

baku minyak Bauhinia Monandra [8]. Sedangkan kondisi terbaik pada penelitian ini
adalah perbandingan mol metanol minyak sebesar 15 : 1, suhu reaksi 65 oC dan
katalis sebesar 6 (wt %). Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.2

31
Universitas Sumatera Utara

98

Yield (%)

92
86
80
K2O Murni

Abu Kulit Pisang

Gambar 4.3 Perbandingan Yield Biodiesel Menggunakan Katalis K2O Murni dengan
Katalis Abu Kulit Pisang Kepok

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa yield biodisel yang dihasilkan dari
penelitian ini mendekati yield biodiesel dengan menggunakan katalis K2O murni.
Jumlah katalis K2O murni yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah sebanyak
2,75 % dari bahan baku [8]. Sedangkan jumlah katalis abu kulit pisang kepok yang
digunakan pada penelitian ini adalah 6 % dari bahan baku. Persentasi K2O yang yang
terkandung dalam abu kulit pisang kepok sebesar 46,05 %. Sehingga banyaknya
katalis yang berfungsi dalam reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis
abu kulit pisang kepok hanya sebesar 2,76 %. Dalam abu kulit pisang kepok juga
terdapat senyawa CaO dan MgO yang diketahui besarnya sebesar 9,03 %. Maka total
banyaknya katalis dalam abu kulit pisang kepok adalah sebesar 55,08 %. Sehingga
banyaknya

katalis

yang

berfungsi

dalam

reaksi

transesterifikasi

dengan

menggunakan katalis abu kulit pisang kepok hanya sebesar 3,30 % . Nilai tersebut
masih mendekati dengan banyaknya katalis K2O murni yang digunakan oleh
penelitian sebelumnya yaitu sebesar 2,75 %. Keberadaan SiO2 dalam katalis abu kulit
pisang kepok juga berfungsi sebagai penyangga katalis. Menurut penelitian
sebelumnya perbandingan optimal katalis dengan penyangga adalah 1: 5 [6]. Dalam
penelitian ini perbandingan katalis dengan penyangga adalah 1:7. Larutan penyangga
yang berlebih dalam reaksi transesterifikasi menggunakan katalis heterogen dapat
menghambat jalanya reaksi [6]. Dengan demikian yield biodiesel yang dihasilkan
menjadi lebih rendah.

32
Universitas Sumatera Utara

4.4
4.4.1

SIFAT FISIK BIODIESEL DARI LIMBAH MINYAK JELANTAH
Densitas
Hubungan antara waktu reaksi terhadap densitas biodiesel dengan berbagai

variasi perbandingan mol alkohol dan minyak pada kondisi suhu reaksi 65 oC dan
jumlah katalis abu kulit pisang kepok 6% (b/b) dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Densitas (kg/m3)

876
873

13:1

870

14:1

867

15:1
16:1

864

17:1

861
1

2

3
4
5
Waktu Reaksi
(jam)
Gambar 4.4 Hubungan antara Waktu Reaksi dengan Densitas Biodiesel pada Kondisi
Suhu Reaksi 65 oC dan Jumlah Katalis 6 %
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi yang
digunakan maka densitas yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini disebabkan
terjadinya pemutusan gliserol dari trigliserida sehingga terbentuk senyawa dengan
ukuran molekul yang lebih kecil [40].
Densitas atau massa jenis menunjukan perbandingan berat per satuan volume.
Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin
diesel per satuan volume bahan bakar. Jika biodiesel memiliki massa jenis melebihi
ketentuan, akan terjadi reaksi tidak sempurna pada konversi minyak. Biodiesel
dengan mutu seperti ini tidak seharusnya digunakan untuk mesin diesel karena akan
meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin [41].
Menurut SNI 04-7182-2012, densitas biodiesel pada suhu 40 oC adalah 850890 kg/m3. Biodiesel yang dihaskan pada berbagai variasi yang dilakukan diperoleh
densitas berkisar 862-873 kg/m3. Dengan demikian, biodiesel yang diperoleh telah
memenuhi standar densitas biodiesel.

33
Universitas Sumatera Utara

4.4.2

Viskositas
Hubungan antara waktu reaksi terhadap viskositas kinematik biodiesel

dengan berbagai variasi perbandingan mol alkohol dan minyak pada kondisi suhu
reaksi 65oC dan jumlah katalis abu kulit pisang kepok 6% (b/b) dapat dilihat pada

Viskositas Kinematik (cSt)

Gambar 4.5.

5.6
13:1

5.4

14:1
5.2

15:1
16:1

5

17:1
4.8

1

2

3
4
Waktu Reaksi (jam)

5

Gambar 4.5 Hubungan antara Waktu Reaksi dengan Viskositas Kinematik Biodiesel
pada Kondisi Suhu Reaksi 65 oC dan Jumlah Katalis 6 %
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi yang
digunakan maka viskositas kinematik yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini
disebabkan karena reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida menjadi metil ester
yang memiliki ukuran molekul lebih kecil dan mengakibatkan viskositas juga
semakin rendah [42]
Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam kelayakan
penggunaan biodiesel dalam mesin diesel. Viskositas adalah tahanan yang dimiliki
fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya
dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika
viskositas semakin tinggi, tahanan akan semakin tinggi. Hal ini sangat penting karena
mempengaruhi kenerja injektor dalam mesin diesel [41].
Menurut SNI 04-7182-2012, viskositas kinematik biodiesel pada suhu 40 oC
adalah 2,3 - 6 mm2/s. Dari hasil penelitian untuk berbagai variasi yang dilakukan
diperoleh viskositas kinematik berkisar 4,9-5,5 mm2/s. Dengan demikian biodiesel
yang diperoleh telah memenuhi standar viskositas kinematik biodiesel.
4.4.3

Kadar Ester
34
Universitas Sumatera Utara

Sampel biodiesel yang dihasilkan pada kondisi terbaik dikarakterisasi untuk
membandingkan komposisi biodiesel dan sifat-sifat biodiesel yang dihasilkan dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) biodiesel untuk melihat apakah biodiesel yang
diproduksi telah sesuai dengan syarat SNI. Tabel 4.5 adalah hasil analisis GC
biodiesel dari minyak jelantah pada kondisi terbaik yaitu pada suhu reaksi 65 oC,
jumlah katalis K2O 6 %, waktu reaksi 3 jam dan perbandingan rasio mol metanol
dan minyak 15:1. Hasil Analisis GC untuk run lain ditunjukkan pada Lampiran E.

Tabel 4.5 Kadar Ester Biodiesel
No. Puncak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Retention Time
5,500
7,036
7,741
8,247
8,496
9,044
9,583
9,687
10,614
10,780
11,831
12,253
13,037
16,094
21,659

Area (%)
0,2128
0,8443
0,0534
0,2220
36,9302
0,0874
56,1500
3,8876
0,1948
0,3337
0,0632
0,1547
0,2406
0,1191
0,5063

Komponen
Ester
Ester
Ester
Ester
Ester
Ester
Ester
Ester
Monogliserida
Monogliserida
Monogliserida
Monogliserida
Monogliserida
Trigliserida
Internal

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa kadar ester dari biodiesel yang dihasilkan
sebesar 98,38 %. Menurut SNI 04-7182-2012, kadar ester biodiesel minimal 96,5%.
Dengan demikian biodiesel yang diperoleh telah memenuhi standar kadar ester
biodiesel.

4.4.4

Titik Nyala
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 04-7182-2012), titik nyala

biodiesel adalah minimum 100 oC. Titik nyala merupakan suhu dimana uap yang
dihasilkan dari biodiesel akibat perubahan suhu menimbulkan api. Dari hasil analisis
sampel biodiesel pada kondisi terbaik pada perbandingan mol 15:1 dan waktu reaksi

35
Universitas Sumatera Utara

3 jam, diperoleh titik nyala sebesar 120 oC. Dengan demikian biodiesel yang
diperoleh telah memenuhi standar titik nyala biodiesel.

36
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah :

1. Minyak jelantah yang digunakan sebagai bahan baku memiliki karakteristik yang
jauh dari standar SNI untuk minyak goreng.
2. Abu kulit pisang kepok mempunyai kandungan logam oksida seperti K2O, CaO,
MgO yang berarti abu kulit pisang kepok layak untuk dijadikan sebagai katalis
basa heterogen.
3. Yield yang diperoleh dengan menggunakan katalis abu kulit pisang kepok
mendekati dengan yield menggunakan katalis K2O murni
4. Semakin tinggi rasio mol metanol/minyak dan waktu reaksi, yield yang diperoleh
meningkat dan mengalami penurunan pada titik tertentu.
5. Pada proses transesterfikasi, kondisi terbaik diperoleh pada suhu reaksi 65 oC,
jumlah katalis K2O yang digunakan 6 %, waktu reaksi 3 jam, rasio
metanol/minyak adala 15 : 1 dengan yield sebesar 92,88%.
6. Analisis fisik yang dilakukan pada biodiesel dengan kondisi terbaik meliputi
analisis kemurnian, densitas, viskositas, dan titik nyala memperoleh hasil
berturut-turut yaitu 98,38%, 868,89 kg/m3, 5,25 cSt, dan 120 oC. Hasil yang telah
diperoleh tersebut menyatakan bahwa biodiesel yang dihasilkan telah sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) berturut-turut yaitu min 96,50%, 850890 kg/m3, 2,3-6,0 cSt, dan min 100 oC.

5.2

SARAN
Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan untuk

penelitian selanjutnya adalah:
1.

Sebaiknya dilakukan tahap pemurnian lebih lanjut untuk memisahkan katalis
K2O misalnya dengan pemisahan sentrifugal untuk memperoleh yield lebih
tinggi.

37
Universitas Sumatera Utara

2.

Sebaiknya dilakukan penelitian dengan variasi suhu kalsinasi kulit pisang
kepok, untuk memperoleh kadar K2O maksimum dalam dalam abu kulit
pisang kepok.

3.

Sebaiknya dilakukan studi lebih lanjut mengenai penggunaan katalis yang
berulang (reuse) untuk memperoleh data kemampuan katalitik.

4.

Sebaiknya penelitian dikembangkan ke proses kontiniu dengan menggunakan
variabel pada kondisi terbaik yang diperoleh dalam penelitian ini.

5.

Sebaikya dilakukan analisis lebuh lanjut untuk memastikan logam kalium
dalam abu kulit pisang dalam bentuk kalsium oksida (K2O) atau kalium
karbonat (K2CO3)

38
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

2 24 64

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 19

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 2

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 6

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

1 1 17

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

0 0 2

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

0 0 5

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

0 0 8

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

0 0 5

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

0 0 18