Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Antara Tahun 2002 dan 2016 Chapter III V

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai dengan
Februari 2017, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan,
pengolahan data dan penyajian hasil. Penelitian dilaksanakan di Kawasan Pesisir,
Kabupaten Serdang Bedagai. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen
Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas
Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian kawasan pesisir Sedang Bedagai

Universitas Sumatera Utara

16

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Geograhic
Positioning System) untuk survey lapangan, Perangkat keras (personal computer /
netbook sebagai alat pengolah data, Perangkat lunak ArcGis (ArcMap) 10.1 dan
Envi 4,7 untuk analisis spasial, Kamera digital untuk dokumentasi, Perangkat lunak

Microsoft Excel dan Microsoft Word untuk mengolah data.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3.Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Data
Data Lapangan (ground check)
Citra Landsat 5 path/row 129/57
Citra Landsat 8 OLI path/row
129/57
Peta Administrasi Kabupaten
Serdang Bedagai
Peta Tutupan Lahan Kabupaten
Serdang Bedagai

Peta Jalan, sungai, dan kontur,
Kab. Serdang Bedagai

Jenis Data
Primer
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder

Sumber
GPS dan Kamera digital
www.glovis.usgs.gov
www.earthexplorer.usgs.
gov
Balai Pemantapan
Kawasan Hutan
Balai Pemantapan
Kawasan Hutan

Balai Pemantapan
Kawasan Hutan

Tahun
2016
2002
2016
2016
2016
2016

Prosedur Penelitian
Prosedur kerja untuk klasifikasi citra dengan metode klasifikasi terbimbing
(supervised classification) dan untuk mengklasifikasikan kelas tutupan lahan
digunakan sub menu dari klasifikasi citra/image cassification dengan metode
peluang maksimum klasifikasi/Maximum Likelihood Classification (MLC) pada
perangkat lunak ArcMap 10.1. Data primer berupa citra landsat 14 tahun 2002 dan
citra landsat 8 tahun 2016 dari USGS. Kegiatan dalam menganalisis penutupan
lahan masing-masing citra (2002 dan 2016) dapat dilakukan dalam enam tahap yang
digambarkan dalam diagram (Gambar 2).


Universitas Sumatera Utara

17

Citra Landsat
5 tahun 2002

Citra Landsat
8 tahun 2016

Koreksi citra

Koreksi citra

Citra Terkoreksi
Tahun 2002

Citra Terkoreksi
Tahun 2016


Image Classification
(Klasifikasi Terbimbing)

Data Ground
check/Pengecekan
Lapangan

Image Classification
(Klasifikasi Terbimbing)

Data Ground
check/Pengecekan
Lapangan

Peta Penutupan
Lahan Tahun
2016

Peta Penutupan

Lahan Tahun
2002

Overlay

Peta Perubahan
Lahan antara tahun
2002 dan 2016

Gambar 2. Skema Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Analisis data
1. Koreksi Citra
Citra Landsat path/row 129/57 tahun 2002 dan 2016 yang telah di download
dari situs www.glovis.usgs.gov dilakukan koreksi yaitu koreksi geometrik dan
koreksi radiometrik. Koreksi geometrik yaitu proses transformasi dari satu sistem
grid menggunakan transformasi geometrik maupun proses resampling untuk
melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel sistem grid yang baru dari

Universitas Sumatera Utara


18

nilai piksel aslinya sedang kan koreksi radiometrik adalah proses untuk meniadakan
(noise) yang terjadi akibat pengaruh sistematik perekam citra. Koreksi dilakukan
dengan menggunakan perangkat Envi 4,7.
2. Komposit Citra
Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band/kanal dikombinasikan sesuai
dengan karakteristik spektral masing-masing kanal/band dan disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Penelitian mengenai pemantauan kondisi perubahan
tutupan lahan dipilih band/kanal 6, 5 dan 4 pada landsat 8 dan band 5, 4 dan 3
pada landsat 5. Hal ini disebabkan karena band/kanal tersebut peka dan
mempunyai nilai refleksi yang tinggi terhadap vegetasi, tanah terbuka, dan unsur
air (Hardjowigeno 1993).
3. Pemotongan dengan Batas Kawasan
Proses ini melakukan pemotongan pada citra yang telah dikompositkan
dengan peta batas kawasan tutupan lahan Kabupaten Serdang Bedagai yang
diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Medan. Dalam program
ArcGis10.1 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah pengaturan data atau
tools Data management.

4. Training Area (Titik Sampel)
Citra tahun rekaman 2002 dan 2016 diolah secara digital dengan
menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah metode peluang maksimum
(Maximum likelihood classifier). Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai
faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan dalam
kategori tertentu. Dalam klasifikasi diperlukan suatu penciri kelas. Penciri kelas ini

Universitas Sumatera Utara

19

adalah satu data yang diperoleh dari suatu training area (titik sampel). Jumlah
piksel yang harus diambil untuk titik sampel pada masing-masing kelas adalah
sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu (N+1) (Jaya 2010).
5. Klasifikasi Citra
a. Penggabungan Kelas / Merging / Grouping
Merging adalah proses penggabungan kelas-kelas yang memiliki jarak yang
dekat dengan mempertimbangkan jumlah piksel pada setiap kelas, kemiripan
(similarity), serta nilai keterpisahaan antar kelas (Jaya, 2006). Pada program ArcGis

10.1 dapat menggunakan tools image classification pada kotak dialog training
sample area.
b. Labelling (Pemberian Nama Lahan)
Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang
telah dihasilkan. Daerah sampel yang telah dikelaskan pada kelas yang sama
kemudian diberi kelas nama. Pemberiaan label sebaiknya teliti serta dilakukan
ketika kita telah mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label setelah
melakukan interpretasi visual (Jaya, 2006).
6. Pengecekan Lapangan
Kegiatan survei lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi
penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan
Kabupaten Serdang Bedagai. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Geographic
Positioning System (GPS). Titik pengamatan ditentukan dengan metode purposive
sampling. Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan minimal empat titik
observasi. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan, pengamatan serta
pencatatan informasi penting. Data yang diambil adalah data rekam koordinat titik

Universitas Sumatera Utara

20


pengamatan lapangan dari GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang
dilengkapi gambar.
7. Analisis Akurasi
Uji ketelitian dimaksudkan untuk mempengaruhi besarnya kepercayaan
pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya (Purwadhi 2006).
Akurasi sering dianalisi menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur
sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini sering juga
disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”. Matrik kesalahan
membandingkan informasi dari area referensi dengan informasi dari citra hasil
klasifikasi pada sejumlah area yang terpilih. Matrik kesalahan berbentuk bujur
sangkar dengan elemen pada baris matrik mewakili area pada citra hasil klasifikasi,
sedangkan elemen pada kolom matrik mewakili area pada data yang dijadikan
referensi (Congalton & Green, 1999 dalam Hendrawan, 2003).
Dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan data referensi adalah
sejumlah piksel pada citra yang telah diidentifikasi sebelumnya melalui kegiatan
pengecekan lapangan atau interpretasi foto dan diasumsikan benar. Matrik
kesalahan sangat efektif untuk mengetahui tingkat akurasi citra hasil klasifikasi
beserta kesalahan yang terjadi dalam tahapan klasifikasi.
Akurasi ini biasanya diukur berdasarkan pembagian piksel yang dikelaskan

secara benar dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di
dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Secara
matematik, akurasi Kappa dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

21

r

r

N  Xii   Xi  Xi
Akurasi Kappa

=

i

i

r

N  X X
2

i

100%

i

i

Keterangan:
Xii

= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i

X+i

= jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+

= jumlah piksel dalam baris ke-i

N

= banyaknya piksel
Perhitungan akurasi dengan menggunakan matrik kontingensi ini juga dapat

menghitung besarnya akurasi pembuat (producer’s accuracy) dan akurasi
pengguna (user’s accuracy). Secara sistematis skema perhitungan akurasi
(pengguna, pembuat dan umum) adalah sajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix)
Kelas referensi
Dikelaskan kekelas
Jumlah piksel
A
B
C
A
X11
X12
X13
X1+
B
X21
X22
X23
X2+
C
X31
X32
X33
X3+
.....
Total piksel
X+1
X+2
X+3
Akurasi pengguna
X11/X+1
X22/X+2
Sumber : Jaya (2010)

Akurasi pembuat
Total piksel
X11/ X1+
X22/ X2+
X33/ X3+
N
X33/X+3

8. Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan
Rentang waktu pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14
tahun, yaitu tahun 2002 dan 2016. Dalam rentang waktu tersebut diperkirakan telah
terjadi berbagai macam bentuk alih fungsi penggunaan lahan di dalam kawasan
pesisir Kabupaten Serdang Bedagai sehingga dapat dilihat dengan jelas perubahanperubahan penutupan lahan yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

22

Metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan lahan pada kawasan
pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dari citra Landsat tahun 2002 dan 2016 adalah
dengan change detection. Menurut Sumantri (2006) change detection adalah suatu
analisis deteksi perubahan yang

dilakukan untuk menentukan

laju/tingkat

perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh
(remote sensing) dalam menentukan perubahan di obyek studi khusus di antara dua
atau lebih periode waktu.
8.1. Analisis spasial
1.

Melakukan tumpang susun (overlay) kelas penutupan lahan pada waktu
pengamatan awal (T0) dengan kelas penutupan lahan pada waktu berikutnya (T1),
2. Melakukan analisis objek yang tidak berubah (pada T0 dan T1) dan yang
berubah (objek pada T0 dan T1 tidak sama),
3. Melakukan penghitungan luasan pada setiap objek yang mengalami
perubahan,
8.2. Analisis Tabular
1. Melalakukan penghitungan luasan pada tiap kelas penutupan lahan pada
dua waktu pengamatan,
2. Melakukan perhitungan perubahan luasan pada kelas tutupan lahan,
Melakukan penghitungan luas perubahan tutupan lahan dengan
mengunakan rumus berikut :

Universitas Sumatera Utara

23

Keterangan :
PTH

perubahan tutupan lahan per tahun pada periode tertentu,
dinyatakan dalam luas per tahun (ha/tahun);

A0

luas tutupan lahan pada waktu pengamatan awal, dinyatakan dalam
hektar (ha)

A1

luas tutupan lahan pada waktu pengamatan akhir, dinyatakan dalam
hektar (ha)

T0

tahun pengamatan awal

T1

tahun pengamatan akhir

Universitas Sumatera Utara

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Secara visual pada citra Landsat 8 tahun 2016 dapat diindetifikasi area
terbuka atau area dengan aktivitas manusia dan beberapa area yang memiliki
vegetasi sebagaimana disajikan pada (Gambar 3).

Gambar 3. Visualisasi wilayah pesisir Serdang Bedagai.
Berdasarkan data hasil klasifikasi dan interpretasi citra landsat, kawasan
pesisir Kabupaten Serdang Bedagai memiliki 9 kelas tutupan lahan yaitu
perkebunan kelapa sawit, pemukiman, pertanian lahan kering campuran,
persawahan, lahan terbuka, semak belukar, tambak, hutan mangrove, dan badan air.
Klasifikasi tersebut dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing. Metode
klasifikasi menggunakan pendekatan interpretasi visual yaitu menganalisa
kenampakan rona, warna, ukuran, tekstur, pola dan resolusi pada citra sehingga
dapat diberikan atribut pada tiap polygon hasil klasifikasi.
Kelas tutupan lahan hasil klasifikasi harus diuji tingkat kebenarannya (uji
akurasi). Uji akurasi hasil klasifikasi citra tahun 2016 dilakukan dengan
menggunakan beberapa sampel data hasil survey lapangan dan membandingkannya
dengan peta tutupan lahan hasil klasifikasi. Pada setiap sampel diverifikasi dengan

Universitas Sumatera Utara

25

tutupan lahan hasil klasifikasi, sehingga diperoleh jumlah sampel yang sesuai dan
yang tidak sesuai antara peta tutupan lahan dan kondisi sebenarnya di lapangan.
Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan untuk uji akurasi adalah 48
sampel. Dari 48 sampel tersebut, jumlah sampel yang sesuai dengan peta tutupan
lahan hasil klasifikasi adalah 37 sampel. Nilai akurasi yang diperoleh dari
klasifikasi tutupan lahan tahun 2016 adalah 86,90%. Berdasarkan nilai akurasi
tersebut, hasil klasifikasi citra sudah dapat diterima karena memiliki nilai akurasi
lebih dari 85%.
Selain uji akurasi berdasarkan hasil survey lapangan, nilai Kappa Accuracy
juga digunakan untuk menilai tingkat keakuratan hasil klasifikasi citra satelit. Hasil
perhitungan akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 2002 menunjukkan nilai Kappa
Accuracy 91,62% dan hasil perhitungan akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 2016
menunjukkan Kappa Accuracy 92,98%, ini artinya tingkat keakuratan peta tutupan
lahan tersebut teliti, karena memiliki nilai akurasi lebih dari 85%.
Berdasarkan peta administrasi (BPKH Wilayah I Medan). Luas total
kawasan pesisir kabupaten Serdang Bedagai adalah 60.403 Ha. Klasifikasi tutupan
lahan menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI tahun 2016 menunjukan tutupan
lahan terluas adalah pertanian lahan kering campuran dan tutupan lahan dengan
luasan terkecil yaitu hutan lahan semak belukar. Klasifikasi tutupan lahan pada
tahun 2002 menggunakan citra satelit Landsat 5 TM menunjukkan bahwa luasan
tutupan lahan terbesar adalah pertanian lahan kering campuran, sedangkan untuk
luasan terkecil adalah badan air (Tabel 5).
Berdasarkan (Tabel 5), kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai
memiliki 9 tipe tutupan lahan dengan proporsi luas yang berbeda-beda pada dua

Universitas Sumatera Utara

26

periode tersebut. Pemukiman tahun 2002 memiliki luas 9.546 Ha (15,80%) dari luas
total kawasan pesisir kabupaten Serdang Bedagai. Pada tahun 2016, luas
pemukiman meningkat menjadi 10.445 Ha (17,29%). Pada tahun 2016, luas tutupan
lahan didominasi oleh pertanian lahan kering campuran yaitu sebesar 15.725 Ha
(26,03%). Kemudian diikuti berturut-turut lahan kosong sebesar 9.641 (15,96%),
perkebunan sawit sebesar 8.177 Ha (13,54 %), persawahan 8.672 Ha (14,36%),
badan air 3.470 Ha (5,74%), hutan mangrove 1.509 (2,50%), tambak sebesar 1.864
(3,09%), dan semak sebesar 303 Ha (0,50%) dari total luas wilayah penelitian.
Berdasarkan hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit Landsat TM
tahun 2002 dan citra satelit landsat OLI tahun 2016, kawasan pesisir Serdang
Bedagai mengalami perubahan tutupan lahan. Perubahan tersebut menunjukkan
adanya kenaikan dan penurunan luas tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan
tersebut terjadi pada semua jenis tutupan lahan yang ada di kawasan pesisir
kabupaten Serdang Bedagai tersebut yaitu badan air, sawah, hutan mangrove,
pemukiman, pertanian lahan kering campuran, sawit, semak, tambak, dan lahan
kosong. Dari (tabel 5) dapat dilihat bahwa lebih dari 25% luas total kawasan pesisir
kabupaten Serdang Bedagai memiliki tutupan lahan berupa pertanian lahan kering
campuran. Pertanian lahan kering campuran tersebut dominan berada di kecamatan
Teluk Mengkudu dan kecamatan Pantai Cermin.
Hasil klasifikasi data citra tahun 2002, menujukan bahwa kondisi penutupan
lahan pada kawasan pesisir tersebut masih cukup baik, meskipun juga telah terjadi
disfungsi pada sebagian kecil wilayahnya. Pertanian lahan kering campuran
merupakan jenis tutupan lahan dengan jumlah luasan terbesar yaitu 15.661 ha atau
25,93 %, diikuti sawah sebesar 10.239 ha (16,95 %) dan pemukiman sebesar 9.546

Universitas Sumatera Utara

27

ha (15,80%). Badan air merupakan jenis tutupan lahan terkecil yaitu 2.222 ha atau
3,68 % (Tabel 5). Tutuan lahan tahun 2002 disajikan pada (Gambar 4).
Hasil klasifikasi citra tahun 2016 (Tabel 5) menunjukkan telah terjadi
perubahan penutupan lahan yang signifikan. Pertanian lahan kering campuran
merupakan jenis tutupan lahan dengan luas terbesar yaitu 15.725 ha atau 26,03%
dan yang paling kecil luasnya adalah semak yaitu sebesar 303 ha atau 0,50%. Peta
penutupan lahan tahun 2016 disajikan pada (Gambar 5). Perubahan penutupan
lahan yang mengalami penambahan luas yang paling besar adalah sawit yaitu
sebesar 4.464 ha atau sekitar 7,41%, diikuti lahan kosong sebesar 2.860 ha (4,73%)
dan badan air sebesar 1.248 ha (2,06%). Pada saat yang sama semak belukar
berkurang sebesar 3.117 ha atau sekitar 5,16%, diikuti oleh penurunan tambak
sebesar 3.015 ha atau sekitar 4,99% dan hutan mangrove sebesar 2.443 ha (4,04%)
(Tabel 5).
Tabel 5. Luas Dan Persentase Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Serdang Bedagai
Jenis Tutupan Lahan
Luas Tahun 2002 Luas Tahun 2016 Perubahan 2002 – 2016
Ha
%
Ha
%
Ha
%
Badan air
2.222
3,68
3.470
5,74
1248
2,06
Sawah
10.239 16,95
8.672
14,36
-1567
-2,59
Mangrove
3.952
6,54
1.509
2,50
-2443
-4,04
Pemukiman
9.546 15,80 10.445
17,29
899
1,49
Pertanian Lahan Kering
Campuran
15.661 25,93 15.725
26,03
64
0.1
Sawit
3.703
6,13
8.177
13,54
4474
7,41
Semak
3.420
5,66
303
0,50
-3117
-5,16
Tambak
4.879
8,08
1.864
3,09
-3015
-4,99
Lahan Kosong
6.781 11,23
9.641
15,96
2860
4,73
Tidak Terindetifikasi
0
0,00
239
0,39
239
0,39
Total
60.403 100,00 60.403 100,00

Universitas Sumatera Utara

28

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Serdang Bedagai Tahun 2002

Universitas Sumatera Utara

29

Gambar 5. Peta Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Serdang Bedagai Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara

30

Pembahasan
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penutupan lahan merupakan istilah
yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Pada sektor
pertanian lahan digunakan orang untuk areal persawahan, kebun dan ladang
sedangkan untuk bidang lainnya lahan digunakan untuk pemukiman, prasarana
umum, pekarangan dan lain-lain.
Berdasarkan hasil interpretasi citra tahun 2002, penutupan lahan yang
paling besar adalah pertanian lahan kering campuran yaitu 15.661 ha atau
mendekati angka 26% dikuti oleh sawah sebesar 10.239 ha (16,95%). Hasil
interpretasi citra tahun 2016, penutupan lahan yang paling besar adalah pertanian
lahan kering campuran yaitu 1.5725 ha atau 26,03%. Menurut data BPS Kabupaten
Serdang Bedagai (2009) Peranan sektoral dalam pembentukan PDRB Kabupaten
Serdang Bedagai cukup bervariasi, sektor yang memiliki peranan terbesar adalah
sektor pertanian pada tahun 2008 sektor pertanian tumbuh sebesar 4,66%.
Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (2010) pertumbuhan
tahun 2008 lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2007 yang tumbuh 4,56 %. Serta
± 60 persen penduduk kabupaten Serdang Bedagai bermata pencaharian dari sektor
pertanian.
Dari tinjauan perubahan penutupan lahan, perkebunan sawit merupakan
penutupan lahan yang mengalami penambahan luas yang paling besar yaitu 4.474
ha atau 7.41%. Hal ini sesuai dengan pendapat Vibiznews (2008) yang menyatakan
bahwa sumatera utara didominasi oleh lahan-lahan areal perkebunan dan pertanian,
luas area perkebunan sawit yang dikelola secara total adalah 908.922 ha. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

31

juga sesuai dengan pendapat Oksana, et, al (2012) yang menyatakan bahwa
Departemen Pertanian, menganggap tanaman perkebunan sebagai salah satu cara
untuk mendapatkan devisa dan juga sebagai pendorong pembangunan. Menurut
data hasil klasifikasi tingkat perubahan lahan menjadi perkebunan sawit tertinggi
adalah pertanian lahan kering menyumbang sebesar 2.340 ha, semak sebesar 999
ha dan lahan kosong menyumbang sebesar 893 ha. Selain itu terjadi peningkatan
penutupan lahan kosong sebesar 2.860 ha atau 4,73%, berdasarkan data ground
check dilapangan, hal ini disebabkan pada saat pengambilaan citra beberapa
wilayah pesisir terdapat beberapa lahan terbuka tebangan sawit tua. Sebagian
wilayah seperti Kecamatan Teluk Mengkudu dan Kecamatan Tanjung Beringin
sedang dalam proses pemanenan padi sehingga banyak terdapat banyak lahan
terbuka. Perubahan penutupan lahan disajikan pada (Gambar 6).
4474

5000
40001.

2860

3000

Luas Ha

2000

1248

899

1000

239

64

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

-1000
-2000

-1567
-2443

-3000

-3117 -3015

-4000
Keterangan
1. Badan air

2. Sawah

3. Mangrove

6. Sawit

7. Semak

8. Tambak

4. Pemukiman
9. Lahan Kosong

5. Pertanian Lahan Kering Campuran
10. Tak Terindentifikasi

Gambar 6. Grafik Perubahan Penutupan Lahan Kawasan Pesisir Kabupaten
Serdang Bedagai Antara Tahun 2002 dan Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara

32

Menurut Keputusan Gubernur Sumatera Utara (2004), kawasan pantai timur
Sumatera Utara merupakan wilayah pesisir yang mempunyai hamparan mangrove
yang sangat luas yang membujur dari daerah pantai utara Kabupaten Langkat ke
daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan yang bervariasi
antara 50-150 meter. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kawasan pesisir
kabupaten Serdang Bedagai umumnya memiliki hutan mangrove yang cukup besar
di kecamatan Bandar Khalifah, namun dari tahun ketahun luas mangrove di
kawasan pesisir ini terus mengalami penurunan yang cukup besar dari periode tahun
(2002 – 2016). Hutan mangrove beralih fungsi menjadi pemukiman, kebun sawit,
dan pertanian lahan kering. Perubahan hutan mangrove menjadi pertanian lahan
kering campuran seluas 933 Ha, kebun sawit seluas 687 Ha, dan seluas 667 Ha
hutan mangrove juga dikonversi menjadi pemukiman.
Perubahan tutupan lahan hutan mangrove menjadi tidak berhutan yang
terjadi di pesisir kabupaten Serdang Bedagai cukup besar, hal itu dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem dari kawasan pesisir serdang
bedagai. Menurut Onrizal (2010) perubahan kawasan mangrove menjadi kawasan
non mangrove merupakan hasil konversi terutama tambak, pemukiman dan sektor
pertanian. Onrizal (2010) juga menyebutkan bahwa ada daerah mangrove yang
menurun melalui teknologi penginderaan jauh dalam 4 kali pengukuran (1977,
1988/1989, 1997 dan 2006) di bagian timur Sumatera Utara.
Perubahan hutan mangrove menjadi lahan kosong / sawit diakibatkan oleh
adanya penebangan liar berlebihan pada kawasan ini, menyebabkan ekosistem
tersebut tidak mampu beregenerasi secara alami, sehingga areal bekas penebangan

Universitas Sumatera Utara

33

tersebut tidak ditumbuhi vegetasi lagi. Areal kosong yang bertambah luas ini juga
disebabkan karena adanya areal pertambakan yang tidak diusahakan lagi. Kondisi
ekosistem mangrove di kabupaten ini secara umum sangat menghawatirkan dan
bisa dipastikan membawa dampak yang signifikan bagi ketersediaan sumber daya
perikanan pantai yang justru menjadi tumpuan kehidupan masyarakat pesisir di
kawasan ini. Menurut Dephut (1997) ketersediaan sumber daya perikanan di pantai
bertipe lumpur sangat bergantung kepada keberadaan ekosistem mangrove yang
sehat sebagai nursery ground, feeding ground, habitat tumbuh, feed suply dan
fungsi-fungsi lain. Purwoko (2005) mendapati bahwa kerusakan ekosistem hutan
mangrove di kawasan pesisir berdampak terhadap penurunan pendapatan
masyarakat nelayan sebesar 33,89 %.
Onrizal (2010) menyatakan bahwa penurunan luas dan kerusakan hutan
mangrove di pesisir timur Sumatera Utara telah menyebabkan (a) meningkatnya
abrasi

pantai

sampai

hilangnya

Pulau

Tapak

Kuda,

(b)

menurunnya

keanekaragaman dan volume hasil tangkap nelayan pesisir dan (c) pada akhirnya
menurunkan pendapatan nelayan secara khusus dan umumnya bagi masyarakat
pesisir pantai. Oleh karena itu, kerusakan hutan mangrove di kabupaten Serdang
Bedagai harus segera dihentikan, kemudian diikuti dengan upaya segera untuk
merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dan dilakukan secara masif dengan
pelibatan aktif seluruh para pihak terkait serta mencegah berbagai aktivitas
pengrusakan terhadap hutan mangrove yang masih tersisa. Dengan demikian,
diharapkan hutan mangrove kembali pulih sehingga mampu mengembalikan
berbagai fungsinya, baik fungsi ekologi, maupun fungsi sosial-ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

34

Berbading lurus dengan penurunan kawasan mangrove di kawasan pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai, luas tambak dari dua periode pengamatan mengalami
penurunan (Grafik 1). Hal ini karena masyarakat pesisir ini umumnya mulai beralih
profesi dimana masyarakat lebih memilih membudidayakan sawit. Secara visual
keadaan tambak saat ini banyak yang telah menjadi lahan kosong, semak,
pemukiman maupun sawit, karena tambak dianggap kurang produktif dan hanya
perusahan swasta serta beberapa masyarakat yang sampai saat ini masih terus
melakukan budidaya ikan di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Tanjung
Beringin.
Tutupan lahan pada wilayah berhutan dari tahun ke tahun semakin
berkurang dikarenakan terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini sejalan dengan semakin
meningkatnya kebutuhan manusia dan dampak gaya hidup modern dimana manusia
telah mengesampingkan aspek lingkungan. Hasil klasifikasi citra pada tahun 2002
luas pemukiman sebesar 9.546 ha kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi
10.445 ha, ini artinya terjadi peningkatan sebesar 899 ha. Hal tersebut di tegaskan
oleh pernyataan Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata
pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan
pemerintah. Peningkatan luas pemukiman dipengaruhi oleh jumlah penduduk,
migrasi maupun potensi ekonomi pada wilayah tersebut. Menurut data BPS
Serdang Bedagai (2014) mencatat bahwa jumlah penduduk serdang bedagai pada
tahun 2005 adalah 599.151 jiwa dan data terakhir pada tahun 2014 jumlah
penduduk Kabupaten Serdang Bedagai meningkat menjadi 606.367 jiwa, ini artinya
kepadatan penduduk di Kabupaten Serdang Bedagai meningkat sebesar 0,23 % per

Universitas Sumatera Utara

35

tahunnya. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan
eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran, ekosistem wilayah pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai mengalami degradasi yang terus memburuk seperti
penurunan produktivitas dan keanekaragaman hayati. Konversi lahan hutan
mangrove menjadi pertanian, sawit, atau pemukiman merupakan konversi terbesar
di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Mata pencaharian penduduk di
suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sandy (1982); Komarsa (2001) yang
menyatakan bahwa faktor sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor
penting yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada
umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak
bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya.
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan isu yang
paling relevan dengan karakteristik wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.
Pemerintah daerah sudah sebaiknya membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah
kepada penggunaan lahan yang tepat dan baik, yang mendukung keberadaan lahan
terbuka hijau. Salah satu cara adalah merencanakan dan menganalisis kebutuhan
lahan terbuka hijau dan bagaimana mempertahankannya serta menjaganya agar
tetap lestari.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Tutupan lahan yang ada di kawasan pesisir Serdang Bedagai memiliki 9 kelas
yaitu pemukiman, badan air, sawah, semak, tambak, hutan mangrove, pertanian
lahan kering campuran, kebun sawit, dan lahan terbuka. Luas tutupan lahan
terbesar pada tahun 2016 adalah pertanian lahan kering campuran seluas 15.725
Ha dan luas tutupan lahan terkecil adalah semak belukar dengan luas 84,64 Ha.
2. Perubahan tutupan lahan dari tahun 2002 ke tahun 2016 adalah sawah menurun
2,59%, mangrove 4,04%, semak belukar 5,16%, tambak 4,99% dan sawah
menurun 2,59%. Terjadi peningkatan kawasan perkebunan sawit sebesar
7,41%, lahan kosong 4,73%, badan air 2,06% dan pemukiman meningkat
1,49%.

Saran
Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam
melakukan pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan dan masukan dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan. Perlu diadakan peninjauan ulang undang
– undang repebulik Indonesia nomor 27 tahun 2007 berdasarkan fakta dan kondisi
di lapangan yang sebenarnya mengenai batas kawasan lahan antara masyarakat dan
pemerintah, mempertegas batas – batas administrasi tentang pengelolaan kawasan
pesisir dan perlu dilakukan perbaikan dengan melakukan rehabilitasi penanaman
kembali vegetasi pesisir untuk mendukung upaya perlindungan kawasan pesisir.

Universitas Sumatera Utara