Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN

LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

HARIANTO 061201029

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN

LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

HARIANTO

061201029/ MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Harianto

NIM : 061201029

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D Riswan S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Departemen Kehutanan


(4)

ABSTRAK

HARIANTO : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.

Penelitian analisis perubahan penutupan lahan telah dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan system informasi geografis(SIG). Identifikasi peta perubahan bentuk penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan Extention Change Detection Arc View Gis 3,3 pada citra Landsat ETM tahun 2002, 2006 dan 2009 (hasil digitasi skala 1: 250.000) diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan (manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak).

Hasil analisis bentuk perubahan tutupan lahan pada tahun 2002-2006 yakni hutan manggrove berkurang 39,713%, sawah berkurang 34,836%, sungai berkurang 1,089 dan tambak berkurang 24,362%. Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2006 – 2009 yakni hutan manggrove berkurang 35,258%, sawah 29,150%, sungai 0,713% dan tambak 34,879%. Perubahan tutupan lahan tahun 2002 – 2009 yaitu hutan manggrove berkurang 36,315%, sawah 31,691%, sungai 0,768 dan tambak 31,225%. tutupan lahan pemukiman dan perkebunan terus – menerus mengalami penambahan luasan. Untuk tutupan lahan pemukiman dan perkebunan dari tahun ketahun terus – menerus mengalami penambahan luasan.


(5)

ABSTRACT

Harianto : Mapping Land Level Changes in the coastal village of Serdang

Bedagai Supervised by Rahmawaty and Riswan

The study of land cover change analysis had been conducted using remote sensing methods (remote sensing) and geographic information systems (GIS). The identification of shape changes in land cover maps by using extensions Change Detection Arc View GIS 3.3 on Landsat ETM 2002, 2006 and 2009 (the digitized scale 1: 250,000) obtained 6 (six) classes of land cover (mangrove, settlements, plantations , fields, rivers and -ponds).

Results of analysis of land cover changes in the year 2002-2006 is, mangrove forests reduced 39.713%, 34.836% reduced rice fields, rivers and ponds reduced reduced 1.089 24.362%. Results of land cover change in 2006 - 2009 which reduced the mangrove forests 35.258%, 29.150% rice fields, rivers and ponds 0.713% 34.879%. Changes in land cover in 2002 - 2009 which reduced the mangrove forests 36.315%, 31.691% rice fields, rivers and ponds 0.768 31.225%. land cover settlements and plantations continue - constantly experiencing the addition of an area. For residential and farm land cover from year to year continue - constantly experiencing the addition of an area.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kerasaan II Kabupaten Simalungun pada tanggal 4 Agustus 1987 dari pasangan yang berbahagia ayahanda Paeran dan ibunda Nurati. Penulis merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kerasaan II lulus tahun 2000, pendidikan lanjutan di SMP SATYRA BUDI lulus tahun 2003, pendidikan menengah di SMA N 2 Bandar lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk ke PTN USU pada program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Geodesi dan Kartografi, Inventarisasi Hutan, Keteknikan Hutan, dan Ilmu Ukur Kayu. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) RABBANI dan Tim Syuro’ Fakultas Pertanian (TSFP). Pada tahun 2007 penulis pernah menjabat posisi strategis sebagai Wakil Ketua Badan Kenaziran Mushola Baitul Asyjaar Kehutanan USU dan pada tahun 2009-2010. Selain itu, penulis aktif dalam organisasi eksternal kampus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan mangrove Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu dan hutan pegunungan Tangkahan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Musi Hutan Persada (MHP) Pelambang. Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pemetaan Tingkat Perubahan Lahan di Desa Pesisir Serdang Bedagai” dibawah bimbingan Ibu Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D ketua komisi pembimbing dan Bapak Riswan S.Hut selaku anggota komisi pembimbing.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul Evaluasi Kerusakan Lahan Ekosistem Hutan Manggrove diKabupaten Serdang Bedagai.

Pada Kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada Ibu Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Bapak Riswan S.Hut selaku ketua dan komisi pembimbing yang telah membimbing dan telah memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, mencari literatur dan sampai melakukan penelitian.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan usulan penelitian ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih.

Medan, Maret 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Pesisir ... 4

Hutan Mangrove ... 5

Fungsi mangrove ... 9

Gambaran Kerusakan Mangrove ... 10

Penyebab Kerusakan Mangrove ... 12

Tingkat pendapatan masyarakat yang relative rendah ... 12

Penebangan liar (Illegal logging) ... 12

Pembukaan tambak udang secara liar ... 13

Presepsi yang keliru tentang mangrove ... 13

Lemahnya penegakan hukum ... 14

Sistem Informasi Geografis ... 14

Pengertian dan fungsi GIS ... 14

Komponen dasar dalam penggunaan GIS ... 16

Sub-sistem GIS ... 17

Sistem Satelit Landsat ... 18

Aplikasi GIS ... 20

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 22

Bahan dan Alat ... 23

Prosedur Penelitian ... 23

Pengumpulan data ... 23

Analisis data ... 24

Pembuatan penutupan lahan ... 24

Perubahan penutupan lahan ... 29


(9)

Survey lapangan ... 32

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak wilayah ... 33

Pemerintahan ... 33

Kecamatan Pantai Cermin ... 34

Kecamatan Bandar Kalipah ... 34

Kecamatan Tanjung Beringin ... 35

Kecamatan Perbaungan ... 36

Kecamtan Teluk Mengkudu ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Tutupan Lahan ... 38

Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 41

Perubahan Tutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 46

Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Desa Pesisir Sergei ... 48

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002 - 2006 ... 48

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2006 - 2009 ... 56

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002 - 2009 ... 64

Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Kecamatan Pesisir Sergei ... 68

Perubahan bentuk lahan di kecamatan tahun 2002-2006 ... 68

Perubahan bentuk lahan di kecamatan tahun 2006-2009 ... 70

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 73

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Keanekaragaman jenis tumbuhan manggrove di beberapa negara ... 7

2. Perubahan penggunaan lahan dan budi daya tambak di pesisir timur Sumatera Utara tahun 1977 dan 1988/1989 ... 8

3. Deskripsi singkat band dalam Landsat TM 7 dan kegunaannya... 17

4. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ... 38

5. Analisis tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Sergei ... 46

6. Bentuk-bentuk dan luas perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 – 2006 ... 49

7. Bentuk-bentuk dan luas perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 – 2009 ... 57

8. Perubahan bentuk tutupan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 – 2006 ... 69

9. Perubahan bentuk tutupan lahan di kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 – 2009 ... 70


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 22

2. Tahapan analisis citra dengan metode digitasi onscreen ... 25

3. Analisis perubahan tutupan lahan dengan change detection ... 30

4. Analisis peruabahn tutupan lahan di kecamatan pesisir Sergei ... 31

5. Peta hasil digitasi Onscreen pada citra Landsat ... 38

6. Tipe penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 41

7. Perubahan tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 , 2006 dan 2009 ... 46

8. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2006 ... 51

9. Peta bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2006 ... 53

10. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 - 2009 ... 59

11. Perubahan tutupan lahan sungai menjadi perkebunan ... 61

12. Perubahan tutupan lahan tambak menjadi perkebunan ... 62

13. Peta bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2006 - 2009 ... 63

14. Bentuk perubahan penutupan lahan manggrove desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2009 ... 65

16. Peta bentuk perubahan penutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002 - 2009 ... 67


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Nama – nama desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 75 2. Jumlah penduduk desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai ... 77 3. Titik Koordinat Lapangan ... 77


(13)

ABSTRAK

HARIANTO : Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.

Penelitian analisis perubahan penutupan lahan telah dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan system informasi geografis(SIG). Identifikasi peta perubahan bentuk penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan Extention Change Detection Arc View Gis 3,3 pada citra Landsat ETM tahun 2002, 2006 dan 2009 (hasil digitasi skala 1: 250.000) diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan (manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak).

Hasil analisis bentuk perubahan tutupan lahan pada tahun 2002-2006 yakni hutan manggrove berkurang 39,713%, sawah berkurang 34,836%, sungai berkurang 1,089 dan tambak berkurang 24,362%. Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2006 – 2009 yakni hutan manggrove berkurang 35,258%, sawah 29,150%, sungai 0,713% dan tambak 34,879%. Perubahan tutupan lahan tahun 2002 – 2009 yaitu hutan manggrove berkurang 36,315%, sawah 31,691%, sungai 0,768 dan tambak 31,225%. tutupan lahan pemukiman dan perkebunan terus – menerus mengalami penambahan luasan. Untuk tutupan lahan pemukiman dan perkebunan dari tahun ketahun terus – menerus mengalami penambahan luasan.


(14)

ABSTRACT

Harianto : Mapping Land Level Changes in the coastal village of Serdang

Bedagai Supervised by Rahmawaty and Riswan

The study of land cover change analysis had been conducted using remote sensing methods (remote sensing) and geographic information systems (GIS). The identification of shape changes in land cover maps by using extensions Change Detection Arc View GIS 3.3 on Landsat ETM 2002, 2006 and 2009 (the digitized scale 1: 250,000) obtained 6 (six) classes of land cover (mangrove, settlements, plantations , fields, rivers and -ponds).

Results of analysis of land cover changes in the year 2002-2006 is, mangrove forests reduced 39.713%, 34.836% reduced rice fields, rivers and ponds reduced reduced 1.089 24.362%. Results of land cover change in 2006 - 2009 which reduced the mangrove forests 35.258%, 29.150% rice fields, rivers and ponds 0.713% 34.879%. Changes in land cover in 2002 - 2009 which reduced the mangrove forests 36.315%, 31.691% rice fields, rivers and ponds 0.768 31.225%. land cover settlements and plantations continue - constantly experiencing the addition of an area. For residential and farm land cover from year to year continue - constantly experiencing the addition of an area.


(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kawasan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Selain menempati wilayah yang sangat luas, kawasan pesisir yang terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah tersebut memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumberdaya alam seperti ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi. Kemudahan akses terhadap kawasan pesisir cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir ditahun-tahun mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumber daya ekonomi maupun pemanfaatan ruang.

Secara geografis, letak wilayah pesisir yang berada di antara daratan dan lautan, menyebabkan tingginya tingkat keterkaitan dan saling mempengaruhi antara ekosistem di daratan dengan ekosistem di pesisir. Hal ini mengakibatkan wilayah pesisir sangat rentan terhadap berbagai dampak kegiatan yang dilakukan di daerah atas (hulu). Pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di daratan terutama yang terletak pada ekosistem daerah aliran sungai dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat memberikan kontribusi dan keuntungan finansial yang sangat besar bagi pembangunan. Namun apabila pemanfaatan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan karakteristik sumber dayanya maka dampak berupa kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya akan sangat besar.

Salah satu sumber daya alam yang penting di kawasan pesisir adalah ekosistem mangrove. Mangrove merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, dengan tipologi vegetasi utamanya berupa hutan bakau (sebutan yang lazim


(16)

digunakan untuk menyebut ekosistem hutan pada lahan pasang surut di pantai berlumpur). Umumnya ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam (natural resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat. Lokasi ekosistem mangrove mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan yang sudah cukup terbuka/berkembang. Selain itu, potensi ekonomi hutan mangrove cukup tinggi dan didukung oleh kemudahan pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hubungan antar ekosistem dan antar sektor yang sangat kuat di wilayah pesisir mendorong laju kerusakan ekosistem mangrove.

Kerusakan ekosistem hutan mangrove telah terjadi di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Salah satu faktor kerusakannya menurut Onrizal dan Cecep (2008) adalah konversi lahan untuk tambak dan pengambilan pohon mangrove untuk kayu arang. Dapat dilihat pada tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada tingkat semai dan panjang, sedangkan pada tingkat pohon tidak dijumpai. Hal ini juga terjadi pada kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan laporan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (2010) bahwa kawasan luas hutan mangrove mengalami penurunan ditandai dengan rendahnya angka kecukupan luas hutan dan penutupan hutan, hanya meliputi angka 3,57% kawasan hutan dengan kondisi kritis, dibawah jauh dari angka minimal 30%.

Dengan memperhatikan fenomena di atas, maka diperlukan data-data spasial kawasan pesisir yang berguna dalam pemanfaatan dan pengelolaaan sumberdaya dan ruang di kawasan pesisir yang direncanakan secara berkelanjutan. Maka perlu diadakan penelitian tentang penutupan dan perubahan


(17)

lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penutupan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

2. Untuk mengetahui perubahan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

3. Untuk mengetahui perubahan tutupan lahan kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi para stake holder pengelolaan ekosistem mangrove pesisir di Kabupaten Serdang bedagai maupun bagi kalangan akademisi dan dunia ilmu pengetahuan yaitu diperolehnya data-data ilmiah berbasis spasial tentang perubahan lahan yang terjadi pada ekosistem mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Pesisir

Menurut Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan. Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dengan memperhatikan aspek kewenangan daerah di wilayah laut, dapat disimpulkan bahwa pesisir masuk ke dalam wilayah administrasi daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota.

Provinsi Sumatera Utara terletak pada pesisir geografis antara 1°- 4° LU dan 98° - 100° BT dengan luas areal 711.680 km² (3,72% dari luas areal Republik Indonesia). Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km terdiri dari 7 Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara menurut Nurdin (2004) dapat dikelompokkan menjadi 2 wilayah yaitu:


(19)

1. Wilayah up-land adalah kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) yang merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan dibawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut). Yang termasuk wilayah

up-land adalah Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Langkat,

Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai

2. Wilayah low-land adalah daerah aliran sungai (DAS) yang masih dipengaruhi oleh pasang surut pada keenam Kabupaten/Kota tersebut sampai 4 mil ke arah laut.

Peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir, pembuangan limbah ke laut, erosi pantai (abrasi), akresi pantai (penambahan pantai) dan sebagainya. Dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan taraf hidupnya, manusia melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan sumberdaya alam sehingga berpengaruh terhadap lingkungan di wilayah pesisir khususnya garis pantai. Kerusakan pantai (abrasi) sepanjang pantai disebabkan oleh fenomena alam dan oleh masyarakat yang mengambil pasir diperairan pantai. Sedangkan penambahan pantai (akresi) disebabkan oleh masyarakat setempat dengan membuat tanggul pantai kearah laut untuk dijadikan sebagai lahan tambak (Tarigan, 2007).

Hutan Mangrove

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan


(20)

berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh subur dan luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai yang tidak ada sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh (Irwanto, 2006).

Pembagian kawasan mangrove berdasarkan perbedaan penggenaannya Arief (2003) adalah sebagai berikut:

1. Zona proksimal yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis Rizophora mucronata, Rizophora

apiculata dan Soneratia alba.

2. Zona midle yaitu kawasan (zona) yang terletak di antara laut dan darat. Pada zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis Sonneratia caseolaris,


(21)

Rizhopora alba, Bruguera gymnorrhiza, Avicenia marina, Avicenia officinalis

dan Ceriops tagal.

3. Zona distal yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis Heritiera hitoralis, Pongamia, Pandanus spp, dan

Hibiscus tiliaceus.

Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove yang paling tinggi (101 jenis), sementara itu Victoria – Australia dan Selandia Baru hanya mempunyai satu jenis mangrove (Avicennia marina). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di beberapa negara

No Negara Jumlah Jenis Pustaka

1. Indonesia 101 Kusmana (1993a)

2. Malaysia (Matang) 30 Chan (1989)

3. Thailand 92 Aksornkoea (1993)

4. Burma 48 Myint and Soe (1985)

5. Vietnam 40 Ross (1975)

6. Filipina 78 Arroyo (1979)

7. Papua New Guinea 24 Paijman and Rollet (1977) 8. Brunei Darusalam 49 Salleh and de Silva (1989) 9. Quesland (Australia) 33 Well (1983)

10. Fujian (cina) 6 Peng and Xin Men (1983)

11. Kyusu (Jepang) 7 Nakasuga (1979)

12. Victoria 1 Wells (1983)

13. Selandia Baru 1 Chapman (1983)

14. Fiji 50 Walting (1986)

Sumber : Cecep Kusmana, 1996

Dalam hal fauna, secara umum hutan mangrove berasosiasi dengan fauna laut dan darat. Fauna darat misalnya monyet ekor panjang (Macaca spp.), biawak (Varanus salvator), burung, ular dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi oleh Moluska dan Krustase. Golongan Moluska umumnya didominasi oleh

Gastropoda, sedangkan golongan Krustase didominasi Brachyura. Dalam hal ini


(22)

Sumber : Onrizal, 2010.

Perubahan luas hutan mangrove primer menjadi hutan mangrove sekunder disebabkan oleh aktivitas penebangan, baik untuk industri kayu arang maupun kayu bakar dan perancah. Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan, perkebunan, permukiman dan areal pertanian lainnya. Selain itu, areal hutan mangrove juga berkurang akibat abrasi yang diawali oleh rusaknya tegakan hutan mangrove akibat konversi dan penebangan dalam skala yang besar. Perubahan penggunaan lahan dan dampak budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan dan dampak budidaya udang tambak di pesisir timur Sumatera Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989

Dampak terhadap tutupan hutan mangrove/penggunaan lahan antara tahun 1977 dan 1988/1989

Langkat Deli

Serdang Asahan

Labuhan

Batu Total

Hutan sekunder di lahan bekas

hutan primer 1.127 1.060 2.879 4.461 9.527 Hutan sekunder di bekas lahan

garapan 1.262 3.097 1.098 2.363 7.820

Hutan gundul di bekas hutan

primer 72 112 249 106 539

Hutan gundul di bekas hutan

sekunder 5 43 0 22 70

Tambak yang sudah ada tahun

1977 0 308 0 0 308

Tambak udang yang berlokasi di

bekas hutan primer 2.394 3.078 808 14 6.294 Tambak udang yang berlokasi di

bekas hutan sekunder 835 696 108 18 1.657 Tambak udang yang berlokasi di

bekas lahan garapan 1.233 1.012 137 0 2.382 Luas total perubahan dari hutan

primer dan hutan belukar sekunder 3.229 3.774 916 32 7.951 Luas garapan yang berlokasi di

bekas hutan primer 1.104 1.184 3.505 1.218 7.011 Luas garapan yang berlokasi di

bekas hutan sekunder 1.281 403 2.444 913 5.041 Areal hutan primer dalam luasan <

50 ha 1.261 1.329 477 328 3.395

Areal hutan sekunder dalam luasan


(23)

Hutan mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara yang terletak di sistem lahan KJP (kajapah) dan PTG (putting) disusun oleh 20 jenis flora mangrove, dengan jenis paling dominan adalah Avicenia marina yang merupakan jenis pionir. Tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada tingkat semai dan pancang, sedangkan tingkat pohon tidak dijumpai, sehingga tergolong hutan mangrove muda. Parameter tanah dan kualitas air yang penting bagi pertumbuhan mangrove, secara umum tidak melampaui ambang batas yang diperkenankan, kecuali potensi pirit yang terdapat di kedua sistem lahan yang akan mengancam pertumbuhan mangrove jika tidak segera teratasi, karena bersifat racun bagi tumbuhan (Kusmana dan Onrizal, 2008).

Fungsi Mangrove

Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan

tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut, kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah tersebut. Pada daerah ini akan terdapat ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan ekosistem estuari yang saling berpengaruh antara ekosistem


(24)

yang satu dengan lainnya. Dengan demikian, terjadinya kerusakan/gangguan pada ekosistem yang satu tentu saja akan mengganggu ekosistem yang lain. Sebaliknya keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir khususnya para nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya (Sudarmadji, 2001).

Hutan mangrove tidak hanya merupakan ekosistem berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang, reptil dan mamalia, tetapi akarnya yang kuat mampu menahan gelombang, abrasi pantai dan intrusi air laut. Bahkan akarnya mampu menetralkan berbagai senyawa beracun yang terbawa air laut. Disamping itu hutan mangrove juga menjadi tempat berkembang biaknya satwa liar seperti elang Bondol (Halistur indus), burung raja udang (Halcyon chloris), belibis (Dendrocygna SP), dan teruwok (Amaurornis phoenicurus). Bahkan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan bekantan (Nasalis larvatus) juga hidup di hutan mangrove. Sejak dahulu, mangrove digunakan sebagai kayu bakar bagi penduduk local (Ambarwulan dkk, 2003).

Gambaran Kerusakan Ekosistem Mangrove

Pada dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki boundary yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 s/d tahun 1997 untuk pulau Sumatera sebesar 3.391.400 ha atau sebesar 61 %. Contoh


(25)

kasus lokal di kawasan Hutan Mangrove Kabupaten Langkat dan Deli Serdang (termasuk Serdang Bedagai) yang diteliti dilaporkan oleh Purwoko dan Onziral (2001) yang menyatakan bahwa berdasarkan kondisi ekosistem yang dijumpai tersebut, kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan lagi bagi vegetasi dan satwa untuk berlindung dan beregenerasi secara alami.

Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan sumber daya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Kasus-kasus adanya keluhan penurunan hasil tangkapan oleh nelayan menurut laporan Ramli dan Purwoko (2003) terjadi di beberapa tempat seperti di Pantai Cermin, Pantai Labu, Secanggang, Pantai Pandan dan Sei Berombang.

Di Kabupaten Serdang Bedagai, hutan mangrove umumnya memiliki tingkat keterbukaan wilayah yang tinggi dan relatif dekat dengan sentra-sentra kegiatan perekonomian masyarakat. Kondisi ini membuat hutan mangrove di Kabupaten Serdang Bedagei memiliki interaksi sosio-ekosistem yang tinggi. Menurut Purwoko dan Onrizal (2002), interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan biasanya membawa dampak yang cukup serius terhadap ekosistem kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya. Dari satu sisi, hal ini mengindikasikan bahwa keterlibatan sektor kehutanan dalam perekonomian dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif. Namun di sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya terhadap perekonomian wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius. Padahal kelestarian ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai satu-satunya cara untuk


(26)

mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan ekosistem kehidupan di sekitar kawasan pesisir.

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Kerusakan hutan mangrove merupakan permasalahan yang kompleks yang terdapat pada berbagai level kegiatan yang pada akhirnya mempengaruhi ekosistem mangrove secara menyeluruh. Permasalahan-permasalahan utama yang melatar belakangi terjadinya degradasi hutan mangrove di Sumatera Utara menurut Passaribu (2004) tidak terlepas dari :

1. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah

Kebanyakan masyarakat di kawasan pesisir bekerja sebagai nelayan tradisional. Meskipun cukup potensial namun tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir relatif masih rendah jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Hal ini disebabkan terbatasnya peralatan yang dimiliki nelayan tradisional yang mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan penghasilan nelayan. Dalam satu bulan nelayan tradisional hanya efektif bekerja 20 hari. Untuk mengisi waktu saat tidak melaut nelayan melakukan pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan seperti beternak kepiting, ikan kerapu dan mencari kayu bakar. Pencarian kayu bakar dilakukan di hutan mangrove di sekitar mereka dengan penebangan yang tidak memenuhi aturan sehingga mengakibatkan percepatan kerusakan.

2. Penebangan liar (illegal logging)

Kayu mangrove termasuk bahan baku terbaik dalam pembuatan arang, yang bernilai ekonomi untuk dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor ke luar negeri terutama Jepang. Dampak dari tingginya nilai arang bakau di pasaran


(27)

mengakibatkan masyarakat mendirikan dapur arang yang beroperasi secara liar. Untuk memenuhi bahan bakar tidak jarang masyarakat melakukan penebangan liar di kawasan lindung dan sempadan pantai yang seyogianya terlarang bagi pengambilan kayu. Izin yang dikeluarkan bagi pengusaha dapur arang sebanyak 42 izin tetapi terdapat 250 dapur arang lainnya yang beroperasi secara liar di Kabupaten Langkat.

3. Pembukaan tambak udang secara liar

Peningkatan harga udang di pasaran nasional sejak tahun delapan puluhan, menyebabkan banyak masyarakat membuka lahan tambak di daerah pantai yang menimbulkan konversi lahan. Kawasan mangrove berubah menjadi hamparan tambak dan kerusakan mangrove di perparah oleh kurangnya kesadaran pengusaha dan masyarakat dalam melakukan pelestarian di daerah lindung dan sempadan. Pembukaan tambak tidak hanya dilakukan di kawasan hutan produksi yang secara umum diperkenankan, juga dijumpai oknum-oknum tertentu melakukan ekstensifikasi tambak sampai ke hutan lindung.

4. Persepsi yang keliru tentang mangrove

Banyak masyarakat maupun birokrat yang berhubungan dengan bidang kesehatan mempunyai pandangan yang keliru tentang mangrove. Mangrove dianggap sebagai tempat kotor untuk tempat bersarang dan berkembang biak nyamuk malaria, lalat dan berbagai jenis serangga lainnya. Hal ini telah mendorong terjadinya pembabatan mangrove yang berlebihan untuk mengatasi timbulnya wabah penyakit.


(28)

5. Lemahnya penegakan hukum

Pada dasarnya telah banyak peraturan perundangan yang bertujuan untuk mengatur dan melindungi sumberdaya mengrove melalui cara-cara pengelolaan yang didasarkan pada prinsip-pirnsip kelestarian namun demikian belum dibarengi dengan pelaksanaan penegakan hukum yang memadai. Sehingga dari waktu ke waktu semakin banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan tanpa adanya upaya penegakan hukum yang berarti.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pengertian dan fungsi SIG

Sistem informasi geografis (SIG) adalah Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (UNDP, 2007). SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

Sistem Informasi Geografis mempunyai tiga fungsi utama yaitu : (1) menyimpan, mengelola dan mengintegrasikan sejumlah data spasial yang telah


(29)

diambil, (2) mengartikan dan menganalisis data komponen geografis yang berhubungan secara khusus, (3) mengorganisasikan dan mengelola sejumlah data dengan berbagai cara sehingga informasi dapat diperoleh dengan mudah oleh para pengguna (Budiyanto, 2002).

Sistem Informasi Geografis (SIG) sudah cukup lama dikenal sejak awal tahun 1960 di Kanada dan Amerika Serikat, yang saat itu banyak digunakan untuk keperluan Land Information System. Saat ini SIG sudah banyak digunakan untuk keperluan lain seperti pengembangan wilayah, perpetaan, lingkungan dan sebagainya. SIG mulai dimanfaatkan di Indonesia pada awal tahun 1980 terutama dalam pembuatan peta, pengelolaan wilayah, analisis lingkungan dan agraria. Teknologi ini pada dasarnya memiliki ciri dapat memasukkan, menyimpan, mengolah dan menyajikan data dalam suatu sistem komputer, dengan data dapat berupa gambar maupun tulisan atau angka (Sukojo, 2003).

Komponen dasar dalam penggunaan SIG

Menurut Anam (2005), komponen yang membangun SIG ada lima bagian yaitu :

1. Perangkat Lunak (Software)

Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS dan juga perangkat software pendukung lainnya yaitu operating system dan software database lainnya seperti oracle.

2. Perangkat Keras (Hardware)

Hardware komputer ini digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS. Dan

juga komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter,


(30)

3. Sumberdaya Manusia

Untuk menjalankan GIS diperlukan operator komputer GIS, untuk pembuatan aplikasi GIS dibutuhkan ahli programmer, untuk mendesain suatu sistem GIS diperlukan ahli analisis system GIS.

4. Data

Komponen ini sangat menentukan kualitas informasi dari output GIS. Pemahaman sistem data, termasuk didalamnya adalah sistem referensi spasial. 5. Metode

Metode adalah prosedur atau ketentuan pembangunan GIS. Sub-sistem SIG

Anam (2005) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu :

1. Input Data

Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid. Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori : a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus,

catatan lapangan dan data tabuler lainnya.

b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.

c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari satelit (Landsat, SPOT, NOOA).


(31)

2. Pemrosesan Data

Pemrosesan terdiri dari manipulasi dan analisis data. Fungsi dari manipulasi dan analisis data dilakukan untuk kepentingan geometrik yang digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pencarian lokasi atau luas areal yang sesuai dengan kriteria tertentu atau dapat pula dalam pencarian informasi yang ada dalam suatu tempat tertentu. Manipulasi dilakukan dengan rotasi, pengubahan dan penskalaan koordinat, konversi koordinat geografi, registrasi, analisis spasial dan statistik. Analisis data yang ada pada database dilakukan dengan menggunakan overlaying beberapa layer tematik yang berkaitan.

3. Output Data

Output dari SIG dapat berupa peta hasil cetak warna, peta digital, dan data tabuler. Peta hasil cetak dapat berupa peta garis (dengan menggunakan plotter) maupun peta biasa (dengan menggunakan printer).

Sistem Satelit Landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3. Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor Thematic Mapper (TM).

Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran terutama dititikberatkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi Tabel 2. Sedangkan landsat TM mempunyai band 7, untuk deskripsi singkat


(32)

tentang kegunaan masing-masing band dapat dilihat pada Tabel 3. Terakhir kalinya akhir era 2000- an NASA menambahkan penajaman sensor band pankromatik yang ditingkatkan resolusi spasialnya menjadi 15m x 15m sehingga dengan kombinasi didapatkan citra komposit dengan resolusi 15m x 15 m.

Tabel 2. Saluran Citra Landsat TM Saluran Kisaran

Gelombang (µ m) Kegunaan Utama

1 0,45 – 0,52

Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.

2 0,52 – 0,60

Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat

3 0,63 – 0,69

Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil

4 0,76 – 0,90

Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.

5 1,55 – 1,75

Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.

6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

7 10,40 – 12,50

Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.

8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang


(33)

Tabel 3. Deskripsi Singkat Band Dalam Landsat TM7 dan Kegunaannya Band Contoh aplikasi

1 Pemetaan wilayah pantai dan perairan, pembuatan batimetri, pemetaan sedimentasi

2 Pemetaan vegetasi, identifikasi reflektansi klorofil

3 Identifikasi absorbsi klorofil, pembedaan spesies tumbuhan, dan biomasa 4 Spesiaes vegetasi, biomasa, kelembaban tanah

5 Pembatasan fenomena tanah dan tumbuhan, pemetaan wilayah pemukiman

6 Pemetaan evapotranspirasi, pemetaan suhu permukaan, kelembaban tanah

7 Geologi, pemetaan tipe batuan dan mineral, pembatasan badan air, pemetaan tingkat kelembaban tumbuhan

Sumber : Indrawan Suryadi, 2007

Citra penginderaan jauh sangat bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan pesisir karena daerah yang sulit dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan dengan menggunakan citra. Dengan menggunakan citra, subyektifitas dalam pengukuran obyek bisa ditekan, meskipun dalam proses klasifikasi ketelitiannya juga masih sangat tergantung pada keahlian, pengalaman maupun pengenalan akan wilayah kajian yang dimiliki oleh interpreter. Semakin baik pengetahuan interpreter mengenai karakteristik citra dan kondisi penutup lahan di wilayah kajian, maka hasil klasifikasi akan semakin teliti. Namun demikian, ketelitian hasil juga sangat tergantung pada resolusi spasial citra. Sebagai contoh, citra satelit Landsat dengan ukuran piksel 30 x 30 meter (900 m2), maka obyek pada luasan satu piksel yang lebih kecil dari ukuran tersebut tidak dapat dirinci lagi. Kelas obyek yang muncul adalah obyek yang dominan (Ambarwulan dkk, 2003). Aplikasi SIG

Penggunaan GIS telah banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti : pertanian, militer, pemasaran, industri, transportasi, lingkungan, dan kehutanan. Salah satu aplikasi penggunaaan GIS banyak digunakan dalam pengelolaan


(34)

sumber daya alam karena GIS merupakan suatu alat manajemen yang ampuh untuk perencanaan dan pengelolaan. Beberapa aplikasi GIS dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam antara lain : perubahan penggunan lahan, inventarisasi hutan, penilaian dampak lingkungan, perencanaan jalan, pelacakan spesies terancam punah, kemampuan klasifikasi penilaian dan penggunaan lahan (Rahmawaty, 2002).

Salah satu aplikasi GIS untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang telah dilakukan oleh Rahmawaty (2009) pada DAS Besitang Sumatera Utara dengan membandingkan perubahan lahan tahun 1990 , 2001 dan 2006. Kemudian Purwoko dkk (2006) menggunakan GIS untuk analisis perubahan fungsi lahan di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat dengan menggunakan citra satelit Landsat hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan luas areal hutan mangrove primer yaitu sebesar 4.905,98 ha (64,27%). Sementara, terdapat peningkatan luas pada bentuk-bentuk penutupan lahan/penggunaan ruang seperti hutan mangrove sekunder sebesar 4123,89 ha (54,04%), tambak sebesar 350,51 ha (4,55%), badan air sebesar 102,53 ha (1,34%), lahan kosong 291,45 ha (3,82%) dan pemukiman sebesar 37,47 ha (0,48%).

Sistem Informasi Geografis (SIG) banyak digunakan dalam bidang ilmu penelitian, salah satunya untuk mengetahui perubahan luasan mangrove di pantai timur Ogan Komering Ilir (OKI) provinsi Sumatera Selatan menggunakan data citra Landsat TM diperoleh bahwa distribusi dan luasan mangrove mengalami penurunan, karena adanya konversi besar-besaran dalam kurun waktu 11 tahun (1992-2003). Penurunan luas mangrove tersebut diiringi dengan meningkatnya


(35)

luas pemukiman dan lahan terbuka, serta timbulnya kelas baru pada daerah mangrove yaitu pertambakan. Kondisi luasan total hutan mangrove di sepanjang Pantai Timur OKI pada tahun 1992 sebesar 56.418,57 ha, 8 tahun kemudian (2000) menyusut menjadi 47.781 ha lalu pada tahun 2003 luasannya hanya 32.021, 64 ha (Ridho dkk, 2006).


(36)

Peta Negara Indonesia Peta Sumatera Utara

Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Desember 2010, dengan perincian pada bulan Agustus sampai September 2010 kegiatan pengumpulan data, pada bulan September sampai November 2010 kegiatan menganalisis data dan pada bulan November sampai Desember 2010 kegiatan ground check lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 23 desa. Pada kecamatan Pantai Cermin sebanyak 7 (tujuh) desa, kecamatan Perbauangan sebanyak 1 (satu) desa, kecamatan Teluk Mengkudu sebanyak 7 (tujuh) desa, kecamatan Tanjung Beringin sebanyak 5 (lima) desa dan kecamatan Bandar Khalifah sebanyak 3 (tiga) (Gambar 1). Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(37)

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data spasial dan non spasial untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian

Jenis Data Nama Data Sumber Tahun Keterangan

Data spasial

Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2002 Bagus Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2006 Rusak Citra Landsat ETM 7 www.glovis.usgs.gov 2009 Rusak Peta Administrasi Kab. Sergei Dishut Sumatera Utara 2008 Bagus Peta RBI lokasi penelitian Dishut Sumatera Utara 2008 Bagus Data Non

spasial

Penggunaan / penutupan lahan Hasil interpretasi dan klasifikasi citra

2010 -

Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas 8.5 dan software ArcView GIS 3.3, Global

Positioning System (GPS), kamera, kalkulator, seperangkat peralatan survei

lapangan dan alat tulis serta printer untuk mencetak peta dan data.

Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan data

Dari sumbernya data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan cara pengecekan langsung di lapangan pada lokasi penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa citra Landsat TM tahun 2002, 2006 dan 2009 Kabupaten Serdang Bedagai, Peta Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai, dan peta rupa bumi kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah penelitian.


(38)

Pada tahap ini dilakukan pra survey di wilayah yang akan diteliti. Adapun persiapan yang diperlukan diantaranya adalah persiapan administrasi berupa perizinan untuk melakukan penelitian, transportasi menuju wilayah penelitian, serta literatur – literatur yang mendukung penelitian. Pada tahap ini ditentukan juga kapan waktu pelaksanaan kegiatan pengambilan data di lapangan.

Tutupan lahan yang dianalisis pada penelitian ini sebanyak 6 (enam) kelas. Banyaknya kelas penutupan/penggunaan lahan berdasarkan hasil survey awal yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan kemampuan citra Landsat yang berkaitan dengan resolusi spasialnya 30 x 30 m untuk setiap pixel pengamatan. Adapun tutupan lahan yang dianalisis meliputi : hutan manggrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak.

2. Analisis Data

2.1 Pembuatan Penutupan Lahan

Pembuatan tutupan lahan merupakan tahap yang paling penting dalam analisa data. Kegiatan dilakukan dengan manggunakan alat digitizer atau menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi onscreen yang dilakukan pada masing-masing citra. Proses dalam pembuatan tutupan lahan dari mulai awal sampai akhir kegiatan adalah sebagai berikut:

2.1.1 Citra pembuatan peta penutupan lahan

Citra Landsat TM 7 dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta penggunaan lahan (Land Use) dari kawasan yang diteliti. Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) pengelolaan citra Landsat TM 7 bertujuan untuk mengekstrak informasi-informasi yang terdapat pada citra baik yang bersifat informasi spasial maupun informasi deskriptik, dimana semua proses pengelolaan dilakukan secara


(39)

Gambar 2. Tahapan Analisis Citra Landsat dengan Metode Digitasi Onscreen digital dengan bantuan komputer. Kegiatan dalam menganalisis penutupan lahan masing-masing citra (2002, 2006 dan 2009) dapat dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 2.

Citra Landsat 129/57

Citra Landsat 128/58

Mosaik Image

Subset image

Koreksi Citra

Perbaikan Citra ( Imange Enhacement)

Interpretasi Citra

Peta Penutupan Lahan

Digitasi Onscreen

Citra Terkoreksi No


(40)

2.1.1.1 Mosaik image

Mosaik image adalah penggabungan dua citra atau lebih yaitu menggabungkan citra Landsat TM 7 Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002, 2006 dan 2009 yang terdiri dari Path 129 Row 57 dan Path 129 Row 58. Pada kegiatan mosaik image dilakukan pada program Arc View Gis 3.3 dengan menggunakan Extention Image Analisys yang tersedia pada program.

Tahapan dalam proses mosaik image pada masing-masing citra adalah sebagai berikut :

1. Buka citra tahun 2002 Path Rows 129 57, Path Rows 128 58 pada jendela View.

2. Dengan bantuan Extention Image Analisys lakukan proses mosaik dan tunggu samapai proses selesai.

3. Lakukan hal yang sama pada citra tahun 2006 dan citra tahun 2009. Sehingga pada proses mosaik citra ini diperoleh tiga (3) citra Landsat.

2.1.1.2 Subset image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah

kawasan yang akan diteliti dari hasil mosaik citra. Kegiatan subset image citra dilakukan pada program Erdas Imagine 8.5. Adapun tahapan dalam proses subset

image adalah:

1. Buka citra hasil mosaik pada program Erdas Imagine 8.5 2. Tentukan poligon acuan yang digunakan untuk mensubset citra

3. Poligon acuan subset pertama digunakan untuk subset citra selanjutnya sehingga diperoleh tiga (3) citra bentuk yang sama.


(41)

2.1.1.3 Koreksi citra

Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, media antara, dan objeknya sendiri sehingga dipulihkan kembali. Kegiatan dalam koreksi citra dalam penelitian adalah koreksi geometris.

Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) koreksi geometris disebabkan oleh pergeseran posisi terhadap sistem koordinat referensi dengan menggunakan data titik kontrol tanah yang prosesnya disebut resampling. Resampling adalah suatu proses transportasi citra diskrit dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat lain yang merupakan fungsi pemetaan transformasi spasial. Adapun tujuan dari koreksi geometris adalah :

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi.

- Mencocokkan (registrasi) posisi citra lainnya atau menstransformasikan sistem koordinat citra multispektral dan multitemporal.

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.

Koreksi geometris citra dilakukan pada program Erdas Imagine 8.5 pada ketiga citra hasil subset image. Untuk kegiatan ini yang menjadi citra acuan adalah citra Landsat tahun 2002. Hal ini dikarenakan citra Landsat tahun 2002 kondisinya lebih bagus dibandingkan citra tahun 2006 dan 2009. Disamping itu pengambilan titik hasil survey awal untuk penentuan tutupan lahan yang akan dianalisis menunjukkan citra Landsat tahun 2002 lebih detail dibandingkan citra


(42)

Landsat tahun 2006 dan 2009. Adapun prosedur koreksi geometris adalah sebagai berikut:

1. Pada program Erdas Imagine 8.5 buka citra Landsat tahun 2006 pada viewer #1 sebagai citra belum terkoreksi dan buka citra Landsat tahun 2002 pada viewer #2 sebagai citra terkoreksi.

2. Buat GCP ( Ground Control Point ) menyebar pada seluruh areal sampai nilai RMS Error di bawah 0.5.

3. Jika prosesnya tidak berhasil mengahasilkan gambar yang miring (tidak beraturan), maka ulangi proses koreksi geometris.

4. Kemudian lakukan koreksi geometris citra tahun 2002 dengan dengan citra tahun 2009.

2.1.1.4 Perbaikan citra (Image Enhancement)

Imange Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra, baik

untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra. Proses perbaikan citra ini menggunakan Tools Imange Analisys Arc View 3.3 dengan cara mengubah hubungan linear antara digital number dengan nilai display menggunakan histogram. Dengan adanya perbaikan citra ini akan lebih muda untuk melakukan digitasi onscreen.

2.1.1.5 Digitasi onscreen

Digitasi ini dilakukan untuk mengubah data spasial analog dari berbagai peta dasar yang digunakan ke dalam format digital yaitu penerjemah dalam koordinat (x,y). Proses digitasi dilakukan pada citra Landsat dengan membuat poligon yang menjadi kelas tutupan lahan pada software Arc View Gis 3.3.


(43)

Sebelum melakukan digitasi onscreen pada masing-masing citra Landsat, dilakukan batasan area studi dengan tujuan mempermudah dalam menganalisis perubahan penutupan lahan. Adapun prosedur digitasi onscreen adalah :

1. Buka citra Landsat tahun 2002 pada program Arc View 3.3, kemudian tampalkan poligon yang menjadi area studi.

2. Dengan menggunakan feature yang terdapat pada Arc View 3.3

maka lakukan proses digit (deliniasi) berdasarkan tutupan lahan yang terdapat pada citra. Sehingga diperoleh poligon-poligon yang mewakili tutupan lahan yang terdapat citra.

3. Lakukan pemberian atribut pada masing-masing poligon yang menjadi kelas tutupan lahan yang akan dianalisis pada theme table sperti pada gambar berikut

4. Lakukan proses digitasi onscreen pada citra Landsat tahun 2006 dan tahun 2009. Sehingga diperoleh tiga (3) peta tutupan lahan.

2.2 Perubahan Penutupan Lahan

Metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dari citra Landsat tahun 2002, 2006 dan 2009 adalah dengan bantuan Tools Change detection Arc View 3.3.


(44)

X Y

Change detection

Z

Tools ( ) ini merupakan tambahan yang disediakan oleh program Arc View 3.3, sehingga untuk menggunakan tools ini harus aktifkan dulu.

Menurut Sumantri (2006) Change detection adalah suatu analisis deteksi perubahan (change-detection analysis) dilakukan untuk menentukan laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dalam menentukan perubahan di objek studi khusus diantara dua atau lebih periode waktu. Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan (2002,2006 dan 2009) dapat digambarkan dalam diagram alir seperti Gambar 3.

Gambar 3. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Dengan Change Detection

Proses kegiatan dalam menganalisis perubahan penutupan lahan adalah sebagai berikut :

1. Hasil digitasi citra penutupan lahan tahun 2002 dengan citra penutupan lahan tahun 2006 yang memilki 6 (enam) kelas tutupan lahan pada program

Keteranga :

X = Peta tutupan lahan tahun x Y = Peta tutupan lahan tahun y Z = Perubahan tutupan lahan tahun


(45)

Gambar 4. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatn Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

X Y

Overlay

Z

Arc View 3.3 dilakukan change detection sehingga diperoleh perubahan

tutupan lahan tahun 2002 dan 2006.

2. Penutupan lahan tahun 2006 dengan penutupan lahan tahun 2009 dilakukan

change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2009.

3. Penutupan lahan tahun 2002 dengan penutupan lahan tahun 2009 dilakukan

change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2002 dan 2009.

4. Dari setiap perubahan tutupan lahan di buat peta.

2.3 Perubahan Penutupan Lahan Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Tujuan dari análisis perubahan tutupan lahan kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai, agar lebih mudah mengetahui perubahan yang terjadi di setiap kecamatan pesisir selama dua (2) periode pengamatan yaitu dari tahun 2002-2006 dan tahun 2006-2009. Metode yang digunakan yaitu dengan mengoverlaikan hasil peta perubahan tutupan lahan dengan dengan peta administrasi Kabupaten Serdang Bedagai pada program Arc View 3.3. Untuk proses kegiatan dapat dilihat pada Gambar 4.

Keteranga :

X = Peta perubahan tutupan lahan tahun a dan b

Y = Peta Administrasi Kabupaten Sergei Z = Peta Perubahan tutupan lahan di


(46)

Prosedur menganalisis perubahan tutupan lahan di setiap kecamatan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :

1. Buka peta perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002-2006 dan peta Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai pada program Arc View Gis 3.3. 2. Dengan memanfaatkan Extention Xtool yang terdapat pada Arc View Gis 3.3

maka lakukan proses overlay antara atribut perubahan tutupan lahan dengan kecamatan, sehingga diperoleh peta yang mempunyai atribut perubahan tutupan lahan dengan kecamatan.

3. Analisis perhitungan luasan perubahan dilakukan pada program Excell.

4. Lakukan kegiatan yang sama untuk análisis perubahan lahan tahun 2006-2009.

3. Survey lapangan

Kegiatan survey lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan ekosistem pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS). Alat ini dapat menentukan keberadaan lokasi contoh tersebut melalui ketepatan koordinat lokasi yang

di-ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta digital hasil interpretasi untuk melihat kesesuaian hasil

pengecekan lapangan dengan hasil interpretasi. Kemudian ditententukan nilai akurasi hasil groundcheck di lapangan, Menurut Short (1982) dan Estes dalam Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap benar. Rumus untuk menentukan nilai akurasi adalah :

Jumlah titik yang benar di lapangan x 100% Jumlah seluruh titik yang di ambil


(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang ada di permukaan bumi. Menurut Lo (1995) salah satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan dan penutupan lahan terletak pada skema pemilihan klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Kemudian Ambarita dkk (2003) menyatakan bahwa citra penginderaan jauh sangat bermanfaat untuk pemetaan liputan lahan pesisir karena daerah yang sulit dijangkau dengan survei terestrial dapat dipetakan dengan menggunakan citra.

Hasil klasifikasi dengan menggunakan citra Landsat desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tipe penutupan lahan yaitu: hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, badan air (sungai) dan tambak. Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan data citra Landsat TM (Land Satelite Thematic Mapper) serta data pendukung dari lapangan. Sedangkan penentuan tipe-tipe penutupan lahan tersebut berdasarkan pada survey pendahuluan yang telah dilakukan sehingga memudahkan dalam melakukan analisis perubahan penutupan lahan.

Klasifikasi penutupan lahan pada citra Landsat dilakukan secara digitasi

onscreen. Menurut Sambah dan Zainul (2008) digitasi onscreen adalah proses

merubah data analog atau data digital yang berformat raster (jpeg, tiff, gif, dll) yang ada pada layar komputer menjadi data digital berformat vektor (shp, dwg, dxf) dan mempunyai data atribut. Metode ini digunakan karena pada citra Landsat tahun 2006 dan tahun 2009 pada


(48)

wilayah penelitian mengalami kerusakan pada kanal SLC, sehingga citra mengalami strip/garis – garis pada hasil pemotretannya (Stripping). Garis – garis tersebut merupakan area yang tidak terpotret oleh satelit disamping itu banyak terdapat tutupan awan pada lokasi penelitian.

Pemberian atribut polygon tutupan lahan dilakukan berdasarkan interpretasi secara visual pada masing-masing citra dengan menggunakan kriteria/unsur interpertasi dan untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan dilakukan pengecekan/pengamatan langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Lillesand dan Keifer (1994) menyatakan bahwa unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis dalam intrepetasi tipe tutupan lahan meliputi: ukuran, rona (tone), warna, tekstur, pola dan resolusi. Sedangkan untuk mencocokkan tipe tutupan lahan hasil interpetasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan dilakukan pengecekan yang meliputi batas-batas poligon dan pengkodean legenda peta. Untuk lebih jelasnya hasil digitasi onscreen pada citra Landsat dapat dilihat pada Gambar 5.


(49)

G

amb

ar

5

P

eta

H

as

il D

ig

ita

si

O

n

scr

een

P

ad

a C

it

ra L

an

d


(50)

Penutupan Lahan Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Secara umum desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera Utara diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tipe penutupan lahan, yaitu : hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Hasil dari keenam penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 6.

(2)

Gambar 6. Berbagai Tipe Penutupan Lahan Di Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai : (1) Mangrove, (2) Pemukiman, (3) Perkebunan, (4) Sawah, (5) Sungai, (6)Tambak

(1) (2)

(3) (4)


(51)

Hutan mangrove adalah hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai dan sungai yang belum maupun yang telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan. Pada citra Landsat kombinasi band 543, hutan mangroveditandai dengan rona agak gelap s/d terang, Warna hijau keunguan, tekstur agak halus, pola tidak teratur, terletak di daerah pantai dan muara sungai-sungai besar dan biasanya terdapat bukaan tambak dan lahan terbuka.

Pemukiman adalah kawasan permukiman baik perkotaan, perdesaan, industri yang memperlihatkan pola alur rapat. Pada lokasi penelitian citra Landsat kombinasi band 543, pemukiman ditandai dengan rona terang, warna merah muda, tekstur agak kasar, pola seragam, terdapat jaringan jalan dan kenampakan lahan terbangun.

Perkebunan adalah seluruh kawasan perkebunan baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Pada citra Landsat kombinasi band 543, ditandai dengan rona agak terang, warna hijau muda sampai tua, tekstur agak halus dan kasar, bentuk beraturan, pola seragam dan adanya jaringan jalan bangunan. Sedangkan sawah adalah semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang, pada citra dengan rona agak terang sampai gelap, warna biru bercak merah muda, dekat dengan pemukiman dan perairan, tekstur halus dan pola seragam.

Sungai adalah kenampakan perairan pada daratan. Pada citra Landsat kombinasi band 543, sungai ditandai dengan rona gelap, warna biru kehitaman, tekstur halus dan pola tidak teratur. Sedangkan tambak adalah aktivitas perikanan darat atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar pantai.


(52)

Pada citra Landsat kombinasi band 543, tambak ditandai dengan rona agak terang, warna biru kehitaman, tekstur halus, pola seragam, terdapat lahan terbangun/jalan dan dekat dengan muara sungai/pinggir laut.

Berdasarkan hasil intrepretasi dan klasifikasi tipe penutupan lahan pada citra Landsat tahun 2002, 2006 dan 2009 di desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai, maka diperoleh luasan dari masing-masing tipe penutupan lahan. Dari setiap kelas tutupan lahan dari tahun ke tahun ( 3 priode pengamatan ) ada yang mengalami penambahan luasan dan ada yang mengalami penurunan luasan. Untuk hasil pengamatan tipe-tipe penutupan lahan desa-seda pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2002, 2006 dan 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.


(53)

Tabel 5. Analisis Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Penutupan

lahan Tahun 2002 Tahun 2006 Tahun 2009

Perubahan 2002 - 2006

Perubahan 2006 - 2009

Perubahan 2002 - 2009

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)

Mangrove 2707,73 2507,17 2174,74 -200,56 -1,07 -332,43 -1,77 -532,99 -2,84

Pemukiman 2094,70 2184,52 2272,36 +89,96 +0,48 +87,10 +0,46 +177,06 +0,94

Perkebunan 2450,84 2866,05 3721,06 +415,20 +2,21 +855,01 +4,56 +1270,21 +6,77

Sawah 8124,53 7948,60 7673,76 -175,93 -0,94 -274,85 -1,46 -450,77 -2,40

Sungai 393,32 387,82 381,09 -5,50 -0,03 -6,72 -0,04 -12,22 -0,07

Tambak 2978,66 2855,62 2526,77 -123,03 -0,66 -328,86 -1,75 -451,89 -2,41

Total 18749,78 18749,78 18749,78

Sumber : Analsisi GIS

Keterangan : Tanda (-) menunjukkan tutupan lahan mengalami pengurungan luasan Tanda (+) menunjukkan tutupan lahan mengalami penambahan luasan


(54)

Berdasarkan hasil klasifikasi data citra Landsat tahun 2002, diperoleh hasil bahwa kondisi penutupan lahan di desa – desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai sudah mengalami perubahan tutupan lahan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat bahwa tutupan lahan tambak lebih besar dari pada hutan mangrove. Untuk tambak 2.978,65 Ha dan mangrove 2.707,73 Ha. Pertanyaan ini juga diperkuat dari hasil interview dengan masyarakat sekitar, bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan dari hutan mangrove menjadi tambak di era tahun 1990-an. Sedangkan tutupan lahan sawah merupakan jenis tutupan lahan yang terbesar yaitu 8.124,53 Ha dan sungai merupakan tutupan lahan dengan luasan terkecil yaitu 393,31 Ha.

Hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2006 (Tabel 5) menunjukkan telah terjadi perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih merupakan jenis tutupan lahan yang terluas sebesar 7.948,60 Ha. Hal ini sesuai dengan pernyataan USU (1999) yang menyatakan bahwa kawasan pesisir bahwa tanaman pertanian cocok tumbuh di kawasan pesisir, kemudian BPS (2008) menambahkan bahwa pada umumnya kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai mayoritas mata pencahariannya petani. Kemudian disusul secara berturut-turut perkebunan sebesar 2.866,04 Ha, tambak sebesar 2855,62 Ha, mangrovesebesar 2507,17 Ha, pemukiman sebesar 2.184,52 Ha dan terakhir sungai sebesar 387,815 Ha.

Pada citra Landsat tahun 2009 (Tabel 5) menunjukkan tidak terjadi perubahan tutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana sawah masih merupakan jenis tutupan lahan terluas sebesar 7.673,76 Ha, kemudian disusul secara berturut-turut perkebunan sebesar 3.721,06 Ha, tambak sebesar


(55)

2.526,77 Ha, pemukiman sebesar 2.272,36 Ha, mangrovesebesar 2.174,74 Ha dan sungai sebesar 381,09 Ha.

Perubahan Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Menurut (Lillesand dan Kiefer, 1994) perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan karena manusia mengalami kondisi yang berubah dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada waktu yang berbeda. Deteksi perubahan mencakup perubahan keadaan suatu lahan dalam hal vegetasi dan penggunaannya pada wilayah tertentu yang dipotret oleh suatu satelit dari luar angkasa yang mempunyai orbit tertentu dan hasilnya dapat dipetakan dan dibandingkan.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi. Sebagai akibatnya wilayah ini merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai kegiatan manusia. Akibat aktifitas manusia yang tinggi di wilayah ini dan akibat posisi geografisnya, maka wilayah pesisir rentan terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini terjadi pada desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai karena adanya kepentingan untuk kehidupan maka terjadi perubahan lahan.

Berdasarkan hasil pengecekan titik sampel yang telah dilakukan di lapangan sebanyak 80 titik (Lampiran 3). Titik sampel yang sesuai dengan hasil interpretasi dan mengalami perubahan lahan sebanyak 69 titik, sehingga diperoleh nilai akurasinya sebesar 86,25%. Menurut Short (1982) dan Estes dalam Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap akurat. 11 titik sampel tidak sesuai dengan hasil diperoleh karena kesalahan waktu proses pembuatan digitasi yang disebabkan citra Landsat yang mengalami kerusakan.


(56)

Hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit landsat ETM tahun 2002, 2006 dan tahun 2009, kawasan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai mengalami perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan ada yang mengalami penambahan dan pengurangan luasan dari satiap tipe-tipe penutupan lahan. Perubahan tutupan lahan itu dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu : perubahan tahun 2002 – 2006, perubahan tahun 2006 – 2009 dan perubahan tahun 2002 – 2009. Untuk hasil analisis dari setiap perubahan desa pesissir Kabupaten Serdang Bedagai dapat di dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perubahan Tutupan Lahan di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2002, 2006 dan 2009.

Hasil perbandingan perubahan tutupan lahan desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai selama tiga (3) periode pengamatan (Tahun 2002-2006, Tahun 2006-2009 dan Tahun 2002-2009) menunjukkan bahwa tutupan lahan yang secara terus-menerus mengalami pengurangan areal adalah lahan mangrove, sawah,


(57)

sungai dan tambak. Sedangkan tutupan lahan yang terus-menerus mengalami penambahan luasan adalah pemukiman dan perkebunan. Untuk total luasan perubahan dari setiap pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7.

Perubahan Bentuk Tutupan Lahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Perubahan bentuk tutupan lahan desa-desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai selama tiga (3) periode pengamatan dapat diketahui dengan menggunakan tools Change Detection pada Arc View GIS 3.3. Hasil dari setiap perubahan bentuk tutupan lahan adalah sebagai berikut:

Perubahan bentuk tutupan lahan tahun 2002- 2006.

Berdasarkan hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit landsat ETM tahun 2002 dan tahun 2006 kawasan desa pesisir mengalami perubahan bentuk penutupan lahan. Bentuk perubahan tutupan lahan tersebut menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan luas. Perubahan tersebut terjadi pada semua jenis penggunaan lahan yang ada di kawasan desa pesisir tersebut yaitu hutan mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, sungai dan tambak. Kondisi bentuk perubahan penutupan lahan tahun 2002 – 2006 seperti terlihat pada Tabel 6.


(58)

Tabel 6. Bentuk-Bentuk dan Luas Perubahan Tutupan Lahan Desa Berpesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2002-2006

Sumber : Hasil Analisis Citra Tahun 2002 dan 2006 2006

2002

Mangrove Pemukiman Perkebunan Sawah Sungai Tambak

Total Proporsi Total Proporsi Luasan Luasan Berubah Berubah

(Ha) (%) (Ha) (%)

Mangrove 2.507,17 10,06 110,00 - - 80,50 2.707,73 14,28 200,56 39,71

Pemukiman - 2.184,66 - - - - 2.184,66 11,05 - -

Perkebunan - - 2.866,05 - - - 2.866,05 14,06 - -

Sawah - 75,03 100,90 7.948,60 - - 8.124,53 42,85 175,93 34,84

Sungai - 5,50 - - 387,82 - 393,32 2,05 5,50 1,09

Tambak - - 123,03 - - 2.855,62 2.978,66 15,71 123,03 24,36

Total Luasan 2.507,17 2.275,25 3.199,98 7.948,60 383,52 2.936,12 19.250,64 100 505,02 100

Proposi Luasan 13,02 11,82 16,62 41,29 1,99 15,25 100 100 - -

Total Berubah - 90,59 333,93 - - 80,50 505,02 - 505,02 -


(59)

Hasil perubahan tutupan lahan tahun 2002-2006 (Tabel 6) menunjukkan telah terjadi perubahan penutupan lahan yang tidak terlalu signifikan, dimana total luas perubahan yang mengalami perubahan peningkatan luas wilayah yang paling besar adalah hutan mangrove sebesar 200,56 Ha atau 39,71%, kemudian disusul secara berturut- turut sawah 175,93 Ha atau 34,84%, tambak sebesar 123,03 Ha atau 24,36%, dan terakhir sungai sebesar 5,50 Ha atau 1,089%. Sedangkan tutupan lahan pemukiman dan perkebunan tidak mengalami pengurangan luasan justru mengalami penambahan luasan. Peta hasil perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 8.


(60)

G am ba r 8. P et a B ent uk P er uba ha n P enut upa n L ah an D i D es a P es is ir K abupa te n S er da ng B eda ga i T ahun 2002 -2006


(61)

Hutan mangrove merupakan tutupan lahan yang mengalami penekanan perubahan yang cukup besar dibandingkan tutupan lahan yang lainnya. Bentuk perubahan tutupan lahannya adalah pemukiman sebesar 10,06 Ha disusul perkebunan sebesar 110,00 Ha dan tambak sebesar 80,50 Ha. Hal ini sesuai yang dilaporkan Onrizal (2010) menyatakan luas hutan mangrovedengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dalam 4 (empat) kali pengukuran berbeda (1977, 1988/1989, 1997 dan 2006) di pesisir timur Sumatera Utara dari tahun ketahun terus-menerus mengalami penurunan. Kemudian Styawan dan Winarno (2006) menegaskan bahwa faktor yang menyumbang paling besar terhadap kerusakan ekosistem mangroveberdasarkan hasil penelitian di kawasan pesisir kabupaten Rembang, Jawa Tengah adalah: pertambakan, penebangan pepohonan, reklamasi dan sedimentasi, serta pencemaran lingkungan. Untuk hasil analisis peta perubahan lahan mangrove tahun 2002 – 2006 kawasan pesisir Serdang Bedagai dapat di lihat pada Gambar 9.


(62)

Gambar 9. Peta Bentuk Perubahan Penutupan Lahan MangroveDi Desa Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2002-2006.


(63)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan perubahan tutupan lahan mangrovemenjadi pemukiman disebabkan karena pertambahan jumlah penduduk yang cukup signifikan (BPS, 2002 dan 2006) yang konsekuensinya membutuhkan ruang yang lebih luas untuk pemukiman dan penghidupan. Disamping itu perubahan lahan ini juga ditandai dengan peningkatan jumlah para nelayan seperti di desa Sialang Buah dan desa Kuala Lama dengan berdirinya pemukiman para nelayan.

Perubahan tutupan lahan mangroveberalih fungsi menjadi perkebunan dan tambak disebabkan karena sepanjang tahun 2002 – 2006 disepanjang kawasan pesisir Serdang Bedagai mulai berdiri perusahaan perkebunan dan tambak yang menghabiskan ekosistem mangrove. Perubahan lahan perkebunan dapat dijumpai pada desa Gelam Sei Sarimah dan Bandar Kalipah. Sedangkan perubahan lahan menjadi tambak dapat dijumpai pada desa Kota Pari.

Pada penutupan lahan pemukiman dan perkebunan berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan extention Change Detection

tidak mengalami penurunan luasan melainkan mengalami penambahan luas

tutupan. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah bangunan baru yang singkron dengan meningkatnya jumlah penduduk dan juga bertambah banyaknya tumbuh tanaman perkebunan sawit baik itu milik perusahaan maupun milik warga masyarakat setempat. Bertambahnya luasan tutupan lahan perkebunan di kawasan pesisir Serdang Bedagai menurut Hakim (2010) dikarenakan masyarakat pesisir melihat cerahnya prospek hasil perkebunan kelapa sawit. Alasan ini diperkuat karena harga dari penjualan minyak kelapa sawit di Indonesia yang pada saat ini


(64)

sangat menguntungkan untuk dikembangkan oleh masyarakat pesisir maupun perusahaan swasta.

Pada tutupan lahan sawah dari tahun 2002 – 2006 mengalami pengurangan luasan menjadi pemukiman sebesar 75,02 Ha dan Perkebunan sebesar 100,90 Ha. Pengurangan luasan menjadi pemukiman disebabkan karena pesatnya pembangunan di berbagai bidang dan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang menyebabkan semakin banyak kebutuhan lahan baik untuk kebutuhan pembangunan di berbagai sektor maupun untuk tempat tinggal. Sedangkan alih fungsinya sawah menjadi perkebunan berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat petani dan Kurdianto (2010) menyatakan karena hasil usaha tani sawit lebih tinggi dari pada usaha tanam padi disamping itu usaha tani sawit lebih rendah dan nilai jual/anggunan kebun kelapa sawit nilanya lebih tinggi.

Penutupan lahan sungai mengalami alih fungsi menjadi pemukiman sebesar 5,50 Ha disebabkan karena dipinggiran sungai banyak berdiri bangunan untuk tempat pengumpulan hasil tanggapan para nelayan yang biasa disebut jambur. Hal ini sesuai yang dinyatakan Purwoko (2002) menyatakan bahwa perubahan lahan sungai menjadi pemukiman di kawasan pesisir dengan menggunakan citra satelit berbasis sistem imformasi geografis karena adanya kegiatan perikanan yang dilakukan persis di tepi sungai/alur.

Pada tutupan lahan tambak hanya mengalami perubahan menjadi perkebunan sebesar 123,03 Ha. Perubahan lahan ini terjadi karena tambak hampir sepanjang kawasan pesisir Serdang Bedagai sejak tahun 2000-an sudah tidak berfungsi lagi. Tambak yang sudah tidak berfungsi lagi dibiarkan saja sehingga


(1)

Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Dasar vol 2. No 1.

Sukojo, B. M. 2003 . Penggunaan Metode Analisa Ekologi dan Penginderaan Jauh Untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai. Jurnal

Makara Sains Vol 7. No 1.

Sukojo, B. M dan Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Wilayah Kali Surabaya). Jurnal Makara Teknologi vol 7:

No 1.

Sumantri, H. 2006. Modeling GIS dan Remote Sensing untuk Perencanaan Kawasan Konservasi. GIS Specialist CI Indonesia Papua Program.

httpconservation.or.idprintable.phptcatid=135).htm. [7 Agustus 2010].

Tarigan, M. S. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane Provinsi Banten. Jurnal Makara Sains vol 11: No1.

United National Development Programer. 2007. Modul Pelatihan ArcGis Dasar. Tim Teknis National.


(2)

(3)

Lampiran 1. Nama – nama desa pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serdang Bedagai

No Kecamatan Desa

1

Pantai Cermin

Naga Kisar

2 Lubuk Saban

3 Ara Payung

4 Kuala Lama

5 Pantai Cermin Kiri

6 Pantai Cermin Kanan

7 Kota Pari

8 Perbaungan Sei Naga Lawan

9

Teluk Mengkudu

Pematang Kuala

10 Bogak Besar

11 Sentan

12 Pematang Guntung

13 Sialang Buah

14 Pasar Baru

15 Pekan Sialang Buah

16

Tanjung Beringin

Bagan Kuala

17 Tebing Tinggi

18 Pkn Tj. Beringin

19 Mangga Dua

20 Nagur

21

Bandar Kalipah

Kayu Besar

22 Pekan Bandar Kalipah


(4)

Lanjutan Sumber : BPS, Medan.

Lampiran 3. Titik Koordinat Lapangan

No Kecamatan Desa Jumlah Penduduk Per Jiwa

2002 2006 2009 1

Pantai Cermin

Naga Kisar - 3.647 3.873

2 Lubuk Saban - 2.706 2.872

3 Ara Payung - 2.208 2.344

4 Kuala Lama - 3.755 3.985

5 Pantai Cermin Kiri - 3.680 3.830

6 Pantai Cermin

Kanan - 4.024 4.272

7 Kota Pari - 5.446 5.781

8 Perbaungan Sei Naga Lawan - 2.594 5.580 9

Teluk Mengkudu

Pematang Kuala 1.896 2.358 2.455

10 Bogak Besar 4.411 4.815 4.918

11 Sentan 1.884 2.232 2.304

12 Pematang Guntung 2.904 3.149 3.425

13 Sialang Buah 3.081 3.350 3.413

14 Pasar Baru 2.158 2.630 2.692

15 Pekan Sialang Buah 3.596 3.943 4.036

16

Tanjung Beringin

Bagan Kuala - 1.275 1.345

17 Tebing Tinggi - 4.861 5.129

18 Pkn Tj. Beringin - 11.311 11.936

19 Mangga Dua - 4.090 4.316

20 Nagur - 5.189 5.476

21

Bandar Kalipah

Kayu Besar - 3.032 3.198

22 Pekan Bandar

Kalipah - 2.579 2.722

23 Gelam Sei Sarimah - 4.911 5.183

Total 19.930 87.785 95.085

No Koordinat Perubahan Tutupan Lahan

LAT LONG

1 3,61694 99,05437 Manggrove to Manggrove 2 3,56649 99,12206 Manggrove to Manggrove 3 3,56142 99,11100 Manggrove to Manggrove 4 3,56229 99,12882 Manggrove to Manggrove 5 3,43572 99,29816 Manggrove to Mangrove


(5)

6 3,63885 99,00343 Manggrove to Mangrove 7 3,55093 99,17187 Manggrove to Mangrove 8 3,43899 99,30365 Manggrove to Mangrove 9 3,54015 99,19006 Manggrove to Mangrove 10 3,50283 99,19971 Manggrove to Mangrove 11 3,44572 99,30651 Manggrove to Mangrove 12 3,56630 99,11714 Manggrove to Pemukiman 13 3,43364 99,28939 Manggrove to Perkebunan 14 3,49732 99,20568 Manggrove to Perkebunan 15 3,43993 99,30438 Manggrove to Perkebunan 16 3,56558 99,11311 Manggrove to Tambak 17 3,57801 99,10787 Manggrove to Tambak 18 3,56865 99,11971 Manggrove to Tambak 19 3,55940 99,11374 Pemukiman to Pemukiman 20 3,56737 99,10489 Pemukiman to Pemukiman 21 3,56576 99,11787 Pemukiman to Pemukiman 22 3,61535 99,04346 Pemukiman to Pemukiman 23 3,55847 99,13747 Pemukiman to Pemukiman 24 3,56250 99,11543 Pemukiman to Pemukiman 25 3,44455 99,30956 Pemukiman to Pemukiman 26 3,43716 99,25628 Pemukiman to pemukiman 27 3,49100 99,19738 Pemukiman to Pemukiman 28 3,63971 98,99373 Pemukiman to Pemukiman 29 3,63170 98,99973 Pemukiman to Pemukiman 30 3,64013 98,98210 Pemukiman to Pemukiman 31 3,43778 99,27881 Pemukiman to Pemukiman 32 3,64903 98,96612 Pemukiman to Pemukiman 33 3,43979 99,25286 Pemukiman to Pemukiman 34 3,54434 99,16704 Pemukiman to Pemukiman 35 3,63860 98,98026 Pemukiman to Pemukiman 36 3,62063 99,00823 Pemukiman to Pemukiman 37 3,63962 98,98179 Pemukiman to Pemukiman 38 3,61572 99,01283 Pemukiman to Pemukiman 39 3,56421 99,10762 Pemukiman to Pemukiman 40 3,63527 98,99552 Perkebunan to Perkebunan 41 3,51470 99,21109 Perkebunan to Perkebunan 42 3,54537 99,13979 Perkebunan to Perkebunan 43 3,51261 99,20901 Perkebunan to Perkebunan 44 3,51938 99,21162 Perkebunan to Perkebunan 45 3,55028 99,10452 Perkebunan to Perkebunan 46 3,56618 99,11985 Perkebunan to Perkebunan 47 3,61948 99,05160 Perkebunan to Perkebunan 48 3,63760 98,99717 Perkebunan to Perkebunan


(6)

Lanjutan

Sumber : GPS

50 3,59356 99,07036 PT Aquafarm

51 3,59091 99,07260 Sawah to Pemukiman 52 3,56613 99,12305 Sawah to Perkebunan 53 3,60616 99,05850 Sawah to Perkebunan 54 3,55877 99,11373 Sawah to Perkebunan 55 3,60749 99,06222 Sawah to Perkebunan 56 3,59580 99,06849 Sawah to Perkebunan 57 3,61938 99,05086 Sawah to Sawah 58 3,58309 99,07950 Sawah to Sawah 59 3,57512 99,08634 Sawah to Sawah 60 3,57373 99,08783 Sawah to Sawah 61 3,57690 99,09523 Sawah to Sawah 62 3,55667 99,13808 Sawah to Sawah 63 3,61546 99,01273 Sawah to Sawah 64 3,61336 99,04188 Sawah to Sawah 65 3,49628 99,20034 Sungai to Manggrove 66 3,60428 99,06545 Sungai to Manggrove 67 3,61040 99,06769 Sungai to Mangrove 68 3,55976 99,11275 Sungai to Pemukiman 69 3,49610 99,20121 Sungai to Pemukiman 70 3,57709 99,08100 Sungai to Perkebunan 71 3,61074 99,06779 Sungai to Sungai 72 3,62120 99,03779 Tambak to Perkebunan 73 3,60784 99,06690 Tambak to Manggrove 74 3,64015 99,00441 Tambak to Manggrove 75 3,53676 99,18799 Tambak to Perkebunan 76 3,60636 99,06331 Tambak to Tambak 77 3,62151 99,04193 Tambak to Tambak 78 3,63928 99,00384 Tambak to Tambak 79 3,66074 98,96180 Tambak to Tambak 80 3,63927 99,00385 Tambak to Tambak