Pembuatan Biodiesel Dari Mesokarp Buah Sawit Dengan Metode Reactive Extraction Menggunakan Katalis Enzim Novozym ® 435

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Biodiesel
Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel pertama kali dikenalkan di
Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kenderaan
berat.Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak
tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan
bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari
pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian
disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak
lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan
kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan
steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO).
SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik
yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat,
misalkan pada Castor Oil).Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di
dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus
pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa
dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau
kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar

dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah
akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya
atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan

Universitas Sumatera Utara

emisi gas buang. Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan
injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi
permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada
mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses
kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO untuk menghasilkan
metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat
molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung
digunakan dalam mesin diesel konvensional.
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses
transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono]
gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi
refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME).
Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan
bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel

(Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara
khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga
disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu
mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh
kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oxygen didalam
suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu
bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan
tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas.
Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian
Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran.Tetapi karena pada saat itu

Universitas Sumatera Utara

produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak
untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini
menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel
dengan spesifikasi minyak diesel (Sudradjat dkk.,2010)
2.2.Biodiesel
Biodiesel didefinisikan sebagai mono-alkil ester asam lemak rantai panjang yang
berasal dari sumber yang terbarukan, khususnya minyak nabati dan lemak hewan.

Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari minyak
tumbuhan (minyak kedelai, canolla oil, rapseed oil, crude palm oil), lemak
hewani (beef talow, lard, lemak ayam, lemak babi) dan bahkan dari minyak
goreng bekas (Rachmaniah dkk.,2009).
Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari
sumber energi terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan menjadi
bahan bakar yang digunakan pada alat transportasi untuk menggantikan bahan
bakar yang berasal dari minyak bumi sehingga menyebabkan banyaknya polusi
udara. Biodiesel dapat dibuat dari minyak murni tumbuhan, limbah minyak
setelah pemakaian maupun minyak yang berasal dari lemak hewan.Minyak
tumbuhan dapat diklasifikasi menjadi dua jenis yaitu edibel dan non edibel.
Beberapa jenis minyak baik edibel maupun non edibel seperti minyak bunga
matahari, minyak kelapa sawit, dan minyak kemiri telah ditransesterifikasi untuk
menghasilkan biodiesel(Semwal., 2011).

Universitas Sumatera Utara

Table 2.1 standart biodiesel berdasarkan ASTM D 6751/EN 1421/03, dan
Pr EN 14214/09


Parameter

Satuan ASTMD
6751/09

1

Kandungan ester

%w/w

2

Densitas

kg/�3

3

Viskositas


N
o

EN
14214/03

Pr
14214/09

≥96,5

≥96,5

-

860-900

860-900


m�2 /� 1,9-6,0≥130

3,5-5,0

3,5-5,0

≥120

≥101
≤10

-

EN

kinematik
4

⁰C


Titik nyala

≥93(gelastert
utup)

5

Kandungan sulfur

mg/kg

≤15

≤10

6

Residu karbon

%w/w


≤0.05

≤0,30

7

Angka setana

≥47

≥15

≥15

8

Kadar

≤0,02


≤0,02

≤0,02

abu %w/w

tersulfatasi
9

Air dan sedimen

%w/w

≤0.05

-

-


10

Kandungan air

mg/kg

-

≤500

≤500

11

Total kontaminasi

mg/kg

--


≤24

≤24

12

Korosi pada jalur

≤No.3

kelas 1

kelas 1

Cu
13

Stabilitas oksidasi

H

≥3

≥6

≥8

14

Angka asam

mg

≤0,80

≤0,50

≤0,50

-

≤120

≤120

metal %w/w

-

≤12,0

≤12,0

Metal ester ganda %w/w

-

≤1

≤1

KOH/g
r
15

Nilon iodin

iodine/
100

16

Linolenat
ester

17

Universitas Sumatera Utara

tak jenuh
18

Kandungan

%w/w

≤0,20

≤0,20

≤0,20

%w/w

-

≤0,80

≤0,80

%w/w

-

≤0,20

≤0,20

≤0,020

≤0,020

≤0,020

methanol
19

Kandungan
monogliserida

20

Kandungan
digliserida

21

Gliserol bebas

%w/w

N

Parameter

Satuan

o

22

ASTMD
6751/09

EN
14214/03

Pr
14214/09

≤,0,20

≤,0,20

≤,0,24

≤0,25

≤0,25

≤5,0

≤5,0

≤5,0

≤5,0

≤5,0

≤5,0

≤10,0

≤10,0

≤2,0

soak S

≤360

-

-

filter ⁰C

-

Bergantung

Bergantung

pada kelas

pada kelas

Kandungan

%w/w

EN

trigliserida

23

Total gliserol

%w/w

24

Logam kelompok mg/kg
I

25

Logam kelompok mg/kg
II

26

Kandungan fosfor

27

Cold

mg/kg

filterability
28

Cold
plugging

point

(CFPP)
(ASTM D 6751, 2009; EN 14214, 2003 dan Pr EN 14214, 2009 )

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kelebihan dan kekurangan Biodiesel
Biodiesel juga bersifat biodegradable dan tidak beracun, disamping itu
juga biodiesel memiliki flash point

(temperature terendah yang dapat

menyebabkan uap biodiesel dapat menyala ) yang tinggi daripada diesel normal,
sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel juga menambah
pelumasan mesin, menambah ketahanan dan mengurangi frekuensi pergantian
mesin. Keuntungan lain dari biodiesel yang cukup signifikan adalah sifat emisi
yang rendah dan mengandung oksigen sekitar 10 -11% (Lotero, 2004).
Kelebihan lain dari biodiesel adalah:
1. Tidak perlu modifikasi mesin, Pada dasarnya tidak perlu ada modifikasi
mesin diesel apabila bahan bakarnya menggunakan biodiesel. Biodiesel
bahkan mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar,
injektor dan selang
2. Emisi lebih rendah, biodiesel dapat mengurangi emisi karbon monoksida,
hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Penambahan 20%
biodiesel pada petroleum diesel dapat mengurangi emisi partikel sebesar
14%.
3. Ada efek pelumasan, biodiesel menghasilkan tingkat pelumasan mesin
yang lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum diesel.
4. Cetane number lebih tinggi. Cetane number biodiesel lebih tinggi(51-62)
dibandingkan dengan petroleum diesel (42) sehingga menghasilkan suara
mesin yang lebih halus.

Universitas Sumatera Utara

5. Renewable. Biodiesel yang dibuat dari bahan terbarukan (renewable)
sehingga dapat mengurangi impor dan penggunaan bahan bakar minyak
bumi.
6. Non toksik. Biodiesel lebih aman dan tingkat toksisitasnya 10 kali lebih
rendah dibandingkan dengan garam dapur.
7. Konsumsi bahan bakar sama. Konsumsi bahan bakar serupa dengan
petroleum diesel(Siahaan dkk., 2009).
Adapun beberapa kelemahan penggunaan biodiesel sebagai pengganti bahan
bakar diesel yaitu:
1. Kosumsi bahan bakar sedikit lebig tinggi karena nilai kalori yang lebih rendah.
2. Nitro Oksida (NOₓ) sedikit lebih tinggi dari bahan bakar disesel
3. Titik beku lebih rendah daripada bahan bakar disel dimana akan menjadi kendala
dan menyulitkan dalam cuaca dingin.
4. Kurang stabil dibandingkan bahan bakar diesel sehingga penyimpanan jangka
panjang ( lebih dari enam bulan) dari biodiesel tidak dianjurkan.
5. Dapat mendegradasi plastic,karet alam gasket, dan selang bila digunakan dalam
bentuk murni.
6. Dapat melarutkan endapan sedimen dan kontaminan lainnya dari bahan bakar
disel dalam tangki penyimpanan dan saluran ahan bakar yang kemudian menuju
kedalam mesin sehingga dapat menyebabkan masalah pada katup dan sistem
injeksi, karena itu. Pembersihan tangki sebelum mengisi dengan biodiesel
dianjurkan (Siahaan dkk.,2009).

2.4 Ekstraksi reaktif
Ekstraksi reaktif adalah proses langsung dimana semua padat, pelarut dan katalis
dicampur dalam satu fase untuk mendapatkan hasil metal ester yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Dengan kata lain, dalam proses ini, alkohol bertindak sebagai keduanya yaitu
ekstraksi pelarut dan reagen transesterifikasi selama proses ekstraksi reaktif.
Akibatnya, jumlah alkohol diperlukan lebih banyak(Jairurob,dkk., 2013).
Perpindahan massa dan difusi terjadi yang membantu dalam pengambilan minyak.
Ekstraksi reaktif dapat digunakan untuk mencapai hasil yang lebih tinggi dan
membantu untuk menurunkan biaya produksi itu sendiri. Hal ini juga dapat
mengurangi

waktu

reaksi

dan

penggunaan

reagen

dan

co-

pelarut(Sulaimandkk.,2013).
2.5 Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk
mengubah minyak menjadi biodiesel.Transesterifikasi merupakan reaksi antara
trigliserida yang terkandung dalam minyak dan penerima gugus asil. Penerima
gugus asil dapat berupa asam karboksilat (asidolisis), alkohol (alkoholisis) atau
ester lain (interesterifikasi) (Roblesdkk.,2009).
Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel melibatkan katalis
asam dan basa untuk membentuk asam lemak alkil ester.Biaya pengolahan dan
masalah lingkungan yang terkait dengan produksi biodiesel dan pemulihan produk
samping telah menyebabkan dibutuhkannya metode produksi alternatif. Reaksi
enzimatik yang melibatkan lipase dapat menjadi alternatif yang sangat baik untuk
menghasilkan biodiesel melalui proses yang biasa disebut alkoholisis, yaitu suatu
bentuk reaksi transesterifikasi (Akoh dkk.,2007).
Panjang rantai hidrokarbon dari asam lemak, keberadaan cabang senyawa
dan

konfigurasi

dari

ikatan

ganda

dapat

mempengaruhi

produksi

biodiesel.Novozym 435 dan Lipozyme TL IM digunakan karena konversi simultan

Universitas Sumatera Utara

yang lebih tinggi untuk biodiesel dan gliserol karbonat. Novozym 435 sering
dipilih sebagai lipase yang efektif untuk produksi biodiesel (Seong dkk.,2011).
Konversi

gliserol

dan

DMC

untuk

gliserol

karbonat

melalui

transesterifikasi menggunakan Novozym 435 yaitu 95%, 97% yield biodiesel dari
minyak

rapeseed

dan

minyak

biji

kapas

dengan

metanol

inter-

butanol(Royan,dkk.,2007).
Transesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan dimetil karbonat (DMC) dalam
sistem pelarut dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Transesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan dimetil
karbonat (DMC) dalam sistem pelarut

Gliserol karbonat adalah cairan serbaguna, stabil dan tidak berwarna yang
kemungkinan dapat diaplikasikan sebagai membran pemisahan gas, surfaktan dan
deterjen, pelarut baru untuk beberapa jenis bahan termasuk cat, dan pelapis.

Universitas Sumatera Utara

Gliserol karbonat merupakan bahan baku terbarukan dan murah yang dihasilkan
dari produksi biodiesel sebagai produk sampingan (Seong dkk.,2011).
Keuntungan utama dari kerja lipase sebagai biokatalis adalah kondisi
reaksi yang ringan dan mudah memisahkan gliserol tanpa pemurnian sehingga
menghemat waktu, menghasilkan sedikit limbah dan kemurnian produk yang
sangat tinggi (Antezak dkk., 2009).
Selain itu, asam lemak bebas dalam minyak dapat benar-benar dikonversi
menjadi metil ester tanpa terjadinya pembentukan sabun sehingga meningkatkan
yield biodiesel dan mengurangi biaya untuk pemurnian bahan bakar.Karakteristik
enzim memungkinkan penggunaan bahan dengan asam tinggi lemak bebas (FFA)
atau kadar air yang tinggi seperti minyak non-pangan, minyak goreng dan minyak
limbah industri dan berbagai alkohol seperti metanol, etanol, propanol,
isopropanol, butanol, dan isobutanol (Lukovic dkk.,2011).
Yield biodiesel tidak hanya tergantung pada asal usul lipase, tetapi juga
pada susunan enzim (diimobilisasi atau tidak), alkohol yang digunakan, rasio
molar alkohol terhadap minyak, aktivitas air optimum, suhu reaksi, waktu reaksi,
masa pakai enzim, dan jenis solvent (jika ada). Alkohol berlebih dapat
memberikan hasil tinggi dalam sintesis biodiesel dan biokatalis dapat digunakan
beberapa kali (terutama lipase terimmobilisasi). Lemak yang mengandung
trigliserida dan FFA dapat dikonversi secara enzimatik menjadi biodiesel dalam
proses satu tahap (Antezak dkk.,2009).

Universitas Sumatera Utara

2.5 BAHAN
2.5.1 Mesokarp Buah Sawit

Buah sawit mempunyai warna bervariasi mulai dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung pada varietas tanamannya.Buah bergerombol dalam tandan
yang muncul dari setiap ketiak pelepah daun.Dalam satu tandan, umumnya
terdapat

sekitar

2.000

buah

sawit

dengan

tingkat

kematangan

yang

bervariasi. Tandan yang dianggap matang atau layak panen adalah tandan yang
telah berwarna merah jingga.Warna tersebut timbul karena meningkatnya
kandungan karotena (pigmen warna merah alami) yang berada di bagian kulit
buah sawit yang matang.



Varietas Tanaman Kelapa Sawit Yang Dibedakan Berdasarkan Warna
Kulit Buah
Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaan warna
kulitnya. Varietas – varietas tersebut adalah:

1. Nigrescens
Buah warna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah
menjadi kehitam-hitaman pada waktu masak.Varietas ini banyak ditanam
di perkebunan.

Universitas Sumatera Utara

2. Virescens
Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna
berubah

menjadi

jingga

kemerahan,

tetapi

ujungnya

tetap

kehijauan.Varietas ini jarang dijumpai di Lapangan.
3. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan
setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu
kehitaman.Varietas ini juga jarang dijumpai.


Varietas Tanaman Kelapa Sawit Yang Dibedakan Berdasarkan Bentuk
Buah

1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak lingkaran sabut
pada bagian luar tempurung.Daging buah relatiif tipis dengan persentase
daging buah terhadap buahbervariasi antara 35 – 50%.kernel (daging biji)
biasanya

besar

dengan

kandungan

minyak

yang

rendah.Dalam

persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.

Gambar 2.2 Penampang buah kelapa sawit varietas Dura
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi
daging buahnya tebal.Persentase daging buah terhadap buah yang cukup

Universitas Sumatera Utara

tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat
diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini
dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga batina gugur pada
fase dini. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan
menghasilkan varietas Pisifera.

Gambar 2.3 Penampang buah kelapa sawit varietas Pisifera

3.Tanera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua
induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Tempurung sudah menipis,
ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm. Persentase daging buah terhadap
buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tanera
lebih banyak daripada Dura, tetapi lebih kecil .

Gambar 2.4 Penampang buah kelapa sawit varietas Tanera

Universitas Sumatera Utara

3.Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis
sekali.
4.Diwikka – wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging
buah.Diwikka–wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura,
diwikka-wakkapisifera dan diwikka-wakkatenera.

Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
persentase atau rendamen minyak yang dikandungnya. Rendamen minyak
tertinggi terdapat pada varietas Tanera yaitu sekitar 22 – 24%, sedangkan
pada varietas Dura antar 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan
tentu yang mengandung rendamen minyak tinggi sebab minyak sawit
merupakan hasil olahan yang utama( Risza,S., 1994).

2.5.2 DMC(dimethyl carbonate)
Dimetil karbonat (DMC) dihasilkan dari metanol, karbon monoksida dan oksigen,
merupakan senyawa serbaguna dibandingkan dengan metanol dan metil asetat
dilihat dari kereaktifan kimia, sifat fisik, dan lebih ramah lingkungan.Seperti
proses ekstraksi reaktif sederhana tanpa katalis tambahan mungkin sangat
mengurangi langkah-langkah pengolahan dan biaya produksi biodiesel. Namun nheksana tidak menguntungkan

bagi aktivitas lipase serta pemisahan produk.

Untuk menghindari penggunaan tambahan pelarut ekstraksi dan meningkatkan
stabilitas lipase, DMC mungkin menjadi kandidat yang lebih baik dan sangat
menjanjikan yang dapat digunakan sebagai substitusi metanol untuk akseptor asil

Universitas Sumatera Utara

dan pelarut ekstraksi pada saat yang sama dalam produksi biodiesel (Zhang
dkk.,2010).
Untuk produksi skala industri, bagaimanapun harus dipertimbangkan bahwa jika
pelarut memiliki manfaat,

itu akan menjadi solusi yang memperkenalkan

masalah lain seperti pengurangan kapasitas (sebagai pelarut membutuhkan
volume), isu lingkungan (toksisitas,emisi) dan biaya (pemulihan dan kerugian).
Isu-isu negatif harus diimbangi dengan efek positif(Nielsen dkk.,2008).
2.5.3 Novozyme 435
Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen
(KOH dan NaOH). Namun, penggunaan katalis homogen memiliki kelemahan
yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit (Mutreja dkk., 2011).
Sintesis biodiesel biasanya dilakukan dengan transesterifikasi dikatalisis alkali
kimia atau asam, yang memungkinkan waktu reaksi singkat dan konversi yang
tinggi.Namun, metode ini memerlukan pretreatment terhadap substrat yang berair
dan menyebabkan kesulitan dalam memulihkan katalis dan gliserol.Hal ini juga
membutuhkan banyak energi dan pengolahan produk limbah. Transesterifikasi
enzimatik dapat menghindari masalah transesterifikasi kimia dengan beroperasi di
bawah kondisi moderat dan enzim dapat digunakan kembali. Selain itu, tidak
menghasilkan limbah (Seong dkk., 2011).
Penggunaan katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi
kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen, seperti reaksi enzimatik memiliki
keuntungan dari konsumsi energi yang rendah, kondisi reaksi ringan dan ramah
terhadap lingkungan.Pemisahan katalis heterogen dari produknya cukup
sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan.Lipase telah digunakan pada

Universitas Sumatera Utara

tingkat industri untuk berbagai aplikasi dalam industri pengolahan makanan,
farmasi dan kosmetik. Dengan kemampuannya untuk mengkatalisis berbagai
reaksi, lipase adalah katalis yang cocok untuk transesterifikasi berbagai bahan
baku, bahkan bahan baku dengan nilai asam tinggi, yang dianggap sebagai bahan
baku berkualitas rendah (Guldhe dkk., 2015).
Penggunaan Immobilized Lipases (ILs) dalam proses transesterifikasi minyak
merupakan proses yang menjanjikan karena ILs lebih toleran terhadap pelarut
organik, panas dan kekuatan geser serta lebih mudah dipulihkan daripada lipase
bebas. Namun, biaya menjalankan proses ini masih lebih tinggi daripada katalis
kimia, seperti NaOH dan H2SO4. Untuk mengatasi hal ini, biaya dapat dikurangi
dengan meningkatkan masa pakai lipase selama proses transesterfikasi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pelarut dapat digunakan untuk mencegah pencucian
lipase dan menghilangkan efek inhibisi alkohol (metanol biasanya) dan gliserol
(Zhao dkk., 2015).
Salah satu jenis enzim lipase terimmobilisasi yang telah banyak digunakan
dalam produksi biodiesel yaitu Novozym 435.Novozym 435 dapat digunakan
untuk mengkatalisasi transesterifikasi dan reaksi hidrolisis untuk produksi
biodiesel. Novozym 435 memiliki struktur berpori dan lebih sensitif terhadap
perubahan rasio mol serta dapat mencapai konversi yang tinggi dengan rasio mol,
temperatur dan jumlah katalis yang lebih rendah(Haigh dkk., 2013).
Kehadiran kadar air secara signifikan dalam proses sintesis dapat
mempengaruhi laju reaksi dan hasil. Air dapat mempengaruhi aktivitas katalitik
dan stabilitas lipase. Dengan demikian diperlukan kadar air minimum dalam
sistem untuk menjaga aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan daerah antarmuka yang

Universitas Sumatera Utara

tersedia umumnya menentukan aktivitas enzim lipase.Kadar air terlalu tinggi
dapat menyebabkan penurunan konsentrasi akseptor asil dalam sistem dan
peningkatan hidrolisis gliserida untuk membentuk asam lemak. Akibatnya, jelas
tingkat transesterifikasi dan hasil biodiesel menjadi lebih rendah(Suganya
dkk.,2014 ).

Universitas Sumatera Utara