Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara

5

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Udang Putih
Udang putih berdasarkan klasifikasinya termasuk ke dalam Kingdom
Animalia, Filum Arthropoda, Subfilum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo
Decapoda, Famili Penaeidae, Genus Penaeus dan Spesies Penaeus merguiensis de
Man (Myers et al., 2008). Udang putih secara morfologi memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: Tubuh berwarna putih kekuningan dengan bintik coklat dan hijau.
Ujung ekor dan kaki berwarna merah, antennulae memilki garis merah tua dan
antena berwarna merah. Bittner dan Ahmad (1989) menyatakan tubuh udang putih
dapat dibagi atas dua bagian utama, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan
dada (sepalotoraks), dan bagian tubuh sampai ke pangkal ekor disebut abdomen.
Bagian kepala ditutupi karapas yang bagian ujungnya meruncing dan bergigi
disebut rostrum. Gigi rostrum bagian atas biasanya berjumlah 8 buah dan bagian
bawah 5 buah (8/5). Di bawah pangkal rostrum terdapat mata majemuk bertangkai
yang dapat digerakkan. Ukuran mata udang putih jauh lebih besar dari udang
windu, dan ukuran mata ini dapat digunakan untuk membedakan jenis udang putih
dengan udang windu pada tingkat juvenil.Tubuh terbagi atas ruas-ruas yang
ditutupi oleh eksoskeleton yang terbuat dari kitin, pada bagian kepala terdapat

13 ruas dan bagian perut 6 ruas. Mulut terletak di bagian bawah kepala diantara
rahang bawah/mandibula. Sisi kepala sebelah kanan dan kiri tertutup oleh kelopak
kepala, dimana terdapat insang. Kaki jalan/periopod terdiri atas lima pasang, dan
3 pasang diantaranya dilengkapi oleh capit/chelae. Pada bagian abdomen terdapat
lima pasang kaki renang (peliopod) yang terletak di setiap ruas, sedangkan pada

Universitas Sumatera Utara

6

ruas keenam terdapat kaki renang yang telah berubah bentuk menjadi ekor kipas
atau sirip ekor (uropod) yang ujungnya membentuk ujung ekor (telson). Di bawah
pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus). Morfologi udang putih secara
lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

c

j

k


a

i

d

l

b

g

f
e

h

Gambar 2. Morfologi udang putih P. merguiensis de Man (a) karapas
(b) mata (c) rostum (d) antena (e) antenula (f) kaki jalan (g) kaki

renang (h) telson (i) uropod (j) abdomen (k) sefalotoraks
(l) skafoserit.

Udang putih memiliki daerah penyebaran di perairan sepanjang pantai
timur Sumatera, Selat Malaka, pantai barat Sumatera, pantai utara Jawa, pantai
selatan Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Teluk Bintuni, Kepulauan Aru dan Laut Arafura (Mulya, 2012).
Udang

putih

pada

tingkat

larva

membutuhkan

pakan


untuk

pertumbuhannya. Selama tingkat larva (nauplius) udang putih menggunakan
kuning telur yang dibawa sejak menetas sebagai sumber pakannya. Pada tingkat
mysis makanan udang putih berupa larva dari balanus, kopepoda, polikhaeta,
zooplankton, protozoa, dan rotifera. Pada tingat zoea udang putih mulai memakan
fitoplankton berupa diatom, dinoflagellata dan detritus. Pada stadia post larva dan

Universitas Sumatera Utara

7

juvenil udang putih memakan berbagai jenis algae, mesobentos, dan detritus. Pada
saat dewasa, udang putih sudah bersifat omnivora dan karnivora dengan pakan
alami berupa bivalvia kecil, gasropod, cacing anelida, cacing polikaeta, udangudang kecil, chironomus dan detritus (Pratiwi, 2008).

Daur Hidup Udang Putih
Daur hidup udang penaeid menurut Dall dkk. (1990) dibedakan atas tiga
macam, yaitu :

- Udang penaeid yang seluruh daur hidupnya berada di peairan estuari seperti:
Metapenaeus

elegans,

M.

conjunctus,M.

benettae,

M.

moyebi

dan

M. brevicornis. Pasca larva cenderung bermigrasi ke bagian hulu sungai dengan
salinitas rendah. Setelah tumbuh menjadi juvenil, bergerak kembali ke muara
sungai yang bersalinitas lebih tinggi. Seluruh spesies penaeid ini bersifat

eurihalin, tetapi mampu bertahan hidup di perairan tawar.
- Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di estuari, tetapi
memijah di dasar perairan antara pantai dan lepas pantai, seperti: Penaeus
indicus, P. monodon, P. japonicus, P. merguiensis, P. setiferus, Parapenaeopsis
hardwickii dan Xiphopenaeus kroyery.
- Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di perairan pantai,
tetapi memijah di dasar perairan lepas pantai. Udang jenis ini lebih menyukai
salinitas tinggi, sehingga tahapan dari siklus hidupnya tidak ada yang tinggal di
estuari, umumnya bersifat stenohalin, seperti Atypopenaeus dearmatus,
Heteropenaeus longimanus, Macropetasma africanus, Protrachypene precipua,
dan Trachypenaeus curvirostris.

Universitas Sumatera Utara

8

Daur hidup udang penaeid menurut FAO (2005) dibagi atas dua fase, yaitu
fase laut dan fase estuari (Gambar 3).

Gambar 3. Daur hidup udang putih P. merguiensis de Man (FAO, 2005).


Udang putih banyak dijumpai di perairan tropik dan sub tropik Asia dan
Australia, antara 67° sampai 166° bujur timur dan antara 25° lintang utara sampai
29° lintang selatan. Daerah penyebarannya mulai dari daerah muara sungai
sampai ke tengah laut yang bervariasi menurut tingkatan hidupnya. Telur udang
putih akan menetas dalam waktu 14-24 jam menjadi nauplius. Dalam waktu
± 6 hari, nauplius selanjutnya berubah menjadi zoea setelah mengalami delapan
kali molting, dan pada tingkatan ini udang masih bersifat planktonis, sehingga
dengan bantuan arus akan menuju ke perairan pantai. Zoea akan berubah menjadi
mysis dalam waktu 4 hari, setelah mengalami tiga kali molting, dan sudah bersifat
kanibalisme, dengan pakan alaminya berupa udang-udang muda yang sedang
molting dan masih dalam kondisi lemah. Sifat kanibalisme ini sering muncul saat
udang dalam kondisi lapar. Dalam waktu ± 10 hari mysis akan berubah menjadi

Universitas Sumatera Utara

9

pascalarva setelah mengalami tiga kali molting (Chan,1998). Selanjutnya
Dall dkk., (1990) menyatakan pada tahap pascalarva ini udang sudah aktif

berenang dan bermigrasi ke daerah hulu estuari yang memiliki salinitas rendah,
dan mulai menuju ke dasar perairan. Mulya dkk., (2011) menyatakan pada saat
pascalarva, udang putih umumnya hidup di perairan estuari yang ditumbuhi hutan
mangrove dengan salinitas rendah. Hal ini disebabkan hutan mangrove memiliki
perakaran menjulur ke dalam perairan, sehingga sangat baik untuk tempat berlindung
dari serangan predator. Pascalarva secara bertahap akan berubah menjadi udang
juvenil setelah mengalami beberapa kali pergantian kulit (± 3 bulan) dan aktif
mencari makan di perairan ini. Selama tiga sampai empat bulan udang juvenil
akan tumbuh menjadi dewasa, kemudian mulai beruaya ke arah perairan terbuka
untuk memijah.

Pertumbuhan Udang Putih
Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang, bobot
atau volume dalam waktu tertentu. Secara morfologi pertumbuhan diartikan
sebagai

perubahan

bentuk


(metamorfosis),

sedangkan

secara

energetik

pertumbuhan diartikan sebagai perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh
pada periode tertentu (Efendi, 1997). Pertumbuhan udang umumnya bersifat
diskontinyu karena hanya terjadi setelah ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum
mengeras sempurna (Allen dkk,1984). Hartnoll (1982) menyatakan pertumbuhan
larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan
struktur melalui proses metamorfosis dan ganti kulit, serta peningkatan biomassa
sebagai proses transformasi materi dan energi pakan menjadi massa tubuh udang.

Universitas Sumatera Utara

10


Tahap pertumbuhan udang penaeus dibedakan menjadi 4 stadia, yaitu:
stadia nauplius, stadia zoea, stadia mysis dan stadia pascalarva. Dari empat stadia
tersebut dapat dibedakan lagi menjadi: enam sub stadia nauplius (N1-N6), tiga sub
stadia zoea (Z1-Z3), tiga sub stadia mysis (M1-M3) sebelum mencapai PL1.
Pertumbuhan udang setelah substadia M3 lebih ditekankan pada perubahan
biomassa, baik bobot maupun ukuran tubuh. Pada setiap ganti kulit sebagian
massa hilang. Kehilangan massa pada setiap ganti kulit ini mengakibatkan
pertumbuhan udang menjadi diskontinyu.
Ferraris dkk. (1987)

menyatakan pertumbuhan udang secara internal

tergantung pada kelancaran proses molting dan tingkat kerja osmotik yang
dialaminya. Solis (1998) menyatakan selama stadia larva, udang penaeid
mengalami beberapa kali metamorfosis dan ganti kulit sampai stadia pascalarva.
Anggoro (1992) menyatakan hewan air yang pertumbuhannya ditentukan oleh
kelancaran proses ganti kulit, mekanisme osmoregulasinya ditentukan oleh
osmoefektor antara cairan intra sel dengan cairan ekstra sel. Osmoefektor
anorganik (Na+ dan Cl-) berkonsentrasi tinggi di dalam cairan ekstra sel,
sebaliknya osmoefektor organik (asam amino bebas) dan ion K+ berkonsentrasi

tinggi di cairan intra sel. Perimbangan ini sangat menentukan pH optimum dan
kemantapan osmolaritas cairan tubuh, sehingga perlu dipertahankan agar sel-sel
penyusun jaringan tubuh tumbuh dengan normal.
Pertumbuhan udang ditandai dengan adanya proses ganti kulit seperti
berikut ini:
- Udang mengalami proses molting atau melepaskan diri dari kulit luar
(eksoskleton).

Universitas Sumatera Utara

11

- Air diserap oleh udang yang menyebabkan ukuran udang bertambah besar.
- Kulit luar yang baru terbentuk
- Air secara bertahap hilang dan diganti dengan jaringan baru.
Pertumbuhan panjang udang merupakan fungsi berjenjang/step function.
Tubuh udang akan bertambah panjang pada setiap molting, dan tidak bertambah
panjang pada saat antar molting (intermolt). Pada setiap molting integumen
membuka, pertumbuhan terjadi cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum
integumen yang baru menjadi keras (Hartnoll 1982).
Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang
tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalam tubuh dan akan terjadi
bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi. Udang memperoleh
energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi sebagai akibat
metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi pemanfaatan
energi untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya dukung lingkungannya
(Anggoro 1992).

Faktor Fisika-Kimia Air yang Mempengaruhi Kehidupan Udang Putih
Udang putih menempati habitat yang berbeda-beda berdasarkan daur
hidupnya. Faktor fisika kimia air yang mempengaruhi kehidupan udang putih di
alam antara lain sebagai berikut:
Suhu Air
Suhu air merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan udang putih. Tung dkk (2002) menyatakan suhu air sangat
mempengaruhi pertumbuhan, aktifitas, maupun nafsu makan udang putih. Suhu

Universitas Sumatera Utara

12

air di bawah 20,00°C akan menghambat pertumbuhan udang putih. Suhu juga
sangat dibutuhkan udang putih pada saat memijah guna menjaga kelulusan hidup
larva, perkembangan embrio, dan penetasan telur.

Kedalaman Air
Kedalaman suatu perairan sangat mempengaruhi distribusi udang putih
terutama dalam hal memijah. Udang putih dewasa banyak dijumpai pada perairan
yang memiliki kedalaman lebih dari 12,00 m. Crocos dan Kerr (1983) menyatakan
P. merguiensis ditemukan memijah pada kedalaman < 15 m di perairan Teluk
Carpentaria, Australia. Selanjutnya Naamin (1984) menyatakan udang putih
betina dewasa di Perairan Arafura banyak ditemukan memijah pada kedalaman
antara 13,00 m – 35,00 m.

Kecepatan Arus
Kecepatan

arus

berperan

dalam

distribusi

udang putih

juvenil.

Pertambahan kecepatan arus akibat terjadinya hujan dapat menyebabkan udang
juvenil bermigrasi ke perairan yang lebih tenang untuk beraktifitas. Dall dkk.,
(1990) menyatakan kecepatan arus dapat mempengaruhi distribusi udang secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung bahwa kecepatan arus
dapat menentukan distribusi partikel-partikel sedimen dasar, dan pengaruh
langsung yaitu dapat mempengaruhi tingkah laku udang. Arus air yang cukup kuat
akan menyebabkan udang membenamkan diri di dalam substrat, sedangkan jika
arus lemah udang banyak melakukan aktifitas.

Universitas Sumatera Utara

13

Salinitas
Salinitas berpengaruh terhadap proses osmoregulasi udang putih
khususnya selama proses penetasan telur dan pertumbuhan larva. Salinitas yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dan memiliki fluktuasi lebar dapat menyebabkan
kematian embrio dan larva udang. Hal ini disebabkan terganggunya keseimbangan
osmolaritas antara cairan di luar tubuh dan di dalam tubuh udang, serta berkaitan
dengan perubahan daya absorbsi terhadap oksigen. Udang akan tumbuh lebih baik
pada perairan dengan kisaran salinitas 15‰ - 30‰. Salinitas yang terlalu tinggi
juga dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang menurun (Pratiwi, 2008).

Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme
perairan. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek
langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan termasuk udang putih.
Kandungan oksigen terlarut dapat mempengaruhi kelulusan hidup udang juvenil.
Gaudy dan Sloane (1981) dalam Anggoro (1992) menyatakan laju respirasi udang
juvenil mengikuti ketersediaan oksigen perairan. Jika kelarutan oksigen dalam
perairan tinggi, maka laju respirasi udang akan meningkat.

pH Air
Derajat keasaman atau pH merupakan indikator keasaman dan kebasaan air.
Nilai pH merupakan fakor penting karena dapat mempengaruhi kecepatan reaksi
kimia di dalam air maupun di dalam embrio/telur udang. Telur udang memiliki
toleransi yang rendah terhadap pH tinggi. pH air juga berperan dalam mendukung
pertumbuhan udang. Nilai pH air yang terlalu rendah dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

14

kandungan CaCO3 pada kulit udang akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen
akan meningkat, permeabilitas tubuh menurun dan insang udang akan mengalami
kerusakan (Sumeru & Anna 2010 dalam Mulya dkk. 2011).

Perairan Estuari
Perairan estuaria merupakan perairan semi tertutup (semi-enclosed
coastal) yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka. Pada perairan ini
terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan, sehingga
airnya menjadi payau. Wilayah ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang
sangat dinamis, karena selalu terjadi proses perubahan lingkungan fisik maupun
biologis. Bercampurnya masa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah
estuaria memiliki keunikan tersendiri, yaitu terbentuknya air payau dengan
salinitas yang berfluktuasi. Perubahan salinitas ini dipengauhi oleh air pasang dan
surut serta musim. Selama musim kemarau, volume air sungai berkurang sehingga
air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan menyebabkan salinitas di wilayah
estuaria menjadi meningkat. Pada musim penghujan air tawar mengalir dari hulu
ke wilayah estuaria dalam jumlah besar, sehingga sanilitas menjadi berfluktuasi.
Proses terjadinya aliran air tawar secara terus menerus dari hulu sungai dan
adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkut mineralmineral, bahan organik dan sedimen, menjadikan perairan estuari memiliki
produktifitas perairan yang cukup tinggi, melebihi produktifitas perairan laut lepas
dan perairan tawar (Supriadi, 2001).
Perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading merupakan salah satu
perairan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara dan banyak ditumbuhi

Universitas Sumatera Utara

15

hutan mangrove, dengan luasan ± 6.245 Ha (BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang,
2008). Perairan ini sangat potensial dalam mendukung kehidupan udang putih.
Perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading juga berperan dalam
mendukung distribusi udang putih. Hal ini selain berhubungan dengan adanya
produkstivitas perairan yang tinggi, juga perbedaan karakteristik fisik kimia
lingkungan di perairan ini.

Universitas Sumatera Utara