Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penonjolan tulang (eksostosis) adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan
tulang yang keluar dari permukaan tulang. Secara khas keadaan ini ditandai dengan
tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago. Penonjolan di daerah midline rahang atas
disebut torus palatinus sedangkan penonjolan dilateral rahang bawah disebut torus
mandibularis.1,2 Berdasarkan hasil penelitian Aree Jainkittivong dkk (2000) yang
dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Chulalongkorn, Thailand di dapat
prevalensi pasien dengan penonjolan tulang sebanyak 26,9% dari 960 subjek yang
diteliti.3
Patogenesis dari penonjolan tulang ini masih diperdebatkan, dapat dipengaruhi
faktor genetik misalnya umur dan jenis kelamin atau faktor lingkungan misalnya
trauma setelah pencabutan gigi dan tekanan kunyah.4 Penonjolan tulang berhubungan
dengan meningkatnya umur dan jenis kelamin, hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Aree Jainkittivong dkk (2000) menunjukkan prevalensi
penonjolan tulang tertinggi terjadi pada umur 60 tahun dan pada kelompok umur
yang lebih tua yaitu sebesar 21,7%. Distribusi penonjolan tulang berdasarkan jenis
kelamin didapat bahwasanya laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan
dengan perbandingan 1,66:1.3 Sementara itu dari penelitian yang dilakukan oleh

Firas dkk (2006) dan Sawair dkk (2009) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
prevalensi penonjolan tulang yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.5,6
Penonjolan tulang umumnya lebih banyak terjadi pada maksila dibandingkan
dengan mandibula dengan perbandingan 5,1:1.3,7 Penonjolan tulang juga dapat terjadi
setelah pencabutan gigi. Penonjolan ini harus dihilangkan untuk persiapan pemakaian
gigitiruan. Apabila tidak dihilangkan, akan mempengaruhi jaringan lunak, stabilitas
gigitiruan, retensi gigitiruan, adaptasi gigitiruan dan dapat mengganjal basis
gigitiruan sehingga harus dihilangkan dengan tindakan bedah.2,8 Tindakan bedah yang

Universitas Sumatera Utara

dilakukan untuk persiapan pemakaian gigitiruan disebut bedah preprostetik.
Tingginya angka pencabutan gigi yang terjadi saat ini dan meningkatnya penduduk
berumur lanjut, meningkatkan kebutuhan akan bedah preprostetik yang salah satu
tindakannya adalah alveolektomi.9-12
Menurut Archer, alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang
prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus alveolaris yang tajam sehingga bisa
dilakukan aposisi mukosa.13-15 Alveolektomi juga berarti pemotongan sebagian atau
seluruh prosesus alveolaris yang menonjol pada maksila atau mandibula,
pengambilan torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar.13,15-17

Tindakan alveolektomi pertama kali dilakukan oleh A. T. Willard of Chelsea
pada tahun 1853 di Massachusetts, Amerika Serikat. Willard melakukan pembuangan
papila interdental gingival dan margin alveolar sehingga memungkinkan penutupan
celah dari jaringan lunak. Pada tahun 1876, W. George Beers dari Montreal
melakukan suatu tindakan alveolektomi yang sangat radikal. Ia melakukan
pengambilan sebagian besar prosesus transversal atau septa, serta plat luar dan dalam
alveolus dengan menggunakan tang potong. Shearer mempublikasikan “External
Alveolectomy” pada tahun 1920, yang menggambarkan teknik yang digunakannya
sejak tahun 1905. Sejak teori Willard dipublikasikan, banyak yang mendukung
maupun menentang keseluruhan konsep alveolektomi serta tindakan bedah untuk
melakukan pembuangan gigi.13
Molt pada tahun 1923, mendorong digunakannya pre-operasi studi model untuk
menghindari dilakukannya tindakan bedah yang terlalu luas. Ia menganjurkan agar
septum interdental dipertahankan sehingga dapat berfungsi sebagai matriks pada
proses regenerasi tulang. Ia juga menganjurkan agar penutupan jaringan lunak tidak
terlalu tegang, serta tidak terlalu rapat menutupi margin yang luka untuk
mempertahankan kedalaman sulkus vestibular.13
Masalah resorpsi tulang berlebih yang mengikuti suatu tindakan alveolektomi
mulai diakui pada tahun 1936, pada saat O. T. Dean mempublikasikan suatu teknik
yang benar-benar baru yaitu “Intra-Septal Alveolectomy” yang pertama kali

digunakannya pada tahun 1916. Pada tahun 1966 Obwegeser, anggota American

Universitas Sumatera Utara

Society of Oral Surgeons, di Walter Reed Army Medical Center, merekomendasikan

suatu modifikasi dari teknik Dean untuk menanggulangi kasus protrusi premaksilaris
yang ekstrim. Obwegeser mengembangkan teknik “crush” Dean yang meliputi
pematahan dan pembentukan kembali korteks palatal seperti halnya korteks labial.13
Dean (1941) dan Obwegeser (1986), memperkenalkan teknik untuk menghilangkan
undercut bagian depan rahang atas atau tonjolan tanpa perlu dilakukan pemotongan

tulang alveolar secara berlebihan.18
Tujuan dari tindakan alveolektomi adalah untuk pengambilan torus palatinus
maupun torus mandibularis yang besar, tindakan pengurangan dan perbaikan tulang
alveolar yang menonjol atau tidak teratur, dan untuk menghilangkan undercut yang
dapat mengganggu. Alveolektomi dilakukan dengan prinsip mempertahankan tulang
yang tersisa semaksimal mungkin. Hal ini akan mempengaruhi persiapan pemakaian
gigitiruan yang berhubungan dengan retensi, stabilitas, estetik, dan fungsi yang lebih
optimal.19

Berdasarkan keterangan di atas dan melihat pentingnya tindakan alveolektomi
sebelum pemakaian gigitiruan, penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai
prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang
dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun
2011-2012. Alasan peneliti memilih Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
RSGMP FKG USU karena belum adanya data tentang prevalensi tindakan
alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012
dan lokasi tersebut lebih mudah dijangkau oleh peneliti.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan selama ini belum adanya data
tentang prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio
yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU
tahun 2011-2012, maka perumusan permasalahan yang timbul sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Berapa prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur
dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP

FKG USU tahun 2011-2012.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis
kelamin di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun
2011-2012.
2. Untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.
3. Untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi
mengenai prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan
regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG
USU tahun 2011-2012.
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar yang

berguna bagi fakultas-fakultas kedokteran gigi.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat
tentang prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio
yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU
tahun 2011-2012.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penyuluhan bagi tenagatenaga kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Prevalensi Fraktur Akar Gigi Molar Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin Yang Dicabut Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

1 69 48

Prevalensi Fraktur Gigi Premolar Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

8 89 54

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

4 27 59

Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

4 36 45

Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

0 0 12

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

1 2 14

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 4 2

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

1 2 17

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 2 3

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 0 4