Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Abdul Rasyid

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 30 Oktober 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jangka No. 73, Medan

Orangtua

Ayah : Muhammad Ali

Ibu : Hanifah

Riwayat Pendidikan

1. 1997-2003 : SD Negeri 060834, Medan 2. 2003-2006 : SMP Negeri 7, Medan 3. 2006-2009 : SMA Panca Budi, Medan


(2)

LAMPIRAN 2

HASIL PERHITUNGAN SPSS Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

Umur 304 23 87 51.73 10.385

Valid N (listwise)

304

Statistics

umur Jeniskelamin regio

N Valid 304 304 304

Missing 40 40 40

Std. Deviation

1.080 .413 1.126

Range 6 1 3

Minimum 1 1 1

Maximum 7 2 4

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20-30 15 4.4 4.9 4.9

31-40 21 6.1 6.9 11.8

41-50 93 27.0 30.6 42.4

51-60 120 34.9 39.5 81.9

61-70 48 14.0 15.8 97.7

71-80 5 1.5 1.6 99.3

>80 2 .6 .7 100.0

Total 304 88.4 100.0

Missing System 40 11.6


(3)

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 66 19.2 21.7 21.7

perempuan 238 69.2 78.3 100.0

Total 304 88.4 100.0

Missing System 40 11.6

Total 344 100.0

Regio

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kanan atas 84 24.4 27.6 27.6

kiri atas 90 26.2 29.6 57.2

kiri bawah 58 16.9 19.1 76.3

kanan bawah 72 20.9 23.7 100.0

Total 304 88.4 100.0

Missing System 40 11.6


(4)

LAMPIRAN 3

FORM PENGUMPULAN DATA No No. Rekam

Medik

Nama Pasien Umur Jenis Kelamin


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Basa S, Uckan S, Kisnisci R. Preprosthetic and oral soft tissue surgery. United Kingdom: Wiley-blackwell, 2010: 321-23.

2. Taqwim A. Torus Palatinus.

<http://dentosca.wordpress.com/category/prosthodontic/page/2/> (28 Februari 2013).

3. Jainkittivong A, Langlais RP. Buccal and exostoses: Prevalence and concurrence with tori. J Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000; 90: 48-52.

4. Kurtzman GM, Silverstein LH. A Technique for surgical mandibular exostosis removal. Compendium 2006; 27(10):520-5.

5. Quran FAM, Dwairi ZN. Torus palatinus and torus mandibularis in edentulous patients. J of Contemporary Dental Practice 2006; 7(2): 1.

6. Sawair FA, Shayyab MH. Prevalence and clinical characteristics of tori and jaw exostoses in a teaching hospital in Jordan. J Saudi Med (2009); 30(12): 1557-1562.

7. Basha S, Dutt SC. Buccal-sided mandibular angel exostosis. Contemp Clin Dent 2011; 2(3): 237-9.

8. Fragiskos D. Oral surgery, 1st ed., Heidelberg: Springer, 2007: 243-61.

9. Vohra P, Vohra N. Provisional prosthesis for class 1 radical mandibular alveolectomy patient. J of Oral Health & Allied Sciences 2011; 1: 35.

10.Costello BJ, Betts NJ. Preprosthetic surgery for the edentulous patients. Dent Clin North Am 1996; 40(1): 19-38.

11.Hillerup S. Preprosthetic surgery in the elderly. J Prosthet Dent 1994; 72(5): 551-8.

12.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC, 1996; 119-27.

13.Aditya G. Alveoloplasti sebagai tindakan bedah preprostodontik. J Kedokteran Trisakti 1999: 18 (1); 27-33.


(6)

14.Prathap S. Alveolectomy.

<http://samsondentalclinic.com/2011/06/alveolectomy.html> (30 Desember 2012).

15.Archer H. A manual of oral surgery: A step-by-step atlas of operative technics. Philadelphia: W.B Saunders Company, 1975: 169-72.

16.Kaweckyj N. Maxillofacial surgery basics for the dental team: part II. http//:oralb@dentalcare.com. 3 Agustus 2012. (30 Desember 2012)

17.Figueroa R, Mogre A. Pre-prosthetic oral surgery. Germany: Blackwell, 2006: 85-90.

18.Hopkins R. Atlas berwarna bedah mulut preprostetik. Alih bahasa: Lilian Yuwono. Jakarta: EGC, 1989: 9.

19.Adi. Alveolektomi. <http://adifkgugm.wordpress.com/tag/alveolektomi/> (30 Desember 2012)

20.Julica MP. Alveolektomi.

<http://mawarputrijulica.wordpress.com/2010/04/29/alveolektomi/> (30 Desember 2012)

21.Potooloodental. Alveolektomi.

<http://potooloodental.wordpress.com/doc/95757208/Alveolektomi-PDF> (30 Desember 2012)

22.Balaji SM. Oral & maxillofacial surgery. India: Elseiver, 2009: 260-63.

23.Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Karies gigi: pengukuran risiko dan evaluasi. Medan: USU Press, 2010: 63.

24.Peterson et al. Principles of oral and maxillofasial surgery, 2nd ed., London: BC Decker, 2004: 168-70.

25.Carranza NT. Aging and the periodontium. Philadelphia: W.B Saunders Company, 2002: 61.

26.Zlataric DK, Celebic A, Lazic B. Resorptive changes of maxillary and mandibular bone structures in removable denture wearers. Acta stomatol croat, 2002: 36 (2) 261-65.


(7)

27.Sulastri. Tulang alveolar. <http://www.scribd.com/doc/87653694/24/Tulang-alveolar> (30 Desember 2012)


(8)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU pada bulan Januari 2013.

3.3 Populasi dan sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini (total sampling).

Kriteria inklusi:

1. Data rekam medik pasien dengan dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU yang memiliki informasi tentang data pribadi pasien dengan tindakan alveolektomi (jenis kelamin, umur, dan regio) dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012.


(9)

Kriteria eksklusi:

1. Data rekam medik pasien dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU selain dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012.

2. Data rekam medik pasien dengan dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU yang tidak mencantumkan data pribadi pasien (jenis kelamin, umur, dan regio) dan data tentang tindakan yang dilakukan.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional

Alveolektomi Tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris yang menonjol atau tajam, baik sebagian maupun seluruhnya sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa Jenis Kelamin Pasien dengan tindakan alveolektomi yang di lakukan

di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012.yang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan

Umur Umur yang tertera dalam rekam medik pasien dengan tindakan alveolektomi

Regio Daerah atau kuadran dengan tindakan alveolektomi

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara mencatat data sekunder rekam medik pasien dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012.


(10)

3.6 Pengolahan Data

Data diolah dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik maupun diagram.

3.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara menghitung persentase hasil pencatatan data sekunder rekam medik pasien dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan di

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2012.


(11)

Alur Penelitian

Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Populasi

Rekam medik yang berisi data tentang seluruh pasien dengan tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di Departemen

Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Sampel

Rekam medik yang berisi data tentang seluruh pasien tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini (total sampling)

Variabel - Jenis kelamin - Umur

- Regio

Pengolahan dan Analisis Data


(12)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Hasil penelitian diperoleh 304 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 66 orang dengan persentase 21,7% sedangkan pada jenis kelamin perempuan berjumlah 238 orang dengan persentase 78,3%. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin diperoleh rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan sebesar 1:3,6.

Tabel 2. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan di

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 66 21,7%

2 Perempuan 238 78,3%


(13)

Diagram 1. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Diagram 2. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012


(14)

4.2 Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Distribusi sampel berdasarkan umur diperoleh rentang umur yang paling banyak adalah rentang umur 51-60 tahun sebanyak 120 orang dengan persentase 39,5%. Diikuti dengan rentang umur 41-50 tahun sebanyak 93 orang dengan persentase 30,6%. Umur 61-70 tahun sebanyak 48 orang dengan persentase 15,8%, umur 31-40 tahun sebanyak 21 orang dengan persentase 6,9%, umur 20-30 tahun sebanyak 15 orang dengan persentase 4,9%, umur 71-80 tahun sebanyak 5 orang dengan persentase 1,6%, dan jumlah pasien yang paling sedikit adalah umur diatas 80 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase 0,7%.

Tabel 3. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

No Umur Pasien Jumlah Persentase

1 20-30 15 4.9%

2 31-40 21 6.9%

3 41-50 93 30.6%

4 51-60 120 39.5%

5 61-70 48 15.8%

6 71-80 5 1.6%

7 >80 2 0.7%


(15)

Diagram 3. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Diagram 4. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012


(16)

4.3 Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Hasil penelitian menunjukkan regio yang paling banyak dilakukan alveolektomi adalah regio kiri atas sebanyak 90 orang dengan persentase 29,6%, diikuti regio kanan atas sebanyak 84 orang dengan persentase 27,6%, regio kanan bawah sebanyak 72 orang dengan persentase 23,7%, dan regio yang paling sedikit terdapat di regio kiri bawah yaitu sebanyak 58 orang dengan persentase 19,1%. Dengan rasio perbandingan jumlah pasien dengan tindakan alveolektom antara maksila dengan mandibula sebesar 1,3:1.

Tabel 4. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

No Regio Jumlah Persentase

1 Kanan Atas 84 27.6%

2 Kiri Atas 90 29.6%

3 Kiri Bawah 58 19.1%

4 Kanan Bawah 72 23.7%


(17)

Diagram 5. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

Diagram 6. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012


(18)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian diperoleh 304 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

Dari 304 sampel dengan tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, diperoleh jumlah pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan pasien dengan jenis kelamin laki-laki (tabel 2). Hal ini bisa dilihat dengan jumlah pasien jenis kelamin laki-laki sebanyak 66 orang dengan persentase 21,7% sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebanyak 238 orang dengan persentase 78,3%. Dengan rasio perbandingan antara laki-laki dengan perempuan sebesar 1:3,6. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Aree Jainkittivong dkk (2000) pada pasien di fakultas kedokteran gigi Universitas Chulalongkorn, Thailand yang menunjukkan distribusi penonjolan tulang berdasarkan jenis kelamin didapat bahwasanya laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 1,66:1 dari 258 sampel.3,6

Hal ini bisa terjadi karena hasil ini tidak menggambarkan keseluruhan pasien disuatu daerah yang memiliki kondisi yang sama, di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU pasien yang paling banyak melakukan perawatan adalah yang berjenis kelamin perempuan. Pasien perempuan memiliki sensitifitas dan kepedulian yang tinggi terhadap kondisi rongga mulutnya, apabila terdapat kelainan seperti tulang menonjol atau merasa sakit pada saat pemakaian gigitiruan, pasien perempuan segera berkunjung ke Klinik Gigi dan Mulut untuk menerima perawatan. Selain itu hal ini juga bisa terjadi karena banyak pasien yang datang ke Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tidak dengan keinginan sendiri melainkan ada sekelompok orang yang mengkoordinir untuk mengajak pasien


(19)

melakukan perawatan, sebagian besar dari pasien yang diajak berjenis kelamin perempuan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Firas dkk (2006) dan Sawair dkk (2009) menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi penonjolan tulang yang signifikan antara laki-laki dan perempuan oleh karena etiologi penonjolan tulang bisa disebabkan faktor genetik dan faktor lingkungan.3,5,6

Distribusi sampel berdasarkan umur diperoleh sampel paling banyak adalah rentang umur 51-60 tahun, yaitu sebanyak 120 orang dengan persentase 39,5% (tabel 3). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Aree Jainkittivong dkk (2000) pada pasien di fakultas kedokteran gigi Universitas Chulalongkorn, Thailand yang menunjukkan prevalensi penonjolan tulang tertinggi terjadi pada usia 60 tahun dan pada kelompok umur yang lebih tua yaitu sebesar 21,7%. Penonjolan tulang berhubungan dengan meningkatnya usia.3 Berkurangnya vaskularisasi, penurunan

aktivitas metabolisme, dan berkurangnya kemampuan penyembuhan menyebabkan resorpsi tulang bisa meningkat atau berkurang, begitu pula kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung pada lokasinya. Ketidakseimbangan aktivitas osteoklastik dan osteoblastik juga terjadi seiring dengan meningkatnya usia. Hal ini bisa menyebabkan permukaan periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam.25-27

Hasil penelitian diperoleh regio yang paling banyak dilakukan alveolektomi adalah regio kiri atas sebanyak 90 orang dengan persentase 29,6%, diikuti regio kanan atas sebanyak 84 orang dengan persentase 27,6%, regio kanan bawah sebanyak 72 orang dengan persentase 23,7%, dan regio yang paling sedikit terdapat di regio kiri bawah yaitu sebanyak 58 orang dengan persentase 19,1%. Dengan rasio perbandingan antara maksila dengan mandibula sebesar 1,3:1. Hasil ini sama dengan

penelitian yang dilakukan Aree Jainkittivong dkk (2000) yang menunjukkan penonjolan tulang sebanyak 258 orang atau 26,9% dari 960 subjek yang diteliti lebih banyak terjadi di maksila dibandingkan dengan mandibula yaitu dengan perbandingan 5,1:1.3 Hal ini bisa disebabkan karena resorpsi tulang alveolar dimandibula lebih

cepat dibandingkan dengan maksila.28

Patogenesis dari penonjolan ini masih diperdebatkan, berkisar dari faktor genetik hingga lingkungan. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa penonjolan ini


(20)

diturunkan secara autosomal dominan, namun ada yang meyakini bahwa perkembangan penonjolan ini adalah karena beberapa faktor, seperti faktor genetik dan lingkungan.2,3

Dari hasil penelitian, terlihat bahwa umur, jenis kelamin dan pencabutan gigi berhubungan dengan prevalensi tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012.


(21)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Diperoleh 304 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012. 2. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin diperoleh hasil bahwa tindakan alveolektomi paling banyak dilakukan pada pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 78,3% sedangkan pada pasien laki-laki sebanyak 21,7%. Dengan rasio perbandingan jumlah pasien dengan tindakan alveolektomi antara perempuan dengan laki-laki sebesar 3,6:1.

3. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur diperoleh hasil bahwa tindakan alveolektomi paling banyak dilakukan pada kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 39,5% dan rentang umur pasien dengan tindakan alveolektomi yaitu 20 tahun sampai lebih dari 80 tahun.

4. Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio terlihat regio yang paling banyak dilakukan alveolektomi adalah region kiri atas sebanyak 29,6%, diikuti regio kanan atas dengan persentase 27,6%. Dengan rasio perbandingan jumlah pasien dengan tindakan alveolektomi yang dilakukan antara maksila dengan mandibula sebesar 1,3:1.

5. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa umur, jenis kelamin dan pencabutan gigi berhubungan dengan prevalensi tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012.

6. Terdapat perbedaan dari hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya diberbagai negara. Hal ini bisa disebabkan karena adanya perbedaan faktor-faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan, dan perilaku masyarakat yang berbeda-beda disetiap negara.


(22)

6.2 Saran

1. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya 3 variabel saja yang diteliti. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dapat meneliti jenis-jenis penonjolan tulang dirongga mulut baik dirahang atas maupun rahang bawah.

2. Setiap dokter gigi sebaiknya dapat melakukan perawatan gigi dan mulut dengan lebih hati-hati dan profesional terhadap prosedur bedah yang dilakukan.

3. Diharapkan pada pasien laki-laki dan perempuan agar dapat bersikap kooperatif dalam menjalani perawatan bedah preprostetik agar dapat mencapai kesembuhan dan menjada kebersihan rongga mulut secara optimal.

4. Pencatatan data rekam medis sebaiknya dilakukan dengan lengkap dan jelas, misalnya pada penonjolan tulang disertai dengan jenisnya (torus palatinus, torus mandibularis, multiple eksostosis, penonjolan tulang setelah pencabutan gigi) sehingga dokter yang akan merawat ataupun sedang merawat pasien dapat dengan mudah melakukan tindakan perawatan yang tepat agar dapat menguntungkan pasien, dokter yang merawat maupun pihak rumah sakit atau klinik itu sendiri.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Alveolektomi

Banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan tindakan pembuangan sebagian maupun seluruh prosesus alveolaris yang menonjol dengan tujuan untuk mempermudah proses pembuatan maupun pemakaian gigitiruan. Istilah-istilah tersebut antara lain alveoplasti, alveolektomi, dan alveoloplasti. Alveoplasti adalah suatu tindakan bedah untuk mempertahankan dan membentuk kembali linggir yang tersisa. Dilakukan segera setelah pencabutan gigi atau sekunder agar permukaannya dapat dibebani gigitiruan dengan baik.12 Alveoplasti juga dilakukan untuk

membentuk prosesus alveolaris sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigitiruan immediate maupun gigitiruan yang akan dipasang beberapa minggu setelah operasi dilakukan.13,16

Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris yang menonjol baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi juga berarti pemotongan sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus alveolaris yang tajam pada maksila atau mandibula, pengambilan torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar.13,15,16 Adapun pembuangan seluruh prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus alveolaris yang tajam yang lebih dikenal dengan alveolektomi, diindikasikan pada rahang yang diradiasi sehubungan dengan perawatan neoplasma yang ganas. Penggunaan istilah alveolektomi yang biasa digunakan tidak benar tetapi karena sering digunakan maka istilah ini dapat diterima. Alveolektomi bertujuan untuk mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigitiruan. Tindakan ini meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam, mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi, dan menghilangkan eksostosis. Alveolektomi dilakukan segera setelah pencabutan gigi atau sekunder.12,13,15,16


(24)

Alveolotomi adalah suatu tindakan membuka prosesus alveolaris yang bertujuan untuk mempermudah pengambilan gigi impaksi atau sisa akar yang terbenam, kista atau tumor, atau untuk melakukan tindakan apikoektomi. Indresano dan Laskin mendefinisikan istilah alveoloplasti sebagai suatu prosedur untuk membentuk prosesus alveolaris, dan alveolektomi adalah suatu prosedur pembuangan prosesus alveolaris. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alveolektomi adalah suatu tindakan pembuangan sebagian prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol untuk mempersiapkan bentuk yang dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigitiruan.13

Setelah pencabutan gigi, sangat penting dilakukan pembentukan kembali prosesus alveolaris untuk mempersiapkan tempat bagi gigitiruan yang akan dibuat. Apabila tidak dilakukan, akan menghasilkan puncak lingir yang tidak beraturan, undercut dan penonjolan tulang. Apabila tidak dihilangkan sebelum pemakaian gigitiruan, akan menimbulkan kerusakan pada jaringan lunak dan stabilitas retensi gigitiruan.8

2.2 Tujuan Alveolektomi

Tujuan alveolektomi adalah:12,13,15,19-21

1. Memperbaiki kelainan dan perubahan alveolar ridge yang berpengaruh dalam adaptasi gigitiruan.

2. Pengambilan eksostosis, torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar yang dapat mengganggu pemakaian gigitiruan.

3. Membuang alveolar ridge yang tajam atau menonjol.

4. Untuk menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigitiruan.


(25)

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Alveolektomi 2.3.1 Indikasi Alveolektomi

Indikasi alveolektomi adalah:1,8,13,15,22

1. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut, cortical plate yang tajam, dan puncak ridge yang tidak teratur sehingga mengganggu proses pembuatan dan adaptasi gigitiruan.

2. Pada kasus gigi posterior yang tinggal sendiri sering mengalami ekstrusi atau supra-erupsi. Tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk mendukung hal tersebut, sehingga bila gigi tersebut dicabut akan terlihat prosesus alveolaris yang lebih menonjol.

3. Pada kasus pencabutan gigi multiple, apabila setelah pencabutan gigi terdapat sisi marginal alveolar yang kasar dan tidak beraturan atau jika ridge alveolar tinggi.

4. Pada kasus dengan kelainan eksostosis, torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan,estetis, dan pemakaian gigitiruan.

2.3.2 Kontraindikasi Alveolektomi Kontraindikasi alveolektomi adalah:8,13,19,23

1. Pada pasien yang memiliki bentuk prosesus alveolaris yang tidak rata, tetapi tidak mengganggu adaptasi gigitiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas.

2. Pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol yaitu penyakit kardiovaskuler, Diabetes Mellitus (DM) dan aterosklerosis.

2.4 Klasifikasi Alveolektomi

2.4.1 Alveolektomi Setelah Pencabutan Satu Gigi

Alveolektomi yang dilakukan setelah pencabutan satu gigi. Tindakan ini dilakukan karena daerah yang edentulous sudah mengalami resorpsi sehingga bila gigi tersebut dicabut akan terlihat prosesus alveolaris yang lebih menonjol. Pada kasus gigi posterior yang tinggal sendiri menimbulkan kendala dan memerlukan


(26)

tindakan yang khusus karena sering mengalami ekstrusi atau supra-erupsi. Tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk mendukung hal tersebut. Pada lengkung rahang atas, keberadaan sinus maksilaris menambah rumit masalah karena erupsi yang memanjang sering disertai dengan penurunan sinus. Alveolektomi dilakukan segera setelah pencabutan gigi atau sekunder. Serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari periosteum yang terjadi karena pencabutan dibuang terlebih dahulu. Diikuti dengan reduksi undercut yang tidak dikehendaki dan tonjolan-tonjolan tulang lainnya.8,12,21,22

Gambar 1. Gigi posterior yang tinggal sendiri mengalami ekstrusi atau supraerupsi yang memerlukan tindakan khusus. Fragiskos D,

Gambar 1. A. Gigi posterior yang memerlukan tindakan khusus. B. Gambaran ilustrasi.8

Prosedurnya sebagai berikut, suatu flep didisain sebagai jalan pembuka untuk pelaksanaan perbaikan linggir alveolar; flep yang biasa digunakan adalah tipe envelope, karena tipe ini memberikan lapangan pandang yang luas dan mudah dalam pengerjaannya; flep dibuka ke pertemuan mukosa bergerak dan tidak bergerak dan sedikit pengangkatan tepi mukoperiosteum sebelah palatal agar tepi tulang alveolar dapat diperiksa; serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari periosteum yang terjadi karena pencabutan dibuang terlebih dahulu kemudian diikuti dengan reduksi undercut dan tonjolan-tonjolan lainnya; hal ini biasa dilakukan dengan menggunakan tang rongeur pemotong tulang atau dengan menggunakan bur disertai irigasi larutan salin steril;


(27)

A. B.

A. B.

Gambar 2. A. Reduksi undercut dengan ronguer. B. Reduksi undercut dengan bur.8

permukaan tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file dengan tekanan dan tarikan; bagian yang dioperasi diirigasi dengan larutan salin steril kemudian diamati kehalusan dari tulang dengan melakukan kompresi menggunakan jari, kemudian luka ditutup dengan penjahitan terputus.8,12

Gambar 3. A. Proses penghalusan tulang. B. Proses penjahitan dan penutupan luka.8

2.4.2 Alveolektomi Setelah Pencabutan Dua atau Tiga Gigi

Alveolektomi yang dilakukan setelah pencabutan dua atau tiga gigi rahang atas atau rahang bawah. Prosedurnya hampir sama dengan yang diterangkan diatas pada pencabutan satu gigi. Tindakan ini dilakukan apabila setelah pencabutan gigi terdapat sisi marginal alveolar yang kasar dan tidak beraturan atau jika ridge alveolar tinggi.8


(28)

Gambar 4. A. Pemeriksaan klinis gigi yang akan dilakukan pencabutan. B. Radiografi gigi yang akan dilakukan pencabutan.8

Pertama sekali bagian dari mukosa diinsisi bentuk oval dari mesial dan distal ke soket gigi yang dicabut; tulang dihaluskan dengan ronguer dan bur, selanjutnya diirigasi, kemudian luka dijahit; jika pada palpasi terdapat tulang yang kasar pada soket yang dipencabutan, tulang dibentuk dengan menggunakan bone file, dan bisa dikombinasikan dengan ronguer.8

Gambar 5. A. Insisi bentuk oval. B. Gambaran ilustrasi.8

A. B.


(29)

Gambar 6. A. Proses penghalusan tulang. B. Proses penjahitan luka. C. Gambaran klinis setelah perawatan.8

2.4.3 Alveolektomi Setelah Pencabutan Multiple

Setelah pemeriksaan klinis dan penilaian radiologi, dilakukan pencabutan gigi dengan menggunakan anestesi lokal kemudian semua gigi dicabut satu persatu dengan hati-hati.8

Insisi dibuat pada ridge alveolar untuk memotong papilla interdental dan gingiva dilepaskan dari prosesus alveolaris; segera sesudah didapat ruangannya, ujung-ujung tulang dibuang (tulang intraseptal dan penonjolan tulang) menggunakan

ronguer;

A.


(30)

Gambar 7. A. Pemeriksaan klinis gigi yang akan dilakukan pencabutan. B.

Gambaran radiografi gigi yang akan dilakukan pencabutan.8

Gambar 8. A. Insisi ridge alveolar dan proses pembuangan tulang intraseptal dan

ujung-ujung tulang. B. Gambaran setelah proses pembuangan tulang.8

setelah mukoperiosteum diangkat, tulang dihaluskan dengan bone file, sesudah itu permukaan tulang diperiksa kehalusannya dengan menggunakan jari tangan; tepi dari flep juga dirapikan dengan gunting jaringan lunak agar diperoleh kontak yang baik setelah pengambilan tulang;

A. B.


(31)

Gambar 9. A. Proses penghalusan permukaan tulang . B. Proses merapikan tepi dari flep.8

selanjutnya larutan salin yang banyak digunakan untuk mengirigasi daerah operasi kemudian diikuti dengan penjahitan luka; permukaan tulang yang halus menghasilkan stabilitas dan retensi yang diharapkan pada gigitiruan penuh.8

Gambar 10. A. Irigasi dengan larutan salin dan penjahitan luka. B. Gambaran

setelah dilakukan perawatan.8

2.4.4 Alveolektomi Pada Edentulous Alveolar Ridge.

Setelah pencabutan gigi dan luka telah sembuh dalam waktu yang cukup lama, sering terjadi permukaan tulang alveolar yang tidak rata. Hal ini biasanya terjadi karena tidak memeriksa dengan teliti permukaan tulang setelah pencabutan gigi.8

A. B.


(32)

Gambar 11. Gambaran klinis penonjolan tulang setelah pencabutan gigi dalam waktu yang lama.8

Dalam beberapa kasus, tulang harus dihaluskan untuk mencegah kerusakan dan membuang hambatan pada pemasangan gigitiruan penuh. Apabila penonjolan tulang besar, pertama sekali insisi dibuat sepanjang puncak ridge alveolar dari penonjolan tulang yang dilokalisasi dan kemudian mukoperiosteum dibuka;

Gambar 12. A. Insisi pada puncak ridge . B. Mukoperiosteum dibuka.8

selanjutnya daerah tersebut dihaluskan dengan bone file dan tulang dipalpasi untuk memastikan kehalusan dari tulang diikuti dengan irigasi larutan salin yang banyak pada daerah operasi dan terakhir dilakukan penjahitan.8


(33)

Gambar 13. A. Proses penghalusan permukaan tulang. B. Proses penjahitan luka.8

2.4.5 Alveolektomi Kelainan Kongenital Multiple Eksostosis

Kelainan ini jarang menimbulkan keluhan, biasanya terdapat pada permukaan bukal maksila atau mandibula. Penyebabnya tidak diketahui dan biasanya tidak membutuhkan perawatan kecuali eksostosisnya besar dan mengganggu fungsi pengunyahan atau estetis.8,22 Teknik pembedahannya: Setelah anastesi lokal diberikan, dilakukan insisi dengan membuat flep berbentuk envelope; mukoperiosteum dibuka dengan hati-hati sampai permukaan eksostosis didapatkan, selama pembukaan, jari tangan ditempatkan diatas flep yang dibuat untuk mencegah terjadinya gerakan dari periosteal elevator yang dapat menyebabkan perforasi;

Gambar 14. A. Gambaran klinis kasus eksostosis. B. Insisi flep bentuk envelope setelah pemberian anestesi lokal.8

A. B.


(34)

kemudian eksostosis dikeluarkan dengan ronguer atau bur khusus dengan penyemprotan larutan salin untuk mencegah panas yang berlebihan pada tulang; selanjutnya permukaan tulang dihaluskan dengan bone file kemudian kehalusan dari tulang diperiksa;

Gambar 15. A. Proses pengeluaran eksostosis. B. Proses penghalusan eksostosis.8 selanjutnya dilakukan irigasi yang banyak dengan larutan salin pada daerah operasi dan permukaan jaringan lunak. Papilla gingival diratakan untuk memudahkan penyatuan flep sebelum dilakukan penjahitan terputus.8

Gambar 16. Proses penjahitan luka.8


(35)

2. 5 Prosedur Alveolektomi

Prosedur alveolektomi pada maksila dan mandibula:8

1. Jika salah satu dari gigi yang tersisa baru dicabut, mukoperiosteum harus dicek untuk memastikan bahwa telah terdapat kedalaman minimum sebesar 10 mm dari semua tepi gingival yang mengelilingi area yang akan dihilangkan.

2. Angkat flep dengan periosteal elevator dan tahan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk tangan kiri atau dengan hemostat yang ditempelkan pada tepi flep atau dengan tissue retactor.

3. Bebaskan tepi flep dari darah menggunakan suction apparatus, dan jaga dari seluruh area operasi.

4. Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan satu blade pada puncak alveolar dan blade lainnya dibawah undercut yang akan dibuang, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau bawah dan berlanjut ke bagian paling distal dari alveolar ridge pada sisi yang terbuka.

5. Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat menuju lingual/palatal, sehingga plate bagian lingual/palatal dapat terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal yang tajam.

6. Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan end-cutting rongeurs.

7. Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone file. 8. Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap serpihan kecil tulang atau struktur gigi atau material tumpatan yang masuk ke dalam soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri atas dan lanjutkan ke tahap berikutnya.

9. Kembalikan flep pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan lunak, dan ratakan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk yang lembab.

10. Catat jumlah jaringan bertindih yang tulang dibawahnya telah dikurangi, yang akhirnya meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi oleh jaringan lunak.

11. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang sebelumnya terlihat bertindih.


(36)

12. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan jari telunjuk yang lembab, perkirakan tepi dari mukoperiosteum, lalu catat apakah ada penonjolan tajam yang tersisa pada alveolar ridge. Operator dapat merasakannya dengan jari telunjuk.

13. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan dengan bone fie.

14. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan menggunakan benang jahitan sutra hitam continue nomor 000. Walaupun demikian, penjahitan terputus juga dapat digunakan jika diinginkan.

2.6 Komplikasi Pasca Bedah Alveolektomi

Dalam melakukan suatu tindakan bedah, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya komplikasi, demikan pula halnya dengan tindakan alveolektomi. Efek yang dialami pasien setelah tindakan alveolektomi biasanya dapat berupa:12,13

1. Pembengkakan yang umumnya terjadi pasca operasi. 2. Rasa sakit dan ngilu pada tulang alveolar.

3. Parastesi.

4. Peradangan di daerah jahitan. 5. Lepasnya jahitan.

6. Perdarahan. 7. Hematoma.

8. Resorpsi tulang berlebihan.

9. Timbulnya rasa tidak enak pasca operasi (ketidaknyamanan). 10. Proses penyembuhan yang lambat.

11. Osteomielitis

Tetapi semua hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan prosedur operasi serta tindakan-tindakan pra dan pasca operasi yang baik.13


(37)

2.7 Perawatan Pasca Bedah Alveolektomi

Pasien yang telah menjalani bedah alveolektomi harus dilakukan perawatan pasca bedah sebagaimana biasanya pada setiap tindakan bedah pada umumnya. Instruksi pasca bedah yang biasa diberikan pada pasien adalah:12

1. Pasien dianjurkan untuk melakukan kompres dengan cairan kompres, bisa juga air dingin selama kurang lebih 30 menit pada jam pertama untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya pembengkakan.

2. Pasien diharapkan tidak mengganggu daerah operasi dan menjaga kebersihan mulutnya dengan cara berkumur pelan-pelan setiap selesai makan dengan cairan antiseptik atau obat kumur yang telah disiapkan.

3. Pasien diminta datang pada hari berikutnya untuk melakukan kontrol kembali pada daerah operasinya.

4. Lima hari pasca operasi pasien diminta datang untuk pembukaan jahitan. Pasien yang telah melakukan alveolektomi hendaklah diberikan bekal resep obat anti sakit (analgesik) dan vitamin untuk mempercepat penyembuhan. Dapat juga diberikan antibiotik apabila diperlukan dan sebaiknya juga diberikan obat kumur antiseptik.12 Setelah melakukan kontrol terakhir yang diikuti dengan pembukaan jahitan, hendaklah dilakukan pemeriksaan ulang pada daerah operasi tersebut, apakah hasil alveolektomi yang dilakukan telah berhasil atau terjadi kegagalan. Apabila terjadi kegagalan maka pengulangan tindakan alveoektomi dapat direncanakan setelah terjadi penyembuhan total.22


(38)

Kerangka Teori

Alveolektomi

Definisi Tujuan Klasifikasi Komplikasi

Pasca Bedah Indikasi dan

Kontraindikasi

Prosedur

Alveolektomi kelainan kongenital multiple eksostosis

Perawatan Pasca Bedah

Alveolektomi setelah pencabutan satu gigi

Aveolektomi setelah pencabutan dua atau tiga

Alveolektomi setelah pencabutan multiple

Alveolektomi pada edentulous alveolar ridge Indikasi


(39)

Kerangka Konsep

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Epidemiologi

- Jenis Kelamin - Umur


(40)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penonjolan tulang (eksostosis) adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang keluar dari permukaan tulang. Secara khas keadaan ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago. Penonjolan di daerah midline rahang atas disebut torus palatinus sedangkan penonjolan dilateral rahang bawah disebut torus mandibularis.1,2 Berdasarkan hasil penelitian Aree Jainkittivong dkk (2000) yang

dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Chulalongkorn, Thailand di dapat prevalensi pasien dengan penonjolan tulang sebanyak 26,9% dari 960 subjek yang diteliti.3

Patogenesis dari penonjolan tulang ini masih diperdebatkan, dapat dipengaruhi faktor genetik misalnya umur dan jenis kelamin atau faktor lingkungan misalnya trauma setelah pencabutan gigi dan tekanan kunyah.4 Penonjolan tulang berhubungan dengan meningkatnya umur dan jenis kelamin, hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aree Jainkittivong dkk (2000) menunjukkan prevalensi penonjolan tulang tertinggi terjadi pada umur 60 tahun dan pada kelompok umur yang lebih tua yaitu sebesar 21,7%. Distribusi penonjolan tulang berdasarkan jenis kelamin didapat bahwasanya laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 1,66:1.3 Sementara itu dari penelitian yang dilakukan oleh Firas dkk (2006) dan Sawair dkk (2009) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi penonjolan tulang yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.5,6

Penonjolan tulang umumnya lebih banyak terjadi pada maksila dibandingkan dengan mandibula dengan perbandingan 5,1:1.3,7 Penonjolan tulang juga dapat terjadi setelah pencabutan gigi. Penonjolan ini harus dihilangkan untuk persiapan pemakaian gigitiruan. Apabila tidak dihilangkan, akan mempengaruhi jaringan lunak, stabilitas gigitiruan, retensi gigitiruan, adaptasi gigitiruan dan dapat mengganjal basis gigitiruan sehingga harus dihilangkan dengan tindakan bedah.2,8 Tindakan bedah yang


(41)

dilakukan untuk persiapan pemakaian gigitiruan disebut bedah preprostetik. Tingginya angka pencabutan gigi yang terjadi saat ini dan meningkatnya penduduk berumur lanjut, meningkatkan kebutuhan akan bedah preprostetik yang salah satu tindakannya adalah alveolektomi.9-12

Menurut Archer, alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus alveolaris yang tajam sehingga bisa dilakukan aposisi mukosa.13-15 Alveolektomi juga berarti pemotongan sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol pada maksila atau mandibula, pengambilan torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar.13,15-17

Tindakan alveolektomi pertama kali dilakukan oleh A. T. Willard of Chelsea pada tahun 1853 di Massachusetts, Amerika Serikat. Willard melakukan pembuangan papila interdental gingival dan margin alveolar sehingga memungkinkan penutupan celah dari jaringan lunak. Pada tahun 1876, W. George Beers dari Montreal melakukan suatu tindakan alveolektomi yang sangat radikal. Ia melakukan pengambilan sebagian besar prosesus transversal atau septa, serta plat luar dan dalam alveolus dengan menggunakan tang potong. Shearer mempublikasikan “External Alveolectomy” pada tahun 1920, yang menggambarkan teknik yang digunakannya sejak tahun 1905. Sejak teori Willard dipublikasikan, banyak yang mendukung maupun menentang keseluruhan konsep alveolektomi serta tindakan bedah untuk melakukan pembuangan gigi.13

Molt pada tahun 1923, mendorong digunakannya pre-operasi studi model untuk menghindari dilakukannya tindakan bedah yang terlalu luas. Ia menganjurkan agar septum interdental dipertahankan sehingga dapat berfungsi sebagai matriks pada proses regenerasi tulang. Ia juga menganjurkan agar penutupan jaringan lunak tidak terlalu tegang, serta tidak terlalu rapat menutupi margin yang luka untuk mempertahankan kedalaman sulkus vestibular.13

Masalah resorpsi tulang berlebih yang mengikuti suatu tindakan alveolektomi mulai diakui pada tahun 1936, pada saat O. T. Dean mempublikasikan suatu teknik yang benar-benar baru yaitu “Intra-Septal Alveolectomy” yang pertama kali digunakannya pada tahun 1916. Pada tahun 1966 Obwegeser, anggota American


(42)

Society of Oral Surgeons, di Walter Reed Army Medical Center, merekomendasikan suatu modifikasi dari teknik Dean untuk menanggulangi kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim. Obwegeser mengembangkan teknik “crush” Dean yang meliputi pematahan dan pembentukan kembali korteks palatal seperti halnya korteks labial.13 Dean (1941) dan Obwegeser (1986), memperkenalkan teknik untuk menghilangkan undercut bagian depan rahang atas atau tonjolan tanpa perlu dilakukan pemotongan tulang alveolar secara berlebihan.18

Tujuan dari tindakan alveolektomi adalah untuk pengambilan torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar, tindakan pengurangan dan perbaikan tulang alveolar yang menonjol atau tidak teratur, dan untuk menghilangkan undercut yang dapat mengganggu. Alveolektomi dilakukan dengan prinsip mempertahankan tulang yang tersisa semaksimal mungkin. Hal ini akan mempengaruhi persiapan pemakaian gigitiruan yang berhubungan dengan retensi, stabilitas, estetik, dan fungsi yang lebih optimal.19

Berdasarkan keterangan di atas dan melihat pentingnya tindakan alveolektomi sebelum pemakaian gigitiruan, penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012. Alasan peneliti memilih Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU karena belum adanya data tentang prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012 dan lokasi tersebut lebih mudah dijangkau oleh peneliti.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan selama ini belum adanya data tentang prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012, maka perumusan permasalahan yang timbul sebagai berikut:


(43)

1. Berapa prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

2. Untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan umur di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

3. Untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan regio di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar yang berguna bagi fakultas-fakultas kedokteran gigi.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penyuluhan bagi tenaga-tenaga kesehatan.


(44)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2013

Abdul Rasyid,

Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

xi + 39 halaman

Penonjolan tulang (eksostosis) adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang keluar dari permukaan tulang. Penonjolan ini harus dihilangkan untuk persiapan pemakaian gigitiruan. Apabila tidak dihilangkan, akan mempengaruhi jaringan lunak, stabilitas gigitiruan, retensi gigitiruan, dan adaptasi gigitiruan yang dapat mengganjal basis gigitiruan sehingga harus dihilangkan dengan tindakan bedah. Tindakan bedah yang dilakukan untuk persiapan pemakaian gigitiruan disebut bedah preprostetik. Salah satu tindakan bedah preprostetik adalah alveolektomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012.

Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 304 sampel. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 304 sampel. Data sampel dikumpulkan dengan cara mencatat


(45)

data sekunder rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data diolah dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi tindakan alveolektomi paling banyak dilakukan pada pasien dengan jenis kelamin perempuan dengan persentase 78,3% sedangkan pada laki-laki persentasenya 21,7%. Dengan rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki sebesar 3,6:1. Distribusi sampel berdasarkan umur diperoleh alveolektomi paling banyak dilakukan pada kelompok umur 51-60 tahun dengan persentase 39,5%. Tindakan alveolektomi berdasarkan regio diperoleh regio yang paling banyak adalah regio kiri atas dengan persentase 29,6%, diikuti regio kanan atas dengan persentase 27,6%. Dengan rasio perbandingan antara maksila dan mandibula sebesar 1,3:1.

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa jenis kelamin, umur dan pencabutan gigi berhubungan dengan prevalensi tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012. Daftar Rujukan: 28 (1975-2013)


(46)

PREVALENSI TINDAKAN ALVEOLEKTOMI BERDASARKAN

JENIS KELAMIN, UMUR, DAN REGIO YANG DILAKUKAN

DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

RSGMP FKG USU TAHUN 2011-2012

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ABDUL RASYID 090600018

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(47)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2013

Abdul Rasyid,

Prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur, dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2011-2012

xi + 39 halaman

Penonjolan tulang (eksostosis) adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang keluar dari permukaan tulang. Penonjolan ini harus dihilangkan untuk persiapan pemakaian gigitiruan. Apabila tidak dihilangkan, akan mempengaruhi jaringan lunak, stabilitas gigitiruan, retensi gigitiruan, dan adaptasi gigitiruan yang dapat mengganjal basis gigitiruan sehingga harus dihilangkan dengan tindakan bedah. Tindakan bedah yang dilakukan untuk persiapan pemakaian gigitiruan disebut bedah preprostetik. Salah satu tindakan bedah preprostetik adalah alveolektomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi tindakan alveolektomi berdasarkan jenis kelamin, umur dan regio yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012.

Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 304 sampel. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 304 sampel. Data sampel dikumpulkan dengan cara mencatat


(48)

data sekunder rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data diolah dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi tindakan alveolektomi paling banyak dilakukan pada pasien dengan jenis kelamin perempuan dengan persentase 78,3% sedangkan pada laki-laki persentasenya 21,7%. Dengan rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki sebesar 3,6:1. Distribusi sampel berdasarkan umur diperoleh alveolektomi paling banyak dilakukan pada kelompok umur 51-60 tahun dengan persentase 39,5%. Tindakan alveolektomi berdasarkan regio diperoleh regio yang paling banyak adalah regio kiri atas dengan persentase 29,6%, diikuti regio kanan atas dengan persentase 27,6%. Dengan rasio perbandingan antara maksila dan mandibula sebesar 1,3:1.

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa jenis kelamin, umur dan pencabutan gigi berhubungan dengan prevalensi tindakan alveolektomi yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012. Daftar Rujukan: 28 (1975-2013)


(49)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 09 April 2013

Pembimbing: Tandatangan

1. Abdullah, drg 1………


(50)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 17 April 2013

TIM PENGUJI KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM 2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes


(51)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Muhammad Ali dan Ibunda Hanifah atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih kepada abangda Muhammad Hanafi, S.Kom dan adinda Balkhis yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy A. Ketaren., drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Abdullah, drg selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.

4. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort selaku penasehat akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

6. Keluarga besar HmI Komisariat FKG USU dan rekan-rekan pengurus HmI Komisariat FKG USU Medan Periode 2011-2012.


(52)

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Abangda M. Mitra Nst, Raagung P Armidin, Zulkadri Habibi Amin, Masbudi H Gurning, Kakanda Siska Ella Natassa, Nanda Iswa, Uta Juliani, Coni Oktami, Rizka Atifa, dan sahabat yang selalu mendampingi penulis dalam menjalani perjuangan di FKG USU, Dimas Agara, Aulia Riza, Tri Arga, Raja Arief, M. Deriansyah, Sarah Faizah, Dwi Desmiana, Ade Maya, Siti Firdhanty, Laina Tushiva, Marlina Isma, Fadil Pradana, M. Fauzi, Mitra Riswanda, Rahmat Hidayat dan seluruh teman-teman angkatan 2009 yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut 2012 Hefni Fadhillah Rambe, Anggun, Sarah Rizky, Putri Dwi Maretna dan lain-lain atas bantuan dan semangatnya.

9. Adinda dan kakanda di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, April 2013

Penulis

(Abdul Rasyid)


(53)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI . ...

KATA PENGANTAR . ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4


(54)

2.1 Definisi Alveolektomi ... 5

2.2 Tujuan Alveolektomi ... 6

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Alveolektomi ... 7

2.3.1 Indikasi Alveolektomi ... 7

2.3.2 Kontraindikasi Alveolektomi ... 8

2.4 Klasifikasi Alveolektomi ... 7

2.4.1 Alveolektomi Setelah Pencabutan Satu Gigi ... 7

2.4.2 Alveolektomi Setelah Pencabutan Dua atau Tiga Gigi ... 9

2.4.3 Alveolektomi Setelah Pencabutan Multiple ... 11

2.4.4 Alveolektomi Pada Edentulus Alveolar Ridge ... 13

2.4.5 Alveolektomi Kelainan Kongenital Multiple Eksostosis ... 15

2.5 Prosedur Alveolektomi ... 17

2.6 Komplikasi Pasca Bedah Alveolektomi. ... 18

2.7 Perawatan Pasca Bedah Alveolektomi. ... 19

Kerangka Teori. ... 20

Kerangka Konsep ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22


(55)

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.6 Pengolahan Data ... 24

3.7 Analisis Data ... 24

Alur Penelitian. ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 26

4.1 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 26

4.2 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 28

4.3 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN


(56)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variabel dan Definisi Operasional ... 23 2 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 26 3 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 28 4 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 30


(57)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gigi posterior yang memerlukan penatalaksanaan khusus ... 8

2 Proses pembukaan flep bentuk envelope dan reduksi undercut dan tonjolan ... 9

3 Proses penghalusan tulang dan penutupan luka. ... 9

4 Pemeriksaan klinis dan Radiografi gigi yang akan dicabut ... 10

5 Insisi bentuk oval ... 10

6 Proses penghalusan tulang penjahitan luka ... 11

7 Pemeriksaan klinis dan radiografi gigi yang akan diekstraksi ... 12

8 Insisi ridge alveolar dan proses pembuangan tulang intraseptal dan ujung-ujung tulang ... 12

9 Proses penghalusan permukaan tulang dan merapikan tepi dari flep. ... 13

10 Irigasi dengan larutan salin dan penjahitan luka ... 13

11 Gambaran klinis penonjolan tulang setelah pencabutan gigi dalam waktu yang lama ... 14

12 Insisi pada puncak ridge dan mukoperiosteum dibuka ... 14

13 Proses penghalusan permukaan tulang dan penjahitan luka ... 15

14 Insisi flep bentuk envelope setelah pemberian anestesi lokal ... 15

15 Proses pengeluaran dan penghalusan eksostosis ... 16


(58)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

1 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 27 2 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ( Diagram Pie) ... 27 3 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 29 4 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ( Diagram Pie) ... 29 5 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 31 6 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ( Diagram Pie) ... 31


(59)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Hasil Perhitungan SPSS 3. Form Pengumpulan Data


(1)

2.1 Definisi Alveolektomi ... 5

2.2 Tujuan Alveolektomi ... 6

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Alveolektomi ... 7

2.3.1 Indikasi Alveolektomi ... 7

2.3.2 Kontraindikasi Alveolektomi ... 8

2.4 Klasifikasi Alveolektomi ... 7

2.4.1 Alveolektomi Setelah Pencabutan Satu Gigi ... 7

2.4.2 Alveolektomi Setelah Pencabutan Dua atau Tiga Gigi ... 9

2.4.3 Alveolektomi Setelah Pencabutan Multiple ... 11

2.4.4 Alveolektomi Pada Edentulus Alveolar Ridge ... 13

2.4.5 Alveolektomi Kelainan Kongenital Multiple Eksostosis ... 15

2.5 Prosedur Alveolektomi ... 17

2.6 Komplikasi Pasca Bedah Alveolektomi. ... 18

2.7 Perawatan Pasca Bedah Alveolektomi. ... 19

Kerangka Teori. ... 20

Kerangka Konsep ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22


(2)

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.6 Pengolahan Data ... 24

3.7 Analisis Data ... 24

Alur Penelitian. ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 26

4.1 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 26

4.2 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 28

4.3 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variabel dan Definisi Operasional ... 23 2 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 26 3 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 28 4 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 30


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gigi posterior yang memerlukan penatalaksanaan khusus ... 8

2 Proses pembukaan flep bentuk envelope dan reduksi undercut dan tonjolan ... 9

3 Proses penghalusan tulang dan penutupan luka. ... 9

4 Pemeriksaan klinis dan Radiografi gigi yang akan dicabut ... 10

5 Insisi bentuk oval ... 10

6 Proses penghalusan tulang penjahitan luka ... 11

7 Pemeriksaan klinis dan radiografi gigi yang akan diekstraksi ... 12

8 Insisi ridge alveolar dan proses pembuangan tulang intraseptal dan ujung-ujung tulang ... 12

9 Proses penghalusan permukaan tulang dan merapikan tepi dari flep. ... 13

10 Irigasi dengan larutan salin dan penjahitan luka ... 13

11 Gambaran klinis penonjolan tulang setelah pencabutan gigi dalam waktu yang lama ... 14

12 Insisi pada puncak ridge dan mukoperiosteum dibuka ... 14

13 Proses penghalusan permukaan tulang dan penjahitan luka ... 15

14 Insisi flep bentuk envelope setelah pemberian anestesi lokal ... 15

15 Proses pengeluaran dan penghalusan eksostosis ... 16


(5)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

1 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 27 2 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ( Diagram Pie) ... 27 3 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 29 4 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ( Diagram Pie) ... 29 5 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ... 31 6 Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2011-2012 ( Diagram Pie) ... 31


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Hasil Perhitungan SPSS 3. Form Pengumpulan Data


Dokumen yang terkait

Prevalensi Fraktur Akar Gigi Molar Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin Yang Dicabut Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

1 69 48

Prevalensi Fraktur Gigi Premolar Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

8 89 54

Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

4 36 45

Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

0 0 12

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

1 2 14

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 4 2

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 0 4

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

1 2 17

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 2 3

Prevalensi Tindakan Alveolektomi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Dan Regio Yang Dilakukan Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial Rsgmp Fkg Usu Tahun 2011-2012

0 0 4