Pengaruh Corporate Governance Terhadap Pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun (2010-2012)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Corporate Governance
2.1.1.1 Pengertian Corporate Governance
Organization for economic coorperation and development (OECD, 2004)
mendefinisikan Corporate Governance sebagai : “The Structure through which
shareholder, director, managers set of the board objective of the company, the
means of attaining those objectives and monitoring performance.” (Struktur yang
olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan
perusahaan dan sarana untuk mencapai tujan-tujuan tersebut dan mengawasi
kinerja).
Dan Wahyudi Prakarsa dari Universitas Indonesia (2000) :
“... mekanisme adminstratif yang mengatur hubungan-hubungan antara
manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan
kelompok-kelompok kepentingan (shareholders) yang lain. Hubunganhubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan
dan sistem insentif sebagai framework yang diperlukan untuk menentukan
tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta
pemantauan kinerja yang dihasilkan.”
Secara garis besar, dari rentang jangkauannya, GCG dapat dibagi menjadi
dua falsafah yang berbeda yaitu GCG dalam arti sempit dan GCG dalam arti luas.
GCG dalam arti sempit merupakan keterkaitan antara lembaga-lembaga yang
mengatur perilaku perusahaan dan terbatas pada pihak-pihak yang ada di dalam
lingkup perusahaan yaitu dewan komisaris, direksi, dan RUPS. Cara pandang ini
13
Universitas Sumatera Utara
meyakini bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tertumpu pada usaha untuk
pencapaian profit yang setinggi-tingginya, karena dengan demikian masyarakat
akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi melalui pajak yang dibayarkan
perusahaan.
Sedangkan GCG dalam arti luas mencakup pula stakeholder (pemerintah,
kreditor, pemasok, pelanggan, kelompok lain dan masyarakat). GCG dalam arti
luas ini menyangkut tanggung jawab perusahaan kepada para stakeholder atas
kegiatan ekonominya dengan segala dampaknya termasuk dengan melakukan
CSR. (Kiroyan, 2006) Dalam struktur corporate governance, terdapat elemenelemen yaitu jumlah Komisaris, Independensi Dewan Komisaris, Jumlah Rapat
Dewan Komisaris, Komisaris Wanita, Independensi Komite Audit, Kepemilikan
Asing, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan
Pemerintah. Elemen-elemen inilah yang berperan untuk mengolah perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan secara financial yang diharapkan dan juga
melakukan aktivitas non financial.
2.1.1.2 Tujuan Corporate Governance
Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama
(OECD, 2004):
1.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham
2.
Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non
pemegang saham.
3.
Meningkatkan
nilai
perusahaan
dan
para
pemegang
saham.
Peningkatan nilai perusahaan antara lain ditandai oleh peningkatan
14
Universitas Sumatera Utara
nilai modal sendiri. Modal sendiri adalah sumber dana perusahaan
yang dimiliki para pemegang saham, terdiri dari modal yang disetor
dan laba yang ditahan. Semakin besar jumlah modal sendiri dari tahun
ke tahun semakin tinggi pula nilai perusahaan.
4.
Meningkatkan efektivitas kerja Dewan Direksi atau Board of
Directors dan manajemen perusahaan, meningkatkan efektivitas
Dewan Pengurus dan manajemen perusahan merupakan tujuan lain
Good Corporate Governance dalam perusahaan dengan Good
Corporate Governance, Chairmandan para anggota Board of Directors
secara kolektif maupun individual mempunyai pengetahuan yang
dalam tentang bidang usaha perusahaannya. Dengan demikian mereka
dapat membimbing anggota manajemen perusahaan secara lebih
efektif.
5.
Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
2.1.1.3 Manfaat penerapan Corporate Governance
Ada beberapa manfaat yang bisa dipetik antara lain (FCGI, 2001) :
1.
Meningkatkan
kinerja
perusahaan
melalui
terciptanya
proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
15
Universitas Sumatera Utara
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih mrah dan
tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkan Corporate Value
3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s Value dan deviden.
Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN
terutama hasil privatisasi.
2.1.1.4 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
1.
Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2.
Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
3.
Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.
4.
Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
16
Universitas Sumatera Utara
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat.
5.
Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan
setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
2.1.2 Komisaris Independen
Dewan komisaris adalah terjemahan dari raad van commissarisen
sebagaimana diatur dalam KUHD, yang sebetulnya tidak banyak berbeda dengan
undang-undang di Negeri Belanda. Namun perubahan undang undang di negeri
Belanda menyebabkan fungsi dari raad van commissarisen juga berubah, tetapi
dengan berlakunya UU No 40 Tahun 2007’ maka fungsi dewan komisaris sudah
dapat disesuaikan dengan yang di negeri Belanda, yaitu dewan komisaris bekerja
untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (pasal
108/2 UUPT). Berdasarkan uraian di atas, masalah yang menarik untuk dikaji
adalah bagaimana peran komisaris independen dalam menjaga keseimbangan
kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas. Dewasa ini raad
van commissarisen/dewan komisaris merupakan lembaga pengawasan sematamata untuk kepentingan perseroan, dia tidak lagi bertindak atas nama pemegang
saham, tetapi harus mempertahankan kepentingan perseroan terhadap siapa saja,
termasuk pemegang saham.
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberikan nasihat kepada direksi (Pasal 1-butir 6 dan Pasal 108 ayat 1 dan 2
17
Universitas Sumatera Utara
UUPT) sehubungan tanggung jawab dewan komisaris dapat dikatakan bahwa
hubungan kepercayaan dan fiduciary duties anggota direksi secara mutatis
mutandis berlaku bagi anggota dewan komisaris. Pada umumnya perusahaan
publik dikendalikan oleh pemegang saham pengendali. Untuk itulah Komisaris
Independen memiliki peranan penting, yaitu untuk melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya.
Fungsi komisaris independen dimaksudkan untuk mendorong dan
menciptakan iklim yang lebih independen dan objektif bagi perusahaan publik.
Sesuai dengan namanya, komisaris independen harus bersifat independen dalam
arti bahwa komisaris tersebut tidak terlibat pengelolaan perusahaan dan
diharapkan mampu melaksanakan tugasnya sebagai pihak yang independen, dan
melakukan tugasnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan dan terlepas dari
pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan
dengan pihak lain.
Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan
yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin
besar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Beasly (2000). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Di dalam penelitiannya Sri (2012) menyatakan bahwa komisaris
18
Universitas Sumatera Utara
independen berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap tanggung
jawab sosial .
2.1.3 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan
Manajerial
(managerial
ownership)
adalah
tingkat
kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan, misalnya direktur dan komisaris (Wahidahwati, 2002). Kepemilikan
manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir
tahun dan dinyatakan dalam presentase. Berdasarkan teori keagenan, perbedaan
kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya
konflik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat
potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan guna
melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).
Mekanisme pengawasan terhadap manajemen tersebut menimbulkan suatu biaya
yaitu biaya keagenan, oleh karena itu salah satu cara untuk mengurangi agency
cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Tendi
Haruman, 2008).
Gray et al. (1995) menyatakan bahwa corporate social responsibility
disclosure merupakan bentuk laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan, dengan harapan untuk melaporkan
kepedulian perusahaan pada tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada para
stakeholder, dan hal tersebut dapat dipandang sebagai legitimasi dan kontribusi
sosial perusahaan. Keberadaan kepemilikan manajerial dapat mendorong
perusahaan untuk lebih luas dalam pengungkapan tanggung jawab sosial dan
19
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Penelitian yang menguji adanya hubungan kepemilikan
manajerial dengan kinerja perusahaan adalah penelitian yang dilakukan oleh
Huang et al. (2007). Mereka menemukan bahwa keberadaan kepemilikan
manajemen berhubungan positif dengan efisiensi perusahaan. Efisiensi merupakan
kinerja yang positif, oleh karena itu kinerja yang positif akan cenderung
dilaporkan dalam laporan tahunan. Guna memperoleh legitimasi yang lebih besar
maka keberadaan pemilik dapat diprediksikan juga dapat mempengaruhi luasnya
pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil penelitian
Sri (2012) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara negatif
dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial.
2.1.4 Kepemilikan Institusional
Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain). Kepemilikan perusahaan publik dulu
dipandang tersebar diantara banyak pemegang saham sesuai model Berle and
Means (1932:11-12). Kenyataannya saat ini hal tersebut tidak menunjukkan
kebenarannya untuk diluar Amerika Serikat. Zhang (2005) menemukan bahwa
perusahaan di luar Amerika Serikat umumnya dikendalikan oleh pemegang saham
besar. Masalah keagenan utama dalam perusahaan dengan konsentrasi
kepemilikan seperti ini adalah konflik antara pemegang saham pengendali dengan
pemegang saham minoritas. Apabila tidak terdapat perlindungan hukum yang
memadai, pemegang saham pengendali dapat melakukan aktifitas yang
menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham minoritas.
20
Universitas Sumatera Utara
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan
yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor
institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam
setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Kepemilikan institusional memiliki
arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan
oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny (dalam
Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan
saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan
perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
1)
Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
2)
Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat
atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar
mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan
dan dapat diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap
pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini berarti kepemilikan
21
Universitas Sumatera Utara
institusional
dapat
menjadi
pendorong
perusahaan
untuk
melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial (Arif 2006 dalam Machmud & Djaman
2008). Hasil penelitian Sri (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap tanggung jawab sosial.
2.1.5 Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh
perusahaan multinasional. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak
yang dianggap concern terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial
perusahaan (Djakman dan Machmud,2008). Menurut Hadi dan Sabeni (2002)
bahwa perusahaan asing mendapat pelatihan yang lebih baik dalam bidang
akuntansi dari perusahaan induk di luar negeri, perusahaan asing mungkin
memiliki sistem informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal
dan perusahaan induk serta kemungkinan permintaan yang lebih besar pada
perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum.
Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United State
merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial seperti
pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan
seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air (Djakman dan
Machmud, 2008). Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir
ini, perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi
demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001 dalam
Fauzi, 2008). Perusahaan multinasional atau dengan kepemilikan asing utamanya
melihat keuntungan legitimasi berasal dari para stakeholder-nya dimana secara
22
Universitas Sumatera Utara
tipikal berdasarkan atas home market (pasar tempat beroperasi) yang dapat
memberikan eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang (Suchman, 1995;
Barkemeyer, 2007; Djakman dan Machmud, 2008).
Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu media yang
dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat
disekitarnya. Dengan kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan
foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan
lebih didukung dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Fauzi
(2008) menemukan bukti empiris bahwa pencapaian dari aspek sosial antara
perusahaan nasional dengan perusahaan multinasional adalah sama. Sedangkan
dari aspek lingkungan, pencapaian perusahaan multinasional yang ada di
Indonesia lebih baik daripada perusahaan nasional.
Tidak ada hubungan antara kinerja sosial dengan kinerja keuangan dalam
perusahaan nasional. Sedangkan dalam perusahaan multinasional terdapat
hubungan antara kinerja sosial dan kinerja keuangan. Berarti perusahaan dengan
kepemilikan asing akan cenderung mengungkapkan pertanggungjawaban sosial
yang lebih besar karena mempunyai dana yang besar untuk mendanai kegiatan
sosial dan lingkungan. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak
yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United
State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti
pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan
seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air. Hal ini juga yang
23
Universitas Sumatera Utara
menjadikan dalam beberapa tahun terkhir ini, perusahaan multinasional mulai
mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan
reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001; Fauzi, 2006).
Kepemilikan asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing
(luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di
Indonesia. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap peduli
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian Silvia
(2011) menyatakan bahwa variabel kepemilikan asing tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
2.1.6 Komite Audit
Komite Audit menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) adalah suatu
komite yang bekerja secara professional dan independent yang dibentuk oleh
Dewan Komisaris dan dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan
memperkuat fungsi Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan atas
proses pelaporan keuangan, manajemen resiko, pelaksanaan audit dan
implementasi dari Corporate Governance di perusahaan-perusahaan. Dalam
pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa, Komite Audit
membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa:
(i)
Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum
(ii)
Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan
baik
24
Universitas Sumatera Utara
(iii)
Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai
dengan standar audit yang berlaku, dan
(iv)
Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
KNKG
dalam
Pedoman
Umum
Corporate
Governance
Indonesia
memberikan penjelasan bahwa komite audit adalah bagian dalam perusahaan yang
bertugas membantu dewan komisaris memastikan struktur pengendalian internal
sudah cukup dan efektif. Coley Jr et al (dalam Hadiprajitno, 2012) juga
memberikan definisi bahwa komite audit merupakan komite yang kritikal dan
banyak otoritas pengawasan pasar modal dunia mengharuskan perusahaan
memilikinya. Coley Jr et al menambahkan komite ini bertujuan untuk membantu
fungsi pengawasan dewan komisaris. Pada penelitian Khan et al (2012), komite
audit mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan karena komite audit menyediakan saran yang terbaik
kepada komisaris tentang operasional perusahaan. Kesimpulan pernyataan itu
adalah komite audit mempunyai hubungan dengan dewan komisaris yaitu
memberikan saran kepada komisaris dalam mengendalikan perusahaan agar ada
keselarasan antara nilai perusahaan dan nilai sosial
2.1.7
Corporate Social Responsibility
Definisi Corporate Social Responsibilty adalah suatu tindakan atau konsep
yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai
bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana
perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam,
mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
25
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak
mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk
desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat
banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Corporate Social Responsibility merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. Corporate Social
Responsibilty timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan
jangka panjang adalah lebih penting dari pada sekedar profitability.
Seberapa jauhkah Corporate Social Responsibilty berdampak positif bagi
masyarakat ? Corporate Social Responsibilty akan lebih berdampak positif bagi
masyarakat, ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan
organisasi lain, terutama pemerintah. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan,
pelaksanaan Corporate Social Responsibilty membutuhkan dukungan pemerintah
daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat
mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum
dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang
dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan
krisis melalui Corporate Social Responsibilty.
Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi
fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah
memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang
mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses
interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses
26
Universitas Sumatera Utara
interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman
satu pihak terhadap yang lain.
Apakah peran CSR dalam perusahaan? Corporate Social Responsibilty
merupakan media perusahaan untuk menjawab berbagai kritik. Sekarang, banyak
perusahaan atau pelaku industri menjadikan Corporate Social Responsibilty
menjadi yang terintegrasi dari perusahaan, isu lingkungan, pembangunan
berkelanjutan, perubahan iklim, juga mendapat perhatian yang serius dari pelaku
bisnis. Kalau kita lihat di seluruh dunia, ada 175 perusahaan yang tergabung
dalam World
mengangkat
Busnis
isu
Council Sustainable
: Community
Development (WBCSD)
Development,
yang
Lingkungan, Livelihood dan
Perubahaan Iklim. Kalau di Indonesia, Perusahaan Swasta maupun BUMN
tergabung dalam Corporate Forum for Community Development (CFCD) yang
mempunyai misi : Meningkatkan kesadaran umum akan pentingnya program
Community Development bagi perusahaan sebagai bagian integral dari
pembangunan
masyarakat-bangsa
sekaligus
meningkatkan
apresiasi
dan
pemahaman masyarakat atas peran dan fungsi Corporate CD dan CD Officer.
Corporate Social Responsibilty dalam image perusahaan dan peningkatan
bisnis tidak bisa di pandang remeh. Sebuah contoh perusahaan yang
menggunakan Corporate Social Responsibilty adalah : Lantos menggunakan
klasifikasi Carrol sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR pada perusahaan
yaitu:
Tanggung Jawab Ekonomi : Tanggung jawab ekonomi artinya bahwa
tetap menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan pekerjaan
27
Universitas Sumatera Utara
yang bagus bagi para pekerjanya, dan menghasilkan produk yang
berkualitas bagi pelanggannya.
Tanggung Jawab Hukum : Setiap tindakan perusahaan harus
mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan
Tanggung
Jawab
Etik
: Menjalankan
bisnis
dengan
moral,
mengerjakan apa yang benar, apa yang dilakukan harus fair dan tidak
menimbulkan kerusakan
Tanggung Jawab Filantropis : Memberikan kontribusi secara sukarela
kepada masyarakat, memberikan waktu, dan uang untuk pekerjaan
yang baik.
Dari klasifikasi Caroll tersebut di atas, Lantos membuat klasifikasi yang
berkaitan dengannya yaitu:
Ethical CSR : Secara moral perusahaan memilih untuk memenuhi
tanggung jawab perusahaan dari segi ekonomi, hukum, dan etika.
Altruistic CSR : Memenuhi tanggung jawab filantropik perusahaan,
melakukan pencegahan timbulnya kerusakan, untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa memperhitungkan
apakah hal itu menguntugkan perusahaan atau tidak.
Strategic CSR : Memenuhi tanggung jawab filantropik yang
menguntungkan perusahaan melalui publikasi positif dan goodwill.
(Ati Harmoni: 2008)
Corporate Social Responsibilty dapat dikatakan sebagai tabungan masa
depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang
28
Universitas Sumatera Utara
diperoleh bukan hanya sekedar keuntungan secara financial namun lebih pada
kepercayaan dari masyarakat sekitar dan para stakeholders berdasarkan prinsip
kesukarelaan dan kemitraan. Penelitian yang dilakukan Sandra Waddock dan
Samuel
Graves
membuktikan
bahwa
perusahaan
yang
memperlakukan stakeholders mereka dengan baikakan meningkatkan kelompok
mereka sebagai suatu bentuk manajemen yang berkualitas. Stakeholders bukan
hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya pemerintah,
investor, elit politik, dan lain sebagainya. Bentuk kerjasama yang dibentuk antara
perusahaan dan stakeholders hendaknya juga merupakan kerjasama yang dapat
saling memberikan kesempatan untuk sama-sama maju dan berkembang.
Program-program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat dan pada
akhirnya akan berbalik arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi
perusahaan tersebut. Diharapkan perusahaan dengan seluruh stakeholders dapat
bersama-sama bekerjasama mengembangkan CSR sehingga keberlanjutan
perusahaan baik itu keuntungan ekonomi (keuntungan financial) keuntungan
sosial maupun keuntungan lingkungan dapat terwujud.
Corporate Social Responsibilty diterapkan kepada perusahaan-perusahaan
yang beroperasi dalam konteks ekonomi global, nasional maupun lokal.
Komitmen dan aktivitas Corporate Social Responsibilty pada intinya merujuk
pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firm’s behaviour), termasuk kebijakan dan
program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci:
29
Universitas Sumatera Utara
Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya
manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan
keselamatan kerja;
Good
corporate
responsibility:
pelestarian
lingkungan,
pengembangan masyarakat (community development), perlindungan
hak azasi manusia,perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok,
dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya.
Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang
menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau
perangkat formal dalam mengukur kinerja Corporate Social Responsibilty suatu
perusahaan. Namun, CSR seringkali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatankegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar kepatuhan terhadap hukum.
Corporate Social Responsibilty adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak
hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan
pula untuk pembangunan sosial- ekonomi kawasan secara holistik, melembaga
dan berkelanjutan. Dari hasil penelitian Agustina (2010) menghasilkan
kesimpulan bahwa, penerapan corporate social responsibility dari hasil penelitian
maka dapat dilihat bahwasanya mayoritas responden melihat bahwasanya PT.
Jamsostek sudah menerapkan tanggung jawab sosialnya dan perduli terhadap
lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan
bahwa terdapat hubungan antara good corporate governance (X) dengan variabel
implementasi corporate social responsibility (Y), dan tingkat hubungannya adalah
sangat kuat. Besarnya pengaruh variabel good corporate governance terrhadap
30
Universitas Sumatera Utara
implementasi corporate social responsibility adalah sebesar 72,08% yang
diperoleh dari perhitungan determinan.
2.2
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Sri (2012) Meneliti Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas,
Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada
Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2007-2010).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, komite audit,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan. Kepemilikan Institusional diukur dengan
variabel dummy dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki KI dan 0 untuk
perusahaan yang tidak memiliki KI. Dewan Komisaris Independen diukur dengan
variabel dummy dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki DKI dan 0
untuk perusahaan yang tidak memiliki DKI. Kepemilikan Manajerial diukur
dengan variabel dummy, dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki KM
dan 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki KM. Komite Audit diukur dengan
variabel dummy, dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki KA dan 0
untuk perusahaan yang tidak memiliki KA. Profitabilitas diukur dengan Return on
Equity (ROE), dan Ukuran perusahaan diukur dengan total aktiva perusahaan.
Hasil analisis menemukan bahwa variabel kepemilikan institusional berpengaruh
secara negatif dan tidak signifikan terhadap tanggung jawab sosial, variabel
dewan komisaris independen berpengaruh secara positif dan tidak signifikan
31
Universitas Sumatera Utara
terhadap tanggung jawab sosial, variabel kepemilikan manajerial berpengaruh
secara negatif dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial, variabel komite
audit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial,
variabel profitabilitas berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap
tanggung jawab sosial, variabel ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif
dan tidak signifikan terhadap tanggung jawab sosial.
Agustina Muliati (2010) meneliti Pengaruh Good Corporate Governance
Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility ( Studi Pada PT.
Jamsostek Kantor Wilayah I Sumatera Utara ). Variabel independen yang
digunakan adalah prinsip-prinsip good corporate governance yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran ( fairness). Teknik
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1.
Data Primer dengan cara kuesioner dan wawancara
2.
Data Sekunder diperoleh dari dokumentasi dan studi kepustakaan
Dari hasil penelitian dan uraian tersebut maka dapat kita tarik kesimpulan
bahwa, untuk melihat bagaimana pelaksanaan good corporate governance di PT.
Jamsostek
dapat
dilihat
dalam
prinsip-prinsipnya
yakni,
transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness, dan menurut hasil
penelitian yang dilakukan maka kesemua prinsip ini telah diterapkan oleh PT.
Jamsostek. Begitu juga dengan penerapan corporate social responsibility dari
hasil penelitian maka dapat dilihat bahwasanya mayoritas responden melihat
bahwasanya PT. Jamsostek sudah menerapkan tanggung jawab sosialnya dan
perduli terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut
32
Universitas Sumatera Utara
ditemukan bahwa terdapat hubungan antara good corporate governance (X)
dengan variabel implementasi corporate social responsibility (Y), dan tingkat
hubungannya adalah sangat kuat. Besarnya pengaruh variabel good corporate
governance terrhadap implementasi corporate social responsibility adalah sebesar
72,08% yang diperoleh dari perhitungan determinan.
Silvia Sinaga (2011) meneliti Pengaruh Kepemilikan Pemerintah Dan
Kepemilikan Asing Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Studi
Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia). Variabel
independen yang digunakan adalah kepemilikan Pemerintah dan kepemilikan
asing. Dalam penelitian ini variabel independen kepemilikan pemerintah diukur
dari rasio antara jumlah kepemilikan pemerintah terhadap total saham perusahaan,
variabel independen kepemilikan asing diukur dari rasio antara jumlah
kepemilikan asing terhadap total saham perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh variabel kepemilikan pemerintah terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR), dapat diketahui bahwa variabel kepemilikan saham
pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial. Berdasarkan hasil dari pengujian variabel kepemilikan asing terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR), dapat diketahui bahwa variabel
kepemilikan asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial.
Lesly Saviera (2012) meneliti Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terkait Dengan
Sustainable Development. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
33
Universitas Sumatera Utara
1.
Prinsip
GCG
yang
diterapkan
dalam
UUPT
yaitu
prinsip
transparency, accountability, responsibility, independency,
dan
fairness. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, penerapan prinsip GCG antara lain yaitu berkaitan
dengan kewajiban Direksi dan pengawasan Dewan Komisaris
mengenai pengungkapan informasi perseroan dalam bentuk laporan
tahunan, prinsip akuntabilitas yang mendasari Fiduciary Duties dari
Direksi dan Dewan Komisaris, prinsip responsibility dengan
perwujudan dari tanggung jawab suatu Perseroan untuk mematuhi dan
menjalankan setiap aturan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, prinsip Independency atau kemandirian dari
fungsi organ perseroan, serta yang terakhir yaitu prinsip Fairness
yaitu kewajiban bagi perseroan untuk memberikan kedudukan yang
sama terhadap para pemegang saham mayoritas atau minoritas.
2.
Prinsip GCG yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan Corporate
Social Responsibility (CSR) adalah prinsip pertanggungjawaban
(Responsibility), sedangkan prinsip akuntabilitas (accountability),
keterbukaan
(transparency),
dan
kewajaran
(Fairness)
hanya
mementingkan kelangsungan perusahaan pada kepentingan pemegang
saham (shareholders) sedangkan prinsip responsibility lebih kepada
kepentingan stakeholders untuk menjalankannya, setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
34
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkannya putusan MK Nomor 53/PUU-VI/2008, maka CSR
bagi perseroan di Indonesia bukan merupakan tindakan moral
melainkan tindakan hukum yang diwajibkan oleh undang-undang.
3.
Secara
internasional,
prinsip
Sustainable
Development
yang
mendasari konsep CSR sebagaimana hasil dari KTT Bumi (Earth
Summit) di Rio de Jenario, Brasil, pada tahun 1992 yaitu bahwa
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai suatu
hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus
diperhatikan oleh kalangan korporasi. Dalam perspektif perusahaan,
berkelanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak
dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan
dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Substansi keberadaan
CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu
sendiri dengan cara membangun kerjasama antar stakeholder yang
difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program
pengembangan
masyarakat
sekitarnya,
atau
dalam
pengertian
perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas
dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun
global. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(UUPLH),
sustainable development adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan, social, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
35
Universitas Sumatera Utara
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini ke masa depan.
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
No
1
2
Nama Peneliti
(Tahun)
dan
Judul
Penelitian
Sri (2012)
Pengaruh
Good
Corporate
Governance,
Profitabilitas,
Dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Pengungkapan
Tanggung
Jawab Sosial
Pada
Perusahaan
Perkebunan
Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
(2007-2010).
Agustina
(2010)
Pengaruh
Good
Corporate
Governance
Terhadap
Implementasi
Corporate
Social
Variabel Penelitian
Variabel independen :
1. Kepemilikan
institusional
2. dewan komisaris
independen
3.kepemilikan
manajerial
4. komite audit
5. profitabilitas
6. ukuran perusahaan
Variabel Dependen :
Corporate Social
Responsibility
Variabel independen :
prinsip-prinsip good
corporate governance
Variabel Dependen :
Corporate
Social
Responsibility
Hasil Penelitian
1.Variabel kepemilikan
institusional berpengaruh secara
negatif dan tidak signifikan
terhadap tanggung jawab sosial
2.Variabel dewan komisaris
independen berpengaruh secara
positif dan tidak signifikan
terhadap tanggung jawab sosial
3.Variabel kepemilikan
manajerial berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap
tanggung jawab sosial
4.Variabel komite audit
berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap tanggung
jawab sosial
5.Variabel profitabilitas
berpengaruh secara positif dan
tidak signifikan terhadap
tanggung jawab sosial
6.Variabel ukuran perusahaan
berpengaruh secara negatif dan
tidak signifikan terhadap
tanggung jawab sosial.
Ditemukan
bahwa
terdapat
hubungan antara good corporate
governance (X) dengan variabel
implementasi corporate social
responsibility (Y), dan tingkat
hubungannya adalah sangat kuat.
36
Universitas Sumatera Utara
3
4
Responsibility
( Studi Pada
PT. Jamsostek
Kantor
Wilayah
I
Sumatera
Utara ).
Silvia (2011)
Pengaruh
Kepemilikan
Pemerintah
Dan
Kepemilikan
Asing
Terhadap
Pengungkapan
Tanggung
Jawab Sosial
(Studi Empiris
Pada
Perusahaan
Yang Tercatat
Di Bursa Efek
Indonesia)
Lesly (2012)
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
Sebagai
Penerapan
Prinsip Good
Corporate
Governance
(GCG)
Terkait
Dengan
Sustainable
Development.
Variabel independen:
1. Kepemilikan
Pemerintah
2. Kepemilikan asing.
Variabel Dependen :
Corporate Social
Responsibility
Variabel Independen :
Prinsip-prinsip Good
Corporate Governance
Variabel Dependen :
Corporate
Social
Responsibility
Variabel Kontrol :
Sustainable
Development
1.Variabel kepemilikan saham
pemerintah berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab
sosial
2.Variabel kepemilikan asing
terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR), dapat
diketahui bahwa variabel
kepemilikan asing tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab
sosial.
Prinsip GCG yang sangat
berkaitan dengan pelaksanaan
Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah prinsip
pertanggungjawaban
(Responsibility), sedangkan
prinsip akuntabilitas
(accountability), keterbukaan
(transparency), dan kewajaran
(Fairness) hanya mementingkan
kelangsungan perusahaan pada
kepentingan pemegang saham
(shareholders) sedangkan prinsip
responsibility lebih kepada
kepentingan stakeholders untuk
menjalankannya.
Secara internasional, prinsip
Sustainable Development yang
mendasari konsep CSR
sebagaimana hasil dari KTT
Bumi (Earth Summit) di Rio de
Jenario, Brasil, pada tahun 1992
37
Universitas Sumatera Utara
yaitu bahwa pembangunan
berkelanjutan (sustainable
development) sebagai suatu hal
yang bukan hanya menjadi
kewajiban negara, namun juga
harus diperhatikan oleh kalangan
korporasi.
2.3
Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Konseptual
“ Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tujuan
teori penelitian terlebih dahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel
yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta
merumuskan hipotesis. ” (Jurusan Akuntansi, 2004:13)
Untuk menggambarkan pengaruh antara corporate governance
terhadap
corporate social responsibility, maka penulis menyusun kerangka konseptual
(theoretical framework) sebagai berikut :
38
Universitas Sumatera Utara
Komisaris Independen
H1
(X1)
Kepemilikan Manajerial
H2
(X2)
H6
Kepemilikan Institusional
H3
Pelaporan Corporate
Social Responsibility
(CSR)
(X3)
Kepemilikan Asing
(X4)
Audit Komite
H4
H5
(X5)
39
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2004:15) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual
diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah
2.3.2.1 Hubungan Komisaris independen dengan pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi. Yang
dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan
kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan
Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Komisaris
independen dilihat sebagai alat untuk memonitor perilaku manajemen (Said et al.,
2009), yang nantinya menghasilkan lebih banyak pengungkapan sukarela
mengenai informasi perusahaan.
Penelitian oleh Huafang dan Jianguo (2007) dan Akhtaruddin et al. (2009)
menunjukan bahwa proporsi independent non-executive directors berpengaruh
positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Beasley (1996) dalam
Akhtaruddin et al. (2009) membuktikan bahwa proporsi non-executive directors
berpengaruh dengan kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pengungkapan.
Berdasarkan pernyataan diatas maka hipotesis pertama yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Komisaris
independen
berpengaruh
terhadap
pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
40
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2
Hubungan
Kepemilikan
manajerial
dengan
pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka
manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham
yang tidak lain adalah dirinya sendiri (Ross,et al., 2002) dalam Widy (2009).
Penelitian Nasir dan Abdullah (2004) menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh positif dalam hubungan antara kepemilikan saham
manajerial terhadap luas pengungkapan CSR.
Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka
untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber
daya untuk aktivitas tersebut [Gray, et al. (1988)]. Berdasarkan pernyataan diatas
maka hipotesis kedua yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H2
: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pelaporan
corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.3 Hubungan Kepemilikan institusional dengan pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusional
dengan tanggung jawab sosial yang ditunjukkan oleh kegiatan sosial yang bersifat
memberi bantuan. Serta terdapat hubungan yang negatif antara manajemen isu
sosial dengan kepemilikan institusional. Waddock dan Graves (1994) menemukan
bukti empiris bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan
terhadap Corporate Social Performance. Kepemilikan institusional yang
ditunjukkan oleh jumlah institusi yang memiliki saham di suatu perusahaan
41
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh signifikan secara positif terhadap corporate social performance.
Sedangkan kepemilikan institusional yang ditunjukkan oleh persentase saham
yang dimiliki oleh institusi di suatu perusahaan berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap corporate social performance. Banyak penelitian sebelumnya
yang menunjukkan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan
meningkat tiap tahun. Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya
program CSR sebagai salah satu bagian dari strategi perusahaan dan mendapatkan
legitimasi oleh masyarakat (Permanasari, 2009). Berdasarkan penelitian Spicer
(1978) dan Mahoney dan Robert (2007) bahwa investor institusional
mempertimbangkan corporate social performance yang rendah dari perusahaan
merupakan investasi yang berisiko. Berdasarkan pernyataan diatas maka hipotesis
ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H3
: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.4 Hubungan Kepemilikan Asing dengan pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukup, skill karyawan
yang baik, jaringan informasi yang luas, sehingga memungkinkan untuk
melakukan disclosure secara luas. Melalui faktor- faktor tersebut, perusahaan
asing akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan yang dibentuk oleh para
investor asing dalam kegiatan operasional dimana perusahaan anak atau afiliasi
didirikan. Banyak negara yang dapat dijadikan sebagai target operasi perusahaan
asing, seperti Indonesia. Penerapan CSR di Indonesia dapat diindikasikan sebagai
42
Universitas Sumatera Utara
akibat dari peningkatan nilai perusahaan asing setelah menerapkan CSR di dalam
operasional perusahaan ( Angling, 2010).
Negara- negara asing cenderung lebih memperhatikan segala aktivitas yang
berhubungan dengan pengungkapan CSR. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat
kepeduliannya terhadap kasus- kasus sosial yang sering terjadi seperti
pelanggaran HAM, pendidikan, tenaga kerja, dan kasus lingkungan seperti global
warming, pembalakan liar, serta pencemaran air. Melalui pengungkapan tanggung
jawab sosial, perusahaan dapat memperlihatkan kepeduliannya. Berdasarkan
pernyataan diatas maka hipotesis keempat yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah:
H4
: Kepemilikan
asing
berpengaruh
terhadap
pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.5 Hubungan Komite Audit dengan pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan.
Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris
dalam melakukan pengawasan terhadap manajemen. Berdasarkan keputusan
Ketua Bapepam Nomor Kep-29/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.I.5
disebutkan bahwa komite audit yang dimiliki oleh perusahaan minimal terdiri dari
tiga orang di mana sekurang-kurangnya satu orang berasal dari anggota komisaris
independen dan dua orang lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan
publik.
43
Universitas Sumatera Utara
Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme
pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas
pengungkapan perusahaan (Foker, 1992 dalam Said et.al, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Ho dan Wong (2001) dalam Said et.al. (2009) menyatakan bahwa
keberadaan
komite
audit
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
luas
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang dilakukan perusahaan.
Dengan demikian, dengan ukuran komite audit yang semakin besar diharapkan
pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan dapat meningkatkan
pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan
pernyataan diatas maka hipotesis kelima yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah :
H5
: Komite audit berpengaruh terhadap pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.6 Hubungan Corporate Governance dengan pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Beberapa literatur empirik menunjukkan adanya beberapa karakteristik
corporate governance yang menjelaskan berbagai variasi dalam pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan (Sembiring,
2003; Huafang dan Jianguo, 2007; Sulastini, 2007; Novita dan Djakman, 2008;
Handajani, et al., 2009; Murwaningsari, 2009; Nurkhin, 2009; Said, et al., 2009;
Khan, 2010). Corporate Governance memiliki hubungan yang sangat erat dengan
Corporate Social Responsibility dimana dalam prinsip Good Corporate
Governance terutama Responsibility dapat diwujudkan dengan pelaksanaan
44
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya. Karakteristik corporate
governance yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu komisaris independen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, dan komite
audit. Berdasarkan pernyataan diatas maka hipotesis keenam yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah :
H6 : Corporate Governance berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
45
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Corporate Governance
2.1.1.1 Pengertian Corporate Governance
Organization for economic coorperation and development (OECD, 2004)
mendefinisikan Corporate Governance sebagai : “The Structure through which
shareholder, director, managers set of the board objective of the company, the
means of attaining those objectives and monitoring performance.” (Struktur yang
olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan
perusahaan dan sarana untuk mencapai tujan-tujuan tersebut dan mengawasi
kinerja).
Dan Wahyudi Prakarsa dari Universitas Indonesia (2000) :
“... mekanisme adminstratif yang mengatur hubungan-hubungan antara
manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan
kelompok-kelompok kepentingan (shareholders) yang lain. Hubunganhubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan
dan sistem insentif sebagai framework yang diperlukan untuk menentukan
tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta
pemantauan kinerja yang dihasilkan.”
Secara garis besar, dari rentang jangkauannya, GCG dapat dibagi menjadi
dua falsafah yang berbeda yaitu GCG dalam arti sempit dan GCG dalam arti luas.
GCG dalam arti sempit merupakan keterkaitan antara lembaga-lembaga yang
mengatur perilaku perusahaan dan terbatas pada pihak-pihak yang ada di dalam
lingkup perusahaan yaitu dewan komisaris, direksi, dan RUPS. Cara pandang ini
13
Universitas Sumatera Utara
meyakini bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tertumpu pada usaha untuk
pencapaian profit yang setinggi-tingginya, karena dengan demikian masyarakat
akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi melalui pajak yang dibayarkan
perusahaan.
Sedangkan GCG dalam arti luas mencakup pula stakeholder (pemerintah,
kreditor, pemasok, pelanggan, kelompok lain dan masyarakat). GCG dalam arti
luas ini menyangkut tanggung jawab perusahaan kepada para stakeholder atas
kegiatan ekonominya dengan segala dampaknya termasuk dengan melakukan
CSR. (Kiroyan, 2006) Dalam struktur corporate governance, terdapat elemenelemen yaitu jumlah Komisaris, Independensi Dewan Komisaris, Jumlah Rapat
Dewan Komisaris, Komisaris Wanita, Independensi Komite Audit, Kepemilikan
Asing, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan
Pemerintah. Elemen-elemen inilah yang berperan untuk mengolah perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan secara financial yang diharapkan dan juga
melakukan aktivitas non financial.
2.1.1.2 Tujuan Corporate Governance
Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama
(OECD, 2004):
1.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham
2.
Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non
pemegang saham.
3.
Meningkatkan
nilai
perusahaan
dan
para
pemegang
saham.
Peningkatan nilai perusahaan antara lain ditandai oleh peningkatan
14
Universitas Sumatera Utara
nilai modal sendiri. Modal sendiri adalah sumber dana perusahaan
yang dimiliki para pemegang saham, terdiri dari modal yang disetor
dan laba yang ditahan. Semakin besar jumlah modal sendiri dari tahun
ke tahun semakin tinggi pula nilai perusahaan.
4.
Meningkatkan efektivitas kerja Dewan Direksi atau Board of
Directors dan manajemen perusahaan, meningkatkan efektivitas
Dewan Pengurus dan manajemen perusahan merupakan tujuan lain
Good Corporate Governance dalam perusahaan dengan Good
Corporate Governance, Chairmandan para anggota Board of Directors
secara kolektif maupun individual mempunyai pengetahuan yang
dalam tentang bidang usaha perusahaannya. Dengan demikian mereka
dapat membimbing anggota manajemen perusahaan secara lebih
efektif.
5.
Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
2.1.1.3 Manfaat penerapan Corporate Governance
Ada beberapa manfaat yang bisa dipetik antara lain (FCGI, 2001) :
1.
Meningkatkan
kinerja
perusahaan
melalui
terciptanya
proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
15
Universitas Sumatera Utara
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih mrah dan
tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkan Corporate Value
3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s Value dan deviden.
Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN
terutama hasil privatisasi.
2.1.1.4 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
1.
Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2.
Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
3.
Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.
4.
Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
16
Universitas Sumatera Utara
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat.
5.
Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan
setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
2.1.2 Komisaris Independen
Dewan komisaris adalah terjemahan dari raad van commissarisen
sebagaimana diatur dalam KUHD, yang sebetulnya tidak banyak berbeda dengan
undang-undang di Negeri Belanda. Namun perubahan undang undang di negeri
Belanda menyebabkan fungsi dari raad van commissarisen juga berubah, tetapi
dengan berlakunya UU No 40 Tahun 2007’ maka fungsi dewan komisaris sudah
dapat disesuaikan dengan yang di negeri Belanda, yaitu dewan komisaris bekerja
untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (pasal
108/2 UUPT). Berdasarkan uraian di atas, masalah yang menarik untuk dikaji
adalah bagaimana peran komisaris independen dalam menjaga keseimbangan
kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas. Dewasa ini raad
van commissarisen/dewan komisaris merupakan lembaga pengawasan sematamata untuk kepentingan perseroan, dia tidak lagi bertindak atas nama pemegang
saham, tetapi harus mempertahankan kepentingan perseroan terhadap siapa saja,
termasuk pemegang saham.
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberikan nasihat kepada direksi (Pasal 1-butir 6 dan Pasal 108 ayat 1 dan 2
17
Universitas Sumatera Utara
UUPT) sehubungan tanggung jawab dewan komisaris dapat dikatakan bahwa
hubungan kepercayaan dan fiduciary duties anggota direksi secara mutatis
mutandis berlaku bagi anggota dewan komisaris. Pada umumnya perusahaan
publik dikendalikan oleh pemegang saham pengendali. Untuk itulah Komisaris
Independen memiliki peranan penting, yaitu untuk melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya.
Fungsi komisaris independen dimaksudkan untuk mendorong dan
menciptakan iklim yang lebih independen dan objektif bagi perusahaan publik.
Sesuai dengan namanya, komisaris independen harus bersifat independen dalam
arti bahwa komisaris tersebut tidak terlibat pengelolaan perusahaan dan
diharapkan mampu melaksanakan tugasnya sebagai pihak yang independen, dan
melakukan tugasnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan dan terlepas dari
pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan
dengan pihak lain.
Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan
yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin
besar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Beasly (2000). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Di dalam penelitiannya Sri (2012) menyatakan bahwa komisaris
18
Universitas Sumatera Utara
independen berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap tanggung
jawab sosial .
2.1.3 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan
Manajerial
(managerial
ownership)
adalah
tingkat
kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan, misalnya direktur dan komisaris (Wahidahwati, 2002). Kepemilikan
manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir
tahun dan dinyatakan dalam presentase. Berdasarkan teori keagenan, perbedaan
kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya
konflik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat
potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan guna
melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).
Mekanisme pengawasan terhadap manajemen tersebut menimbulkan suatu biaya
yaitu biaya keagenan, oleh karena itu salah satu cara untuk mengurangi agency
cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Tendi
Haruman, 2008).
Gray et al. (1995) menyatakan bahwa corporate social responsibility
disclosure merupakan bentuk laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan, dengan harapan untuk melaporkan
kepedulian perusahaan pada tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada para
stakeholder, dan hal tersebut dapat dipandang sebagai legitimasi dan kontribusi
sosial perusahaan. Keberadaan kepemilikan manajerial dapat mendorong
perusahaan untuk lebih luas dalam pengungkapan tanggung jawab sosial dan
19
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Penelitian yang menguji adanya hubungan kepemilikan
manajerial dengan kinerja perusahaan adalah penelitian yang dilakukan oleh
Huang et al. (2007). Mereka menemukan bahwa keberadaan kepemilikan
manajemen berhubungan positif dengan efisiensi perusahaan. Efisiensi merupakan
kinerja yang positif, oleh karena itu kinerja yang positif akan cenderung
dilaporkan dalam laporan tahunan. Guna memperoleh legitimasi yang lebih besar
maka keberadaan pemilik dapat diprediksikan juga dapat mempengaruhi luasnya
pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil penelitian
Sri (2012) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara negatif
dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial.
2.1.4 Kepemilikan Institusional
Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain). Kepemilikan perusahaan publik dulu
dipandang tersebar diantara banyak pemegang saham sesuai model Berle and
Means (1932:11-12). Kenyataannya saat ini hal tersebut tidak menunjukkan
kebenarannya untuk diluar Amerika Serikat. Zhang (2005) menemukan bahwa
perusahaan di luar Amerika Serikat umumnya dikendalikan oleh pemegang saham
besar. Masalah keagenan utama dalam perusahaan dengan konsentrasi
kepemilikan seperti ini adalah konflik antara pemegang saham pengendali dengan
pemegang saham minoritas. Apabila tidak terdapat perlindungan hukum yang
memadai, pemegang saham pengendali dapat melakukan aktifitas yang
menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham minoritas.
20
Universitas Sumatera Utara
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan
yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor
institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam
setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Kepemilikan institusional memiliki
arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan
oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny (dalam
Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan
saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan
perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
1)
Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
2)
Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat
atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar
mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan
dan dapat diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap
pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini berarti kepemilikan
21
Universitas Sumatera Utara
institusional
dapat
menjadi
pendorong
perusahaan
untuk
melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial (Arif 2006 dalam Machmud & Djaman
2008). Hasil penelitian Sri (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap tanggung jawab sosial.
2.1.5 Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh
perusahaan multinasional. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak
yang dianggap concern terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial
perusahaan (Djakman dan Machmud,2008). Menurut Hadi dan Sabeni (2002)
bahwa perusahaan asing mendapat pelatihan yang lebih baik dalam bidang
akuntansi dari perusahaan induk di luar negeri, perusahaan asing mungkin
memiliki sistem informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal
dan perusahaan induk serta kemungkinan permintaan yang lebih besar pada
perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum.
Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United State
merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial seperti
pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan
seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air (Djakman dan
Machmud, 2008). Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir
ini, perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi
demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001 dalam
Fauzi, 2008). Perusahaan multinasional atau dengan kepemilikan asing utamanya
melihat keuntungan legitimasi berasal dari para stakeholder-nya dimana secara
22
Universitas Sumatera Utara
tipikal berdasarkan atas home market (pasar tempat beroperasi) yang dapat
memberikan eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang (Suchman, 1995;
Barkemeyer, 2007; Djakman dan Machmud, 2008).
Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu media yang
dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat
disekitarnya. Dengan kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan
foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan
lebih didukung dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Fauzi
(2008) menemukan bukti empiris bahwa pencapaian dari aspek sosial antara
perusahaan nasional dengan perusahaan multinasional adalah sama. Sedangkan
dari aspek lingkungan, pencapaian perusahaan multinasional yang ada di
Indonesia lebih baik daripada perusahaan nasional.
Tidak ada hubungan antara kinerja sosial dengan kinerja keuangan dalam
perusahaan nasional. Sedangkan dalam perusahaan multinasional terdapat
hubungan antara kinerja sosial dan kinerja keuangan. Berarti perusahaan dengan
kepemilikan asing akan cenderung mengungkapkan pertanggungjawaban sosial
yang lebih besar karena mempunyai dana yang besar untuk mendanai kegiatan
sosial dan lingkungan. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak
yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United
State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti
pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan
seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air. Hal ini juga yang
23
Universitas Sumatera Utara
menjadikan dalam beberapa tahun terkhir ini, perusahaan multinasional mulai
mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan
reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001; Fauzi, 2006).
Kepemilikan asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing
(luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di
Indonesia. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap peduli
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian Silvia
(2011) menyatakan bahwa variabel kepemilikan asing tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
2.1.6 Komite Audit
Komite Audit menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) adalah suatu
komite yang bekerja secara professional dan independent yang dibentuk oleh
Dewan Komisaris dan dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan
memperkuat fungsi Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan atas
proses pelaporan keuangan, manajemen resiko, pelaksanaan audit dan
implementasi dari Corporate Governance di perusahaan-perusahaan. Dalam
pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa, Komite Audit
membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa:
(i)
Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum
(ii)
Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan
baik
24
Universitas Sumatera Utara
(iii)
Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai
dengan standar audit yang berlaku, dan
(iv)
Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
KNKG
dalam
Pedoman
Umum
Corporate
Governance
Indonesia
memberikan penjelasan bahwa komite audit adalah bagian dalam perusahaan yang
bertugas membantu dewan komisaris memastikan struktur pengendalian internal
sudah cukup dan efektif. Coley Jr et al (dalam Hadiprajitno, 2012) juga
memberikan definisi bahwa komite audit merupakan komite yang kritikal dan
banyak otoritas pengawasan pasar modal dunia mengharuskan perusahaan
memilikinya. Coley Jr et al menambahkan komite ini bertujuan untuk membantu
fungsi pengawasan dewan komisaris. Pada penelitian Khan et al (2012), komite
audit mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan karena komite audit menyediakan saran yang terbaik
kepada komisaris tentang operasional perusahaan. Kesimpulan pernyataan itu
adalah komite audit mempunyai hubungan dengan dewan komisaris yaitu
memberikan saran kepada komisaris dalam mengendalikan perusahaan agar ada
keselarasan antara nilai perusahaan dan nilai sosial
2.1.7
Corporate Social Responsibility
Definisi Corporate Social Responsibilty adalah suatu tindakan atau konsep
yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai
bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana
perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam,
mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
25
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak
mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk
desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat
banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Corporate Social Responsibility merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. Corporate Social
Responsibilty timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan
jangka panjang adalah lebih penting dari pada sekedar profitability.
Seberapa jauhkah Corporate Social Responsibilty berdampak positif bagi
masyarakat ? Corporate Social Responsibilty akan lebih berdampak positif bagi
masyarakat, ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan
organisasi lain, terutama pemerintah. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan,
pelaksanaan Corporate Social Responsibilty membutuhkan dukungan pemerintah
daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat
mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum
dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang
dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan
krisis melalui Corporate Social Responsibilty.
Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi
fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah
memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang
mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses
interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses
26
Universitas Sumatera Utara
interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman
satu pihak terhadap yang lain.
Apakah peran CSR dalam perusahaan? Corporate Social Responsibilty
merupakan media perusahaan untuk menjawab berbagai kritik. Sekarang, banyak
perusahaan atau pelaku industri menjadikan Corporate Social Responsibilty
menjadi yang terintegrasi dari perusahaan, isu lingkungan, pembangunan
berkelanjutan, perubahan iklim, juga mendapat perhatian yang serius dari pelaku
bisnis. Kalau kita lihat di seluruh dunia, ada 175 perusahaan yang tergabung
dalam World
mengangkat
Busnis
isu
Council Sustainable
: Community
Development (WBCSD)
Development,
yang
Lingkungan, Livelihood dan
Perubahaan Iklim. Kalau di Indonesia, Perusahaan Swasta maupun BUMN
tergabung dalam Corporate Forum for Community Development (CFCD) yang
mempunyai misi : Meningkatkan kesadaran umum akan pentingnya program
Community Development bagi perusahaan sebagai bagian integral dari
pembangunan
masyarakat-bangsa
sekaligus
meningkatkan
apresiasi
dan
pemahaman masyarakat atas peran dan fungsi Corporate CD dan CD Officer.
Corporate Social Responsibilty dalam image perusahaan dan peningkatan
bisnis tidak bisa di pandang remeh. Sebuah contoh perusahaan yang
menggunakan Corporate Social Responsibilty adalah : Lantos menggunakan
klasifikasi Carrol sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR pada perusahaan
yaitu:
Tanggung Jawab Ekonomi : Tanggung jawab ekonomi artinya bahwa
tetap menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan pekerjaan
27
Universitas Sumatera Utara
yang bagus bagi para pekerjanya, dan menghasilkan produk yang
berkualitas bagi pelanggannya.
Tanggung Jawab Hukum : Setiap tindakan perusahaan harus
mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan
Tanggung
Jawab
Etik
: Menjalankan
bisnis
dengan
moral,
mengerjakan apa yang benar, apa yang dilakukan harus fair dan tidak
menimbulkan kerusakan
Tanggung Jawab Filantropis : Memberikan kontribusi secara sukarela
kepada masyarakat, memberikan waktu, dan uang untuk pekerjaan
yang baik.
Dari klasifikasi Caroll tersebut di atas, Lantos membuat klasifikasi yang
berkaitan dengannya yaitu:
Ethical CSR : Secara moral perusahaan memilih untuk memenuhi
tanggung jawab perusahaan dari segi ekonomi, hukum, dan etika.
Altruistic CSR : Memenuhi tanggung jawab filantropik perusahaan,
melakukan pencegahan timbulnya kerusakan, untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa memperhitungkan
apakah hal itu menguntugkan perusahaan atau tidak.
Strategic CSR : Memenuhi tanggung jawab filantropik yang
menguntungkan perusahaan melalui publikasi positif dan goodwill.
(Ati Harmoni: 2008)
Corporate Social Responsibilty dapat dikatakan sebagai tabungan masa
depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang
28
Universitas Sumatera Utara
diperoleh bukan hanya sekedar keuntungan secara financial namun lebih pada
kepercayaan dari masyarakat sekitar dan para stakeholders berdasarkan prinsip
kesukarelaan dan kemitraan. Penelitian yang dilakukan Sandra Waddock dan
Samuel
Graves
membuktikan
bahwa
perusahaan
yang
memperlakukan stakeholders mereka dengan baikakan meningkatkan kelompok
mereka sebagai suatu bentuk manajemen yang berkualitas. Stakeholders bukan
hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya pemerintah,
investor, elit politik, dan lain sebagainya. Bentuk kerjasama yang dibentuk antara
perusahaan dan stakeholders hendaknya juga merupakan kerjasama yang dapat
saling memberikan kesempatan untuk sama-sama maju dan berkembang.
Program-program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat dan pada
akhirnya akan berbalik arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi
perusahaan tersebut. Diharapkan perusahaan dengan seluruh stakeholders dapat
bersama-sama bekerjasama mengembangkan CSR sehingga keberlanjutan
perusahaan baik itu keuntungan ekonomi (keuntungan financial) keuntungan
sosial maupun keuntungan lingkungan dapat terwujud.
Corporate Social Responsibilty diterapkan kepada perusahaan-perusahaan
yang beroperasi dalam konteks ekonomi global, nasional maupun lokal.
Komitmen dan aktivitas Corporate Social Responsibilty pada intinya merujuk
pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firm’s behaviour), termasuk kebijakan dan
program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci:
29
Universitas Sumatera Utara
Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya
manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan
keselamatan kerja;
Good
corporate
responsibility:
pelestarian
lingkungan,
pengembangan masyarakat (community development), perlindungan
hak azasi manusia,perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok,
dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya.
Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang
menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau
perangkat formal dalam mengukur kinerja Corporate Social Responsibilty suatu
perusahaan. Namun, CSR seringkali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatankegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar kepatuhan terhadap hukum.
Corporate Social Responsibilty adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak
hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan
pula untuk pembangunan sosial- ekonomi kawasan secara holistik, melembaga
dan berkelanjutan. Dari hasil penelitian Agustina (2010) menghasilkan
kesimpulan bahwa, penerapan corporate social responsibility dari hasil penelitian
maka dapat dilihat bahwasanya mayoritas responden melihat bahwasanya PT.
Jamsostek sudah menerapkan tanggung jawab sosialnya dan perduli terhadap
lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan
bahwa terdapat hubungan antara good corporate governance (X) dengan variabel
implementasi corporate social responsibility (Y), dan tingkat hubungannya adalah
sangat kuat. Besarnya pengaruh variabel good corporate governance terrhadap
30
Universitas Sumatera Utara
implementasi corporate social responsibility adalah sebesar 72,08% yang
diperoleh dari perhitungan determinan.
2.2
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Sri (2012) Meneliti Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas,
Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada
Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2007-2010).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, komite audit,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan. Kepemilikan Institusional diukur dengan
variabel dummy dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki KI dan 0 untuk
perusahaan yang tidak memiliki KI. Dewan Komisaris Independen diukur dengan
variabel dummy dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki DKI dan 0
untuk perusahaan yang tidak memiliki DKI. Kepemilikan Manajerial diukur
dengan variabel dummy, dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki KM
dan 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki KM. Komite Audit diukur dengan
variabel dummy, dimana angka 1 untuk perusahaan yang memiliki KA dan 0
untuk perusahaan yang tidak memiliki KA. Profitabilitas diukur dengan Return on
Equity (ROE), dan Ukuran perusahaan diukur dengan total aktiva perusahaan.
Hasil analisis menemukan bahwa variabel kepemilikan institusional berpengaruh
secara negatif dan tidak signifikan terhadap tanggung jawab sosial, variabel
dewan komisaris independen berpengaruh secara positif dan tidak signifikan
31
Universitas Sumatera Utara
terhadap tanggung jawab sosial, variabel kepemilikan manajerial berpengaruh
secara negatif dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial, variabel komite
audit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tanggung jawab sosial,
variabel profitabilitas berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap
tanggung jawab sosial, variabel ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif
dan tidak signifikan terhadap tanggung jawab sosial.
Agustina Muliati (2010) meneliti Pengaruh Good Corporate Governance
Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility ( Studi Pada PT.
Jamsostek Kantor Wilayah I Sumatera Utara ). Variabel independen yang
digunakan adalah prinsip-prinsip good corporate governance yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran ( fairness). Teknik
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1.
Data Primer dengan cara kuesioner dan wawancara
2.
Data Sekunder diperoleh dari dokumentasi dan studi kepustakaan
Dari hasil penelitian dan uraian tersebut maka dapat kita tarik kesimpulan
bahwa, untuk melihat bagaimana pelaksanaan good corporate governance di PT.
Jamsostek
dapat
dilihat
dalam
prinsip-prinsipnya
yakni,
transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness, dan menurut hasil
penelitian yang dilakukan maka kesemua prinsip ini telah diterapkan oleh PT.
Jamsostek. Begitu juga dengan penerapan corporate social responsibility dari
hasil penelitian maka dapat dilihat bahwasanya mayoritas responden melihat
bahwasanya PT. Jamsostek sudah menerapkan tanggung jawab sosialnya dan
perduli terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut
32
Universitas Sumatera Utara
ditemukan bahwa terdapat hubungan antara good corporate governance (X)
dengan variabel implementasi corporate social responsibility (Y), dan tingkat
hubungannya adalah sangat kuat. Besarnya pengaruh variabel good corporate
governance terrhadap implementasi corporate social responsibility adalah sebesar
72,08% yang diperoleh dari perhitungan determinan.
Silvia Sinaga (2011) meneliti Pengaruh Kepemilikan Pemerintah Dan
Kepemilikan Asing Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Studi
Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia). Variabel
independen yang digunakan adalah kepemilikan Pemerintah dan kepemilikan
asing. Dalam penelitian ini variabel independen kepemilikan pemerintah diukur
dari rasio antara jumlah kepemilikan pemerintah terhadap total saham perusahaan,
variabel independen kepemilikan asing diukur dari rasio antara jumlah
kepemilikan asing terhadap total saham perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh variabel kepemilikan pemerintah terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR), dapat diketahui bahwa variabel kepemilikan saham
pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial. Berdasarkan hasil dari pengujian variabel kepemilikan asing terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR), dapat diketahui bahwa variabel
kepemilikan asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial.
Lesly Saviera (2012) meneliti Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terkait Dengan
Sustainable Development. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
33
Universitas Sumatera Utara
1.
Prinsip
GCG
yang
diterapkan
dalam
UUPT
yaitu
prinsip
transparency, accountability, responsibility, independency,
dan
fairness. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, penerapan prinsip GCG antara lain yaitu berkaitan
dengan kewajiban Direksi dan pengawasan Dewan Komisaris
mengenai pengungkapan informasi perseroan dalam bentuk laporan
tahunan, prinsip akuntabilitas yang mendasari Fiduciary Duties dari
Direksi dan Dewan Komisaris, prinsip responsibility dengan
perwujudan dari tanggung jawab suatu Perseroan untuk mematuhi dan
menjalankan setiap aturan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, prinsip Independency atau kemandirian dari
fungsi organ perseroan, serta yang terakhir yaitu prinsip Fairness
yaitu kewajiban bagi perseroan untuk memberikan kedudukan yang
sama terhadap para pemegang saham mayoritas atau minoritas.
2.
Prinsip GCG yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan Corporate
Social Responsibility (CSR) adalah prinsip pertanggungjawaban
(Responsibility), sedangkan prinsip akuntabilitas (accountability),
keterbukaan
(transparency),
dan
kewajaran
(Fairness)
hanya
mementingkan kelangsungan perusahaan pada kepentingan pemegang
saham (shareholders) sedangkan prinsip responsibility lebih kepada
kepentingan stakeholders untuk menjalankannya, setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
34
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkannya putusan MK Nomor 53/PUU-VI/2008, maka CSR
bagi perseroan di Indonesia bukan merupakan tindakan moral
melainkan tindakan hukum yang diwajibkan oleh undang-undang.
3.
Secara
internasional,
prinsip
Sustainable
Development
yang
mendasari konsep CSR sebagaimana hasil dari KTT Bumi (Earth
Summit) di Rio de Jenario, Brasil, pada tahun 1992 yaitu bahwa
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai suatu
hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus
diperhatikan oleh kalangan korporasi. Dalam perspektif perusahaan,
berkelanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak
dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan
dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Substansi keberadaan
CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu
sendiri dengan cara membangun kerjasama antar stakeholder yang
difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program
pengembangan
masyarakat
sekitarnya,
atau
dalam
pengertian
perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas
dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun
global. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(UUPLH),
sustainable development adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan, social, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
35
Universitas Sumatera Utara
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini ke masa depan.
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
No
1
2
Nama Peneliti
(Tahun)
dan
Judul
Penelitian
Sri (2012)
Pengaruh
Good
Corporate
Governance,
Profitabilitas,
Dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Pengungkapan
Tanggung
Jawab Sosial
Pada
Perusahaan
Perkebunan
Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
(2007-2010).
Agustina
(2010)
Pengaruh
Good
Corporate
Governance
Terhadap
Implementasi
Corporate
Social
Variabel Penelitian
Variabel independen :
1. Kepemilikan
institusional
2. dewan komisaris
independen
3.kepemilikan
manajerial
4. komite audit
5. profitabilitas
6. ukuran perusahaan
Variabel Dependen :
Corporate Social
Responsibility
Variabel independen :
prinsip-prinsip good
corporate governance
Variabel Dependen :
Corporate
Social
Responsibility
Hasil Penelitian
1.Variabel kepemilikan
institusional berpengaruh secara
negatif dan tidak signifikan
terhadap tanggung jawab sosial
2.Variabel dewan komisaris
independen berpengaruh secara
positif dan tidak signifikan
terhadap tanggung jawab sosial
3.Variabel kepemilikan
manajerial berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap
tanggung jawab sosial
4.Variabel komite audit
berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap tanggung
jawab sosial
5.Variabel profitabilitas
berpengaruh secara positif dan
tidak signifikan terhadap
tanggung jawab sosial
6.Variabel ukuran perusahaan
berpengaruh secara negatif dan
tidak signifikan terhadap
tanggung jawab sosial.
Ditemukan
bahwa
terdapat
hubungan antara good corporate
governance (X) dengan variabel
implementasi corporate social
responsibility (Y), dan tingkat
hubungannya adalah sangat kuat.
36
Universitas Sumatera Utara
3
4
Responsibility
( Studi Pada
PT. Jamsostek
Kantor
Wilayah
I
Sumatera
Utara ).
Silvia (2011)
Pengaruh
Kepemilikan
Pemerintah
Dan
Kepemilikan
Asing
Terhadap
Pengungkapan
Tanggung
Jawab Sosial
(Studi Empiris
Pada
Perusahaan
Yang Tercatat
Di Bursa Efek
Indonesia)
Lesly (2012)
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
Sebagai
Penerapan
Prinsip Good
Corporate
Governance
(GCG)
Terkait
Dengan
Sustainable
Development.
Variabel independen:
1. Kepemilikan
Pemerintah
2. Kepemilikan asing.
Variabel Dependen :
Corporate Social
Responsibility
Variabel Independen :
Prinsip-prinsip Good
Corporate Governance
Variabel Dependen :
Corporate
Social
Responsibility
Variabel Kontrol :
Sustainable
Development
1.Variabel kepemilikan saham
pemerintah berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab
sosial
2.Variabel kepemilikan asing
terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR), dapat
diketahui bahwa variabel
kepemilikan asing tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab
sosial.
Prinsip GCG yang sangat
berkaitan dengan pelaksanaan
Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah prinsip
pertanggungjawaban
(Responsibility), sedangkan
prinsip akuntabilitas
(accountability), keterbukaan
(transparency), dan kewajaran
(Fairness) hanya mementingkan
kelangsungan perusahaan pada
kepentingan pemegang saham
(shareholders) sedangkan prinsip
responsibility lebih kepada
kepentingan stakeholders untuk
menjalankannya.
Secara internasional, prinsip
Sustainable Development yang
mendasari konsep CSR
sebagaimana hasil dari KTT
Bumi (Earth Summit) di Rio de
Jenario, Brasil, pada tahun 1992
37
Universitas Sumatera Utara
yaitu bahwa pembangunan
berkelanjutan (sustainable
development) sebagai suatu hal
yang bukan hanya menjadi
kewajiban negara, namun juga
harus diperhatikan oleh kalangan
korporasi.
2.3
Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Konseptual
“ Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tujuan
teori penelitian terlebih dahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel
yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta
merumuskan hipotesis. ” (Jurusan Akuntansi, 2004:13)
Untuk menggambarkan pengaruh antara corporate governance
terhadap
corporate social responsibility, maka penulis menyusun kerangka konseptual
(theoretical framework) sebagai berikut :
38
Universitas Sumatera Utara
Komisaris Independen
H1
(X1)
Kepemilikan Manajerial
H2
(X2)
H6
Kepemilikan Institusional
H3
Pelaporan Corporate
Social Responsibility
(CSR)
(X3)
Kepemilikan Asing
(X4)
Audit Komite
H4
H5
(X5)
39
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2004:15) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual
diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah
2.3.2.1 Hubungan Komisaris independen dengan pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi. Yang
dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan
kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan
Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Komisaris
independen dilihat sebagai alat untuk memonitor perilaku manajemen (Said et al.,
2009), yang nantinya menghasilkan lebih banyak pengungkapan sukarela
mengenai informasi perusahaan.
Penelitian oleh Huafang dan Jianguo (2007) dan Akhtaruddin et al. (2009)
menunjukan bahwa proporsi independent non-executive directors berpengaruh
positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Beasley (1996) dalam
Akhtaruddin et al. (2009) membuktikan bahwa proporsi non-executive directors
berpengaruh dengan kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pengungkapan.
Berdasarkan pernyataan diatas maka hipotesis pertama yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Komisaris
independen
berpengaruh
terhadap
pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
40
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2
Hubungan
Kepemilikan
manajerial
dengan
pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka
manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham
yang tidak lain adalah dirinya sendiri (Ross,et al., 2002) dalam Widy (2009).
Penelitian Nasir dan Abdullah (2004) menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh positif dalam hubungan antara kepemilikan saham
manajerial terhadap luas pengungkapan CSR.
Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka
untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber
daya untuk aktivitas tersebut [Gray, et al. (1988)]. Berdasarkan pernyataan diatas
maka hipotesis kedua yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H2
: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pelaporan
corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.3 Hubungan Kepemilikan institusional dengan pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusional
dengan tanggung jawab sosial yang ditunjukkan oleh kegiatan sosial yang bersifat
memberi bantuan. Serta terdapat hubungan yang negatif antara manajemen isu
sosial dengan kepemilikan institusional. Waddock dan Graves (1994) menemukan
bukti empiris bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan
terhadap Corporate Social Performance. Kepemilikan institusional yang
ditunjukkan oleh jumlah institusi yang memiliki saham di suatu perusahaan
41
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh signifikan secara positif terhadap corporate social performance.
Sedangkan kepemilikan institusional yang ditunjukkan oleh persentase saham
yang dimiliki oleh institusi di suatu perusahaan berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap corporate social performance. Banyak penelitian sebelumnya
yang menunjukkan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan
meningkat tiap tahun. Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya
program CSR sebagai salah satu bagian dari strategi perusahaan dan mendapatkan
legitimasi oleh masyarakat (Permanasari, 2009). Berdasarkan penelitian Spicer
(1978) dan Mahoney dan Robert (2007) bahwa investor institusional
mempertimbangkan corporate social performance yang rendah dari perusahaan
merupakan investasi yang berisiko. Berdasarkan pernyataan diatas maka hipotesis
ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H3
: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.4 Hubungan Kepemilikan Asing dengan pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukup, skill karyawan
yang baik, jaringan informasi yang luas, sehingga memungkinkan untuk
melakukan disclosure secara luas. Melalui faktor- faktor tersebut, perusahaan
asing akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan yang dibentuk oleh para
investor asing dalam kegiatan operasional dimana perusahaan anak atau afiliasi
didirikan. Banyak negara yang dapat dijadikan sebagai target operasi perusahaan
asing, seperti Indonesia. Penerapan CSR di Indonesia dapat diindikasikan sebagai
42
Universitas Sumatera Utara
akibat dari peningkatan nilai perusahaan asing setelah menerapkan CSR di dalam
operasional perusahaan ( Angling, 2010).
Negara- negara asing cenderung lebih memperhatikan segala aktivitas yang
berhubungan dengan pengungkapan CSR. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat
kepeduliannya terhadap kasus- kasus sosial yang sering terjadi seperti
pelanggaran HAM, pendidikan, tenaga kerja, dan kasus lingkungan seperti global
warming, pembalakan liar, serta pencemaran air. Melalui pengungkapan tanggung
jawab sosial, perusahaan dapat memperlihatkan kepeduliannya. Berdasarkan
pernyataan diatas maka hipotesis keempat yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah:
H4
: Kepemilikan
asing
berpengaruh
terhadap
pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.5 Hubungan Komite Audit dengan pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan.
Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris
dalam melakukan pengawasan terhadap manajemen. Berdasarkan keputusan
Ketua Bapepam Nomor Kep-29/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.I.5
disebutkan bahwa komite audit yang dimiliki oleh perusahaan minimal terdiri dari
tiga orang di mana sekurang-kurangnya satu orang berasal dari anggota komisaris
independen dan dua orang lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan
publik.
43
Universitas Sumatera Utara
Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme
pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas
pengungkapan perusahaan (Foker, 1992 dalam Said et.al, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Ho dan Wong (2001) dalam Said et.al. (2009) menyatakan bahwa
keberadaan
komite
audit
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
luas
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang dilakukan perusahaan.
Dengan demikian, dengan ukuran komite audit yang semakin besar diharapkan
pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan dapat meningkatkan
pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan
pernyataan diatas maka hipotesis kelima yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah :
H5
: Komite audit berpengaruh terhadap pelaporan Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan.
2.3.2.6 Hubungan Corporate Governance dengan pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Beberapa literatur empirik menunjukkan adanya beberapa karakteristik
corporate governance yang menjelaskan berbagai variasi dalam pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan (Sembiring,
2003; Huafang dan Jianguo, 2007; Sulastini, 2007; Novita dan Djakman, 2008;
Handajani, et al., 2009; Murwaningsari, 2009; Nurkhin, 2009; Said, et al., 2009;
Khan, 2010). Corporate Governance memiliki hubungan yang sangat erat dengan
Corporate Social Responsibility dimana dalam prinsip Good Corporate
Governance terutama Responsibility dapat diwujudkan dengan pelaksanaan
44
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya. Karakteristik corporate
governance yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu komisaris independen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, dan komite
audit. Berdasarkan pernyataan diatas maka hipotesis keenam yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah :
H6 : Corporate Governance berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
45
Universitas Sumatera Utara