PS4RK Tafsir Ayat Alquran Tentang Konsu

MAKALAH TAFSIR AYAT EKONOMI
Ayat Ayat Tentang Konsumsi

Di Susun Oleh Kelompok 3:
HAJRI (15632004)
NAZIPA RIANI (15632018)
EVANTRI (15632003)

Dosen Pengampuh:
Hardivizon, M.Ag

Prodi Perbankan Syari‟ah
Jurusan Syari‟ah dan Ekonomi Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
STAIN CURUP
2016-2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Tafsir Ayat-Ayat
Isqtishadi ini dengan judul Ayat-Ayat tentang Konsumsi. Diharapkan makalah ini

dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Ayat-Ayat tentang Konsumsi
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Penulis

Curup,

~2~

Februari 2017

DAFTAR ISI

Halaman

Cover Halaman ..................................................................................................1

Kata Pengantar ...................................................................................................2
Daftar Isi ............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan ...............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Konsumsi dalam Islam..............................................................5
B. Ayat-Ayat Tentang Konsumsi
a. Q.S Al-Maidah (5) : 3 ...........................................................7
b. Q.S Al-An‟am (6) : 118-121 ................................................15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 22

~3~

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap
perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh
karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan
konsumsi bagi manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan
kehidupan dan juga mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya
dalam kehidupan.

Dalam sistem perekonomian, konsumsi memainkan

peranan penting. Adanya konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan
distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan roda-roda perekonomian.
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong
untuk beribadah kepada Allah. Dalam makalah ini kami akan memaparkan
mengenai konsumsi berdasarkan Al-Quran.

B. Rumusan Masalah
a. Teori Konsumsi dalam Islam
b. Ayat-Ayat Tentang Konsumsi
 QS. Al-Ma‟idah (5) : 3
 QS. Al-An‟am (6) : 118-121


~4~

BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Konsumsi Dalam Islam
Konsumsi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidup, yaitu sandang, pangan, dan papan. Jika di
pandang secara khusus, maka sering kali konsumsi hanya terbatas pada pola makan
dan minum. Namun, apabila cakupan konsumsi diperluas akan di temukan konsep
bahwa konsumsi merupakan segala aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan
kepuasan atas penggunaan suatu produk sehingga mengurangi atau menghabiskan
daya guna produk tersebut.1
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen
untuk membeli (mengkonsumsi) di dalam Journal Stain Curup adalah sebagai
berikut:
 Faktor Pribadi
 Faktor Sosial
 Faktor Budaya
 Faktor Psikologis dan

 Harga Barang.2

1

Hardi Vizon, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi (Curup: Lp2 STAINCurup. 2015) hal. 57

2

ISTAN, Muhammad. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam

Memilih Belanja Di Alfa Mart Curup. AL-FALAH : Journal of Islamic Economics, [S.l.], v. 1, n. 1, p.
66-87, dec. 2016. ISSN 2548-3102. Available at:
. Date accessed: 21 apr. 2017.

~5~

Prilaku konsumsi bukan terjadi pada hal-hal yang dapat di konsumsi saja
namun juga pada suatu kawasan yang dapat di rasakan manfaatnya, contohnya yang
paling sederhana adalah tanah. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, bertambah
pula kebutuhan akan tanah, baik untuk pemukiman maupun untuk tempat usaha.

Bagi pemerintah, tanah juga diperlukan guna pembangunan sarana yang akan
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.3
Dan dalam hal itu juga Konsumsi berlebih – lebihan, yang merupakan ciri
khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut
dengan istilah isra (pemborosan) atau tabzir (menghambur – hamburkan harta tanpa
guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni, untuk
menuju tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang melanggar
hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti penggunaan harta
secara berlebih – lebihan untuk hal – hal yang melanggar hukum dalam hal seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, atau bahkan sedekah. Ajaran – ajaran Islam
menganjurkan pada konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang,
yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi diatas dan
melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah
nilai – nilai dan kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka
legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan – tujuan ini dan

3

FALAHY, lutfi el. Alih Fungsi Tanah Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41


Tahun 2004 Tentang Wakaf. Al-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam, [S.l.], v. 1, n. 2, p. 121-140,
dec. 2016. ISSN 2548-3382. Available at:
. Date accessed: 21 apr.
2017.

~6~

menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatif
terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzil..
Ajaran konsumsi pada arti khusus untuk pola makan dan minum dalam al qur‟an
yang diambil dari kata kulu dan isyrabu. Di antara ayat ayat yang membahas tentang
hal tersebut adalah:

.

B. Ayat-Ayat Tentang Konsumsi
a. QS. AL MAIDAH (5) : 3

           


            

             

           

               

Artinya :
”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan

~7~

(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan

takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika hibban sedang menggodok daging
bangkai, rasulullah saw. Ada bersamanya. Maka turunlah ayat ini (Q.S. 5 al-ma‟idah:
3) yang mengharamkan bangkai. Seketika itu juga isi panic itu dibuang.4

Kandungan ayat menurut mufassir
Terkait pada konsumsi M. Quraish Shihab juga memberikan isyarat dalam
tafsirnya, Setelah menuntun muslim agar mengembangkan rasa sehingga dapat
mengegungkan syiar syiar Allah, serta mngejarkan agar selalu berlaku adil walau
terhadap musuh, serta menuntukan agar membersihkan jiwa dengan ketakwaan serta
menyucikannya dengan amal amal kebajikan dan menghindar segala amacam yang
mengakibatkan kekeruhan jiwa dan kegelapan, pada ayat ini, Allah swt. Berfirman :
diharamkan oleh Allah bahkan siapapun atas kamu memakan bangkai, yaitu binatang
yang mati tanpa melalui penyelembihan yang sah, juga darah yang mengalir
sehingga tidak termasuk hati dan jantung, daging babi, yakni seluruh tubuh nya

4

H.A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul Edisi Kedua (Bandung: CVPenerbit Dipenpogoro. 2009) hal. 183

~8~

termasuk lemak dan kulitnya, demikian juga daging hewan apapun yang disembeli
atas nama selain Allah dalam rangka ibadah atau menolak mhudarat yang diduga
dapat tercapai dengan mengyembelihnya, dan diharamkan juga yang mati karna
terceking dengan cara atau alat apapun, disengaja maupun tidak. Demikian juga yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk yang dterkam binatang buas, kecuali jika
binatang binatang halal yang mengalami apa yang disebut diatas belum sepenuhnya
mati sehingga sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan juga bagi mu apa
yang disembelih atas atau buruk berhala berhala, apapun berhala itu. Dan
diharamkan juga mengundi mengundi nasib dengan anak panah, yangh demikian itu
adalah kefasikan yakni perbuatan yang mengantar pelakuknya keluar dari koridor
agama.5
Thahir ibn asyur, penganut mazhab maliki, berpendapat bahwa pegandengan itu
untuk mengisyaratkan bahwa yang haram adalah makan babi karena, bila disebukan
daging dalam konteks hukum, yang terlintas dalam benak adalah memakannya,

Dan dalam firman nya, yang tercekik, yang dipukul yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kesemuanya masuk dalam penrtian
hukum bangkai, tetapi ia sengaja tidak disebut secara tidak tegas, karena ketika
turunnya ayat ini, pengetian kata bangkai dari segi hukum belum diketahui oleh
masyarakat, dan jenis jenis yang terlarang itu mereka benarkan untuk dimakan.6
Dan pada kata  an- nushub pada firmannya: wa‟ma dzubiha ala an-

nushub/ dan apa yang disembelih untuk atau diatas berhala berhala, kata nushub

5
6

M. Quraish shihab, Tafsir Al- Misbah (Jakarta: Lentera Hati. 2009) hal.18
Ibid., hal. 20

~9~

adalah bentuk kata jamak dari kata nashab, yaitu batu yang dipancang. Kata ini juga
berarti berhala.7 Demikian juga ke ka‟bah ini dimaksud dengan membedakan apa
yang mereka sembelih unutuk dimakan dan apa yang mereka persembahkanm untuk
tuhan tuhan mereka atau untuk jin, „ala an-nushub dapat diartikan diatas berhala
berhala, dapat juga berarti untuknnya. Dan dalam hal ini bukhari dalam shahihnya
meriwayatkan ucapan Abu Raja al-Utharidi bahwa: kami tadinnya menyembah batu,
tetapi kalau kami mendapatkan batu yang lebih baik, kami membuang yang lama dan
menyembah yang baru, kalau kami tidak mendapatkan batu( karena kami dipadang
pasir), kami menghimpu segumpal tanah, kemudian membawa kambing untuk
memerah susunya di atas tanah sampai ia menjadi batu.
Dan pada kata tastaqsimu dalam firmannya: wa an tastaqsimu bi alazlam/mengundi nasib dengan anak panah, terambil Dario kata qiamah, yakni bagian

atau nasib, untuk menentukan langkah atau nasib orang msyrik menempuh langkah
yang salah, yaitu menggunakan apa yang diistilah kan dalam ayat ini dengan al
azlam, bentuk jamak dari kata zalam yaitu kayu semacam anak panah sebelum di

tajamkan atau di ujungnya di pasang kan besi.8 al-azlam juga digunakan untuk
menentukan nasib seseorang atau keberhasilan dan kegahalan apa yang mereka
usahakan. Dan semua yang disebut di atas, dari bangkai hingga perjudian dan
mengundi nasib adalah fisq, yakni bentuk benyuk yang mnengakibatkan orang keluar
dari ajaran agama.
Pada buku tafsir Al- Misbah ini pula menjelaskan tentang Al-biqai
menghubungkan penggalan ayat ini dengan pengglang ayat sebelumnya dengan

7
8

Ibid., hal. 21
Ibid., hal. 22

~ 10 ~

menyatakan bahwa menghindarilarangan larangan ini hanya dapat dilakukan oleh
siapa yang mntap dalam keagamaannya, memiliki tekiat yang kuat, tidak
mengarahkan pandanga pada sisi lainnya,oleh Karen itu Allah melanjutkan
pernyataan yang mengandung makna natijah dan sebab hal diatas sesudah larangan
itu yakni: pada hari ini telah ku sempurnakanuntuk kamu agama kamu, dengan
kesempurnaan itu tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk tidak melaksanakan
tuntunan di atas.
Serta pula menjelaskan menegenai kesaksian Sayyid qudhub untuk
memperkuat penafsiran beliau, menjekaskan bahwasanya Sayyid Qudhub melihat
bahwa penempatan ayat diatas yang sepintas terlihat tidak terhubung, menunjukan
kesatuan ajaran isalam, antara aqidah, syariah dan akhlak. Agama, menurutnya,
merupakan satu kesatuan, baik yang berkaitan dengan pandangan menyangkut ide
dan keyakinanan, yang menyangkut syiar syiar dan ibadah, halal dan haram, maupun
yang berhubungan denmgan ketentuan sosial. Semua itulah yang di namai ad-din/
agama, itulah yang disempurnakan, dan itulah nikmat yang dinyatakannya sebagai di
cakupkan olehnhya.
Dan terkait dengan konsumsi al-maragi menjelaskan bahwa ayat ini mulailah
Allah menerangkan barang barang yang diharamkannya, yang telah ia isyaratkan
pada awal surah ini dengan firmannya, illah ma yutla ‘alaikum, yang semuanya ada
sepuluh macam.:9

9

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid 6, Terj. Bahrun Abubakar, Lc, Drs Hery
Noer, K. Anshori Umar ((Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992) hal.89

~ 11 ~



Bangkai

Menurut „uruf, bangkai ialah binatang yang mati sendiri, bukan karena di apa
apakan oleh seseorang. Sedangkan menurut syara‟, ialah binatang mati tanpa di
sembelih oleh seseorang supaya bisa dimakan.
Dan hikmah diramkannya bangkai antara lain
a.

Karena perasaan yang sehat merasa jijik terhadapnya

b. Kalau dimakan, maka orang yang memakannya akan terhina, semua hal
yang bertentangan dengan harga dan kehormatan diri.
c. Orang yang memakan bangkai akan terancam bahaya, baik yang mati itu
karena sakit, karena sangat letih atau akibat bibit bibit penyakit.


Darah

Adapun diharamkan darah adalah, juga karena ia membuat bahaya,dan
menjijikan. Bahayanya karena darah itu sangat sulit dicerna, dan banyak merusak zat
busuk yang bisa merusak badan dan demikian darah kadang membuat penyakit
menular,
 Daging babi
Selain berbahaya pada daging babi ini ilmu kedokteran sudah sepakat bahwa
daging babi ini bahaya dari makannya yang kotor,dan pada hal itu daging babi paling
sulit di cerna, karena terlalu banyak lemak dalam lapisan ototnya, bahwa zat lemak
pada zat lemak yang ada di tempat itu menyebabkan cairan lambung tak bisa sampai
pada makannan, sehingga menyulitkan pencernaan zat zat putih telur dan
memayahkan lambuing.
 Binatang yang di sembelih tidak atas nama Allah

~ 12 ~

Kenapa memakan bianatang yang sembelih dengan cara seperti itu
diharamkan, karena yang seperti itu termasuk beribadat kepada selain Allah. Maka,
dengan memakannya, berarti berserikat dan mendukung perbuatan kaum musyrik.
Padahal, perbuatan seperti itu wajib di ingkari, bukan di setujui.
 Binatang yang tercekik
Ibnu jarir, dalam tafsirnya meriwayatkan beberapa qaul. Menurut as suddi,
bahwa munkhaniqah, ialah binatang yang kepalanya masukpada cdelah diantara
cabang pohon, lalu tercekik sampai mati.
Menurut ibnu abbas da ad-dahhak, yang dimaksud ialah binatang yang
terceking sampai mati, menurut riwayat lain dari ad-dahhak juga bahwa yangh
dimaksud ialah kambing yang diikat, kemudian mati tercekik karena talinya sendiri.
Sesudah itu ibnu jarir kemudian menyatakan pendapatnya sendiri, di antar
pendapat tersebut yang patut di benarkan ialah, pendapat yang mengatakan
munkhaniqah ialah binatang yang tercekik, apakah tercekik itu karna talinyaterlalu
kuat, atau karena kepalannya masuk ke celah sempit, sehingga tidak bisa keluar ,lagi,
lalu tercekik sampai mati.
 Binatang yang mati dipukul
Pada penggalan ini di maksud dengan binatang yang dibunuh dengan pukulan
tongkat atau batu yang tak punya ketajaman, sampai mati tanpa di sembelih. Dan
dalam hal itu karena pemukulan itu juga dilarang , maka demikian pula diharamkan
pula memakan dagingnya.ia termasuk dalam keumunan kata maitah (bangkai).
 Binatang yang mati jatuh
Al-mutaradiyyah, ialah binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi, seperti

dari atas gunung, atau jatuh ke tempat rendah, seperti sumur dan semisalnya, lalu

~ 13 ~

mati. Al-mutaradiyyah dihukumi seperti maitah, karena,orang tidak punya andil
dalam mematikannya, dan semula tidak bermaksud untuk memakannya.
 Binatang yang mati ditanduk
 an-natihah, ialah binatang yang ditanduk oleh binatang lain sampai

mati akibat tandukan itu, tanpa andil manusia dalam mematikannya.
 Binatang yang mati karena terkaman binatang buas
Yakni binatang yang mati diterkam binatang buas, seperti singa,serigala macan dan
lain lain yang hendak memangsanya. Namun demikian, memakannya binatang buas
pada sebagian tubuh mangsanya, bukanlah menjadi syarat pengharaman. Karena
pengharaman itu sudah terjadi, selama binatang buas itu sudah menangkap dan
berhasil membunuhnya.
 Binatang yang disembelih untuk berhala
 an-nusub : mufrad adari al-ansab, artinya : batu (patung) di sekitar
ka‟bah, yang jumalahnya 360 buah, orang orang jahilliyah, kalau menyembelih
binatang, mereka sembelih disana,dengan anggapan bahwa itu termasuk qurban atau
cara mendekatkan diri kepada tuhan.

~ 14 ~

b. QS. AL-AN‟AM,6: 118-121
                 

                 

       

       

                

           

Artinya :
118. Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.
119. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar
benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang
yang melampaui batas.

~ 15 ~

120. Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya
orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat),
disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.
121. Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya
agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya
kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.

Asbabun nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang orang datang menghadap
Rasulullah dan berkata:”ya Rasulullah! Mengapa kita boleh makan yang kita
sembelih dan dilarang memakan yang dimatikan Allah?”maka Allah menurukan ayat
ini(Q.S.6 al-An‟am:118-121) menegaskan bahwa yang halal dimakan ialah
sembelihan yang saat menyembelihnya di baca Bismillah dengan nama Allah).
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At Tarmidzi, yang bersumber dari Ibnu „Abbas.10
Kandungan ayat menurut mufassir

          

118. Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.

10

H.A.A. Dahlan, op. cit hal. 226

~ 16 ~

Dalam penafsiran al- Maraghi. Pada ayat pertama ini, apabila keadaan dari
kebanyakan orang itu sesat, seperti yang telah aku terangkan kepada kamu, maka
makanlah binatang binatang sembelihan menyabut nama Allah, jangan makan
binatang lain, jika kalian beriman kepada ayat Allah yang telah datang kepadamu,
dengan membawa petunjuk ilmu pengetahuan dan mendustakan hal hal yang
bertentangan dengan ayat al-Qur‟an.11
        
Dan pada ayat selanjutnya (119) :” wa ma lakum alla’taiku lu mim maso
qirosmullahi ‘alaihi”, orang arab mengatakan: ma laka an la tafa’ala kaza, yang
artinya apakah yang menghalangi mu dari kelakuan yang begini.
Dalam hal ini juga sedang yang dimaksud dengan ayat sebelumnya, apakah
yang

menghalangi

kamu

untuk

memakan

sembelihan

yang

ketika

menyembelihannya disebut nama Allah?
Padahal Allah telah menerangkan dengan rinci kepada mu, hal hal yang dia
haramkan atasmu dan dia jelaskan, dalam firmannya QS al-An‟am (6) ayat 145:
                  

         

11

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid 8, Terj. Bahrun Abubakar, Lc, Drs Hery
Noer, K. Anshori Umar ((Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992) hal.20

~ 17 ~

145. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena
Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah.
Adapun yang dimaksud dengan uhilla li gairillahi bihi ialah binatang yang ketika di
sembelih disebutkan nama selain nama Allah. Kata ini muncul pada ayat ke 121.
Pada ayat ini (119) ini puladijelaskan apabila kita dalam keadaan terdesak,
berikut yang ditafsirkan oleh al- Maraghi “kecuali bila kamu terdesak oleh keadaan
darurat untuk memakannya. Seumpama tidak ada makanan lagi ketika mengalami
lapar yang amat sangat, selain makanan yang diharamkan. Maka ketika itu tidak ada
lagi pengharaman.12
Dan selain dalam hal ini pada ayat al-An‟am(6) :118-121 ini menjelaskan
tentang konsumsi selain dari al- Maraghi ada juga mufassir M. Quraish Shihab yang
menafsirkan tentang ayat konsumsi ini seperti:
Pada ayat ini M. Quraish Shihab mengatakan menurut

al-biqa‟I, ada

kebiasaan al qur‟an, yaitu menyebutkan ke esaan Allah swt, sambil membuktikannya
dengan uraian tentang penciptaan langit dan bumi serta aneka manfaat yang
dihamparkannya untuk manusia. Setelah itu, disusul dengan ayat yang menunjukan
makna keheranan atas sikap oarng yang mempersekutukannya, kemudian yang ini
dilanjutkan dengan perintah makan, itu semua mengingatkan manusia akan aneka
nikmat ilahi agar mendorong mereka lebih banyak bersyukur.

12

Ibid., hal 22

~ 18 ~

Dan dari sini ayat diatas, datang mengingatkan bahwa, “ berpegang teguhlah
pada petunjuka Allah agar kamu tidak ikut sesat dan jangan benarkan dalih mereka
menyangkut semblihan dan lain-lain. Maka jika demikian atau jika kau jujur dalam
pengakuan iman kamu, makanlah dari apa, yakni binatang binatang yang halal, yang
disebut nama Allah atasnya ketika menyembelihnya dan tinggalkan apa yang mati
tanpa di sembelih, dan tinggal kan juga yang disembelih selain atas nama Allah. Jika
kamu terhadap ayat-ayatnya semuanya adalah benar benar orang mukmin yang telah
mantap keimanannya kepada semua tuntuan Allah swt.
Dan dari penggalan ayat diatas yang juga di sambungkan dengan penggalan
ayat selanjutnya, dan dalam ayat ke 120 ini mufassir berpendapat yang menyatakan
bahawa ayat lalu yang memrintahkan untuk memakan sembelihan yang disebut nama
Allah ketika menyembelihnya ditunjukan kepada kaum muslimin yang inin
mendekatkan diri kepada Allah melalui sikap menjauh dari kenikmatan walau yang
mubah, ayat ini seakan berkata kepada mereka: kalau kalian ingin mendekatkan diri
kepada Allah, lakukanlah itu dengan bukan meninggalkan amal amal mubah yang
dibolehkan Allah tetapi dengan meninggalkan dosa yang lahir dan yang batil.
Dan pada ayat 121 M. Quraish Shihab menafsirkan setelah ayat yang lalu
memerintahkan memakan apa yang bermanfaat untuk mereka didunia dan diakhirat,
sambil mengingatkan untuk menjauhi segala macam dosa, dan kini di tegaskan dosa
itu , yakni sembelihan yang tidak di sebut nama Allah sekaligus menjelaskan sebab
larangan itu, ayat ini menegaskan bahwa, dan jangan lah juga kamu memakan dari
apa, yakni walau sedikit pun dari binatang binatang halal yang tidak disebut nama
Allah atasnya ketika penyembelihan, dan sesungguhnya ia, yakni memakannya dan
atau sembelihan itu, sungguh adalah demikian ayat ini sekali lagi menguatkan

~ 19 ~

kesungguhan pesannya suatu kefasikan, yakni sikap dan perbuatan yang mengantar
keluarnya seseorang dari koridor agama.
Pada ayat ini terdapat kata musyrikin yang ada pada penutup ayat ini. Kata tesebut
dapat pula dipahami dalam arti kata pada suatu ketika akan menjadi musyrik. Ayat
ini merupakan peringatan bagi kita, jika kita mengikuti pandangan orang musyrik
maka tentulah kita akan menjadi musyrik.13
Sehingga dari pembahasan yang kami sampaikan, maka dapat kami
simpulkan bahwanya Tujuan Konsumsi di dalam Islam bukan hanya sekedar
memenuhi kebutuhan para konsumen saja, namun juga di harapkan dengan konsumsi
maka itu dapat mengantarkan kita para konsumen menuju kemaslahatan.
Adapun Prinsip di dalam Konsumsi dalam Islam
 Jangan berlebihan
 Jelas
 Halal dan baik (halal dalam hal ini di pandang dari 2 aspek yaitu berdasarkan
zat yang dikandungnya dan bagaimana cara memperoleh nya).
 Mempengaruhi tubuh kita sebagai konsumen.

13

M. Quraish shihab, op. citI hal. 640

~ 20 ~

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan ayat konsumsi di atas dapat sedikit kami simpulkan yang
pertama di ayat al-ma‟idah : 3, dari penafsiran m.quraish shihab dan juga al- Maraghi
kedua mufassir ini hamper sama dalam menafsirkan ayat tersebut yang menyatakan
seperti ayat ini tidak menyebutkan siapa yang mengharamkan makanan makanan
yang disebutkan disini, hal itu juga bukan saja karena setiap muslim mengetahui
bahwa yang berwenang mengharamkan hanya Allah swt, tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa apa yang akan di sebut berikut ini sedemikian buruk sehingga
siapa pun pasti akan jijik.
Dalam hal itu juga kedua mufassir ini menyatakan bahwa illah ma yutla
„alaikum, semuanya ada sepuluh macam antara lain seperti bangkai,darah,daging
babi, binatang yang di sembelih tidak atas nama Allah, binatang yang tercekik,
binatang yang mati dipukul,binatang yang mati jatuh, binatang yang mati ditanduk,
binatang yang mati karena terkaman binatang muas, binatang yang disembelih untuk
berhala.
Dan pada penafsiran ayat ke 2 surah, al-ana‟am 6: 118-121, kedua mufassir
menafsirkan larangan untuk tidak memakan binatang yang tidak dengan menyebut
nama Allah maka hal ini sangat berdosa, dan keluar dari koridor agama islam, dan
pada ayat ini mufassir khususnya al- Maraghi berpendapat bahwa yang perlu di garis
bawahi yang dimaksud dengan menyebut nama Allah, tidak mutlak dalam arti
membaca basmAllah, tetapi cukup dengan menyebut salah satu namanya. Dan pada
hal makanan yang dilarang kedua mufassir ini menjelaskan tentang ayat ini sedikit
sama dengan ayat lainnya seperti surah al-ma‟idah: 3, yang juga menjelaskan tentang
makanan yang halal dan cara menghalalkannya, dan tidak dengan cara yang
mengantarkan kan kita kepada kemusryikan.

~ 21 ~

DAFTAR PUSTAKA
Vizon, Hardi. Tafsir Ayat-ayat Ekonomi. Curup: Lp2 STAIN Curup
Al- Maraghi, Mustafa. Tafsir Al-Maraghi jilid 6. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang
Al- Maraghi, Mustafa. Tafsir Al-Maraghi jilid 8. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang
Shihab, Quraish M. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Dahlan, H.A.A; Alfarisi, Zaka M. Asbabun Nuzul Edisi Kedua. Bandung: CV
Penerbit Diponegoro
ISTAN, Muhammad. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen
Dalam Memilih Belanja Di Alfa Mart Curup. AL-FALAH : Journal of Islamic Economics,
[S.l.], v. 1, n. 1, p. 66-87, dec. 2016. ISSN 2548-3102. Available at:
. Date accessed: 21
apr. 2017.

FALAHY, lutfi el. Alih Fungsi Tanah Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Al-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam, [S.l.], v. 1,
n. 2, p. 121-140, dec. 2016. ISSN 2548-3382. Available at:
. Date accessed:
28 apr. 2017.

~ 22 ~