Tugas Akhir Mata Kuliah Pengembangan Org
Tugas Akhir Mata Kuliah Pengembangan Organisasi dan Birokrasi
Oleh : Darul Azis
1. Sejauhmanakah budaya kerja anggota organisasi itu mempengaruhi tingkat
keberhasilan organisasi
melakukan kompetensi dengan lingkungan
eksternal?
Saya cukup kesulitan untuk memberikan pemahaman tentang budaya kerja
anggota organisasi dengan budaya organisasi. Pasalnya, sedikit sekali buku-buku
yang membahas budaya kerja ini. Muncul pertanyaan saya, yakni siapakah yang
berperan lebih dulu? Budaya kerja anggota organisasi atau budaya organisasi?
Apakah budaya kerja anggota organisasi yang pada akhirnya membentuk budaya
organisasi? Atau justru sebaliknya?
Untuk itulah, meskipun barangkali bukan jawaban yang tepat saya akan
menjawab pertanyaan nomor 1 dengan pemahaman saya tentang budaya
organisasi, bukan atas pemahaman budaya kerja anggota organisasi. Schein (1992)
mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar
yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu
dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalahmasalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah
berjalan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota baru sebagai cara
yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan
masalah-masalah tersebut.
Kemudian Luthans (1998) mendefinisikan secara lebih singkat mengenai hal ini,
budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Dari kedua pendapat diatas, dapatlah dipahami bahwa
sebenarnya budaya kerja anggota organisasi (seperti yang tertulis pada soal nomor
1) merupakan produk atas penerapan budaya organisasi yang menjadi acuan kerja
seluruh anggota organisasi baik yang baru maupun yang lama dan menjadi sebuah
kegiatan yang berulang-ulang. Analoginya, budaya organisasi akan terbentuk seiring
dengan terbentuknya organisasi, kemudian budaya organisasi tersebut dikenalkan
kepada anggota-anggota baru agar dapat memahami serta mau melaksanakannya.
Sehingga nantinya perilaku setiap anggota organisasi akan diarahkan oleh budaya
yang dibentuk diawal oleh para pendahulunya.
Dengan demikian, menurut saya, munculnya istilah budaya kerja anggota
organisasi menjadi tumpang tindih pemaknaannya. Budaya organisasi diyakini
sebagai penentu utama kesuksesan kinerja ekonomi (Kotter dan Haskel, 1992).
Seiring dengan perkembangan ilmu organisasi sekarang ini, budaya organisasi tidak
lagi hanya sebagai penentu utama kesuksesan kinerja ekonomi, melainkan juga
sebagai pendorong kinerja manajemen yang berlangsung dalam sebuah organisasi.
Pandangan Kotter bahwa budaya organisasi sebagai penentu utama
kesuksesan kinerja ekonomi ini melupakan adanya kesuksesan kinerja manajemen
yang juga ingin dicapai. Kinerja ekonomi dan kinerja manajemen tidak lagi dapat
berdiri sendiri-sendiri, karena dalam penerapannya kedua hal tersebut saling terkait
bahkan cenderung saling melengkapi. Perpaduan ini semakin memperkuat peran
budaya organisasi sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola
sumber daya organisasional. Selain itu juga sebagai alat untuk
menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan eksternal dan internal. Kedua
poin ini saya pikir telah menjawab pertanyaan diatas, budaya organisasi yang tidak
menutup mata terhadap perubahan sosial dan kemajuan zaman, akan dapat dengan
mudah menangkap peluang-peluang baru penunjang keberhasilan organisasi serta
tanggap terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul baik dari eksternal
maupun
internal organisasi. Sebagai hasilnya, tercapainya kinerja ekonomi dan kinerja
manajamen yang maksimal dalam kerangka berkembangnya organisasi.
2. Konsep perubahan budaya kerja (budaya organisasi : penulis) seperti
apakah yang dapat diimplementasikan bagi organisasi yang kurang
berkembang ini, dan sejauhmanakah implementasinya?
Sebelum menentukan konsep perubahan budaya organisasi yang dapat
diimplementasikan pada organisasi yang kurang berkembang maka langkah yang
harus ditempuh oleh organisasi adalah mengidentifikasi penyebab kurang
berkembangnya organisasi. Setidaknya ada dua pemicu kurang berkembangnya
organisasi, yakni :
a) Masalah internal yang meliputi : Struktur lembaga yang bermasalah,
penataan, kompetensi, ketatalaksanaan, sarana dan prasarana dan
manajemen.
b) Masalah eksternal yang meliputi : dinamika masyarakat dan tumbuh
kembang masalah, pergeseran paradigma berpikir, paradigma penyelenggaraan
organisasi/birokrasi, paradigma pembangunan, layanan masyarakat serta adanya
pola desentralisasi.
Menurut Andreas Lako (2004) jika kurang berkembangnya organisasi
disebabkan oleh masalah eksternal maka konsep yang dapat dijalankan adalah
dengan menerapkan kedua konsep ideal berikut ini :
a) Kuat
Organisasi harus kuat dari dalam terlebih dahulu. kesalahan yang sering
dihadapi oleh organisasi-organisasi publik yang akan mencoba bergerak maju
namun dari dalam organisasi itu sendiri tidak kuat, sehingga manakala perubahan
datang justru dari dalam tubuh organisasi itu sendiri yang kurang siap. Sebagaimana
seseorang yang akan menempuh perjalanan jauh, tanpa adanya persiapan kondisi
tubuh yang tidak begitu sehat, maka di perjalanan dapat dipastikan akan mengalami
sakit.
b) Dinamis dan adaptif
Setelah dari dalam tubuh organisasi dirasa cukup kuat, maka selanjutnya
mulai bergerak maju dan senantiasa adaptif terhadap perubahan-perubahan yang
akan dihadapi dan bahkan harus diambil oleh organisasi. Bagi organisasi yang ingin
bergerak maju, implementasi kedua konsep diatas harus dilakukan secara kontinyu
dan berkesinambungan. Kesalahan fatal yang sering dilakukan oleh
organisasi/birokrasi adalah merasa cepat puas dengan hasil yang telah didapatkan.
Dengan adanya persaingan yang semakin ketat seharusnya organisasi berupaya
untuk tetap kompetitif, berinovasi, dan selalu berupaya menjadi sempurna.
3. Untuk mengembangkan sebuah organisasi perlukan menerapkan konsep
jiwa kewirausahaan seperti yang dikembanggkan oleh David Osborn dan Tead
Gaebler, sejauhmanakah konsep-konsep tersebut dapat diimplementasikan
pada organisasi yang ingin berkembang?
Perlu tidaknya menerapkan konsep jiwa kewirausahaan bagi sebuah organisasi
harus didasarkan pada analisis persoalan mendasar apakah yang dihadapi oleh
organisasi sehingga kurang dapat berkembang. Sebagai lanjutan contoh atas soalsoal sebelumnya bahwasanya kurang berkembangnya organisasi didasarkan pada
ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan eksternal organisasi, maka perlulah
menerapkan salah satu dari 10 model mewirausahakan organisasi seperti yang telah
dikemukan oleh David Osborn dan Tead Gaebler, pemilihan ini karena didasarkan
oleh pemikiran bahwa tidak semua konsep kewirausahaan dapat diterapkan dalam
organisasi ataupun birokrasi. Model paling cocok adalah dengan menyuntikkan
persaingan dalam pelayanan yang diberikan oleh organisasi (kompetitif) yang
berorientasi kepada kebutuhan pelanggan dan pelayanan.
Dengan menyuntikkan persaingan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan/publik, disinyalir dapat mendongkrak hasil yang lebih baik, meliputi
kinerja, pelayanan, dan produksi. Sebagaimana dikemukakan Jim Flaganan dalam
David Osborn (1996), dimana ada persaingan, anda akan memperoleh hasil yang
lebih baik, kesadaran akan adanya biaya yang lebih besar dan pemberian pelayanan
yang lebih unggul.
Pada dasarnya, tidak ada lembaga ataupun organisasi yang menyambut
kompetisi, terlebih lagi pada organisasi yang kurang berkembang. Mereka akan
merasa enggan bahkan ragu karena berbagai ketakutan-ketakutan. Dengan
menyertakan kompetisi dalam sebuah lingkup organisasi dan birokrasi, berarti juga
telah siap dengan konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung oleh semua
unsur organisasi. Di sinilah keraguan para pelaku di organisasi kurang berkembang
muncul.
Sebenarnya kompetisi mendorong untuk diterapkannya inovasi baru dan
berupaya sempurna. Kompetisi tidak akan memecahkan masalah, kompetisi akan
memegang kunci pembuka kisi-kisi birokrasi yang melumpuhkan banyak lembagalembaga lainnya. Dengan adanya kompetisi, ada beberapa keuntungan yang akan
didapatkan yakni efisiensi lebih besar, mendatangkan banyak penghasilan,
memaksa kegiatan monpoli untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya,
menghargai inovasi, membangkitkan rasa bangga diri dan semangat juang.
Referensi
David Osborne, Ted Gaebler,1996. Mewirausahakan Birokrasi, Pustaka Biraman
Pressindo: Jakarta
T. Hani Handoko, dkk. 2004, Strategi Organisasi, Amara Books : Yogyakarta
Joko Widodo, Dr.Ms.,2005. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Bayu Media :
Jawa Timur.
Oleh : Darul Azis
1. Sejauhmanakah budaya kerja anggota organisasi itu mempengaruhi tingkat
keberhasilan organisasi
melakukan kompetensi dengan lingkungan
eksternal?
Saya cukup kesulitan untuk memberikan pemahaman tentang budaya kerja
anggota organisasi dengan budaya organisasi. Pasalnya, sedikit sekali buku-buku
yang membahas budaya kerja ini. Muncul pertanyaan saya, yakni siapakah yang
berperan lebih dulu? Budaya kerja anggota organisasi atau budaya organisasi?
Apakah budaya kerja anggota organisasi yang pada akhirnya membentuk budaya
organisasi? Atau justru sebaliknya?
Untuk itulah, meskipun barangkali bukan jawaban yang tepat saya akan
menjawab pertanyaan nomor 1 dengan pemahaman saya tentang budaya
organisasi, bukan atas pemahaman budaya kerja anggota organisasi. Schein (1992)
mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar
yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu
dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalahmasalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah
berjalan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota baru sebagai cara
yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan
masalah-masalah tersebut.
Kemudian Luthans (1998) mendefinisikan secara lebih singkat mengenai hal ini,
budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Dari kedua pendapat diatas, dapatlah dipahami bahwa
sebenarnya budaya kerja anggota organisasi (seperti yang tertulis pada soal nomor
1) merupakan produk atas penerapan budaya organisasi yang menjadi acuan kerja
seluruh anggota organisasi baik yang baru maupun yang lama dan menjadi sebuah
kegiatan yang berulang-ulang. Analoginya, budaya organisasi akan terbentuk seiring
dengan terbentuknya organisasi, kemudian budaya organisasi tersebut dikenalkan
kepada anggota-anggota baru agar dapat memahami serta mau melaksanakannya.
Sehingga nantinya perilaku setiap anggota organisasi akan diarahkan oleh budaya
yang dibentuk diawal oleh para pendahulunya.
Dengan demikian, menurut saya, munculnya istilah budaya kerja anggota
organisasi menjadi tumpang tindih pemaknaannya. Budaya organisasi diyakini
sebagai penentu utama kesuksesan kinerja ekonomi (Kotter dan Haskel, 1992).
Seiring dengan perkembangan ilmu organisasi sekarang ini, budaya organisasi tidak
lagi hanya sebagai penentu utama kesuksesan kinerja ekonomi, melainkan juga
sebagai pendorong kinerja manajemen yang berlangsung dalam sebuah organisasi.
Pandangan Kotter bahwa budaya organisasi sebagai penentu utama
kesuksesan kinerja ekonomi ini melupakan adanya kesuksesan kinerja manajemen
yang juga ingin dicapai. Kinerja ekonomi dan kinerja manajemen tidak lagi dapat
berdiri sendiri-sendiri, karena dalam penerapannya kedua hal tersebut saling terkait
bahkan cenderung saling melengkapi. Perpaduan ini semakin memperkuat peran
budaya organisasi sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola
sumber daya organisasional. Selain itu juga sebagai alat untuk
menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan eksternal dan internal. Kedua
poin ini saya pikir telah menjawab pertanyaan diatas, budaya organisasi yang tidak
menutup mata terhadap perubahan sosial dan kemajuan zaman, akan dapat dengan
mudah menangkap peluang-peluang baru penunjang keberhasilan organisasi serta
tanggap terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul baik dari eksternal
maupun
internal organisasi. Sebagai hasilnya, tercapainya kinerja ekonomi dan kinerja
manajamen yang maksimal dalam kerangka berkembangnya organisasi.
2. Konsep perubahan budaya kerja (budaya organisasi : penulis) seperti
apakah yang dapat diimplementasikan bagi organisasi yang kurang
berkembang ini, dan sejauhmanakah implementasinya?
Sebelum menentukan konsep perubahan budaya organisasi yang dapat
diimplementasikan pada organisasi yang kurang berkembang maka langkah yang
harus ditempuh oleh organisasi adalah mengidentifikasi penyebab kurang
berkembangnya organisasi. Setidaknya ada dua pemicu kurang berkembangnya
organisasi, yakni :
a) Masalah internal yang meliputi : Struktur lembaga yang bermasalah,
penataan, kompetensi, ketatalaksanaan, sarana dan prasarana dan
manajemen.
b) Masalah eksternal yang meliputi : dinamika masyarakat dan tumbuh
kembang masalah, pergeseran paradigma berpikir, paradigma penyelenggaraan
organisasi/birokrasi, paradigma pembangunan, layanan masyarakat serta adanya
pola desentralisasi.
Menurut Andreas Lako (2004) jika kurang berkembangnya organisasi
disebabkan oleh masalah eksternal maka konsep yang dapat dijalankan adalah
dengan menerapkan kedua konsep ideal berikut ini :
a) Kuat
Organisasi harus kuat dari dalam terlebih dahulu. kesalahan yang sering
dihadapi oleh organisasi-organisasi publik yang akan mencoba bergerak maju
namun dari dalam organisasi itu sendiri tidak kuat, sehingga manakala perubahan
datang justru dari dalam tubuh organisasi itu sendiri yang kurang siap. Sebagaimana
seseorang yang akan menempuh perjalanan jauh, tanpa adanya persiapan kondisi
tubuh yang tidak begitu sehat, maka di perjalanan dapat dipastikan akan mengalami
sakit.
b) Dinamis dan adaptif
Setelah dari dalam tubuh organisasi dirasa cukup kuat, maka selanjutnya
mulai bergerak maju dan senantiasa adaptif terhadap perubahan-perubahan yang
akan dihadapi dan bahkan harus diambil oleh organisasi. Bagi organisasi yang ingin
bergerak maju, implementasi kedua konsep diatas harus dilakukan secara kontinyu
dan berkesinambungan. Kesalahan fatal yang sering dilakukan oleh
organisasi/birokrasi adalah merasa cepat puas dengan hasil yang telah didapatkan.
Dengan adanya persaingan yang semakin ketat seharusnya organisasi berupaya
untuk tetap kompetitif, berinovasi, dan selalu berupaya menjadi sempurna.
3. Untuk mengembangkan sebuah organisasi perlukan menerapkan konsep
jiwa kewirausahaan seperti yang dikembanggkan oleh David Osborn dan Tead
Gaebler, sejauhmanakah konsep-konsep tersebut dapat diimplementasikan
pada organisasi yang ingin berkembang?
Perlu tidaknya menerapkan konsep jiwa kewirausahaan bagi sebuah organisasi
harus didasarkan pada analisis persoalan mendasar apakah yang dihadapi oleh
organisasi sehingga kurang dapat berkembang. Sebagai lanjutan contoh atas soalsoal sebelumnya bahwasanya kurang berkembangnya organisasi didasarkan pada
ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan eksternal organisasi, maka perlulah
menerapkan salah satu dari 10 model mewirausahakan organisasi seperti yang telah
dikemukan oleh David Osborn dan Tead Gaebler, pemilihan ini karena didasarkan
oleh pemikiran bahwa tidak semua konsep kewirausahaan dapat diterapkan dalam
organisasi ataupun birokrasi. Model paling cocok adalah dengan menyuntikkan
persaingan dalam pelayanan yang diberikan oleh organisasi (kompetitif) yang
berorientasi kepada kebutuhan pelanggan dan pelayanan.
Dengan menyuntikkan persaingan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan/publik, disinyalir dapat mendongkrak hasil yang lebih baik, meliputi
kinerja, pelayanan, dan produksi. Sebagaimana dikemukakan Jim Flaganan dalam
David Osborn (1996), dimana ada persaingan, anda akan memperoleh hasil yang
lebih baik, kesadaran akan adanya biaya yang lebih besar dan pemberian pelayanan
yang lebih unggul.
Pada dasarnya, tidak ada lembaga ataupun organisasi yang menyambut
kompetisi, terlebih lagi pada organisasi yang kurang berkembang. Mereka akan
merasa enggan bahkan ragu karena berbagai ketakutan-ketakutan. Dengan
menyertakan kompetisi dalam sebuah lingkup organisasi dan birokrasi, berarti juga
telah siap dengan konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung oleh semua
unsur organisasi. Di sinilah keraguan para pelaku di organisasi kurang berkembang
muncul.
Sebenarnya kompetisi mendorong untuk diterapkannya inovasi baru dan
berupaya sempurna. Kompetisi tidak akan memecahkan masalah, kompetisi akan
memegang kunci pembuka kisi-kisi birokrasi yang melumpuhkan banyak lembagalembaga lainnya. Dengan adanya kompetisi, ada beberapa keuntungan yang akan
didapatkan yakni efisiensi lebih besar, mendatangkan banyak penghasilan,
memaksa kegiatan monpoli untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya,
menghargai inovasi, membangkitkan rasa bangga diri dan semangat juang.
Referensi
David Osborne, Ted Gaebler,1996. Mewirausahakan Birokrasi, Pustaka Biraman
Pressindo: Jakarta
T. Hani Handoko, dkk. 2004, Strategi Organisasi, Amara Books : Yogyakarta
Joko Widodo, Dr.Ms.,2005. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Bayu Media :
Jawa Timur.