UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM KELAS XI MIA 1 SMA NEGERI 1 BANYUDONO SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015 2016 | Arini | Jurn

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 6 No. 2 Tahun 2017
Program Studi Pendidikan Kimia
Universitas Sebelas Maret

Hal. 161-170
ISSN 2337-9995
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA
MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM
KELAS XI MIA 1 SMA NEGERI 1 BANYUDONO
SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN
2015/2016
Selgi Arini, Haryono*, dan Sulistyo Saputro
Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta, Indonesia 57126
*Keperluan korespondensi, HP: 08122624628, email: hharyono52@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar
siswa kelas XI MIA 1 dengan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi
pokok Hidrolisis Garam di SMA Negeri 1 Banyudono semester genap tahun pelajaran 2015/2016.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus,
dengan tiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri 1 Banyudono tahun pelajaran
2015/2016. Sumber data adalah guru dan siswa. Teknik pengumpulan data adalah dengan
observasi, wawancara, tes dan angket. Data dianalisis dengan deskripsi kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi Hidrolisis
Garam dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa kelas XI MIA 1
SMA Negeri 1 Banyudono semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa pada siklus I sebesar 66,67% dan siklus II sebesar 83,33%. Peningkatan
prestasi belajar dapat dilihat dari aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek keterampilan.
Untuk aspek pengetahuan, ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 36,67% meningkat
menjadi 63,33% pada siklus II. Untuk aspek sikap, ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar
93,33% dan meningkat menjadi 100% pada siklus II. Aspek keterampilan hanya dilakukan pada
siklus I dengan persentase ketuntasan sebesar 100%.
Kata Kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Learning Cycle 5E, Kemampuan Berpikir Kritis, Prestasi
Belajar


PENDAHULUAN
Pentingnya peningkatan mutu
pendidikan seperti yang dikemukakan
oleh seorang peneliti, menyatakan
bahwa pendidikan yang diselenggarakan
di setiap satuan pendidikan, mulai dari
pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi, bahkan yang dilakukan di
lembaga-lembaga nonformal dan informal seharusnya dapat menjadi
landasan bagi pembentukan pribadi
peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya. Namun demikian, pada
kenyataannya
mutu
pendidikan,
khususnya mutu output pendidikan

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

masih rendah jika dibandingkan dengan

mutu output pendidikan di negara lain.
Rendahnya mutu pendidikan, memerlukan penanganan secara menyeluruh,
karena dalam kehidupan suatu bangsa,
pendidikan memegang peranan yang
sangat
penting
untuk
menjamin
kelangsungan hidup negara dan bangsa,
juga
merupakan
wahana
untuk
meningkatkan dan mengembangkan
kualitas sumber daya manusia [1].
Sebagai suatu lembaga pendidikan
formal, sekolah secara sistematis
merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan
yang
menyediakan

berbagai
ke161

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

sempatan bagi peserta didik untuk
melakukan berbagai kegiatan belajar.
Dengan berbagai kesempatan belajar itu,
pertumbuhan
dan
perkembangan
peserta didik diarahkan dan didorong ke
pencapaian tujuan yang dicita-citakan.
Lingkungan tersebut disusun dan ditata
dalam suatu kurikulum, yang pada
gilirannya dilaksanakan dalam bentuk
proses pembelajaran [2].
Kurikulum yang diterapkan pada
saat peneliti melakukan penelitian adalah
Kurikulum 2013. Kurikulum 2013

merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan
teknologi. Dengan demikian, Kurikulum
2013 diharapkan dapat menyelesaikan
berbagai permasalahan yang sedang
dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa
ini, terutama dalam memasuki era
globalisasi yang penuh dengan berbagai
tantangan. Implementasi Kurikulum 2013
diharapkan dapat menghasilkan insan
yang produktif, kreatif, dan inovatif. Hal
ini dimungkinkan karena kurikulum ini
berbasis karakter dan kompetensi, yang
secara konseptual memiliki beberapa
keunggulan.
Dalam Kurikulum 2013 salah satu
mata pelajaran wajib bagi siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) Peminatan
Matematika dan Ilmu Alam (MIA) adalah

kimia. Kimia merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan alam (sains) yang kebanyakan
siswa
menganggapnya
sebagai “momok” yang menakutkan
yang sulit untuk dipelajari. Kimia adalah
ilmu yang mempelajari tentang materimateri yang terdapat di alam serta reaksireaksi yang terjadi akibat adanya
interaksi dari materi-materi tersebut. Hal
itu umumnya diperoleh serta dikembangkan melalui hasil-hasil eksperimen dan
penalaran.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan guru mata pelajaran kimia di
SMA Negeri 1 Banyudono pada tanggal
18 Desember 2015, diketahui bahwa
hidrolisis garam merupakan salah satu
materi yang dirasa sulit oleh siswa. Pada
materi ini, siswa akan mempelajari sifat
larutan garam, konsep hidrolisis, dan
menghitung nilai pH larutan garam.
Materi hidrolisis garam merupakan


© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Hal. 161-170

konsep yang tidak cukup hanya dengan
dihafal saja namun terdapat konsepkonsep yang perlu diobservasi melalui
praktikum maupun diskusi dalam
kelompok,
dengan
kegiatan
ini
diharapkan siswa dapat lebih memahami
konsep. Di dalam materi hidrolisis ini juga
terdapat materi hitungan, yang mana
siswa harus memahami konsepnya
terlebih dahulu agar dapat mengaplikasikan rumus untuk menghitung. Kesulitan
siswa tersebut terlihat dari rendahnya
prestasi belajar siswa pada materi pokok
hidrolisis garam pada semester genap

tahun
pelajaran 2014/2015
yang
terangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-rata dan Presentase
Ketuntasan Belajar Materi Kimia
Semester Genap SMA Negeri 1
Banyudono Tahun Pelajaran
2014/2015
No. Materi Kimia
1. Asam Basa
2. Hidrolisis
Garam
3. Larutan
Penyangga
4. Koloid
5. Ksp

Nilai Rata- Ketercapaian
rata

(%)
1,96

16,67

1,27

4,17

2,05

20,83

3,05
2,27

97,91
31,25

Di SMA Negeri 1 Banyudono

terdapat 2 kelas untuk program MIA
kelas XI. Berdasarkan hasil ulangan
akhir semester ganjil siswa kelas XI MIA
SMA Negeri 1 Banyudono tahun
pelajaran 2015/2016 yang ditunjukkan
dalam Tabel 2, terlihat bahwa dari kedua
kelas XI MIA, nilai rata-rata kelas yang
paling rendah adalah kelas XI MIA 1 yaitu
2,47 dengan presentase ketercapaiannya hanya sebesar 26,67%. Hal ini
mendorong peneliti menggunakan kelas
XI MIA 1 sebagai subyek dalam
penelitian tindakan kelas ini.
Tabel 2. Nilai Ulangan Akhir Semester
Ganjil Siswa Kelas XI MIA SMA
Negeri 1 Banyudono Tahun
Pelajaran 2015/2016

162

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017


No.
Kelas
1.
2.

XI MIA
1
XI MIA
2

Nilai
Ratarata

Ketercapaian
(%)

2,47

26,67

2,62

37,93

Berdasarkan pengamatan peneliti
di SMA Negeri 1 Banyudono selama
bulan
September-November
2015,
diketahui
bahwa
dalam
proses
pembelajaran kimia jarang dilakukan
praktikum.
Hal
ini
dikarenakan
keterbatasan ruang, dimana saat
dilakukan kegiatan pengamatan bersamaan dengan proses renovasi gedung
sekolah, termasuk laboratorium kimia.
Dengan jarang dilakukannya kegiatan
ilmiah berupa praktikum juga dapat
mengindikasikan
rendahnya
kemampuan berpikir kritis dari siswa,
karena berpikir kritis siswa merupakan
sebuah proses yang terarah dan jelas
yang digunakan dalam kegiatan mental
seperti
memecahkan
masalah,
mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan
penelitian ilmiah [3]. Sehingga ketika
siswa tidak diajak melakukan kegiatan
ilmiah atau praktikum maka kemampuan
berpikir kritisnya kurang terlatih. Dalam
hal ini bisa dikatakan bahwa faktor
internal siswa seperti berpikir kritis belum
mendapat perhatian secara optimal dari
guru.
Dugaan rendahnya kemampuan
berpikir kritis siswa juga terlihat ketika
siswa disuruh mengerjakan soal tentang
materi kimia di semester ganjil yang
memerlukan pemakaian konsep mol,
sebagian besar siswa cenderung tidak
bisa menyelesaikan permasalahan yang
diberikan oleh guru, mereka tidak bisa
menentukan rumus manakah yang harus
mereka pakai untuk mengerjakan soal.
Menindaklanjuti hal-hal tersebut, peneliti
melakukan tindakan prasiklus yaitu
dengan memberikan tes kemampuan
berpikir kritis untuk siswa kelas XI MIA 1
SMA Negeri 1 Banyudono, adapun
hasilnya menunjukkan bahwa dari 30
siswa, hanya ada 8 siswa yang
memperoleh
predikat
kemampuan
berpikir kritis tinggi, dengan kata lain
© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Hal. 161-170

hanya 26,67% siswa yang predikat
kemampuan berpikir kritisnya tinggi,
sedangkan siswa yang lainnya memiliki
kemampuan berpikir kritis yang rendah
dan sedang.
Berpikir kritis penting untuk
dikembangkan, maka butuh suatu
pembelajaran yang dapat membantu dan
memfasilitasi siswa melatihkan aspekaspek
kemampuan
berpikirnya.
Kemampuan
berpikir
kritis
akan
berkembang dengan baik apabila ada
faktor yang mendorong seseorang untuk
berpikir kritis. Pembelajaran yang
melibatkan siswa secara langsung
terutama
dalam
aktifitas
mental
merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong seseorang untuk berpikir
kritis. Salah satu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara
langsung dalam proses pembelajaran
adalah
konstruktivistik.
Mengajar
menurut kaum konstruktivisme bukanlah
kegiatan memindahkan pengetahuan
dari guru kepada siswa, melainkan
sesuatu kegiatan yang memungkinkan
siswa membangun sendiri pengetahuannya
[4].
Belajar
menurut
teori
konstruktivisme
bertujuan
untuk
membentuk pola pikir yang baik, dalam
arti cara berpikir siswa dapat digunakan
untuk menganalisis suatu permasalahan,
serta
menemukan
solusi
dalam
mengatasi permasalahan tersebut [4].
Salah satu model pembelajaran yang
dikembangkan
berdasarkan
teori
konstruktivisme adalah Learning Cycle
5E.
Berdasarkan permasalahan yang
ada, maka perlu diselesaikan dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau
Classroom Action Research (CAR) yang
bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Penelitian diperlukan terhadap proses
pembela-jaran berkaitan dengan model
pembelajan yang digunakan. Model
pembelajaran untuk hidrolisis garam
yang menjadi pertimbangan guru kelas
saat wawancara adalah harus mempunyai
ciri
konstruktivis,
banyak
memberikan soal latihan, bisa dikerjakan
mandiri maupun kelompok serta adanya
bimbingan saat mengerjakan latihanlatihan soal. Salah satu model pem163

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

belajaran yang sesuai dengan saran
guru adalah model pembelajaran
Learning Cycle 5E. Diterapkannya model
pembelajaran learning cycle mempunyai
beberapa keuntungan antara lain:
pembelajaran bersifat student centered,
informasi
baru
dikaitkan
dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
orientasi pembelajaran adalah investigasi
dan
penemuan
yang
merupakan pemecahan masalah, proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna
karena mengutamakan pengalaman
nyata, menghindarkan siswa dari cara
belajar tradisional yang cenderung
menghafal dan membentuk siswa yang
kritis [5].
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, maka penting dilakukan
penelitian tentang penggunaan model
pembelajaran Learning Cycle 5E pada
materi hidrolisis garam di kelas XI MIA 1
dan diharapkan dari penelitian ini dapat
meningkatkan prestasi belajar dan
kemampuan berpikir kritis siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini meliputi beberapa siklus,
dimana penelitian ini dilaksanakan dua
siklus. Prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan
Penelitian
Tindakan
Kelas (PTK) ini berupa model spiral.
Tahap dalam model spiral yaitu
perencanaan
(planning),
tindakan
(acting), pengamatan (observing) dan
refleksi (reflecting) [6].
Subjek penelitian adalah siswa
kelas XI MIA 1 SMA Negeri 1 Banyudono
semester genap
tahun
pelajaran
2015/2016. Pemilihan subjek dalam
penelitian
ini
didasarkan
pada
pertimbangan bahwa subjek tersebut
mempunyai permasalahan-permasalahan yang telah teridentifikasi pada saat
observasi dan wawancara. Objek
penelitian kemampuan berpikir kritis dan
prestasi belajar dalam pembelajaran
yang diterapkan.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi data informasi
tentang keadaan siswa dilihat dari aspek

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Hal. 161-170

kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif
adalah data lapangan tentang hasil
observasi, wawancara, kajian dokumen
atau arsip yang menggambarkan proses
belajar mengajar di kelas, kesulitan yang
dialami guru ketika proses belajar
mengajar, dan model pembelajaran yang
digunakan. Aspek kuantitatif berupa data
penelitian prestasi siswa dari materi
hidrolisis garam meliputi nilai yang
diperoleh siswa dari tes kompetensi
pengetahuan, angket kompetensi sikap,
dan tes kemampuan berpikir kritis siswa
terhadap pembelajaran baik siklus I
maupun siklus II.
Analisis data dalam penelitian
dimulai dari awal pengambilan data
sampai berakhirnya pengumpulan data.
Penelitian ini menggunakan teknis
analisis data dengan deskripsi kualitatif.
Data yang diperoleh dari penelitian
berupa data wawancara, penilaian aspek
pengetahuan, penilaian aspek sikap,
penilaian aspek keterampilan, tes
kemampuan berpikir kritis dari penggunaan model pembelajaran Learning
Cycle 5E diolah dan dianalisis secara
kualitatif. Teknik analisis data secara
kualitatif mengacu pada model analisis
Miles dan Huberman yakni analisis yang
dilakukan dalam tiga komponen yaitu
reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi [7].
Teknik yang diperlukan untuk
memeriksa validitas data dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu [8].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil wawancara dengan guru
kimia kelas XI MIA SMA Negeri 1
Bayudono pada tanggal 18 Desember
2015, disampaikan bahwa masih banyak
siswa yang merasa kesulitan dalam
belajar kimia terutama pada materi
hidrolisis garam. Kebanyakan siswa
mengalami kesulitan dikarenakan pada
materi tersebut terdapat hitungan dan
memerlukan pemahaman konsep yang

164

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

tinggi. Hal inilah yang menyebabkan nilai
pada materi hidrolisis garam rendah.
Selain melakukan wawancara
dengan guru Kimia SMA Negeri 1
Banyudono, peneliti juga melakukan
observasi awal dengan mengamati
proses pembelajaran yang berlangsung
di kelas XI MIA 1 pada tanggal 13
November 2015. Diketahui bahwa dalam
kegiatan proses belajar mengajar kimia
di kelas guru masih menggunakan model
pembelajaran yang didominasi dengan
ceramah dan sesekali diskusi informatif,
sehingga siswa merasa bosan dan
menjadi kurang tertarik dalam mengikuti
pembelajaran kimia. Hal ini ditunjukkan
dengan kurangnya antusiasme siswa
dalam mengerjakan soal kimia dan saat
mengerjakan ulangan masih ada siswa
yang nilainya kurang dari nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM).
Selain itu kegiatan belajar yang
dilaksanakan dengan metode ceramah
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
masih terpusat pada guru (teacher
centered learning). Hal ini bertentangan
dengan ciri-ciri kurikulum 2013 yang
mengutamakan pembelajaran terpusat
pada siswa (student centered learning).
Dengan pembelajaran seperti ini siswa
hanya terbiasa mendengarkan, membaca, dan menghafal informasi yang
diberikan guru tanpa memahami konsep
sehingga kemampuan berpikir kritis
siswa juga menjadi rendah. Siswa juga
masih mengalami kesulitan dalam
menguasai materi yang membutuhkan
pemahaman konsep yang matang
sehingga dapat mempengaruhi penerapannya dalam perhitungan rumusrumus.
Berdasarkan pengamatan peneliti
di SMA Negeri 1 Banyudono selama
bulan
September-November
2015,
diketahui bahwa dalam proses pembelajaran
kimia
jarang
dilakukan
praktikum. Hal ini dikarenakan keterbatasan ruang, dimana saat dilakukan
kegiatan
pengamatan
bersamaan
dengan proses renovasi gedung sekolah,
termasuk laboratorium kimia. Dengan
jarang dilakukannya kegiatan ilmiah
berupa praktikum juga dapat mengindikasikan rendahnya kemampuan
berpikir kritis dari siswa, karena berpikir

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Hal. 161-170

kritis siswa merupakan sebuah proses
yang terarah dan jelas yang digunakan
dalam kegiatan mental seperti memecahkan
masalah,
mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis
asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah
[3]. Sehingga ketika siswa tidak diajak
melakukan
kegiatan
ilmiah
atau
praktikum maka kemampuan berpikir
kritisnya kurang terlatih. Dalam hal ini
bisa dikatakan bahwa faktor internal
siswa seperti berpikir kritis belum
mendapat perhatian secara optimal dari
guru.
Dugaan rendahnya kemampuan
berpikir kritis siswa juga terlihat ketika
siswa disuruh mengerjakan soal tentang
materi kimia di semester ganjil yang
memerlukan pemakaian konsep mol,
sebagian besar siswa cenderung tidak
bisa menyelesaikan permasalahan yang
diberikan oleh guru, mereka tidak bisa
menentukan rumus manakah yang harus
mereka pakai untuk mengerjakan soal.
Menindaklanjuti hal-hal tersebut, peneliti
melakukan tindakan prasiklus yaitu
dengan memberikan tes kemampuan
berpikir kritis untuk siswa kelas XI MIA 1
SMA Negeri 1 Banyudono, adapun
hasilnya menunjukkan bahwa dari 30
siswa, hanya ada 8 siswa yang
memperoleh
predikat
kemampuan
berpikir kritis tinggi, dengan kata lain
hanya 26,67% siswa yang predikat
kemampuan berpikir kritisnya tinggi,
sedangkan siswa yang lainnya memiliki
kemampuan berpikir kritis yang rendah
dan sedang.
Berdasarkan kegiatan observasi
dan wawancara yang telah dilakukan,
diketahui bahwa pembelajaran kimia di
SMA Negeri 1 Banyudono masih rendah
yaitu siswa masih pasif dalam kegiatan
pembelajaran, serta masih kurangnya
variasi model pembelajaran yang
digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu perlu
adanya upaya untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil beajar. Dalam
hal
ini
kualitas
proses
adalah
kemampuan berpikir kritis siswa dan
hasil belajar adalah prestasi belajar
siswa yang dilihat dari nilai pengetahuan,
sikap,
dan
keterampilan
siswa.
Berdasarkan analisis dari tindakan
165

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

prasiklus untuk mengetahui kondisi awal,
maka diterapkan model pembelajaran
Learning Cycle 5E untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan prestasi
belajar pada materi pokok Hidrolisis
Garam. Model pembelajaran ini sesuai
untuk
meningkatkan
kemampuan
berpikir kritis siswa.
Model pembelajaran Learning
Cycle 5E merupakan suatu model pembelajaran
dengan
pendekatan
konstruktivisme,
sehingga
dalam
penerapannya siswa berpartisipasi aktif
untuk bekerjasama dalam kelompok
untuk memecahkan permasalahan yang
diberikan oleh guru. Penggunaan model
pembelajaran inilah yang nantinya akan
dapat
menumbuhkan
kemampuan
kemampuan berpikir kritis yang tinggi
sehingga prestasi belajarnya akan
meningkat.
Siklus I
Tahap perencanaan siklus I
meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
didasarkan pada silabus pelajaran kimia
kurikulum 2013, penyusunan instrumen
penilaian aspek kemampuan berpikir
kritis, penyusunan instrumen penilaian
aspek
pengetahuan,
penyusunan
instrumen aspek sikap dan penyusunan
instrumen penilaian aspek keterampilan.
Peneliti
menyiapkan
media
pembelajaran yang berupa alat dan
bahan untuk praktikum serta soal-soal
untuk latihan. Pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran
Learning
Cycle
5E
dialokasikan
sebanyak 12 jam pelajaran (JP) untuk
siklus I. Oleh karena itu, peneliti
membuat rencana pembelajaran siklus I
sebanyak 12 JP (6 kali tatap muka) terdiri
dari 10 JP, yaitu 10 x 45 menit untuk
menyampaikan pelajaran, 2 x 45 menit
diantaranya untuk pembelajaran dengan
kegiatan praktikum pada sub materi Sifat
Larutan Garam dan 2 x 45 menit untuk
evaluasi siklus I.
Pelaksanaan tindakan siklus I di
kelas XI MIA 1 SMA Negeri 1 Banyudono
tahun pelajaran 2015/2016 berpedoman
pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dirancang
oleh peneliti dan disetujui oleh guru.

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Hal. 161-170

Pembelajaran ini menggunakan model
pembelajaran Learning Cycle 5E. Siswa
dibagi menjadi 6 kelompok dengan
kemampuan tiap anggota heterogen.
Pertemuan pertama dilaksanakan
dengan kegiatan praktikum dengan
alokasi waktu 2 x 45 menit. Sub pokok
materi yang dipelajari adalah Sifat
Larutan Garam. Sebelum memulai
pembelajaran, guru mengkondisikan
kelas agar siap secara psikis dan fisik
serta memeriksa kehadiran siswa.
Kemudian guru memberikan motivasi.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
dan mempersilahkan siswa bergabung
membentuk kelompok seperti yang
sudah dibentuk oleh guru sebelumnya,
kemudian guru menyampaikan aturan
dalam proses pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Di sisi lain, para observer
juga mengamati siswa selama proses
pembelajaran dan mengisi lembar
observasi sikap maupun keterampilan
yang telah disediakan. Pada pertemuan
ini dilakukan penilaian keterampilan
melalui observasi.
Kegiatan pembelajaran diawali
dengan guru memberikan apersepsi atau
pembangkitan minat serta keingintahuan
(engagement) tentang materi hidrolisis
garam. Pada tahap ini sebagian kecil
siswa antusias dengan pertanyaan yang
diajukan oleh guru. Kemudian dilanjutkan
dengan menyelidiki dengan diskusi
kelompok (exploration), siswa melakukan kegiatan di mana konsep yang telah
dimiliki dijadikan pedoman untuk
melakukan
percobaan
(praktikum).
Siswa diberi keleluasaan berinteraksi
dengan lingkungan melalui telaah
literatur. Dalam tahap ini beberapa siswa
menggunakan buku diktat dan juga LKS
untuk mempermudah dalam memecahkan masalah yang terdapat dalam
Lembar Kerja Diskusi (LKD) yang
disediakan oleh guru, namun masih
bermalas-malasan dalam melakukan
diskusi. Beberapa siswa juga terlihat
mendominasi dalam diskusi kelompok.
Setelah diskusi selesai guru
mempersilahkan perwakilan kelompok
untuk maju kedepan mempresentasikan
atau menjelaskan hasil diskusinya
(explanation). Pada awalnya siswa
masih malu-malu untuk maju ke depan
166

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

kelas, sehingga guru harus memotivasi
siswa agar bersedia untuk menjelaskan
hasil diskusi kelompoknya di depan
kelas.
Untuk
kelompok-kelompok
berikutnya siswa sudah lebih berani
untuk mengutarakan hasil diskusi
kelompoknya.
Tahap
selanjutnya
yaitu
memperluas (elaboration), di mana siswa
membangun pemahaman yang lebih
dalam dan luas, memperoleh informasiinformasi, dan keterampilan-keterampilan dari percobaan yang telah dilakukan
dengan mengerjakan latihan soal.
Selanjutnya di tahap ini, guru bersama
siswa membahas hasil diskusi serta
memberikan penguatan terhadap konsep
terutama pada hal-hal yang penting dan
memberikan kesempatan pada siswa
untuk menanyakan hal-hal yang belum
jelas. Dalam tahap ini terdapat 2 siswa
yang bertanya terkait materi yang belum
jelas.
Selanjutnya adalah tahap evaluasi
(evaluation), sebagai evaluasi terhadap
pembelajaran, guru memberikan kuis
berupa tes individual. Dalam kegiatan
praktikum
ini,
siswa
melakukan
percobaan, kemudian menarik kesimpulan
berdasarkan
percobaan
tersebut, kemudian menghubungkannya
dengan teori. Dalam hal ini dilakukan
penilaian aspek keterampilan dalam
melakukan kegiatan praktikum melalui
observasi untuk mengetahui sejauh
mana
keterampilan
siswa
dalam
melakukan percobaan serta beberapa
aspek persiapan percobaan dan setelah
percobaan selesai.
Pertemuan keenam pada dengan
alokasi waktu 2 x 45 menit dilakukan
evaluasi siklus I yang meliputi tes
pengetahuan dengan soal obyektif
berjumlah 20 soal, tes kemampuan
berpikir kritis dengan 11 soal, pengisian
angket sikap dengan jumlah 32 soal.
Siswa diberi alokasi waktu 60 menit
untuk mengerjakan soal tes pengetahuan, 20 menit untuk mengerjakan
soal tes kemampuan berpikir kritis, dan
10 menit untuk mengisi angket sikap.
Hasil penilaian kemampuan berpikir kritis
diperoleh siswa yang berada pada
kategori tinggi mencapai 66,67%. Untuk
penilaian aspek pengetahuan diperoleh

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Hal. 161-170

persentase ketuntasan siswa sebesar
36,67%. Penilaian aspek sikap menggunakan angket, observasi serta
wawancara. Hasil penilaian aspek sikap
diperoleh persentase siswa dengan
kriteria minimal baik sebanyak 93,33%.
Sedangkan penilaian aspek keterampilan menunjukkan 100% siswa mendapat
nilai minimal 2,51-2,84 atau dengan
kriteria minimal (B-). Ketercapaian
masing-masing aspek pada siklus I
disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Ketercapaian Target Keberhasilan Siklus I
Aspek

Siklus I (%)
Target
Capaian

Kemampuan
Berpikir Kritis

70

66,67

Pengetahuan

50

36,67

Sikap
Keterampilan

70
70

93,33
100,00

Kriteria
Belum
Tercapai
Belum
Tercapai
Tercapai
Tercapai

Berdasarkan Tabel 3 terlihat
bahwa kemampuan berpikir kritis dan
prestasi belajar aspek pengetahuan
belum mencapai target, sehingga perlu
dilakukan perbaikan di siklus II.
Sedangkan untuk aspek sikap dan
keterampilan sudak mencapai target
siklus I, namun untuk aspek sikap tetap
dilakukan siklus II untuk mengetahui
besar peningkatannya.
Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada
siklus I perlu dilakukan perencanaan
untuk pelaksanaan tindakan pada siklus
II
sebagai
tindak
lanjut
untuk
menyempurnakan dan memperbaiki
terhadap kendala-kendala yang terdapat
pada siklus I. Materi yang diberikan pada
pembelajaran siklus II difokuskan pada
indikator kompetensi yang belum tuntas
pada siklus I.
Tindakan pada siklus II lebih
difokuskan untuk menyempurnakan dan
memperbaiki kendala yang terdapat
pada siklus I yaitu: pada siklus I siswa
masih
belum
terbiasa
mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E, selanjutnya
guru lebih membimbing siswa dalam tiap
fase Learning Cycle 5E selama
pembelajaran
berlangsung
dan

167

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

Tabel 4. Ketercapaian Target Keberhasilan Siklus II
Aspek yang
dinilai
Kemampuan
Berpikir Kritis
Pengetahuan
Sikap

Siklus (%)
Target Capaian

Kriteria

70

83,33

Terpacai

50
70

63,33
100,00

Tercapai
Tercapai

Perbandingan Antarsiklus
Secara umum pembelajaran yang
dilangsungkan di siklus II mempunyai
hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan siklus II. Perbandingan hasil
tindakan antarsiklus ditunjukkan pada
Tabel 5 dan Gambar 1.
Tabel 5. Perbandingan Hasil Antarsiklus
Ketercapaian
(%)
Siklus
Siklus
I
II

Aspek
Kemampuan
Berpikir Kritis
Pengetahuan
Sikap
Keterampilan

Ketercapaian (%)

mendorong serta memancing siswa
untuk lebih berperan lagi dalam diskusi
kelompok. Pada pelaksanaan siklus II,
siswa tetap berdiskusi pada kelompok
heterogen namun kelompok diskusi
dirombak berdasarkan hasil pembelajaran
siklus
I.
Guru
juga
memanfaatkan
siswa
yang
telah
memahami materi Hidrolisis Garam hasil
pembelajaran pada siklus I sebagai tutor
sebaya
yang
diharapkan
dapat
membantu siswa lain dalam proses
pembelajaran siklus II. Pada tindakan
siklus II ini diharapkan guru lebih
memperhatikan siswa pada kegiatan
diskusi kelompok, terutama pada siswa
yang pada siklus I terindikasi kurang
berpartisipasi dalam diskusi. Selain itu,
guru memotivasi sekaligus mendorong
siswa untuk tidak malu bertanya
mengenai bagian materi yang belum
mereka pahami kepada tutor sebaya
maupun kepada guru.
Pada Siklus II ini guru juga
menyampaikan kepada seluruh siswa
bahwa peran tutor sebaya dalam
kelompok adalah untuk membantu
teman yang mengalami kesulitan dalam
memahami konsep materi Hidrolisis
Garam sehingga diharapkan nantinya
siswa dapat mengerjakan berbagai
variasi soal. Kemudian saat akhir
pertemuan, guru lebih menekankan lagi
tentang konsep-konsep apa saja yang
harus diperhatikan pada materi Hidrolisis
Garam dan meminta siswa untuk
mencatatnya, yang kemudian bisa
mereka perdalam dan pelajari kembali.
Dengan demikian diharapkan hasil
capaian siklus II lebih baik dan dapat
mencapai target.
Pada pertemuan terakhir siklus II
dilakukan tes kemampuan berpikir kritis,
tes pengetahuan dan pengisian angket
sikap. Hasil analisis kemampuan berpikir
kritis siswa yang berkategori tinggi
sebesar 83,33%. Persentase ketuntasan
siswa aspek pengetahuan sebesar
63,33% dan penilaian aspek sikap
mencapai 100% siswa berkategori
minimal baik. Ketercapaian target
keberhasilan pada siklus II disajikan
pada Tabel 4.

Hal. 161-170

Ket

66,67

83,33

Meningkat

36,67
93,33
100,00

63,33
100,00
-

Meningkat
Meningkat

120
100
80
60
40
20
0
a

b

c

d

Aspek
Siklus I
Ket:

Siklus II

a = Kemampuan Berpikir Kritis
b = Pengetahua
c = Sikap
d = Keterampilan

Gambar 1. Perbandingan Hasil
Tindakan Antarsiklus
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat
dilihat bahwa terjadi adanya peningkatan
dari siklus I ke siklus II. Apsek
kemampuan berpikir kritis dan aspek
pengetahuan mencapai target pada
siklus II sedangkan aspek sikap
mengalami peningkatan pada siklus II.
Dalam penelitian tindakan kelas,
penelitian dikatakan berhasil jika aspek

168

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

Hal. 161-170

yang diukur mencapai target yang
diinginkan. Pada penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penelitian berhasil,
karena telah mencapai target dalam
siklus I dan siklus II. Artinya melalui
pembelajaran Learning Cycle 5E dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan prestasi belajar siswa pada materi
hidrolisis garam kelas XI MIA 1 SMA
Negeri 1 Banyudono semester genap
tahun pelajaran 2015/2016.
Hasil penelitian ini relevan dengan
penelitian sejenis mengenai efek
penerapan Learning Cycle 5E terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa yang
menunjukkan
bahwa
kemampuan
berpikir kritis siswa dapat meningkat
dengan
penggunaan
model
pembelajaran Learning Cycle 5E [9-10].
Hasil penelitian lain juga menyebutkan
bahwa
penerapan
pembelajaran
Learning Cycle 5E dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa pada aspek
pengetahuan dan aspek sikap [11-15].

[2] Hamalik, O., 2001, Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Antariksa.

KESIMPULAN

[6] Arikunto, S, Suhardjono, & Supardi.,
2008, Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Sinar Grafika.

Penerapan metode pembe-lajaran
Learning Cycle 5E dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan prestasi
belajar siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri
1 Banyudono semester genap tahun
pelajaran 2015/2016 pada hidrolisis
garam.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat selesai dengan
baik karena bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada kepala SMA Negeri
1 Banyudono yang telah mengijinkan
peneliti melakukan penelitian di SMA
Negeri 1 Banyudono dan kepada Ibu
Magdalena Adam, S.Pd. selaku guru
kimia SMA Negeri 1 Banyudono yang
telah mengijinkan peneliti menggunakan
kelasnya untuk penelitian.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Mulyasa, E., 2013, Pengembangan
dan Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

[3] Johnson, E. B., 2007, Contextual
Teaching and Learning: Menjadikan
Kegiatan
Belajar
Mengajar
Mengasyikkan dan Bermakna. Terj.
Ibnu Setiawan. Bandung: Mizan
Learning Center (MLC).
[4] Yamin, M., 2008, Paradigma
Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta:
Gaung Persada Pers.
[5] Soebagio; Soetarno; & Wiwik, H.,
2001, Penggunaan Daur Belajar
Untuk
Peningkatan
Kualitas
Pembelajaran dan Pemahaman
Konsep Sel Elektrolisis Pada Siswa
Kelas III SMU Negeri 2 Jombang.
Media Komunikasi Kimia. Jurnal
Ilmu Kimia dan Pembelajarannya. 5
Februari 2001. Online jurnal di
http://journal.um.ac.id/mediakomunikasi-kimia.

[7] Sugiyono, 2013, Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta Bandung
[8] Moleong, L. J., 2000, Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
[9] Murdhiyah,
N.
&
Suryanti,
Penggunaan Siklus Belajar 5E untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa Mata Pelajaran IPA di
Sekolah Dasar, 2014,. Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(JPGSD)., 2 (2), 1-10
[10] Sulistyowati,
N.,
Suyatno,
&
Poedjiastoeti, S., Pembelajaran
Kimia dengan Model Learning Cycle
5E
untuk
Meningkatkan
Penguasaan
Konsep
dan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
SMK
pada
Pokok
Bahasan
Termokimia,
2014,.
Prosiding
Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978169

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Vol. 6 No. 2 Tahun 2017

602-0951-00-3,
Jurusan
FMIPA
Universitas
Surabaya.

Kimia
Negeri

[11] Rahayuningsih, R., Masykuri, M., &
Utami, B., Penerapan Siklus Belajar
5E (Learning Cycle 5E) disertai Peta
Konsep
untuk
Meningkatkan
Kualitas Proses dan Hasil Belajar
Kimia pada Materi Kelarutan dan
Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Kartasura Tahun
Pelajaran 2011/2012, 2012,. Jurnal
Pendidikan Kimia (JPK)., 1 (1), 5158

Hal. 161-170

[15] Kaynar, D., Tekkaya, C., dan
Cakiroglu, J., Effectiveness of 5E
Learning Cycle Instruction on
Students’ Achievement in Cell
Concept
and
Scientific
Epistimological Beliefs, 2009, H.U.
Journal of Education, (37) 96-105.
Diperoleh pada 22 Februari 2016,
dari
http://dergipark.ulakbim.gov.
tr/hunefd/article/download/5000048
448/5000045768.

[12] Sari, S. D. C., Mulyani, B. & Utami,
B., Penerapan Siklus Belajar 5E
(Learning Cycle 5E) dengan
Penilaian
Portofolio
untuk
Meningkatkan Kualitas Proses dan
Hasil Belajar pada Materi Kelarutan
dan Hasil Kali Kelarutan Siswa Kelas
XI IPA 2 SMA Negeri 1 Kartasura
Tahun Pelajaran 2011/2012, 2013,.
Jurnal Pendidikan Kimia (JPK)., 2
(1), 1-6.
[13] Qarareh, A.O., The Effect of Using
the Learning Cycle Method in
Teaching
Science
on
the
Educational Achievement of the
Sixth Graders, 2012, International
Journal Education Science, 4 (2)
123-132.
Diperoleh
pada
23
Februari
2016,
dari
http://krepublishers.com/02Journals/IJES/IJES-04-0-000-12Web/IJES-04-2-000-12-ABSTPDF/IJES-04-2-123-12-176Qarareh-A-O/IJES-04-2-123-12176- Qarareh-A-O-Tt.pdf.
[14] Tuna, A. & Kacar, A., The Effect of
5E Learning Cycle Model on
Teaching Trigonometry on Students’
Academic Achievement and the
Permanence of Their Knowledge,
2013, International Journal on New
Trends in Education and Their
Implication, 4 (1) 73-87. Diperoleh
pada 22 Februari 2016, dari
http://www.ijonte.org/FileUpload/ks6
3207 /File/07a.tuna.pdf.

© 2017 Program Studi Pendidikan Kimia

170

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM KELAS XI MIA 1 SMA NEGERI 1 BANYUDONO SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA 2 PADA MATERI STOIKIOMETRI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN MODUL DI SMA NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 19

KONTRIBUSI KEMAMPUAN NUMERIK DAN KREATIVITAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK HIDROLISIS KELAS XI MIA 1 DAN XI MIA 5 SMA NEGERI 2 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 17

STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN QUANTUM LEARNING (QL) DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM KELAS XI MIA SMA NEGERI 3 SURAKARTA SEMESTER GEN

0 1 19

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI STOIKIOMETRI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN MODUL DI KELAS X MIA 2 SMA NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN PELAJARAN 2015 2016 | Ariyanti | Jurnal Pendidik

0 0 7

IMPLEMENTASI LEARNING CYCLE 5E DILENGKAPI WORKSHEET UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM KELAS XI IPA 1 SEMESTER GENAP SMA NEGERI 3 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013 2014 | Sulistyowati | Jurnal Pendidik

0 0 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUB MATERI KONSEP MOL KELAS X MIA 2 SMA NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 20162017

1 2 19

Upaya Peningkatan Prestasi Belajar dan Kemampuan Analisis Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) pada Materi Hidrolisis Kelas XI MIA 1 Semester Genap SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 16

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DIDUKUNG DENGAN CATATAN TERBIMBING (Materi Larutan Penyangga Kelas XI SMA N Karangpandan Tahun Pelajaran 20162017)

0 0 17