Pemodelan Kualitas Air Untuk Sistem Distribsui Air Minum
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan kualitas air melibatkan prediksi pencemaran air dengan menggunakan teknik matematika. Ciri-ciri dari model kualitas air adalah adanya
kumpulan informasi yang mempresentasikan mekanisme fisik yang mengatur
posisi dan momentum dari polutan yang terdapat dalam air. Model ini juga
diperuntukkan komponen individual dari sistem hidrologi seperti limpasan permukaan. Metode yang sering digunakan adalah metode finite difference yang
digunakan untuk menganalisa suatu fenomena, dan terlebih lagi jika sudah termasuk dalam jumlah yang besar diperlukan pemodelan dengan bantuan komputer.
2.1 Kualitas Air dalam Sistem Distribusi
Maier (1999) mendefinisikan kualitas air dengan sangat jelas, dimana dijelaskan
sebagai kumpulan batas atas atau batas bawah pada kemungkinan kadar kontaminasi dalam air. Meskipun dalam air luas dari senyawa dan parameter yang
mempengaruhi fisik dari air dapat dimasukkan, namun, model yang direpresentasikan sering membahas tentang usia air dan propagasi dari senyawa partikel
atau senyawa kimia, seperti disinfektan. Maier (1999) juga menjelaskan bahwa
senyawa lain termasuk didalamnya logam, beberapa racun, klorida, oksigen terlarut, jumlah klorin dan jumlah bakteri juga dapat dinyatakan sebagai kumpulan
parameter yang juga dapat memperngaruhi dalam kualitas air.
2.2 Model Hyrdraulic
Analisa hidraulyc jaringan adalah suatu proses yang dipakai dalam model komputer sistem distribusi air untuk menganalisa kemampuan performa dan untuk
mendefinisikan syarat-syarat yang perlu yang berhubungan dengan desain standard tekanan dan aliran. Aplikasi dari analisa hidraulyc jaringan dibagi menjadi
tiga kategori utama, yakni : planning, design, dan operasi.
5
Universitas Sumatera Utara
6
2.3 Metode Finite Difference
Finite difference adalah sebuah ekspresi matematika dengan bentuk f (x + b) −
f (x + a). Jika finite difference dibagi dengan b − a, diperoleh difference quotient. Pendekatan derivatif untuk finite difference memiliki peranan penting
dalam metode finite difference untuk solusi numerik dari persamaan turunan
khususnya permasalahan nilai berbatas.
Analisis numerik merupakan aplikasi penting dalam penggunaan finite difference, khususnya persamaan turunan yang bersifat numerik, dimana merupakan tujuan dari solusi numerik untuk persamaan turunan biasa adan persamaan turunan parsial. Dimana idenya adalah utnuk mengganti sifat derivatif yang
muncul dalam persamaan turunan dengan finite difference untuk pendekatannya yang pada akhirnya disebut sebagai metode finite difference. Aplikasi yang
umum dari metode finite difference adalah pada bidang komputasi dan teknik
seperti teknik termal, mekanisme fluida dan lain lain.
Bentuk finite difference yang biasa diperumumkan adalah
∆µh [f ](x)
=
N
X
µk f (x + kh)
(2.1)
k=0
Dimana µ = (µ0 , ..., µN ) adalah koefisien vektor. Infinite difference adalah
bentuk umum lanjutan, dimana penjumlahan berbatas pada bentuk diatas dapat
diganti dengan deret infinite. Cara lain dalam bentuk umum adalah membuat
koefisien µk bergantung pada titik x : µk = µk (x), kemudian dengan pertimbangan bobot finite difference dan membuat langkah h bergantung pada titik
x : h = h(x). Bentuk yang seperti ini dapat berguna untuk membentuk persamaan lain seperti modulus kontinu.
2.4 Pemodelan Kualitas Air
Busayamas et al., (2009) memodelkan aliran sungai sebagai salah satu dimensi, penggunaan single spatial parameter x(m) untuk mendeskripsikan jarak dari
sumber menuju sepanjang aliran sepanjang sungai. Kadar seperti polutan dan
konsentrasi oksigen hanya diperbolehkan sebagai variabel sepanjang aliran sungai
dan dianggap sebagai homogenous. Asumsi ini dipergunakan untuk memenuhi
kriteria yang disebut sebagai kriteria dobbin. Kadar oksigen yang terlarut (OD)
Universitas Sumatera Utara
7
dalam aliran sungai memiliki fungsi X(x, t)(kg.m−3 ). Dimana model yang diperoleh Busayamas et al,. (2009) adalah persamaan yang memenuhi evolusi dari
polutan dan kadar oksigen terlarut dengan jarak x dan waktu t.
∂ 2 (AP ) ∂(vAP )
X
∂(AP )
−
= Dp
− K1
AP + qH(x), (x < L ≤ ∞, t > 0)
2
∂h
∂x
∂x
X +k
∂AX
∂ 2 (AX) ∂vAX
X
−
= Dx
− K2
AP + α(S − X), (x < L ≤ ∞, t > 0)
2
∂t
∂x
∂x
X +k
dimana H(s) adalah fungsi Heavyside,
1, 0 < x
H(x) =
0, yang lain
Antohe dan Stanciu (2009), mendeskripsikan bahwa dalam pemodelan kualitas air biasanya berkaitan dengan unsur-unsur yang terkandung dalam air
yang dapat ditulis dalam suatu kumpulan himpunan matematika yang merupakan anggota-anggota dari unsur air seperti suhu, PH, konduktivitas, biokimia,
senyawa organik, kandungan logam, kadar oksigen terlarut (OD). Dalam modelnya, terdapat algoritma program dengan menggunakan software MATLAB,
adapun algoritma model adalah ”Observasi data dimulai pada titik xi = 1, ..., 12
(tahunan), Yi akan diregister sebagai kadar oksigen terlarut (OD). Kemudian
sebuah fungsi y = f (x) adalah sebuah kurva spline yang terinterpolasi pada semua titik dan terdiri dari kurva polynonmial antara masing-masing pasangan
berurutan titik xi dan xi+1 . Parameter dari kurva polynomial adalah kendala
dan f ”(xi ) = f ”(xn ) = 0 dimana xi dan xn adalah titik ekstrim daripada fungsi
f (x)”.
Sutimin (2001), mejelaskan bahwa Konsentrasi oksigen dari suatu perairan
di danau dimodelkan oleh suatu persamaan diferensial tak linier. Dalam ekosistem perairan yang terdapat banyak tumbuhan dan hewan akuatik, air merupakan media yang sangat vital dalam kelangsungan hidup dan dalam proses
perkembangan biota tersebut. Oksigen merupakan senyawa yang penting karena diperlukan oleh semua makhluk hidup. Salah satu parameter yang biasa
digunakan untuk mengukur kualitas air adalah jumlah oksigen terlarut (O2 ),
yang menempati urutan kedua setelah Nitrogen. Oksigen merupakan salah satu
faktor pembatas, sehingga jika ketersediaanya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala aktifitas dan proses pertumbuhan ikan akan terganggu,
Universitas Sumatera Utara
8
bahkan akan mengalami kematian. Sutimin (2001), juga menurunkan sebuah
model sederhana yang menjelaskan dinamika konsentrasi oksigen pada perairan.
Persamaan model disusun berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Difusi atau aerasi oksigen dari atmosfir ke badan air
2. Produksi oksigen oleh fotosintesis tanaman air
3. Konsumsi oksigen oleh pernafasan
Sehingga persamaan model ditentukan oleh,
dO2
= reaerasi + f otosintesis − pernaf asan
dt
(2.2)
dimana persamaan reaerasi ditentukan sebagai berikut,
RA = ka (Cs − O2 (t))
(2.3)
Ka adalah konstanta reaerasi dan Cs adalah konsentrasi oksigen pada saat jenuh
yaitu sebagai fungsi suhu dan tekanan barometrik
Produksi oksigen oleh fotosintesis tanaman air diberikan dengan menggunakan persamaan logistik sebagai berikut,
P O2 = K3 O2 (t)(1 − qO2 (t))
(2.4)
dimana K3 , q adalah konstan Konsumsi O2 diberikan oleh persamaan MichaelisMenten,
KO2 = K2
O2 (t)
O2 (t) + K1
(2.5)
dimana O2 (t) adalah konsentrasi oksigen pada saat t, K1 , K2 adalah konstanta dari persamaan yang dikemukakan oleh Sutimin, (2001), persamaan model
konsentrasi oksigen pada perairan danau sebagai berikut,
O2 (t)
dO2 (t)
= Ka (Cs − O2 (t)) + K3 O2 (t)(1 − qO2 (t)) − K2
dt
O2 (t) + K1
(2.6)
Persamaan model ini masih sulit untuk dianalisa perilakunya, oleh karena itu perlu disederhanakan dengan melakukan transformasi penskalaan sebagai
berikut,
x =
O2 (t)
K1
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
9
x−s =
O2 (s)
K1
(2.8)
Os
K1
(2.9)
a(T ) = Ka
c =
qK3 K1
b
(2.10)
e = K2 − K1
(2.11)
sehingga persamaan (2.6) menjadi
dO2 (t)
K2 (t)O2 (t)
= K2 Os + (K3 − Ka )O2 (t) − qK3 O2 (t) −
dt
K1 + O2 (t)
(2.12)
dengan Transformasi diatas, oleh Sutimin (2001), persamaan (2.12) dapat dinyatakan sebagai,
dx
ex
= a(T ) + bx(1 − cx) −
dt
1+x
(2.13)
dengan a(T ), b, c, dan e adalah sebagai parameter. Sutimin (2001), juga memperoleh kesimpulan bahwa perubahan oksigen dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan dari hasil simulasi menunjukan sifat bahwa perubahan ini berubah
secara kebalikan artinya untuk temperatur yang tinggi memberi efek pada turunnya oksigen dimana pada kesimpulan ini diperoleh pengertian yang sama
menurut ekologi perairan.
Kayombo et al., (1999) memodelkan kadar oksigen teralrut sebagai salah
satu syarat kualitas air tidak berdasarkan pada efek penambahan bibit organik
dan aktifitas makhluk (ikan) didalamnya, dimana model yang dibentuk adalah
berdasarkan situasi yang berlaku didalam kolam, oleh Mwegoha et al,. (2010)
mengasumsikan jika pada kolam yang dangkal model telah dikembangkan berdasarkan asumsi re-aerasi pada permukaan air dan proses fotosintesis oleh fitoplankton yang merupakan sumber utama penghasil oksigen dan ikan sebagai
konsumen utama, diasumsikan juga kolam tersebut tercampur sempurna. Persamaan yang merepresentasikan perubahan tingkat oksigen terlarut adalah
Universitas Sumatera Utara
10
DO
∂DO
= µmax × f (T, pH, L)AlgB − K20 θ(T −20) (
)COD
∂t
KDO + DO
Ws 2
)
0.641 + 0.0256 × ( 0.447
+(
sat −
2 )
depth
T − Topt
|))AlgB − Ri × jlh ikan (2.14)
−(Rmax exp(−23|
Topt − Tmin
Elsheikh et al,. (2013) merumuskan optimisasi distribusi air sebagai sebuah formulasi yang berdasarkan pada desain solusi optimal sebagai permasalahan program nonlinier dengan kendala cost yang rendah, maksimum keuntungan
model yang diperumum dalam pembentukan model. Penggunaan fungsi objektif dalam kasus model cost yang direndahkan diformulasikan dengan melibatkan
faktor cost dalam optimal desain,
DP
RP
X
X
min(
Ck (dk )lk +
Ck (dk , ek )Lk )
k=1
(2.15)
k=1
dimana, Ck (dk ) = biaya pembuatan pipa untuk setiap diameter dk per panjang
pipa; Ck (dk , ek ) = biaya rehabilitasi pipa untuk setiap diameter dk dan setiap
rehabilitasi ek per panjang pipa Lk = panjang pipa ke-k DP = jumlah pipa
RP = jumlah rehabilitasi pipa
Dimana dalam pemodelannya kendala dibedakan menjadi 3 klasifikasi yaitu
1. Kendala Batas implisit
2. Kendala batas eksplisit
3. Kendala sistem implisit
Dalam kendala sistem implisit terdapat model konservasi massa dan energi
secara matematika kendala tersebut dapat ditulis yakni,
1. Konservasi massa, aliran masuk dan aliran keluar harus seimbang pada
setiap node
X
Qin −
X
Qout = Qe
Universitas Sumatera Utara
11
dimana Qin adalah aliran masuk, Qout adalah aliran keluar dan Qout adalah
aliran eksternal
2. Konservasi energi, head loss disekitar loop harus sama dengan nol atau
pompa energi jika terdapat pompa
X
hf = 0
(2.16)
X
hf = Ep
(2.17)
dimana hf = head loss berdasarkan friksi dalam pipa dan Ep = jumlah energi
yang tersuplai dalam pipa.
Elsheikh et al,. (2013) menyimpulkan bahwa kualitas air dihubungkan dengan sistem distribusi ditemukan adanya konsentrasi besi dan mangan disekitar
sumber air dan kadar klorin yang tinggi dalam jaringan distribusi.
2.5 Pemodelan Sistem Distribusi Air
Wu (2006), distribusi air yang dimodelkan bersamaan dengan kualitas air menggunakan metode kalibrasi. Sampling dan pemantauan secara kontinu mengenai kualitas air pada lokasi tertentu memliki peranan yang penting dalam meminimumkan resiko dari kualitas air yang tidak memadai, meskipun sampling
hanya hanya mempresentasikan gambaran yang terbatas dari kualitas air. Dengan membangun sebuah model hidraulyc dan model kualitas air merupakan
sebuah hal yang penting dalam melakukan simulasi kualitas air secara dinamik
untuk semua elemen yang ada didalam sistem.
Model dinamik dari kualitas air dalam sistem distribusi secara eksplisit
mempelajari mengenai perubahan aliran menuju pipa dan tempat penyimpanan
dalam jangka waktu tertentu. Sejumlah solusi dari metode ini adalah membentuk model dinamik kualitas air yang bisa diklasifikasikan sebagai Eularian atau
Langrangian yang bertindak sebagai metode waktu dan metode kejadian.
Model kualitas air untuk sistem distribusi air minum dimodelkan berdasarkan teorema Reynolds transport (RTT) dan diformulasikan sebagai dimensi
satu, yaitu sebagai berikut
∂C
∂C
+V
= R(C)
∂t
∂x
(2.18)
Universitas Sumatera Utara
12
dimana C adalah konsentrasi dari unsur, t adalah waktu, V adalah kecepatan
aliran, x dalah jarak dan R adalah hubungan antar reaksi unsur.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan kualitas air melibatkan prediksi pencemaran air dengan menggunakan teknik matematika. Ciri-ciri dari model kualitas air adalah adanya
kumpulan informasi yang mempresentasikan mekanisme fisik yang mengatur
posisi dan momentum dari polutan yang terdapat dalam air. Model ini juga
diperuntukkan komponen individual dari sistem hidrologi seperti limpasan permukaan. Metode yang sering digunakan adalah metode finite difference yang
digunakan untuk menganalisa suatu fenomena, dan terlebih lagi jika sudah termasuk dalam jumlah yang besar diperlukan pemodelan dengan bantuan komputer.
2.1 Kualitas Air dalam Sistem Distribusi
Maier (1999) mendefinisikan kualitas air dengan sangat jelas, dimana dijelaskan
sebagai kumpulan batas atas atau batas bawah pada kemungkinan kadar kontaminasi dalam air. Meskipun dalam air luas dari senyawa dan parameter yang
mempengaruhi fisik dari air dapat dimasukkan, namun, model yang direpresentasikan sering membahas tentang usia air dan propagasi dari senyawa partikel
atau senyawa kimia, seperti disinfektan. Maier (1999) juga menjelaskan bahwa
senyawa lain termasuk didalamnya logam, beberapa racun, klorida, oksigen terlarut, jumlah klorin dan jumlah bakteri juga dapat dinyatakan sebagai kumpulan
parameter yang juga dapat memperngaruhi dalam kualitas air.
2.2 Model Hyrdraulic
Analisa hidraulyc jaringan adalah suatu proses yang dipakai dalam model komputer sistem distribusi air untuk menganalisa kemampuan performa dan untuk
mendefinisikan syarat-syarat yang perlu yang berhubungan dengan desain standard tekanan dan aliran. Aplikasi dari analisa hidraulyc jaringan dibagi menjadi
tiga kategori utama, yakni : planning, design, dan operasi.
5
Universitas Sumatera Utara
6
2.3 Metode Finite Difference
Finite difference adalah sebuah ekspresi matematika dengan bentuk f (x + b) −
f (x + a). Jika finite difference dibagi dengan b − a, diperoleh difference quotient. Pendekatan derivatif untuk finite difference memiliki peranan penting
dalam metode finite difference untuk solusi numerik dari persamaan turunan
khususnya permasalahan nilai berbatas.
Analisis numerik merupakan aplikasi penting dalam penggunaan finite difference, khususnya persamaan turunan yang bersifat numerik, dimana merupakan tujuan dari solusi numerik untuk persamaan turunan biasa adan persamaan turunan parsial. Dimana idenya adalah utnuk mengganti sifat derivatif yang
muncul dalam persamaan turunan dengan finite difference untuk pendekatannya yang pada akhirnya disebut sebagai metode finite difference. Aplikasi yang
umum dari metode finite difference adalah pada bidang komputasi dan teknik
seperti teknik termal, mekanisme fluida dan lain lain.
Bentuk finite difference yang biasa diperumumkan adalah
∆µh [f ](x)
=
N
X
µk f (x + kh)
(2.1)
k=0
Dimana µ = (µ0 , ..., µN ) adalah koefisien vektor. Infinite difference adalah
bentuk umum lanjutan, dimana penjumlahan berbatas pada bentuk diatas dapat
diganti dengan deret infinite. Cara lain dalam bentuk umum adalah membuat
koefisien µk bergantung pada titik x : µk = µk (x), kemudian dengan pertimbangan bobot finite difference dan membuat langkah h bergantung pada titik
x : h = h(x). Bentuk yang seperti ini dapat berguna untuk membentuk persamaan lain seperti modulus kontinu.
2.4 Pemodelan Kualitas Air
Busayamas et al., (2009) memodelkan aliran sungai sebagai salah satu dimensi, penggunaan single spatial parameter x(m) untuk mendeskripsikan jarak dari
sumber menuju sepanjang aliran sepanjang sungai. Kadar seperti polutan dan
konsentrasi oksigen hanya diperbolehkan sebagai variabel sepanjang aliran sungai
dan dianggap sebagai homogenous. Asumsi ini dipergunakan untuk memenuhi
kriteria yang disebut sebagai kriteria dobbin. Kadar oksigen yang terlarut (OD)
Universitas Sumatera Utara
7
dalam aliran sungai memiliki fungsi X(x, t)(kg.m−3 ). Dimana model yang diperoleh Busayamas et al,. (2009) adalah persamaan yang memenuhi evolusi dari
polutan dan kadar oksigen terlarut dengan jarak x dan waktu t.
∂ 2 (AP ) ∂(vAP )
X
∂(AP )
−
= Dp
− K1
AP + qH(x), (x < L ≤ ∞, t > 0)
2
∂h
∂x
∂x
X +k
∂AX
∂ 2 (AX) ∂vAX
X
−
= Dx
− K2
AP + α(S − X), (x < L ≤ ∞, t > 0)
2
∂t
∂x
∂x
X +k
dimana H(s) adalah fungsi Heavyside,
1, 0 < x
H(x) =
0, yang lain
Antohe dan Stanciu (2009), mendeskripsikan bahwa dalam pemodelan kualitas air biasanya berkaitan dengan unsur-unsur yang terkandung dalam air
yang dapat ditulis dalam suatu kumpulan himpunan matematika yang merupakan anggota-anggota dari unsur air seperti suhu, PH, konduktivitas, biokimia,
senyawa organik, kandungan logam, kadar oksigen terlarut (OD). Dalam modelnya, terdapat algoritma program dengan menggunakan software MATLAB,
adapun algoritma model adalah ”Observasi data dimulai pada titik xi = 1, ..., 12
(tahunan), Yi akan diregister sebagai kadar oksigen terlarut (OD). Kemudian
sebuah fungsi y = f (x) adalah sebuah kurva spline yang terinterpolasi pada semua titik dan terdiri dari kurva polynonmial antara masing-masing pasangan
berurutan titik xi dan xi+1 . Parameter dari kurva polynomial adalah kendala
dan f ”(xi ) = f ”(xn ) = 0 dimana xi dan xn adalah titik ekstrim daripada fungsi
f (x)”.
Sutimin (2001), mejelaskan bahwa Konsentrasi oksigen dari suatu perairan
di danau dimodelkan oleh suatu persamaan diferensial tak linier. Dalam ekosistem perairan yang terdapat banyak tumbuhan dan hewan akuatik, air merupakan media yang sangat vital dalam kelangsungan hidup dan dalam proses
perkembangan biota tersebut. Oksigen merupakan senyawa yang penting karena diperlukan oleh semua makhluk hidup. Salah satu parameter yang biasa
digunakan untuk mengukur kualitas air adalah jumlah oksigen terlarut (O2 ),
yang menempati urutan kedua setelah Nitrogen. Oksigen merupakan salah satu
faktor pembatas, sehingga jika ketersediaanya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala aktifitas dan proses pertumbuhan ikan akan terganggu,
Universitas Sumatera Utara
8
bahkan akan mengalami kematian. Sutimin (2001), juga menurunkan sebuah
model sederhana yang menjelaskan dinamika konsentrasi oksigen pada perairan.
Persamaan model disusun berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Difusi atau aerasi oksigen dari atmosfir ke badan air
2. Produksi oksigen oleh fotosintesis tanaman air
3. Konsumsi oksigen oleh pernafasan
Sehingga persamaan model ditentukan oleh,
dO2
= reaerasi + f otosintesis − pernaf asan
dt
(2.2)
dimana persamaan reaerasi ditentukan sebagai berikut,
RA = ka (Cs − O2 (t))
(2.3)
Ka adalah konstanta reaerasi dan Cs adalah konsentrasi oksigen pada saat jenuh
yaitu sebagai fungsi suhu dan tekanan barometrik
Produksi oksigen oleh fotosintesis tanaman air diberikan dengan menggunakan persamaan logistik sebagai berikut,
P O2 = K3 O2 (t)(1 − qO2 (t))
(2.4)
dimana K3 , q adalah konstan Konsumsi O2 diberikan oleh persamaan MichaelisMenten,
KO2 = K2
O2 (t)
O2 (t) + K1
(2.5)
dimana O2 (t) adalah konsentrasi oksigen pada saat t, K1 , K2 adalah konstanta dari persamaan yang dikemukakan oleh Sutimin, (2001), persamaan model
konsentrasi oksigen pada perairan danau sebagai berikut,
O2 (t)
dO2 (t)
= Ka (Cs − O2 (t)) + K3 O2 (t)(1 − qO2 (t)) − K2
dt
O2 (t) + K1
(2.6)
Persamaan model ini masih sulit untuk dianalisa perilakunya, oleh karena itu perlu disederhanakan dengan melakukan transformasi penskalaan sebagai
berikut,
x =
O2 (t)
K1
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
9
x−s =
O2 (s)
K1
(2.8)
Os
K1
(2.9)
a(T ) = Ka
c =
qK3 K1
b
(2.10)
e = K2 − K1
(2.11)
sehingga persamaan (2.6) menjadi
dO2 (t)
K2 (t)O2 (t)
= K2 Os + (K3 − Ka )O2 (t) − qK3 O2 (t) −
dt
K1 + O2 (t)
(2.12)
dengan Transformasi diatas, oleh Sutimin (2001), persamaan (2.12) dapat dinyatakan sebagai,
dx
ex
= a(T ) + bx(1 − cx) −
dt
1+x
(2.13)
dengan a(T ), b, c, dan e adalah sebagai parameter. Sutimin (2001), juga memperoleh kesimpulan bahwa perubahan oksigen dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan dari hasil simulasi menunjukan sifat bahwa perubahan ini berubah
secara kebalikan artinya untuk temperatur yang tinggi memberi efek pada turunnya oksigen dimana pada kesimpulan ini diperoleh pengertian yang sama
menurut ekologi perairan.
Kayombo et al., (1999) memodelkan kadar oksigen teralrut sebagai salah
satu syarat kualitas air tidak berdasarkan pada efek penambahan bibit organik
dan aktifitas makhluk (ikan) didalamnya, dimana model yang dibentuk adalah
berdasarkan situasi yang berlaku didalam kolam, oleh Mwegoha et al,. (2010)
mengasumsikan jika pada kolam yang dangkal model telah dikembangkan berdasarkan asumsi re-aerasi pada permukaan air dan proses fotosintesis oleh fitoplankton yang merupakan sumber utama penghasil oksigen dan ikan sebagai
konsumen utama, diasumsikan juga kolam tersebut tercampur sempurna. Persamaan yang merepresentasikan perubahan tingkat oksigen terlarut adalah
Universitas Sumatera Utara
10
DO
∂DO
= µmax × f (T, pH, L)AlgB − K20 θ(T −20) (
)COD
∂t
KDO + DO
Ws 2
)
0.641 + 0.0256 × ( 0.447
+(
sat −
2 )
depth
T − Topt
|))AlgB − Ri × jlh ikan (2.14)
−(Rmax exp(−23|
Topt − Tmin
Elsheikh et al,. (2013) merumuskan optimisasi distribusi air sebagai sebuah formulasi yang berdasarkan pada desain solusi optimal sebagai permasalahan program nonlinier dengan kendala cost yang rendah, maksimum keuntungan
model yang diperumum dalam pembentukan model. Penggunaan fungsi objektif dalam kasus model cost yang direndahkan diformulasikan dengan melibatkan
faktor cost dalam optimal desain,
DP
RP
X
X
min(
Ck (dk )lk +
Ck (dk , ek )Lk )
k=1
(2.15)
k=1
dimana, Ck (dk ) = biaya pembuatan pipa untuk setiap diameter dk per panjang
pipa; Ck (dk , ek ) = biaya rehabilitasi pipa untuk setiap diameter dk dan setiap
rehabilitasi ek per panjang pipa Lk = panjang pipa ke-k DP = jumlah pipa
RP = jumlah rehabilitasi pipa
Dimana dalam pemodelannya kendala dibedakan menjadi 3 klasifikasi yaitu
1. Kendala Batas implisit
2. Kendala batas eksplisit
3. Kendala sistem implisit
Dalam kendala sistem implisit terdapat model konservasi massa dan energi
secara matematika kendala tersebut dapat ditulis yakni,
1. Konservasi massa, aliran masuk dan aliran keluar harus seimbang pada
setiap node
X
Qin −
X
Qout = Qe
Universitas Sumatera Utara
11
dimana Qin adalah aliran masuk, Qout adalah aliran keluar dan Qout adalah
aliran eksternal
2. Konservasi energi, head loss disekitar loop harus sama dengan nol atau
pompa energi jika terdapat pompa
X
hf = 0
(2.16)
X
hf = Ep
(2.17)
dimana hf = head loss berdasarkan friksi dalam pipa dan Ep = jumlah energi
yang tersuplai dalam pipa.
Elsheikh et al,. (2013) menyimpulkan bahwa kualitas air dihubungkan dengan sistem distribusi ditemukan adanya konsentrasi besi dan mangan disekitar
sumber air dan kadar klorin yang tinggi dalam jaringan distribusi.
2.5 Pemodelan Sistem Distribusi Air
Wu (2006), distribusi air yang dimodelkan bersamaan dengan kualitas air menggunakan metode kalibrasi. Sampling dan pemantauan secara kontinu mengenai kualitas air pada lokasi tertentu memliki peranan yang penting dalam meminimumkan resiko dari kualitas air yang tidak memadai, meskipun sampling
hanya hanya mempresentasikan gambaran yang terbatas dari kualitas air. Dengan membangun sebuah model hidraulyc dan model kualitas air merupakan
sebuah hal yang penting dalam melakukan simulasi kualitas air secara dinamik
untuk semua elemen yang ada didalam sistem.
Model dinamik dari kualitas air dalam sistem distribusi secara eksplisit
mempelajari mengenai perubahan aliran menuju pipa dan tempat penyimpanan
dalam jangka waktu tertentu. Sejumlah solusi dari metode ini adalah membentuk model dinamik kualitas air yang bisa diklasifikasikan sebagai Eularian atau
Langrangian yang bertindak sebagai metode waktu dan metode kejadian.
Model kualitas air untuk sistem distribusi air minum dimodelkan berdasarkan teorema Reynolds transport (RTT) dan diformulasikan sebagai dimensi
satu, yaitu sebagai berikut
∂C
∂C
+V
= R(C)
∂t
∂x
(2.18)
Universitas Sumatera Utara
12
dimana C adalah konsentrasi dari unsur, t adalah waktu, V adalah kecepatan
aliran, x dalah jarak dan R adalah hubungan antar reaksi unsur.
Universitas Sumatera Utara