Prevalensi Xerostomia Pada Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia lanjut yang mengalami proses
menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat
dihindari.1 Lansia dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelompok berdasarkan
tingkat usia. World Health Organization (WHO) mengelompokkan lansia atas
kelompok usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, kelompok usia tua (old) 75-90 tahun dan
kelompok usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Menurut Bee (1996), tahap
lansia dimulai dari masa dewasa lanjut (65-75 tahun) sampai dewasa sangat lanjut
(>75 tahun). Sementara itu, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(DEPKES RI), lansia dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu:12,14
1. Kelompok usia dalam masa virilitas (46-55 tahun)
2. Kelompok usia dalam masa prasenium (56-65 tahun)
3. Kelompok usia dalam masa senescrus (> 65 tahun)

2.2


Proses Menua

Proses menua didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak
dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses alami
yang terjadi terus-menerus, ditandai dengan adanya perubahan-perubahan anatomi,
fisiologi dan biokimiawi sehingga mempengaruhi fungsi sel, jaringan dan organ
tubuh.13

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Teori-teori Proses Penuaan
Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai proses penuaan, antara
12-13,15

lain:

a)


Teori radikal bebas

Radikal bebas merupakan sekelompok senyawa yang memiliki elektron
tidak berpasangan dan dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi.
Umumnya, radikal bebas dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa
senyawa akan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang bersifat sangat
reaktif ini dapat merusak komponen sel dan inti sel sehingga terjadi degenerasi.13,15
b) Teori Kerusakan Deoxyribonucleic Acid (DNA)
DNA adalah suatu molekul kimia yang berperan pada instruksi untuk sel
agar berfungsi. DNA ditemukan dalam inti sel dan mitokondria. Target utama dari
oksigen radikal adalah merusak mitokondria DNA (mtDNA). Kesalahan yang terjadi
pada mtDNA tidak dapat langsung diperbaiki. Oleh karena itu, luas kerusakan
mtDNA terakumulasi dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan sel mati dan
organisme menua.12-13,15
c) Teori Imunologi
Teori ini menyatakan bahwa sistem imun mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada lansia sangat
mudah terserang infeksi karena tidak ada keseimbangan dalam sel T untuk
memproduksi antibodi sehingga menyebabkan kekebalan tubuh menurun.13,15

d) Teori Wear and Tear
Kematian sel terjadi karena jaringan yang sudah tua tidak beregenerasi dan
jaringan yang mati tidak dapat memperbaiki dirinya. Teori ini menyatakan bahwa
organisme tetap memiliki energi yang tersedia dan akan habis sesuai dengan waktu
yang diprogramkan.13,15
e) Teori Cross Linking Collagen-Elastin
Teori ini menyatakan bahwa pembentukan ikatan silang antara kolagen dan
elastin menyebabkan kolagen menjadi kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak

Universitas Sumatera Utara

dan akhirnya degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem tubuh mengalami
kemunduran fungsional yang menyebabkan gejala menua. 12-13
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Penuaan
Perubahan fungsi sel dan kematian sel pada lansia dipengaruhi oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor

genetik digolongkan

sebagai


faktor

endogenik sedangkan faktor lingkungan digolongkan sebagai faktor eksogenik.
Faktor-faktor tersebut dapat bekerja sendiri atau bekerja secara bersama-sama dalam
menimbulkan perubahan pada sel.13
a)

Faktor endogenik

Faktor endogenik merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung
secara alamiah disebabkan oleh berbagai faktor dari dalam tubuh seperti genetik dan
hormonal. Genetik seseorang ditentukan oleh genetik orang tua tetapi dapat juga
berubah karena infeksi virus dan radiasi. Selain genetik, pengaruh hormon juga
sangat erat hubungannya dengan umur. Proses menua fisiologis lebih jelas terlihat
pada wanita yang memasuki masa menopause. Penurunan fungsi ovarium
menyebabkan berkurangnya produksi hormon seks yaitu hormon estrogen dan
akibatnya akan terjadi atropi pada sel epitel. Selain itu, menimbulkan tanda-tanda
menua pada kulit seperti kulit menjadi kering dan berkurangnya elastisitas serta
terjadi penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga menyebabkan mulut kering.12-13

b)

Faktor eksogenik

Faktor eksogenik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh seperti diet,
merokok, sinar ultraviolet (UV), polusi dan stres. Nutrisi yang adekuat sangat
dibutuhkan, terutama protein karena berguna untuk mempertahankan dan
memperbaiki jaringan lunak dan jaringan keras. Pada rongga mulut, kekurangan
protein menyebabkan degenerasi jaringan ikat gingiva, membran periodontal dan
mukosa serta mempercepat kemunduran tulang alveolar.13
Merokok dapat menyebabkan perubahan biokimia pada tubuh yang dapat
mempercepat proses penuaan alami. Rokok menghasilkan tekanan oksidatif,
menganggu sirkulasi, dan memicu kerusakan DNA. Akibatnya, kerutan meningkat,

Universitas Sumatera Utara

warna kulit tidak rata, kulit tampak kering, kusam, dan rapuh. Perokok berat pada
awalnya mengalami ptialism dan setelah beberapa jam kemudian berubah menjadi
keadaan mulut kering. Kebiasaan merokok banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Sinar UV dari matahari dapat menyebabkan kerusakan serat kolagen

pada kulit sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan bercak-bercak pigmentasi
dan menurunkan fungsi kekebalan kulit. Selain itu, nanopartikel akibat polusi dapat
menyebabkan tekanan oksidatif dan merusak jaringan kulit serta kolagen sehingga
kulit tidak bisa mempertahankan strukturnya. Kondisi psikologis yaitu stres juga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penuaan pada kulit dimana tubuh
menghasilkan matriks metalloproteinase yaitu enzim yang memecah kolagen dan
elastin.12-13

2.3

Pengaruh Penuaan pada Kesehatan Rongga Mulut

Proses menua menyebabkan perubahan pada rongga mulut baik pada
jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva.4

2.3.1 Jaringan Keras
Jaringan keras di rongga mulut adalah gigi, tulang alveolar dan sementum.
Pada lansia, warna gigi kelihatan kekuningan, lebih rapuh, terjadi perubahan bentuk
dan terlihat adanya stain. Tulang alveolar akan mengalami resorpsi karena adanya
peningkatan osteoklas yaitu perusakan tulang daripada osteoblast yaitu pembentukan

tulang sehingga terjadi proses osteolisis. Di samping itu, terjadi penebalan sementum
di sepanjang seluruh permukaan akar yang lebih terlihat pada sepertiga apikal
gigi.16-18
2.3.2 Jaringan Lunak
Jaringan lunak di rongga mulut terdiri dari mukosa, ligamen periodontal,
lidah dan gingiva. Semakin bertambahnya usia, mukosa mulut menjadi lebih pucat,
tipis dan kering. Ligamen periodontal akan mengalami pelebaran sehingga
menyebabkan kegoyangan gigi. Pada lidah, terjadi atropi papilla sehingga

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan gangguan pengecapan. Selain itu, jaringan gingiva juga mengalami
penurunan atau resesi sehingga akar gigi menjadi terlihat.16-18

2.3.3 Kelenjar Saliva dan Saliva
Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses menua. Fungsi kelenjar
saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaan yang normal pada
proses menua. Lansia memproduksi jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan
istirahat, saat berbicara maupun saat makan. Laju aliran saliva juga rendah. Keadaan
ini disebabkan karena atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan usia

yang akan menurunkan produksi saliva. Selain kuantitas saliva, degenerasi kelenjar
saliva menyebabkan penurunan viskositas dan kandungan protein saliva khususnya
musin yang berperan dalam melindungi jaringan mulut terhadap kekeringan. Hal
ini menyebabkan mulut kering atau xerostomia sering ditemukan pada lansia.7,12,19
Saliva memainkan peran yang penting dalam mempertahankan kesehatan
rongga mulut. Fungsi utama saliva adalah pelumas, buffer dan pelindung untuk
jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Dengan demikian, penurunan saliva
menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut dan menaikkan jumlah karies
gigi serta meningkatkan kerentanan mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi
mikroba.20

2.4

Xerostomia

2.4.1 Pengertian Xerostomia
Xerostomia yang sering dikenal dengan mulut kering (xeros = kering dan
stoma = mulut), didefinisikan sebagai persepsi subjektif kekeringan pada rongga
mulut dimana sekresi saliva dapat ditemukan normal atau menurun.21 Kondisi ini
berhubungan dengan terjadi perubahan pada saliva baik secara kuantitatif maupun

secara kualitatif.22
Xerostomia dapat mengakibatkan timbulnya beberapa masalah pada rongga
mulut. Masalah yang terjadi dapat berupa kesulitan dalam mengunyah dan menelan

Universitas Sumatera Utara

makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesulitan
dalam memakai gigi palsu dan mulut terasa seperti terbakar.5

2.4.2 Etiologi Xerostomia
Xerostomia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1)

Usia

Gejala xerostomia umumnya berhubungan dengan bertambahnya usia.
Lansia sering mengalami xerostomia karena terjadi atropi pada kelenjar saliva
sehingga produksi saliva menurun dan komposisinya berubah. Seiring dengan
meningkatnya usia, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana
kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung.

Keadaan ini mengakibatkan jumlah aliran saliva berkurang. Biasanya pada lansia
yang menggunakan gigi tiruan akan mengalami ketidaknyamanan. Pemakaiannya
menjadi tidak nyaman dan juga dapat berpengaruh terhadap retensi gigi tiruan
tersebut dikarenakan berkuranganya produksi saliva.7
2)

Fisiologis

Gejala xerostomia ini bisa terjadi setelah berbicara yang berlebihan,
berolahraga, bernafas melalui mulut atau menyanyi. Selain itu, juga terdapat
komponen emosional seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat merangsang
terjadinya efek simpatik dari sistem saraf otonom dan menghalangi sistem
parasimpatik sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya aliran saliva dan mulut
akan terasa kering.23
3)

Penyakit kelenjar saliva

Ada beberapa penyakit kelenjar saliva yang dapat mengakibatkan
xerostomia. Penyakit yang sering melibatkan kelenjar saliva biasanya mengenai

kedua kelenjar parotis secara bergantian, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
yang menyeluruh. 23 Selain parotitis, sjogren’s syndrome dapat mengakibatkan terjadi
xerostomia. Sjogren’s syndrome adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai
dengan adanya inflamasi dari kelenjar eksokrin. Penyakit lainnya berupa kista dan

Universitas Sumatera Utara

tumor kelenjar saliva, baik jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada
struktur-struktur duktus kelenjar saliva dan mempengaruhi sekresi saliva.24,25
4)

Penyakit sistemik

Ada beberapa penyakit sistemik yang dapat mengakibatkan xerostomia.
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sangat berhubungan dengan xerostomia,
dilaporkan 40%-80% pasien diabetes melitus mengalami xerostomia. Keadaan aliran
saliva makin berkurangan pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol daripada
yang terkontrol. Dehidrasi sebagai hasil dari hiperglikemia yang lama sebagai
konsekwensi dari poliuria merupakan penyebab utama xerostomia dan hipofungsi
kelenjar saliva pada pasien Diabetes mellitus.26 Pasien yang menderita Human
Immunodeficiency Virus (HIV) juga mengalami xerostomia akibat efek samping dari
obat yang digunakan untuk merawat HIV yaitu obat antiretrovirus atau penurunan
CD4+ dan adanya proliferasi sel CD8+ ke dalam kelenjar saliva mayor. Hipertropi
kelenjar parotid sering ditemui pada pasien dengan HIV positif.27 Penyakit gagal
ginjal kronis dapat menyebabkan xerostomia karena pengaruh uremik secara
langsung pada kelenjar saliva menyebabkan penurunan parenkim dan fungsi
ekskretori serta dehidrasi akibat pembatasan pengambilan cairan.28 Selain itu,
systemic lupus erythematosus (SLE) dan rheumatoid arthritis (RA) juga dapat
menyebabkan terjadinya xerostomia.24
5)

Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher

Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher merupakan salah satu penyebab
terjadinya xerostomia. Kelenjar

parotis merupakan kelenjar saliva yang paling

sensitif terhadap radiasi diikuti dengan kelenjar submandibularis, sublingualis dan
kelenjar saliva minor.24 Terapi radiasi dapat menganggu fungsi kelenjar saliva
terutama pada kelenjar parotis yang dapat mengurangi produksi saliva dan saliva akan
menjadi kental. Jumlah kerusakan kelenjar saliva tergantung pada lama paparan
jaringan kelenjar saliva pada radiasi. Dosis radiasi 20 Gy dapat menyebabkan
kerusakan dari kelenjar saliva apabila pemberiannya dalam dosis tunggal. Apabila
dosis yang diberikan diatas 52 Gy dapat menimbulkan kerusakan yang parah pada
kelenjar saliva.11,24

Universitas Sumatera Utara

6)

Obat-obatan

Xerostomia adalah efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obatan.
Obat-obatan yang sering menimbulkan xerostomia terdiri dari obat antidepresen,
anticholinergik, antihistamin, antihipertensi, obat kardiovaskular dan diuretik.25 Obatobatan dapat menyebabkan xerostomia dengan mempengaruhi aliran saliva dengan
beberapa cara seperti menganggu

transmisi sinyal di persimpangan saraf

parasimpatis efektor, menganggu aksi di persimpangan neuroadrenergik efektor atau
menyebabkan depresi koneksi dari sistem saraf otonom.24

2.4.3 Gambaran Klinis Xerostomia
Gambaran klinis xerostomia terdiri dari peningkatan jumlah karies gigi,
traumatik ulser, kekeringan pada bibir, halitosis, terjadi fisur pada lidah, dan juga
candidiasis. Selain itu, individu yang mengalami xerostomia sering mengeluh
kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara serta mulut terasa terbakar. Makanan
yang kering biasanya sulit dikunyah ataupun ditelan. Pada mukosa yang kering dapat
mengakibatkan penggunaan gigi tiruan menjadi tidak nyaman dimana keadaan ini
mempengaruhi retensi gigi tiruan dalam menahan tekanan kunyah.11,17,19 Saliva
berbuih, genangan saliva pada dasar mulut tidak ada, kehilangan papila lidah, terjadi
perubahan pada permukaan gingiva, mukosa oral berkilat seperti kaca terutama pada
bagian palatal, lobul atau fisur pada lidah, karies pada bagian servikal gigi yang
mengenai lebih dari dua gigi dan terdapat debris pada mukosa palatal.30

2.4.4 Diagnosa Xerostomia
Diagnosis xerostomia dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
a.

Anamnesis

Dalam melakukan anamnesis dapat mengajukan beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan keadaan xerostomia. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan
adalah apakah ada kesulitan dalam hal mengunyah dan menelan makanan, apakah ada
kesulitan berbicara, apakah mulut terasa seperti terbakar, apakah membutuhkan air

Universitas Sumatera Utara

minum saat menelan makanan, apakah mulut terasa kering saat mengonsumsi
makanan, apakah pasien sedang mengonsumsi obat dan lain-lain.31
b.

Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gambaran klinis yang
tampak dalam rongga mulut. Menurut Osailan, pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cara menempatkan kaca mulut pada dasar lidah atau mukosa bukal. Kaca
mulut akan terasa lengket apabila disentuhkan ke dasar lidah ataupun mukosa bukal.30
c.

Teknik Pengumpulan saliva

Teknik pengumpulan whole saliva dapat dilakukan melalui empat metode
yaitu draining method, spitting method, suction method dan teknik swab. Pengukuran
aliran saliva pada kondisi tanpa stimulasi dapat dilakukan dengan cara pasien disuruh
duduk pada posisi badan tegak lurus dan diinstruksikan untuk mengalirkan saliva ke
dalam suatu wadah selama 15 menit. Aliran saliva pada kondisi stimulasi dapat
diukur dengan cara menginstruksikan pasien untuk mengunyah gum base atau parafin
wax (1-2g) selama 1 menit atau memberikan stimulus dengan asam sitrat 2% yang
diletakkan pada lidah pada setiap 30 detik interval dan mengumpulkan saliva ke
dalam wadah selama 5 menit. Draining method adalah metode pengumpulan saliva
yang pasif dan membutuhkan pasien untuk mengalirkan saliva dari mulut ke dalam
wadah yang diukur dalam satu waktu tertentu. Spitting method adalah sama seperti
draining method tetapi saliva dikumpulkan dalam mulut pada satu waktu tertentu
kemudian meludahkan ke dalam wadah. Suction method dilakukan dengan
menggunakan saliva ejector untuk mengalirkan saliva dari mulut ke dalam suatu
wadah. Teknik swab dilakukan dengan menggunakan preweight cotton roll atau
spons yang diletakkan di mulut pasien dalam waktu tertentu lalu ditimbang. Teknik
swab ini lebih efektif dalam mengestimasi derajat salivasi pada pasien
xerostomia.32,33
d.

Pemeriksaan Sialografi

Pemeriksaan sialografi adalah pemeriksaan radiografi yang digunakan untuk
mengidentifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, area granulomatosa,
obstruksi duktus dan stenosis dari kelenjar saliva dan salurannya (sistem salivari).

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara penyuntikan media kontras yaitu etiodol atau
sinografin secara intravena ke dalam kelenjar saliva. Sialografi memberikan
pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan. Cara pemeriksaan adalah
pasien tidur dalam posisi supine dan dibuat foto plain cranium anteropoterior dan
lateral. Kemudian diberikan pastiles untuk merangsang saliva lalu dimasukan spuit
sialo yang dihubungkan dengan kateter dan diplester ke kulit. Ujung kateter
dihubungkan dengan spuit yang berisi media kontras. Media kontras disuntikkan dan
dilakukan pemotretan. Setelah selesai pemotretan, pasien diberi minum asam supaya
semua kontras media terangsang keluar.34
e.

Biopsi

Biopsi kelenjar saliva minor sangat berguna untuk mendiagnosa kondisi
perubahan patologis yang berhubungan dengan disfungsi kelenjar saliva. Pemeriksaan
ini dapat digunakan untuk mendiagnosa Sjogren’s Syndrome (SS), Human
Immunodeficiency Virus (HIV), penyakit kelenjar saliva, sarcoidosis, amyloidosis
dan graft-vs-host disease. Biopsi kelenjar saliva minor dapat dilakukan jika suspek
terbentuk keganasan pada kelenjar saliva.34-35
f.

Pemeriksaan Sialometri

Pemeriksaan sialomerti adalah salah satu cara pengukuran aliran saliva
dimana alat untuk mengukur saliva ditempatkan dibawah orifise kelenjar parotid dan
submandibular atau sublingual. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan
stimulus asam sitrat. Saat istirahat sekresi saliva berkisar 0,3-0,5mL/menit. Setelah
dirangsang dengan asam sitrat sekresinya akan meningkat menjadi 0,4-1,5mL/menit.
Apabila sekresi saliva setelah dirangsang menunjukkan hasil kurang dari
0,1mL/menit keadaan ini dikenal sebagai keadaan patologis.34

2.4.5 Terapi Xerostomia
Terapi xerostomia yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan
mulut kering. Pada keadaan ringan dianjurkan berkumur atau mengunyah permen
karet bebas gula. Bila mulut kering disebabkan oleh obat-obatan, maka mengganti
obat dari kategori yang sama atau membagikan dosis obat-obatan dari satu dosis

Universitas Sumatera Utara

besar. Pada keadaan berat dapat menggunakan zat pengganti saliva. Zat pengganti
saliva tersedia dalam beberapa bentuk yaitu cairan, spray dan tablet

isap. V.A

Oralube merupakan zat pengganti saliva yang tersedia dalam bentuk cairan untuk
merangsang viskositas dan tingkat elektrolit seluruh saliva. Saliva Orthana
merupakan salah satu zat pengganti saliva yang disediakan dalam bentuk spray
dimana mengandung musin untuk memperoleh viskositas saliva manakala Polyox
tersedia dalam bentuk tablet, bermanfaat sebagai pengganti saliva dan mencekatkan
gigi tiruan.11,24
Sekresi saliva dapat dirangsang melalui pemberian obat-obatan seperti
pilocarpine, cevimeline dan bethanecol. Pilocarpine adalah non spesifik cholinergic
agonist yang menstimulasi reseptor muskarinik yang dapat mensekresi air dan
elektrolit. Pilocarpine lebih efektif pada pasien masih dalam terapi radiasi atau
transplantasi tulang. Cevimeline juga merupakan cholinergic agonist yang dapat
berikatan dengan reseptor muskarinik subtipe M 3 yang terdapat pada kelenjar saliva
dan kelenjar keringat. Maka, ini dapat menstimulasikan produksi saliva. Bethanecol
dapat meningkatkan aliran saliva pada pasien yang mengalami terapi radiasi baik
pada kondisi stimulasi maupun tanpa stimulasi. Xerostomia dapat juga diatasi dengan
minum air secukupnya kira-kira 6-8 gelas sehari. Selain itu, penggunaan pelembap
misalnya vaselin khususnya pada malam hari dapat dilakukan untuk menghindari
kekeringan pada bibir dan makanan seperti buah-buahan akan lebih efektif dalam
menstimulasi aliran saliva.11,24,29

Universitas Sumatera Utara

2.5 KERANGKA TEORI
Lansia

Proses menua

Faktor
Endogenik

Faktor
Eksogenik

Perubahan pada
rongga mulut

Jaringan keras

Jaringan Lunak

Kelenjar saliva
dan saliva

Xerostomia

Universitas Sumatera Utara

2.6 KERANGKA KONSEP

Lansia
a. Usia
b. Jenis kelamin

Xerostomia

c. Penyakit sistemik
d. Obat-obatan

Universitas Sumatera Utara