Mekanisme Penggunaan Sebagian Hak Pengelolaan (HPL) Bandara Kuala Namu Oleh Pihak Ketiga

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Agraria atau Hukum Pertanahan yang berlaku sekarang ini konsepsi
asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokoknya dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih
dikenal dengan sebutan “Undang-Undang Pokok Agraria”, disingkat “UUPA”,
Hukum Tanah Nasional kita terdiri atas suatu rangkaian peraturan-peraturan
perundang-undangan, yang dibuat oleh Penguasa dilengkapi dengan ketentuanketentuan Hukum adat setempat, mengenai hal-hal yang belum mendapat pengaturan
dalam hukum yang tertulis. Dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan “Hukum
Tanah”, dibatasi pada hukum yang tertulis, yaitu yang tertuang dalam peraturanperaturan perundang-undangan.1
Hukum agraria adalah hukum yang mempelajari seluk-beluk pertanahan,
mulai dari kepemilikan, jenis hak atas tanah serta orang ataupun badan hukum yang
dapat memiliki hak atas tanah tersebut. Hak-hak atas tanah diatur di dalam pasal 16
Undang-undang Pokok Agraria, dimana salah satu hak atas tanah tersebut terdapat
suatu hak atas tanah yang dinamakan hak pengelolaan, mengenai hak pengelolaan
banyak pengertian serta kontroversial atas jenis hak ini.


1

Brahmana adhie dan Hasan Basri Nata Menggala, Reformasi Pertanahan,
Mandar Maju, 2002).

(Bandung:

1

Universitas Sumatera Utara

2

Sekalipun para ahli banyak yang menyangsikan bahwa Hak Pengelolaan
bukanlah hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 UUPA (Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha, dan lain-lain) atau hak-hak
Keperdataan atas tanah. Namum Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6
Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah telah
mengkontruksikan HPL adalah administrasi tanah. HPL merupakan salah satu wujud
nyata bahwa hukum pertanahan adalah bagian hukum administratif. 2

Hukum yang tertulis mulai dari yang bertingkat tertinggi sampai yang
terendah sebagai bentuk peraturan yang diciptakan oleh konstitusional yang
berwenang untuk itu selalu berisikan rumusan kebijakan Penguasa yang berkuasa
pada waktu pembuatannya. Hukum tidak mempunyai kedudukan otonom, melainkan
pada kenyataannya hanya berfungsi melayani perumusan dan memberikan landasan
hukum bagi sahnya berlaku dan pelaksanaan kehendak Penguasa yang bersangkutan,
apapun yang merupakan kehendak itu, Maka dalam hubungannya itu, ada yang
mengatakan bahwa “Hukum pada kenyataaannya adalah hukum yang berkuasa”,
biarpun demikian menurut falsafahnya, selain memberikan kepastian hukum, yang
antara lain meliputi pemberitahuan mengenai apa yang dikendaki Penguasa yang
membuatnya, hukum dari suatu Negara hukum, yaitu Negara yang didasarkan pada

2
Utrecht mengatakan, Hukum Agraria (Hukum Tanah) adalah menjadi bagian Hukum
Administrasi Negara, yang mengkaji hubungan hukum, terutama yang memungkinkan para pejabat
yang bertugas mengurus soal-soal agrarian, penting sekali hak-hak yang bersifat agraris diurus secara
baik. Dikutip dari Ali Achamd Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1, (Jakarta:
Pustakarya, 2003), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


3

hukum, bukan didasarkan pada kekuasaan, seperti yang dinyatakan dalam Penjelasan
Undang Undang Dasar 1945, harus juga memujudkan keadilan.3
Kebutuhan akan tanah dalam rangka meningkatkan kegiatan usaha semakin
tinggi, Dalam rangka kegiatan tersebut, diperlukan suatu hak yang memberikan
kewenangan besar kepada pemegang hak untuk merencanakan peruntukan dan
penggunaan tanah yang bersangkutan guna keperluan usahanya. Hak Guna Usaha
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dirasa tidak cukup untuk
mengakomodasi kebutuhan kegiatan usaha yang semakin meningkat. Oleh karena itu
pemerintah memberikan suatu hak yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam
UUPA yang dinamakan Hak Pengelolaan.
Pengertian Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya dan
bagian-bagian dari Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak ketiga
dengan hak-hak tertentu, Jadi dalam konteks Agraria Hak pengelolaan ini termasuk
hak atas tanah, yakni Hak Menguasai Negara yang dikonkritkan. Konkrit subjeknya
dalam arti jelas siapa yang dapat diberikan oleh hukum sebagai pemegangnya, baik
objektifnya, artinya kewenangan untuk menggunakan HPL ini telah ditentukan. Maka

dengan demikian HPL sebagai gampilan HMN ini jelas sebagai hak atas tanah yang
sudah konkrit diberikan kepada subjeknya untuk keperluan subjek dengan segala
kewajiban dan kewenangannya.4
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria di
Indonesia tidak mengatur mengenai hak Pengelolaan. Meskipun demikian, UUPA
3

Ibid, hlm. 39.
Muhammad Yamin Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,
2013), hlm. 23.
4

Universitas Sumatera Utara

4

telah mengandung cikal bakal hak pengelolaan yang dapat kita temukan dalam
penjelasan Umum angka II:
“Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau
badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya,

Misalnya hak milik, hak guna usaha hak guna bangunan atau hak hak pakai
atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa
(Departemen Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing-masing”.
Peraturan Menteri Agraria Nomor: 9 Tahun 1965 mengatur mengenai konversi
hak penguasaan atas tanah Negara sebagai berikut:
1.

Hak Penguasaan atas tanah Negara yang diberikan kepada departemendepartemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swantantra yang hanya
dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dkonversi menjadi hak
pakai.

2.

Apabila tanah Negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktoratdirektorat dan daerah-daerah swatantra tersebut dipergunakan untuk kepentingan
Instansi itu sendiri juga dimaksudkan untuk dapat diberikan kepada pihak ketiga,
maka hak penguasaan tersebut dikonversikan menjadi hak pengelolaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan dan

Hak Pakai atas Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya, pengertian tersebut
dipandang belum lengkap.
Menurut pasal 67 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Nomor: 9 Tahun 1999
menyatakan hak pengelolaan dapat diberikan kepada:

Universitas Sumatera Utara

5

1.

Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;

2.

Badan Usaha Milik Negara;

3.

Badan Usaha Milik Daerah;


4.

PT Persero;

5.

Badan Otorita;

6.

Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.
Arie S. Hutagalung menyatakan bahwa “perusahaan yang berstatus badan
hukum Indonesia dapat menguasai tanah sesuai dengan peruntukkannya dengan
hak, antara lain Hak Pengelolaan khusus untuk Badan Usaha Milik Negara yang
sahamnya 100 % dimilik Negara yang penguasaan tanahnya tidak terbatas pada
penggunaan untuk keperluan sendiri, akan tetapi dimaksudkan untuk
menyerahkan tanah kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan
oleh perusahaan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang Hak Pengelolaan,
meliputi segi-segi penggunaan jangka waktu dan keuangan “.5

Hak Pengelolaan sebagai jenis hak penguasaan atas tanah lahir tidak didasarkan

pada undang-undang, melainkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor: 9
Tahun 1965. Hak Penguasaan lahir dari konversi hak penguasaan atas tanah Negara.
Hak Pengelolaan dapat dikuasai oleh departemen-departemen, direktorat-direktorat,
dan daerah-daerah swantantra, Meskipun hak pengelolaan diatur dengan Peraturan
Menteri Agraria, namun hak pengelolaan mempunyai kekuatan mengikat, baik bagi
pemegang hak pengelolaan maupun pihak lain yang menggunakan bagian-bagian
tanah hak pengelolaan.6

5

Arie S Hutagalung, “Kebijakan Pertanahan Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke 38 No. 3, (2008).
6
Urip Santoso “Pengaturan Hak Pengelolaan”, Jurnal Media Hukum, Volume 15, No. 1,
(2008).

Universitas Sumatera Utara


6

Jaminan kepastian hukum meliputi kepastian status hak pengelolaan, subjek hak
pengelolaan dan objek hak pengelolaan. Jaminan perlindungan hukum bagi
pemegang hak pengelolaan yaitu pemegang hak pengelolaan mendapatkan rasa aman
menguasai tanah hak pengelolaan, tidak mendapatkan gangguan atau gugatan dari
pihak lain. Perlindungan hukum didapatkan pemegang hak pengelolaan sepanjang
tidak ada cacat yuridis, yaitu cacat prosedur, cacat wewenang, atau cacat substansi
dalam penerbitan hak pengelolaan.
Penerbitan

sertifikat

hak

pengelolaan

mengakibatkan

pemegangnya


mempunyai wewenang yang bersifat eksternal, yaitu menyerahkan bagian-bagian
tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Menurut Yudhi S dan Boedi D.H. wewenang diartikan sebagai satu hak untuk
bertindak atau suatu kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah dan
melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.7
Bandara Kuala Namu yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II Medan adalah
salah satu contoh hak pengelolaan yang diberikan negara kepada Badan Usaha milik
Negara yaitu PT. Angkasa Pura II. Tanggung jawab Perseroan Negara tersebut selaku
pemegang hak atas tanah berupa hak pengelolaan haruslah sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang ada.
Selaku pemegang hak pengelolaan yang diberikan negara, PT. Angkasa Pura
mempunyai tanggung jawab besar atas hak pengelolaan tersebut, tanggung jawab
7

Yudhi Setiawan dan Boedi Djatmiko, “Pembatalan sertipikat Hak Atas Tanah Oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Alasan Cacat Yuridis Dalam Aspek Wewenang”, Jurnal Era
Hukum, No.3 Tahun 15, Mei 2008, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


7

tersebut meliputi penggunaan sebagaimana dasar diberikannya hak pengelolaan pada
PT. Angkasa Pura II, selain tanggung jawab dasar tersebut, ada juga tanggung jawab
dari PT. Angkasa Pura II atas tanah hak pengelolaan yang diberikan negara kepada
perseroan tersebut.
Tanggung jawab di luar tanggung jawab dasar yang dimiliki oleh PT. Angkasa
Pura II tersebut berupa, menjalankan fungsi pengaturan pemberian hak atas tanah
berupa hak sewa, hak pakai dan hak guna bangunan diatas tanah hak pengelolaan itu.
Pemberian hak sewa, hak pakai, dan hak guna bangunan sebagaimana diatas
diberikan kepada pihak ketiga (pihak swasta) yang berkeinginan untuk membuka
usaha, adapun usaha-usaha tersebut seperti usaha penjualan sovenir, usaha penjualan
makanan-makanan, dan usaha pelayanan lainnya yang dapat bermanfaat bagi para
penumpang pengguna alat transportasi udara yang ada di Bandara Kuala Namu.
Bandara Kuala Namu (KNIA) adalah bandara yang diperuntukan untuk umum
yang baru beroperasi di Sumatera Utara pada tahun 2013 menggantikan bandara
Polonia Medan. Keberadaan kegiatan operasi yang baru ini, diperlukan pengawasan
yang ketat dalam segala hal yang menyangkut operasional bandara tersebut.
Pengawasan-pengawasan dalam seluruh bidang tersebut, meliputi pengawasan
pemberian kesempatan pada pengusaha-pengusaha swasta yang membuka usahanya
di Bandara Kuala Namu tersebut. Pengusaha yang memanfaatkan serta menggunakan
tempat atau lapak dagang di Bandara itu, tempat dagang tersebut haruslah
mendapatkan hak atas tanah sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Perlu menjadi
sorotan utama mengenai hal proses pemberian tempat dagang bagi pihak swasta

Universitas Sumatera Utara

8

tersebut. Proses atau mekanisme pemberian hak tersebut kepada pihak ketiga perlu
ditinjau secara yuridis, untuk mengetahui kepastian proses peralihannya secara pasti
menurut peraturan-peraturan yang ada.
Hak atas tanah yang diperoleh oleh pihak ketiga dari penyerahan bagian-bagian
tanah Hak pengelolaan adalah hak guna bangunan, hak pakai dan hak milik diatur
dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 Tuhan 1977 tentang Tata
Cara Permohonan dan Penyerahan Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak
Pengelolaan Serta Pendaftarannya, yang menetapkan bahwa bagian-bagian tanah hak
pengelolaan yang diberikan kepada pemegang haknya dapat diserahkan kepada pihak
ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah
yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik, hak guna bangunan atau hak
pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah
dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977
hanya mengatur bahwa hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan
pihak ketiga berkaitan dengan penyerahan penggunaan tanah hak Pengelolaan dibuat
dengan perjanjian secara tertulis.
Peralihan hak atas tanah, pada masa sekarang ini dengan adanya kedudukan
Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat
seluruh peralihan hak atas tanah. Maka peralihan hak atas tanah seharusnya dibuat
dengan menggunakan akta PPAT, untuk menjamin kepastian hukum atas peralihan
hak tersebut sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Jabatan PPAT.

Universitas Sumatera Utara

9

Bandara Udara Internasional Kuala Namu adalah sebuah bandara untuk Kota
Medan yang lokasinya merupakan bekas areal perkebunan PT.Perkebunan Nusantara
II Tanjung Morawa, terletak di Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli
Serdang yang diperlengkapi dengan sarana akomodasi, sarana komunikasi dan lain
sebagainya.
Dari kajian teori serta keadaan nyata adanya pihak ketiga (pihak swasta) yang
menggunakan tempat dagang diatas tanah pengelolaan yang dimiliki oleh Bandara
Kuala Namu, yang mana tempat dagang yang dimiliki oleh pihak ketiga tersebut,
merupakan hak atas tanah berupa hak pakai dan atau hak guna bangunan yang berdiri
diatas tanah hak pengelolaan yang dimiliki oleh PT. Angkasa Pura II. Perlu untuk
diketahui mekanisme atau prosesnya jangan sampai terdapat penyalah gunaan
kewenangan di dalam pengalihan hak pengelolaan sebagaimana terjadi atas tanah hak
pengelolaan milik pemerintah tebing tinggi yang diberikan kepada pengusaha
Ramayana Depatemen Store, dimana Hak pengelolaan tersebut diberikan keseluruhan
menjadi milik Ramayana Departemen Store, hal ini jelas bertentangan dengan
peraturan perundang-undang yang berlaku, yang mengatur, bahwasanya hak
pengelolaan tersebut dapat diberikan maksimum sepertiga dari total keseluruhan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh pemegang hak pengelolaan dalam hal ini badan atau
instansi yang berkaitan dengan negara yang diberikan kewenangan untuk
mengelolahnya.
Oleh karena itu perlu sebuah riset untuk mengetahui ada atau tidak ada
pelanggaran atas pengusaan hak pengelolaan tanah Bandara Kuala Namu

Universitas Sumatera Utara

10

Internasional dalam pemberian bagian atas tanah hak pengelolaan tersebut, atau
dengan kata lain penelitian ini berusaha untuk membuka fakta mengenai telah sesuai
tidak antara praktek peralihan yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang ada
dilapangan dengan aturan-aturan hukum pertanahan serta teori-teori di dalam hukum
agraria di Indonesia. Proses kajian ini dianggap perlu, karena didasari oleh
keberadaan Bandara Kuala Namu yang baru beroperasi dan proses-proses pemberian
hak kepada pihak ketiga dari PT. Angkasa Pura II tersebut, juga baru terjadi dan akan
terjadi sejalan dengan beroperasinya Bandara Kuala Namu tersebut. Apabila antara
kenyataan atau realita pemberian hak atas Pengelolaan Bandara Kuala Namu yang
diberikan kepada pihak ketiga menyalahi aturan, maka keadaan ini dapat dibatalkan
menurut hukum.
Berdasarkan dari uraian diatas, melalui serangkaian data, penulis bermaksud
mengadakan penelitian yang lebih menitik beratkan pembahasan mengenai Judul:
“Mekanisme Penggunaan Sebagian Hak Pengelolaan (HPL) Bandara Kuala
Namu Oleh Pihak Ketiga”.
B.

Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi

permasalahan dalam tulisan ini yang perlu mendapat kajian lebih lanjut adalah :
1.

Bagaimana bentuk hubungan hukum antara PT. ANGKASA PURA II dengan
pihak ketiga yang menggunakan bagian atas ruang Bandara Kuala Namu serta

Universitas Sumatera Utara

11

lahan tanah yang dimiliki bandara tersebut yang merupakan hak pengelolaan
bandara ?
2.

Bagaimana pelaksanaan pemberian penggunaan atau pemanfaatan ruang yang
merupakan hak pengelolaan (HPL) Bandara Kuala Namu kepada pihak ketiga
oleh PT. ANGKASA PURA II ?

3.

Bagaimana langkah hukum yang perlu dilakukan PT. ANGKASA PURA II di
dalam melakukan sewa menyewa kepada pihak ketiga ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk:
1.

Untuk mengetahui bentuk hubungan hukum antara PT. ANGKASA PURA II
dengan pihak ketiga yang menggunakan bagian atas ruang Bandara Kuala Namu
serta lahan tanah yang dimiliki bandara tersebut yang merupakan hak
pengelolaan bandara.

2.

Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian penggunaan atau pemanfaatan ruang
yang merupakan hak pengelolaan (HPL) Bandara Kuala Namu kepada pihak
ketiga oleh PT. ANGKASA PURA II.

3.

Untuk mengetahui aturan hukum yang mengatur serta langkah hukum yang perlu
dilakukan PT. ANGKASA PURA II di dalam melakukan sewa menyewa kepada
pihak ketiga tersebut

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
teoritis maupun secara praktis. yaitu :

Universitas Sumatera Utara

12

1.

Secara teoritis, kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
berupa sumbang saran dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk
melahirkan berbagai konsep kajian yang pada gilirannya dapat memberikan andil
bagi perkembangan hukum Agraria, khususnya mengenai mekanisme pemberian
sebahagian hak pengelolaan (HPL) Bandara.

2.

Secara praktis, diharapkan kegiatan penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan kepada instansi terkait, guna menentukan kebijakan dan langkahlangkah untuk memecahkan masalah yang timbul sehubungan dengan terjadinya
monopoli swasta atas usaha-usaha dalam bidang Agraria akibat Pemberian Hak
Pengelolaan Atas Tanah.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran yang dilakukan
dikepustakaan khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang
Mekanisme Penggunaan Sebagian Hak Pengelolaan (HPL) Bandara Kuala Namu
Oleh Pihak Ketiga, belum pernah ada penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain
sebelumnya, dengan demikian penelitian ini adalah asli.
1.

Anggasana Siboro (NIM. 047005019), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Kebijakan Pemberian Hak
Pengelolaan Atas Tanah Dalam Perspektif Otonomi Daerah (Studi Pemko
Medan)”.

2.

Hafizunsyah (NIM. 067011037), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, Kajian Yuridis Pemberian Hak Milik di Atas Hak Pengelolaan
(Studi Hak Pengelolaan Pada Perum Perumnas Mandala)”.

Universitas Sumatera Utara

13

3.

Sri Puspita Dewi (NIM. 077011062), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Terhadap
Pemberian Hak Pengelola Kepada Pemerintah Kota Medan”.

4.

Bukhari Muhammad (NIM. 097011129), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Perlindungan Pemegang
Hak Guna Bangunan di Atas Hak Pengelolaan PT Kreta Api Indonesia (persero)
di Kabupaten Aceh Utara”.

5.

Sugiono

Harianto

(NIM.097011105),

Mahasiswa

Magister

Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tinjauan Tentang
Pelaksanaan Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas
Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru”.
6.

Candy

Desita

(NIM.

1070111117),

Mahasiswa

Magister

Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Kajian Hukum Terhadap
Pengalokasian Lahan Fasilitas Umum di Atas Hak Pengelolaan Untuk Kegiatan
Perumahan (Studi Pada Perumahan Plamo Garden dan Taman Harapan Indah di
Kota Batam)”.
7.

Wahyudi Putra Winata (NIM. 107011099), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Kepastian Hukum Atas
Pengalokasian Peruntukan Lahan Pada Kawasan Hutan di Atas Tanah Hak
Pengelolaan Otoritas Batam”.

8.

Rosdiana Sari Maharani (NIM. 117011078), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pelaksanaan Eksekusi di

Universitas Sumatera Utara

14

Atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero)
(Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004)”.
9.

Sheila Aristyani (NIM. 127011014), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Perubahan
Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada
Kawasan Industri Sei Mangkai PT. Perkebunan Nusantara II”.

10. Astrya Umacy (NIM. 107011059), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap
Pelaksanaan Pemberian Ganti Kerugian Terhadap Tanah Bagi Pembangunan
Jalan Arteri Akses Bandara Kuala Namu (Studi di Desa Telaga Sari Tanjung
Morawa)”.
11. Iwan Setyawan (NIM. ), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
Utara, dengan judul penelitian “Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam Mengamankan Bandara Internasional Polonia Medan”.
12. Ahd. Nasir Hia (NIM. 057005026), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tinjauan Hukum Terhadap
Birokrasi Pengurusan Paspor Berbasis Biometrik di Kantor Imigrasi Polonia”.
13. Omica (NIM. 037011063), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Pemberlakuan Pajak
Penghasilan Terhadap Yayasan yang Bergerak di Bidang Pendidikan (Studi di
Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia)”.

Universitas Sumatera Utara

15

14. Syafrida Waty Tarigan (NIM. 057011087), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Perjanjian Sewa Menyewa
Ruangan Penerbangan Pada PT. (PERSERO) Angkatan Pura II Bandar Udara
Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang
Medan”.
15. Deasy Carolina Perangin-angin (NIM.077011011),

Mahasiswa

Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tinjauan
Hukum Pelaksanaan Hapusnya Sanksi dan Tidak di Periksa Pajak Dengan
Pemberlakuan Sunset Policy (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia)”.
16. Romirita S.M. Tobing (NIM.097011102), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Tindakan
Pelelangan Atas Harta Kekayaan Wajib Pihak (Studi di Kantor Pelayanan Pajak
Medan Polonia)”.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsional
1.

Kerangka Teori
Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau

kerangka teori menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional
diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai
dasar penelitian hukum, dan didalam landasan/kerangka teoritis diuraikan segala
sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka “theore’ma” atau
ajaran.8

8

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Suatu Tinjauan Singkat,
Edisi I, Cetakan 7, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

16

Kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap
masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka
teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori
adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses
tertentu terjadi,9 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.10 Kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.11
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang
teoritis. Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang
berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan
mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia.12 Teori merupakan generalisasi yang
dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan
fakta yang luas.13 Dengan adanya teori, maksud dan tujuan dalam suatu penelitian
dapat dicapai secara maksimal. Teori biasa dipergunakan untuk menjelaskan fakta
dan peristiwa hukum yang terjadi. Karena itu kegunaan teori hukum dalam penelitian
adalah sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang
diajukan dalam masalah penelitian.14

9

J.J.J. M. Wuisman dan M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, ( Jakarta: FEUI, 1996), hlm. 203.
10
Ibid, hlm. 3.
11
12

13

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hlm. 27.
HR.Otje Salman dan Anton F.Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika aditama, 2005), hlm 22.

Soejono Soekamto, Pengantara Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1986, hlm. 126.
14
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hlm. 16.

Universitas Sumatera Utara

17

Sugiono berpendapat bahwa fungsi dari kerangka teori selaras dengan apa
yang digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat dipergunakan untuk
menjelaskan tentang variable yang akan diteliti, setara sebagai dasar untuk
memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan.15 Karena itu, teori
dan kerangka teori memiliki kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a.

Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta;

b.

Teori sangat berguna didalam klasifikasi fakta;

c.

Teori merupakan ihktiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya. 16
Dalam penelitian ini teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori

kepastian hukum, bahwa teori ini bersumber dari aliran normatif-dogmatik. Aliran ini
menganggap bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk menciptakan kepastian
hukum. Karena didasarkan atas pemikiran positivistis yang melihat hukum sebagai
sesuatu yang otonom atau hukum hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya,
karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum tentu saja adalah untuk
mendapatkan kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban
seseorang.17
Bagi penganut aliran ini, kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan
sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum, contohnya “barang siapa yang

15

Sugiono, Metode Penelitian administrasi,( Bandung : Alfa Beta, 1983), hlm. 200.
Op Cit, hlm 121.
17
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Press,
2013), hal 119.
16

Universitas Sumatera Utara

18

mengambil barang orang lain, dengan maksud memiliki, dengan cara melawan hak,
dapat dihukum…..”(Pasal 369 KUH Pidana).18
Perkataan “barang siapa” pada Pasal itu menunjukan pengaturan yang umum.
Dan sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak
bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata
untuk kepastian.19
Menurut penganut aliran ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum
terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas
masyarakat, hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum dapat terwujud.
Hukum identik dengan kepastian.20
Bagi penganut aliran ini, “janji hukum” yang tertuang dalam rumusan aturan
tadi, merupakan “kepastian” yang harus diwujudkan. Penganut aliran ini melupakan
bahwa sebenarnya”janji hukum” itu bukan suatu yang “harus” tetapi hanya suatu
yang “seharusnya”. Keadaan ini dapat dimengerti benar bahwa apa yang seharusnya
(sollen) belum tentu terwujud dalam kenyataannya (sein).21
Lagi pula yang menerapkan aturan hukum itu adalah manusia, dan manusia
dalam menerapkan suatu aturan hukum terpengaruh dengan berbagai aspek
kemanusiaannya, seperti persepsi tentang suatu fenomena yang menjadi kasus yang
harus diberlakukan suatu aturan hukum, nilai-nilai yang dianut oleh manusia tersebut
sangat mewarnai penerapan hukum yang dilakukannya. Dan faktor manusia ini yang

18
Achmad Ali, Menuak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung Tbk, 2002), hal 82.
19
Ibid, hal 83.
20
Ibid, hal 83.
21
Ibid, hal 83.

Universitas Sumatera Utara

19

dapat menerapkan aturan hukum dengan memberi porsi pada keadilan maupun
kemanfaatannya secara kasuitis. Menjadi catatan penting dalam hal hukum menjamin
kepastian, bahwa hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian dalam hubunganhubungan kemasyarakatan adalah hukum yang berguna.22
Dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu mekanisme
pemberian hak pakai, hak guna bangunan, hak sewa terhadap pihak ketiga (pihak
swasta) oleh PT. Angkasa Pura II atas hak pengelolaan yang dimilikinya. Maka akan
ditarik sebuah benang merah. Antara teori dengan kajian yang menjadi pokok
pembahasan dalam penelitian ini, berupa bagaimana pemberian hak-hak yang telah
disebutkan diatas kepada pihak ketiga tersebut, dari PT. Angkasa Pura II menurut
fakta atau realita yang ada, selanjutnya bagaimana selayaknya menurut hukum
mengenai mekanisme pemberian hak pakai, hak guna bangunan, serta hak sewa diatas
hak pengelolaan.
Selanjutnya antara fakta atau kenyataan di lapangan, akan di bandingkan
dengan aturan hukum yang ada, yang dijelmakan melalui peraturan perundangundangan yang ada. Apabila keduanya saling sejalan, maka mekanisme pemberian
hak pakai, hak guna bangunan, hak sewa kepada pihak ketiga (pihak swasta) diatas
hak pengelolaan PT. Angkasa Pura II (Bandara Kuala Namu) benar dalam prosedur
dan peralihannya, akan tetapi apabila saling bertentang, maka sudah jelas mekanisme
pemberian hak pakai, hak guna bangunan, hak sewa kepada pihak ketiga (pihak

22

E. Utrecht dan Mohammad Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan
kesebelas, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1983), hal 62.

Universitas Sumatera Utara

20

swasta) diatas hak pengelolaan PT. Angkasa Pura II (Bandara Kuala Namu) telah
menyalahi prosedur, yang barang tentu PT. Angkasa Pura II, tidak mempunyai
tanggung jawab yuridis atas hak pengelolaan Bandara Kuala Namu yang dimilikinya.
2.

Konsepsional
Kerangka Konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian

yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.

23

Konsep diartikan sebagai

kata yang menyatakan abstrak yang digenerasikan dari hal-hal khusus, yang disebut
definisi operasional.

24

Definisi operasional digunakan untuk menghindari perbedaan

pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Kegunaan
dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau
penguraian, sehingga memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan
atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. 25
1.

Yang dimaksud dengan “Hak Pengelolaan” dalam Peraturan ini adalah: (1) Hak
pengelolaan, yang berisi wewenang untuk:26
a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c. menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,
dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang

23

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 7.
24

25
26

Sumadi Suryabarata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 3.

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 5.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 Tahun 1977.

Universitas Sumatera Utara

21

bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Hak pengelolaan yang berasal dari
pengkonversian hak penguasaan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
No. 9/1965 tentang “Pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah
Negara dan ketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya” yang memberi
wewenang sebagaimana tersebut dalam ayat 1 di atas dan yang telah
didaftarkan di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat serta sudah ada
sertipikatnya.
2.

Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala
macam keperluan selama waktu tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan
untuk itu dengan mengikat fungsi sosial atas tanah.27

3.

Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara dalam jangka waktu tertentu dan luasan tertentu guna perusahaan
pertanian, perikanan dan peternakan.28

4.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
tertentu dan luasan tanah tertentu.29

5.

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi
27

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Op. Cit, hal 19.
Ibid, hal 20.
29
Ibid, hal 22.
28

Universitas Sumatera Utara

22

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian
haknya/perjanjiannya.30
6. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya dan bagianbagian dari Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak ketiga
dengan hak-hak tertentu.31
7.

Sertifikat Tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas
sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada
seseorang yang memiliki sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut
menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu
dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh
instansi yang berwenang. Inilah yang disebut sertifikat tanah tadi.32

8.

Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus-menerus, berkesinambungnan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta memlihara data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidangbidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.33

G. Metode Penelitian
Menurut Sunaryati Hartono, metode penelitian adalah cara atau jalan atau
proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan toeri30

Ibid, hal 23.
Ibid, hal 23.
32
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung:
CV. Mandar Maju, 2008), hal 204.
33
Ibid, hal 383.
31

Universitas Sumatera Utara

23

teori yang logis-analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori
suatu ilmu (atau beberapa cabang ilnu) tertentu untuk menguji kebenaran atau
alamiah, peristiwa hukum tertentu. 34
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam
gejala yang bersangkutan.

35

Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang

teratur (sistematis) dalam melakukan sebuah penelitian. 36
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu penelitian yang

mengacu bertitik tolak dari fakta-fakta yang ditemukan dilapangan serta didukung
oleh teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip), kaidahkaidah yang berkaitan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum
pertanahan serta kaidah-kaidah yang berlaku dalam standar operasional dan yang
terpenting dalam bidang pertanahan, sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu
menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta dengan penerapan tersebut secara
analitis dan sistematis.37

34

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung,
1994, hlm. 105.
35
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 14.
36
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cetakan-1, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm. 57.
37
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) 2012,
hal 43.

Universitas Sumatera Utara

24

2.

Sumber Data
Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data primer (data hasil riset

lapangan) sebagai data yang dapat menunjang keberadaan data sekunder tersebut,
adapun kedua data tersebut meliputi sebagai berikut:
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari bahan pustaka yang merupakan
alat dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.38
a)

Bahan Hukum Primer.
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor: 1 Tahun 1977 tentang Tata cara Permohonan dan Penyelesaian
Pemberian

Hak

atas

Bagian -Bagian

Tanah

Hak

Pengelolaan

serta

Pendaftarannya Peraturan Pemerintah Nomor: 8 Tahun 1985 Pengusaan Tanahtanah Negara dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 6 Tahun 1972
tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah.
b) Bahan Hukum Sekunder.
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat
membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti hasil-hasil
penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumendokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan pertanahan secara umum dan
buku-buku yang berkaitan dengan Hak Pengelolaan.
38

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju), 2008,

hal 86.

Universitas Sumatera Utara

25

c)

Bahan Hukum Tertier.
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan sekunder seperti Kamus Hukum, Ensiklopedia, dan lain-lain.

3.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan

melalui tahap-tahap penelitian antara lain:
1.

Study Kepustakaan (Library Research)
Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil permikiran lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian.39

2.

Wawancara
Pengumpulan

data

selain

secara

pengamatan

dapat

diperoleh

dengan

mengadakan wawancara informasi diperoleh langsung dari inporman dengan
cara tatap muka. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan
si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan
wawancara. Sehingga penelitian ini berusaha menggali informasi dari
narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini memiliki objek
penelitian berupa hak pengelolaan Bandara Kuala Namu yang diberikan kepada
pihak ketiga (pihak swasta atau pedagang), sedangkan subjek dalam penelitian
ini adalah pihak ketiga yang menggunakan hak pengelolaan di Bandara Kuala
Namu, akan tetapi untuk mendapatkan informasinya bagi penelitian ini, khusus

39

Ibid, hal 100.

Universitas Sumatera Utara

26

populasi subjek penelitian ini, perlu diambil perwakilannya sebanyak 10 orang
yang mana ini merupakan sampling dari keseluruhan subjek penelitian ini.
Sementara untuk mendapatkan data dari sampling penelitian ini digunakan
questioner.
4.

Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif.40
Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang
menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang
terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.
Kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif.
Pengolaan dan analisis data pada penelitian yuridis empiris, tunduk pada cara
analisis data, tergantung sungguh pada sifat data yang dikumpulkan oleh peneliti
(tahap pengumpulan data). Jika sifat data yang dikumpulkan hanya sedikit, bersifat
monografis atau berwujud kasus-kasus, sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu
stuktur dalam bentuk angka atau matematis, maka analisis yang digunakan adalah
anlisis data kualitatif.41dikarenakan penelitian ini, meneliti mengenai pelaksanaan
pemberian atas tanah hak pengelolaan milik Bandara Kuala Namu kepada pihak
ketiga yang jenis penelitiannya yuridis empiris dan sifat penelitiannya deskriftif
analitis, maka analisis data yang tepat terhadap penelitian ini adalah analisis data
kualitatif (data disimpulkan dalam bentuk uraian bukan hitungan matematis).
40

Ibid, 114.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press,
2004), hal 167-168.
41

Universitas Sumatera Utara