Mekanisme Penggunaan Sebagian Hak Pengelolaan (HPL) Bandara Kuala Namu Oleh Pihak Ketiga

27

BAB II
PELAKSANAAN PEMBERIAN DAN PENGGUNAAN RUANG YANG
MERUPAKAN HAK PENGELOLAAN (HPL) BANDARA KUALA NAMU
KEPADA PIHAK KETIGA OLEH PT. ANGKASA PURA II
A. Ruang Bangunan dan Lahan Tanah yang Dimiliki Bandara Kuala Namu
1.

Pengertian Ruang dan Lahan Secara Umum
Ruang adalah daerah 3 dimensi dimana obyek dan peristiwa berada. Ruang

memiliki posisi dirancang sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Ruang merupakan
wadah dari aktivitas-aktivitas manusia, baik aktivitas untuk kebutuhan fisik maupun
emosi manusia. Ruang digunakan lebih dari satu fungsi dan aktivitas disebut ruang
multifungsi. Ruang yang bisa digunakan untuk mewadahi aktivitas yang berlainan
bahkan untuk aktivitas yang sangat bertentangan (seperti aktivitas sakral dan profan)
disebut ruang yang relatif.42
1. sela-sela antara dua (deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di
bawah kolong rumah): rumah itu mempunyai empat buah --; 2 Fis rongga yg berbatas
atau terlingkung oleh bidang; 3 Fis rongga yg tidak berbatas, tempat segala yg ada

atau bagian bawah (alas, dasar) suatu ruangan atau bangunan (terbuat dari papan,
semen, ubin, dsb); 4 tingkatan pada gedung bertingkat:kantornya terletak di -- dua
gedung itu.43
Tanah dalam Bahasa Inggris disebut soil. Menurut Dokuchaev: tanah adalah
suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan dalam yang
42

Pengertian Ruang, http://sporttobe.blogspot.com/2010/06/pengertian-ruang.html, diakses
pada tanggal 17 Juni 2015.
43
Kamus Besar Bahasa Indonesia.

27

Universitas Sumatera Utara

28

merupakan bagian paling atas dari kulit bumi. Sedangkan lahan Bahasa Inggrisnya
disebut land, lahan merupakan lingkungan fisis dan lingkungan biotik yang berkaitan

dengan daya dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia.Yang
dimaksud dengan lingkungan fisis meliputi relief atau topografi, tanah, air, iklim.
Sedangkan lingkungan biotik meliputi tumbuhan, hewan, dan manusia. Jadi
kesimpulannya pengertian lahan lebih luas daripada tanah.
Tanah dalam konteks kajian geografis adalah tanah sebagai tubuh alam yang
meyelimuti permukaan bumi dengan berbagai sifat dan perwatakan yang khas dalam
proses pembentukan, keterdapatan, dinamika fari waktu ke waktu, serta manfaatnya
bagi kehidupan manusia.44
Lahan adalah permukaan bumi dengan kekayaan berupa tanah, batuan,
mineral, benda cair dan gas yang terkandung di dalamnya. Lahan di permukaan bumi
terbentang mulai dari wilayah pantai sampai daerah pegunungan.45
Tanah adalah bagian kecil bentang alam yang mampu menumbuhkan
tanaman. Sedangkan lahan adalah bagian kecil dan bagian ruang di permukaan bumi
yang dapat di eksploitasi oleh manusia. Definisi dan pengertian dari Tanah adalah
kumpulan tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi,
yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup lainnya
dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah

44


Sartohadi, Junun, Indah Sari Dewi, Nur, Jamulya. Pengantar Geografi Tanah. (Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), hal 54.
45
Gatot Harmanto, 1700 Bank Soal Bimbingan Pemantapan Geografi. (Bandung : Yrama
Widya, 2007). Hal 12.

Universitas Sumatera Utara

29

dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam
jangka waktu tertentu. Istilah tubuh alam bebas adalah hasil pelapukan batuan yang
menduduki sebagian besar daratan permukaan bumi, dan memiliki kemampuan untuk
menumbuhkan tanaman, serta menjadi tempat mahluk hidup lainnya dalam
melangsungkan kehidupannya.
Menurut pandangan dan pengertian yang diberikan oleh para ahli tanah adalah
sebagai berikut :
1.

Tanah adalah bentukan alam, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia,

yang mempunyai sifat tersendiri dan mencerminkan hasil pengaruh berbagai
faktor yang membentuknya di alam.

2.

Tanah adalah sarana produksi tanaman yang mampu menghasilkan berbagai
tanaman.
Seorang Pedolog, melihat tanah sebagai lapisan kulit bumi yang lunak dan

gembur yang berasal dari batuan induk. Tanah mempunyai lapisan-lapisan yang
berbeda warna sampai ke dalam terdapat bagian keras yang sulit ditembus disebut
batuan induk. Tanah mempunyai beberapa sifat yang menentukan kualitas tanah
seperti sifat biologi, sifat fisik dan sifat kimia. Tanah bagian paling atas sering disebut
top soil, selanjutnya ada lapisan-lapisan dibawahnya sehingga terbentuk profil tanah.
Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu
wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat
dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut,
termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta

Universitas Sumatera Utara


30

segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang;
yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat
sekarang dan di masa mendatang. 46
2.

Batas Ruang Bangunan dan Lahan Tanah yang Dimiliki Bandara Kuala
Namu
Luasnya bangunan serta lahan yang dimiliki oleh PT. Angkasa Pura II Bandara

Kuala Namu seluruh tanah yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan pendukung
atas operasional kinerja PT. Angkasa Pura II Bandara Kuala Namu serta lahan-lahan
kosong seperti taman, landasan pacu atas maskapai yang menggunakan jasa Bandara
Kuala Namu. Berdasarkan gambaran umum luas tanah dan bangunan yang dimiliki
oleh Bandara Kuala Namu Berdasarkan hitungan nominal luas dapat dilihat melalui
proses pembangunan Bandara Kuala Namu dimulai dari tahap I pembangunan
Bandara tersebut kurang lebih seluas 1.367 Hektare.
Tahap I bandara dapat menampung 8,1 juta-penumpang dan 10.000 pergerakan

pesawat per tahun, sementara setelah selesainya tahap II bandara ini rencananya akan
menampung 25 juta penumpang per tahun. Luas terminal penumpang yang akan
dibangun adalah sekitar 6,5 hektaree dengan fasilitas area komersial seluas 3,5
hektaree & fasilitas kargo seluas 1,3 hektare.47
Bandara Internasional Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang
cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 747 & mempunyai 8 garbarata.
Walaupun fasilitasnya belum terpasang, bandara ini sanggup didarati oleh pesawat
46

(http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-pengertian-tanah.html)
Bandara Kuala Namu,
https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Kualanamu diakes pada tanggal 17 Juni
2015.
47

Universitas Sumatera Utara

31

penumpang Airbus A380. Bandara ini juga adalah bandara keempat di Indonesia

yang

bisa

didarati Airbus

A380 selain Bandar

Udara

Internasional

Hang

Nadim, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai & Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta.
B. Obyek dan Subyek Hak Pengelolaan
1. Obyek Hak Pengelolaan
Dengan berpedoman pada Pasal 2 UUPA, maka obyek dari hak pengelolaan
seperti juga hak-hak atas tanah lainnya, adalah tanah yang dikuasai oleh negara.

Penjelasan umum II angka (2) UUPA menyatakan bahwa:
“Kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh
seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman
pada tujuan yang disebutkan di atas negara dapat memberikan tanah yang
demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut
peruntukan dan keperluannya, misalnya, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan
kepada sesuatu badan penguasa (departemen, jawatan atau daerah swatantra)
untu diperlukan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa obyek Hak Pengelolaan
adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Kesimpulan yang sama juga akan
diperoleh, apabila ditelusuri sejarah Hak Pengelolaan yang berasal dari hak
penguasaan tanah negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953.48
2. Subyek Hak Pengelolaan
Yang dapat menjadi pemegang Hak Pengelolaan menurut pasal 67 ayat (1)
Permenag/KBPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan adalah:
48

Ramli Zein, Op. Cit halaman 44.


Universitas Sumatera Utara

32

1. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah.
2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
3. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
4. PT. Persero.
5. Badan Otorita.
6. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.
Dalam ayat (2) disebutkan bahwa: “Badan-badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak Pengelolaan sepanjang sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah”.
3. Pendaftaran Hak Pengelolaan
Tata cara pemberian Hak Pengelolaan diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 71
Permenag/KBPN No. 9/1999. Secara garis besar proses pemberian Hak Pengelolaan
diawali dengan permohonan tertulis yang berisi tentang

keterangan mengenai


permohonan, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data fisik dan data yuridis
dan keterangan lain yang dianggap perlu.
Permohonan diajukan kepada Menteri (dalam hal ini kepada BPN) melalui
Kepala Kantor Pertanahan setempat yang akan memeriksa kelengkapan data yuridis
dan data fisik untuk dapat diproses lebih lanjut. Bila tanah yang dimohon belum ada
surat ukurnya, dilakukan pengukuran dan selanjutnya kelengkapan berkas
permohonan disampaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala Kantor

Universitas Sumatera Utara

33

Wilayah.

Setelah

permohonan

memenuhi


syarat,

Kepala

Kantor

Wilayah

menyampaikan berkas permohonan kepada Menteri (Kepala BPN).49
Dalam SK pemberian Hak Pengelolaan dicantumkan pemberian Hak
Pengelolaan dicantumkan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain tentang
kewajiban untuk mendaftarkan tanah. Sertifikat Hak Pengelolaan ditandatangani oleh
Kepala Kantor Pertanahan.50
C. Hak Pengelolaan Wujud Penguasaan Negara
Hak Pengelolaan atas tanah yang merupakan wujud delegasi wewenang dari
Hak Menguasai Negara, tidak tercantum sebagai salah satu diantara hak-hak
atas tanah di dalam Pasal 61 UUPA. Namun hak pengelolaan itu melalui proses
yang unik dengan subyek yang tidak diberikan kepada orang perorangan, masih
perlu dikembangkan lebih lanjut terutama untuk mengisi pemberian otonomi
daerah dan pemberdayaan serta optimalisasi ekonomi maysarakat ada
pedesaan.51

Pasal 1 angka 2 Per. Pemerintah No. 40 Tahun 1996:
“Hak Pengelolaan adalah Hak Menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.
Pasal 2 ayat 4 UUPA:
“Hak Menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,

49

Maria S. W. Sumardjono, Op. Cit halaman 207.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP
No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
51
Tampil Ansahri Siregar, Undang-undang Pokok Agraria dalam Bagan, (Medan: USU
Press, 2004), hal 266.
50

Universitas Sumatera Utara

34

sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah”.
Penjelasan Umum II (2) UUPA:
“Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas negara dapat
memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan
sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atau memberikannya dalam
pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah
Swatantra ) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (Pasal
2 ayat 4)”.
Penjelasan Pasal 2 UUPA:
“Ketentuan dalam ayat 4 adalah bersangkutan dengan azas otonomi dan
medebewind dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Soal agraria menurut sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas Pemerintah
Pusat (Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar). Dengan demikian maka
pelimpahan wewenang untuk melaksanakan Hak Penguasaan dari Negara atas
tanah itu adalah merupakan medebewind. Segala sesuatunya diselenggarakan
menurut keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan nasional. Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber
keuangan bagi daerah itu”.
1. Sebelumnya Hak Pengelolaan itu berasal dari Hak Penguasaan (beher). Hak
Penguasaan diberikan kepada Departemen, Jawatan, atau Daerah Swatantra

Universitas Sumatera Utara

35

guna memenuhi kebutuhan hukum terutama bagi lembaga-lembaga tersebut
yang tidak dimungkinkan lagi sebagai pemilik (subyek hak milik) atas tanah
sesuai dengan pendapat yang dimajukan Panitia Agraria Yogya (Tahun 1951)
bahwa azas domein harus hapus, padahal sebagai negara yang baru merdeka
sangat memerlukan dana untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
Pada pasal 2, 3 dan 4 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 ditegaskan:
a. Kecuali jika penguasaan atas tanah negara dengan Undang-Undang atau
peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953
tanggal 27 Januari 1953, tidak diserahkan kepada sesuatu Kementerian,
Jawatan atau Daerah Swatantra maka penguasaan atas tanah negara ada pada
Menteri Dalam Negeri.
b. Dalam hal penguasaan yang ada pada Menteri Dalam Negeri maka ia berhak
untuk menyerahkan penguasaan itu kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau
Daerah Swatantra untuk keperluan melaksanakan kepentingan tertentu dari
kementerian atau jawatan atau untuk menyelenggarakan kepentingan
daerahnya bagi sesuatu Daerah Swatantra, tetapi tetap mengindahkan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 menegaskan bahwa
Kementerian, Jawatan dan Daerah Swatantra sebelum menggunakan tanah hak
penguasaannya sesuai dengan peruntukannya dapat memberi izin kepada pihak
lain untuk memakainya dalam waktu yang pendek.

Universitas Sumatera Utara

36

Pada pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 menetapkan bahwa
Daerah Swatantra yang diberi Hak Penguasaan dapat diberikan kepada pihak lain
dengan sesuatu hak.
Penjelasan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953:
“Pada azasnya Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra bebas di dalam
melaksanakan dan menyelenggarakan penguasaan tanah-tanah negara yang telah
diserahkan kepada mereka itu, demikian juga untuk memberi peruntukan pada
tanah-tanah itu hingga sesuai dengan tugas mereka masing-masing”.
Penjelasan Pasal 12 dan 13 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953:
“Ketentuan ini bermaksud memberi kemungkinan bagi Daerah-daerah Swatantra
untuk berusaha memperbaiki perumahan rakyat”.
“…Daerah Swatantra itu sendiri yang membuat perumahannya untuk selanjutnya
dijual atau disewakan”.
Dari berbagai ketentuan yang tercakup di dalam Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 1953 itu dapat di simpulkan sebagaimana dinyatkaan oleh A.P.
Parlindungan dalam komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria (1998:268)
bahwa:
“Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, menetapkan suatu Hak Penguasaan
yang berisikan:
a. Merencanakan peruntukan, penggunaan tanah tersebut.
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
c. Menerima uang pemasukan/ganti rugi atau uang wajib tahunan”.

Universitas Sumatera Utara

37

Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965:
“Hak Penguasaan Atas Tanah Negara sebagai dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1953 yang diberikan kepada Departemen-departemen,
Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah Swatantra sebelum berlakunya Peraturan
ini (PMA No. 9/1965-pen.) sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan
untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi Hak Pakai, …
yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu (Hak
Pakai publik/khusus – pen.) oleh instansi yang bersangkutan”.
Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965:
“Jika tanah Negara … (di bawah Hak Penguasaan itu – pen.), selain dipergunakan
untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat
diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka Hak Penguasaan
tersebut di atas dikonversi menjadi hak Hak Pengelolaan .. yang berlangsung
selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang
bersangkutan”.
Pasal 6 Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965:
“1. Hak Pengelolaan …. Memberi wewenang kepada pemegangnya untuk:
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
c.

Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga
dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun.

2. Wewenang untuk menyerahkan tanah kepada pihak ketiga … terbatas pada:

Universitas Sumatera Utara

38

a. Tanah yang luasnya maksimum 1. 000 m2 (seribu meter persegi);
b. Hanya kepada warga negara

Indonesia dan berkedudukan

di

Indonesia;
c. Permohonan hak untuk yang pertama kali saja dengan ketentuan bahwa
perubahan, perpanjangan dan penggantian hak tersebut akan dilakukan
oleh instansi agraria yang bersangkutan, dengan pada azasnya tidak
mengurangi penghasilan yang diterima sebelumnya oleh pemegang hak”.
Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974:
“… Hak Pengelolaan … berisikan wewenang untuk:
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c. Menyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,
dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang

… sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku”.
1. Oleh karena cakupan Hak Penguasaan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 1953 adalah sama dengan cakupan Hak Pengelolaan, yang juga
merupakan salah satu dari konversi Hak Penguasaan tersebut (PMA No. 9/1965
jo PMDN No. 5/1974), maka dapat disebut bahwa Hak Pengelolaan itu pada

Universitas Sumatera Utara

39

hakekatnya lembaganya telah ada sejak ditetapkannya Hak Penguasaan jauh
sebelum UUPA lahir.
Kemudian Hak Pengelolaan tersebut diatur kesempurnaannya terutama hak-hak
atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan penegasan
perbedaannya dengan

hak-hak sejenis, subyeknya dan hapusnya Hak

Pengelolaan tersebut.
Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977:
“Yang dimaksud dengan ‘Hak Pengelolaan’ dalam peraturan ini adalah:
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,
dengan ketentuan bahwa pemberian Hak Atas Tanah kepada pihak ketiga
yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai
dengan peraturan perundangan yang beraku”.
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977:
“Bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah
Daerah, Lembaga, Instansi dan atau Badan/Badan Hukum (milik) Pemerintah
untuk pembangunan wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga
dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan untuk diberikan dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak

Universitas Sumatera Utara

40

Pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah
dipersiapkan oleh pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan”.
Pada pasal 3, 4, 5 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977
ditegaskan bahwa setiap penyerahan bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada
pihak ketiga wajib dibuat perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak
Pengelolaan dan pihak ketiga yang menerimanya. Isi perjanjian tersebut terutama
adalah mengenai hak apa yang diberikan, jangka waktunya, jumlah uang
pemasukan, syarat-syarat pembayarannya dan lain-lain yang dipandang perlu.
Permohonan haknya harus diajukan oleh pihak ketiga melalui perantaraan
pemegang Hak Pengelolaan.
Hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan terhadap tanah Hak Milik,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai itu tidak menjadi hapus dengan
didaftarkannya hak-hak yang diberikan kepada pihak ketiga itu.
Demikian juga jika jangka waktunya berakhir (hapusnya Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai – pen.) maka tanah yang bersangkutan kembali ke dalam
penguasaan sepenuhnya dari pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan.
Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977:
“Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai (yang diberikan dari tanah Hak
Pengelolaan itu – pen. ) … tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang hak-hak
tersebut, sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang pokok Agraria dan
peraturan pelaksanaannya yang mengenai hak-hak itu serta syarat-syarat khusus
yang tercantum di dalam surat perjanjian…”.

Universitas Sumatera Utara

41

Pada Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 dinyatakan
bahwa di dalam rangka pembangunan dan pengembangan wilayah industri dan
pariwisata atas bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang seluruh modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Pusat atau Daerah dapat diberikan dengan Hak Guna
Bangunan atau hak Pakai yang sesuai dengan rencana peruntukan dan
penggunaan tanah tersebut.
1. Pemberian Hak Pengelolaan kepada Departemen, Jawatan dan Daerah
Swatantra (versi UUPA) atau departemen-departemen, direktorat-direktorat
dan Daerah Swatantra (versi PMA No. 9/1965) atau Pemerintah Daerah,
Lembaga, Instansi dan Badan Hukum (milik) Pemerintah (versi PMDN No.
1/1977) semestinya diimbangi dengan pemberian hak yang sama kepada
masyarakat hukum adat sebagaimana amanat UUPA.
Hal ini sangat mendukung pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya
kepada setiap daerah untuk membangun daerahnya terutama di dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
2. Delegasi wewenang agraria kepada masyarakat hukum adat sebagaimana
pemberian Hak Pengelolaan itu harus tetap di dalam bingkai negara kesatuan
Republik Indonesia terutama tidak membedakan setiap warga negara
Indonesia di manapun ia berada di wilayah Indonesia untuk mendapatkan Hak
Atas Tanah. Dengan kata lain pemberian Hak Pengelolaan dimaksud harus
dapat mencegah tumbuh dan berkembangnya benih-benih disintegrasi bangsa.

Universitas Sumatera Utara

42

Hak pengelolaan secara eksplisit, tidak disebutkan dalam konsideran, diktum,
batang tubuh maupun penjelasan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau lebih dikenal dengan sebutan UndangUndang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA). UUPA hanya menyebut
pengelolaan dalam Penjelasan Umum Angka II No. 2, yaitu:
“Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau
badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya,
misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau
memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa
(Departemen, Jawatan, atau daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing-masing”.
Maria S. W. Sumardjono menyatakan bahwa dalam praktik terdapat berbagai jenis
hak pengelolaan, yaitu: Hak Pengelolaan Pelabuhan, Hak Pengelolaan Otorita, Hak
Pengelolaan Perumahan, Hak Pengelolaan Pemerintah Daerah, Hak Pengelolaan
Transmigrasi,

Hak

Pengelolaan

Instansi

industri/pertanian/pariwisata/perkeretaapian.52

Pemerintah,
Hak

Hak

pengelolaan,

Pengelolaan
dalam

realita

dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Pelabuhan Indonesia (Persero),
PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (Persero), PT Pasuruan Industrial Estate
Rembang (Persero), Badan Otorita Batam, PD Pasar Surya Surabaya, PD Pasar Jaya
DKI Jakarta, PD Sarana Jaya DKI Jakarta, Perusahaan Umum Pembangunan
Perumahan Nasional (Perum Perumnas), Pemerintah Kabupaten/Kota.

52

Maria S. W. Sumardjono, Hak Pengelolaan: Perkembangan, Regulasi, dan Implementasinya,
Jurnal Mimbar Hukum, Edisi Khusus, September 2007, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas
Gajah Mada, hal 9.

Universitas Sumatera Utara

43

Hak Pengelolaan muncul sebagai jenis hak penguasaan atas tanah yang baru
pada tahun 1965 melalui Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang
Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kebijaksanaan
selanjutnya. Ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965
menetapkan konversi hak penguasaan atas tanah-tanah negara, yaitu:
“Jika Hak Penguasaan Atas Tanah Negara yang diberikan kepada
Departemen-Departemen, Direktorat-Direktorat, dan daerah-daerah Swatantra,
selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri,
dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak
ketiga, maka Hak Penguasaan Atas Tanah tersebut dikonversi menjadi Hak
Pengelolaan”.
Hak Pengelolaan sebagai jenis Hak Penguasaan Atas Tanah lahir tidak
didasarkan pada Undang-Undang, melainkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
No. 9 Tahun 1965. Hak Pengelolaan lahir dari konversi Hak Penguasaan Atas Tanah
Negara. Hak Pengelolaan dapat dikuasai oleh Departemen-Departemen, DirektoratDirektorat, dan daerah-daerah Swatantra. Meskipun Hak Pengelolaan diatur dengan
Peraturan Menteri Agraria, namun Hak Pengelolaan mempunyai kekuatan mengikat,
baik bagi pemegang Hak Pengelolaan maupun pihak lain yang menggunakan bagianbagian tanah Hak Pengelolaan.53 Eksistensi Hak Pengelolaan mendapatkan
pengakuan dalam bentuk Undang-Undang, yaitu UU No. 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun. Dalam kedua Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa rumah
susun hanya dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai

53

Urip Santoso, Pengaturan Hak Pengelolaan, Jurnal Media Hukum, Vol. 15 No. 1, Juni 2008,
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah hal 11.

Universitas Sumatera Utara

44

Atas Tanah Negara, dan Hak Pengelolaan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pertama kali pengertian Hak Pengelolaan disebutkan pada Pasal 1 angka 2
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, yaitu Hak Menguasai Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian
yang lebih lengkap tentang Hak Pengelolaan tertuang dalam Penjelasan Pasal 2 ayat
(3) huruf f Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak Pengelolaan, Hak Menguasai
Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah,
mempergunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya dan menyerahkan
bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965, pada mulanya Hak
Pengelolaan diberikan kepada Departemen, Direktorat, dan daerah Swatantra.
Perkembangan terakhir, berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Hak Pengelolaan
diberikan kepada: Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah, Bahan Usaha

Universitas Sumatera Utara

45

Miliki Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Persero, Badan
Otorita, dan Badan-Badan Hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
Arie S. Hutagalung menyatakan bahwa perusahaan yang berstatus badan hukum
Indonesia dapat menguasai tanah sesuai dengan peruntukkannya dengan, hak antara
lain Hak Pengelolaan Khusus untuk Badan Milik Negara yang sahamnya 100%
dimiliki Negara yang penguasaan tanahnya tidak terbatas pada penggunaan untuk
keperluan sendiri, akan tetapi dimaksudkan untuk menyerahkan tanah kepada pihak
ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang Hak
Pengelolaan, meliputi segi-segi penggunaan jangka waktu dan keuangan. 54 Hak
Pengelolaan yang diberikan Kepada Badan Usaha Milik Negara, tanahnya dapat
dipergunakan untuk kepentingannya sendiri, juga dapat diserahkan kepada pihak
ketiga.
Eman menyatakan bahwa subjek atau pemegang

Hak Pengelolaan adalah

sebatas pada hukum pemerintah baik yang bergerak dalam pelayanan publik
(pemerintahan) atau yang bergerak dalam bidang bisnis, seperti Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, badan hukum swasta tidak
mendapatkan peluang untuk berperan sebagai subyek atau pemegang Hak
Pengelolaan.55 Hak Pengelolaan diberikan kepada badan hukum yang seluruh atau

54

Arie S Hutagalung, Kebijakan Pertanahan Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke 38 No. 3, Juli-September
2008, Jakarta: Fakultas Hukum Universita Indonesia hal 24.
55
Eman, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, Majalah Yuridika, Vol. 15 No. 3, Mei-Juni 2006,
Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga hal 13.

Universitas Sumatera Utara

46

sebagian modalnya berasal dari pemerintah atau pemerintah daerah dan badan hukum
tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah.
Berdasarkan

peraturan

perundang-undangan,

ditetapkan

bahwa

Hak

Pengelolaan dapat terjadi melalui beberapa cara. Pertama, konversi. Konversi adalah
perubahan status Hak Atas Tanah menurut hukum yang alam sebelum berlakunya
UUPA yaitu Hak Atas Tanah yang tunduk pada hukum barat (BW), hukum adat, dan
daerah Swapraja menjadi Hak Atas Tanah menurut UUPA. Hak Penguasaan Atas
Tanah Negara yang dipunyai oleh Departemen, Direktorat, dan Daerah Swatantra,
melalui konversi, diubah haknya menjadi Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan ini lahir
setelah Hak Penguasaan Atas Tanah Negara tersebut didaftarkan ke kantor
pendaftaran tanah yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan dan
diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Kedua, pemberian hak. Menurut
Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 9 Tahun 1999, yang dimaksud pemberian Hak Atas Tanah adalah
penetapan Pemerintah yang memberikan sesuatu Hak Atas Tanah Negaara,
perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk
pemberian hak di atas tanah Hak Pengelolaan. Dalam pemberian hak ini, Hak
Pengelolaan terjadi melalui permohonan pemberian Hak Atas Tanah Negara.
Permohonan pemberian Hak Pengelolaan diajukan oleh calon pemegang Hak
Pengelolaan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak
tanah yang bersangkutan. Berdasarkan permohonan tersebut, kemudian diterbitkan

Universitas Sumatera Utara

47

Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) oleh kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia. SKPH tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan oleh
pemohon Hak Pengelolaan untuk diterbitkan sertifikat Hak Pengelolaan sebagai tanda
bukti haknya.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, pemegang Hak Pengelolaan
mempunyai peruntukan dan penggunaan tanah, mempergunakan tanah untuk
kepentingan pelaksanaan tugas atau usahanya, dan menyerahkan bagian-bagian tanah
Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga dan
atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Salah satu wewenang pemegang hak
pengelolaan terhadap tanahnya adalah menyerahkan bagian-bagian tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Berdasarkan penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga,
maka hak atas tanah yang diperoleh pihak ketiga dari tanah Hak Pengelolaan adalah
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Milik.
1.

Kewenangan Subyek Pemegang Hak Pengelolaan
Secara umum wewenang atas tanah menurut hukum agraria terbagi atas 2

bagian besar yaitu:56
1.

Wewenang umum

56

Hak-Hak
atas
tanah
menurut
UUPA
dan
PP.
NO.40/1996,
http://hasyimsoska.blogspot.com/2011/05/hak-hak-atas-tanah-menurut-uupa-dan-pp.htm, diakses pada
tanggal 18 Juni 2015.

Universitas Sumatera Utara

48

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan
ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA
dan peraturan-peraturan hukum lain.
2.

Wewenang khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas
tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk
kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, HGB untuk mendirikan
bangunan, HGU untuk kepentingan pertanian, perkebunan, perikanan dan
peternakan.
Selain kewenangan tersebut, khusus pada hak pengelolaan kewenangan atas

pemegang hak pengelolaan lebih terfokus pada peraturan yang ada. Wewenang yang
tersimpul pada hak pengelolaan ini diatur oleh beberapa peraturan. Namun dalam
kenyataannya terdapat perbedaan perumusan tentang wewenang yang tersimpul pada
hak pengelolaan itu di dalam peraturan perundang-undangan yang satu dengan
lainnya. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 menetapkan
bahwa hak pengelolaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 5 di
atas memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk:
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;

Universitas Sumatera Utara

49

c.

Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ke-tiga dengan hak
pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun;

d.

Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.
Kewenangan-kewenangan itu dibatasi oleh ayat (2) Pasal 6 tersebut, yaitu luas

tanah yang diserahkan itu maksimum 1. 000 m, hanya kepada warganegara Indonesia
dan badan hukum Indonesia, serta pemberian hak hanya untuk pertama kali saja.
Wewenang yang tersimpul pada hak pengelolaan seperti yang dirumuskan oleh Pasal
6 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1965 di atas, diulang kembali oleh
Pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973. Namun kemudian
perumusan itu diubah oleh Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun
1974 yang menyatakan: dengan mengubah seperlunya ketentuan dalam peraturan
Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan
Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, hak
pengelolaan sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a berisikan
wewenang untuk:
a.

Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

b.

Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

c.

Menyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ke-tiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan jangka waktu dan keuangannya,
dengan ketentuan penggunaan hak atas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan

Universitas Sumatera Utara

50

Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 tentang “Pelimpahan Wewenang
Pemberian Hak Atas Tanah”, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
agraria yang berlaku.
Akhirnya wewenang yang tersimpul pada Hak Pengelolaan ini dirumuskan
kembali oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan. Pada Pasal 1 ayat (3) peraturan tersebut menyebutkan
bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Dalam surat Menteri
Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 500-4352 yang ditujukan
kepada para Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan para Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, bahwa ada yang perlu diperhatikan dalam
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun
1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, diantaranya adalah:
a.

Peraturan

ini

merupakan

kelanjutan

dari

Peraturan

Menteri

Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 yang bertujuan
agar ada keseragaman Kewenangan dan Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah
dan Pembatalan Hak Atas Tanah, peraturan ini sebagai pengganti Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-Ketentuan
Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan beberapa dan berbagai peraturan serta keputusan. Dengan

Universitas Sumatera Utara

51

demikian peraturan ini merupakan satu-satunya peraturan mengenai tata cara
pemberian Hak Atas Tanah Negara. Setelah peraturan ini diberlakukan maka
semua ketentuan yang diatur diberbagai peraturan dan keputusan seperti
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Bagian-Bagian Tanah
Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3
Tahun 1985 tentang Tata Cara Pensertipikatan Tanah bagi Program dan Proyek
Departemen Pertanian dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1993 tentang Tata Cara Pemberian
Perpanjangan dan Pembaharuan Hak Guna Bangunan dalam kawasan-kawasan
tertentu di Provinsi Riau serta ketentuan-ketentuan lain yang tidak sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan ini, dinyatakan tidak berlaku.
b.

Dalam hal pemeriksaan tanah terhadap permohonan hak terhadap tanah yang
sudah terdaftar dan data yuridis dan data pisiknya sudah jelas dan cukup untuk
mengambil keputusan, tidak perlu dilakukan pemeriksaan tanah oleh Panitia
Pemeriksa Tanah A namun cukup dituangkan dalam risahlah Pemeriksaan Tanah
(Konstatering Rapport). Demikian juga terhadap tanah-tanah yang belum
terdaftar, yang sudah jelas dan tidak ada lagi keragu-raguan dalam mengambil
keputusan pemberian haknya seperti tanah-tanah kapling matang dapat diproses
melalui konstatering rapport atau untuk rumah atau untuk rumah pegawai negeri
yang sudah dibeli dari pemerintah dilakukan melalui SK Konfrimasi saja bukan
melalui Panitia Pemeriksaan Tanah A, dan terhadap permohonan tanah-tanah

Universitas Sumatera Utara

52

yang dimiliki Instansi Pemerintah yang belum terdaftar tetap dilakukan
Pemeriksaan tanahnya yang dituangkan dalam berita acara yang disediakan
dalam peraturan ini.
c.

Ada beberapa ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur, misalnya mengenai
Daftar Isian, Daftar Isian dimaksud diharapkan akan menciptakan tertib
administrasi dalam pemberian dan pembatalan Hak Atas Tanah. Peraturan ini
selain mengatur tata cara pemberian Hak Milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan
juga mengatur tata cara pemberian Hak Pengelolaan dan sekaligus mengatur
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh penerima Hak Atas Tanah.

d.

Ijin peralihan Hak Atas Tanah diberlakukan terhadap tanah-tanah yang diberikan
kepada badan hukum keagamaan, badan hukum sosial dan badan hukum lainnya
yang ditunjuk oleh Pemerintah, Hak Guna Usaha, Hak Pakai Tanah Pertanian di
Atas Tanah Negara dan hak-hak lain yang di dalam sertipikatnya dicatat
memerlukan ijin.

e.

Disamping mengatur tata cara pemberian Hak Atas Tanah negara peraturan ini
juga memberikan landasan hukum dan mengatur tata cara pembatalan Hak Atas
Tanah yang selama ini

belum ada ketentuan yang mengaturnya. Bahwa

peraturan ini memberikan diskripsi dan limitasi kewenangan hukum bagi Badan
Pertanahan Nasional untuk mengambil keputusan pembatalan Hak Atas Tanah,
disamping juga memberikan kemudahan prosedur dan pemangkasan birokrasi
dalam hal permohonan pembatalan Hak Atas Tanah. Dalam hal permohonan
pembatalan hak dalam proses penelitian, hendaknya Buku Tanah di Status Quo

Universitas Sumatera Utara

53

(diblokir). Perlu ditegaskan yang dimaksud limitasi adalah bahwa batas waktu
penelitian permohonan pembatalan agar ditetapkan sesuai ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku, dan apabila permohonan pembatalan tidak beralasan
maka permohonan tersebut harus ditolak dan status quo (blokir) diangkat.
2.

Peralihan dan Penyerahan Demi Peruntukan Ruang Bangunan Dan Lahan
Tanah Hak Pengelolaan Bandara Kuala Namu
Hak Pengelolaan dapat dibebani dengan hak atas tanah, hal tersebut diatur

dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977, yang
menentukan bahwa:
“Bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan yang diberikan kepada Pernerintah
Daerah, Lembaga, Instansi dan atau Badan/Badan Hukum Pemerintah untuk
pembangunan wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan
diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan untuk diberikan dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak
Pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah
dipersiapkan oleh pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan.”
Berdasarkan pasal tersebut bahwa di atas tanah Hak Pengelolaan dapat
diserahkan kapada pihak ketiga dan diberikan hak atas tanah lainnya, seperti Hak
Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.
Hak Pengelolaan lahir setelah pendaftarannya maka seyogyanya pembebanan
Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan baru bisa
dilakukan setelah Hak Pengelolaan itu didaftarkan. Hubungan subjek Hak
Pengelolaan dengan Hak Pengelolaan itu sendiri tidak menjadi hapus dengan
didaftarkan hak-hak yang diberikan kepada pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara

54

Boedi Harsono menyatakan bahwa Hak Menguasai dari Negara tidak dapat
dipindahkan kepada pihak lain tetapi pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah dan masyarakat hukum adat, sepanjang hal itu diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, sebagaimana tugas pembantuan,
bukan otonomi. Konsekuensi logisnya, Hak Pengelolaan pun tidak bisa dipindahkan
kepada pihak lain kecuali hak-hak atas tanah yang lahir dari Hak Pengelolaan
tersebut.57 Maria SW Sumardjono menegaskan bahwa tanah HPL tidak dapat
diperjual belikan/dialihkan tetapi dapat dilepaskan (kembali kepada Negara) untuk
kemudian diberikan kepada pihak lain dengan sesuatu hak sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penegasan ‘pelepasan hak’ sesuai pranata hukum
peralihan Hak Pengelolaan ada sikap konsisten pada karakter public dari Hak
Pengelolaan yang pada hakikatnya tidak bisa dipindahkan.58
3.

Macam-Macam Jenis Hak Atas Tanah Yang Dapat Timbul Dari Hak
Pengelolaan Disebabkan Peralihan Hak Pengelolaan Dari Pemegang Hak
Pengelolaan Kepada Pihak Ketiga

Hak Milik
Pasal II ayat (1) UUPA:59


Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah

57

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jilid 1 Hukum Tanah Nasinal Edisi 2007, (Jakarta:
Djembatan, 2007) hlm. 280.
58
Maria S.W Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), hlm. 202.
59
Ali Achmad Chomzah, Op, Cit, hal 110.

Universitas Sumatera Utara

55



Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.



Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.



Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak
milik dan syarat-syaratnya (bank Negara, perkumpulan koperasi pertanian,
badan keagamaan dan badan social).



Terjadinya hak milik, karena hukum adat dan Penetapan Pemerintah, serta
karena ketentuan undang-undang.



Hak milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain,
harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud
merupakan pembuktian yang kuat.

Hak Guna Usaha
Pasal II ayat (2) UUPA:60


Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka waktu
35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat
diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.



Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus
dikelola dengan investasi modal yang layak dengan teknik perusahaan yang
baik sesuai dengan perkembangan zaman.



Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
60

Ibid, hal 110-111.

Universitas Sumatera Utara

56



Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan Hukum
yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia



Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara



Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah



Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak
lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud
merupakan pembuktian yang kuat



Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan

Hak Guna Bangunan
Yang dimaksud dengan hak guna usaha adalah:61


Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang dapat berupa tanah
Negara, tanah hak pengelolaan, tanah hak milik orang lain dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Setelah berakhir jangka waktu dan perpanjangannya dapat diberikan
pembaharuan baru Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.



Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.



Hak Guna Bangunan dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan
Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
61

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.

Universitas Sumatera Utara

57



Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan Pemerintah



Hak Guna Bangunan setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran
dimaksud merupakan pembuktian yang kuat



Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan

Hak Pakai
Yang dimaksud dengan hak pakai adalah sebagai berikut:62


Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang



Hak pakai dapat diberikan :
1.

Selama

jangka

waktu

yang

tertentu

atau

selama

tanahnya

dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
2.

Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa
apapun.

62

Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996.

Universitas Sumatera Utara

58

3.

Pemberian

hak

pakai

tidak

boleh

disertai

syarat-syarat

yang

mengandung unsur-unsur pemerasan.


Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
1.

Warga negara Indonesia

2.

Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

3.

Badan

hukum

yang

didirikan

menurut

hukum

Indonesia

dan

berkedudukan di Indonesia
4.


Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak
pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang
berwenang.



Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak

lain,

jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
Hak Sewa


Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila
ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai
sewa.



Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :
1.

Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;

2.

Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

Universitas Sumatera Utara

59

3.

Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak
boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.



Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :
1.

Warganegara Indonesia;

2.

Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

3.

Badan

hukum

yang

didirikan

menurut

hukum

Indonesia

dan

berkedudukan di Indonesia;
4.
4.

Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Bentuk Penyerahan Tanah Hak Pengelolaan yang Melahirkan Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai
Tanah Hak Pengelolaan yang dikuasai oleh pemegang haknya dapat

dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya, juga penggunaannya
dapat diserahkan kepada pihak ketiga atas persetujuan dari pemegang Hak
Pengelolaan. Pemegang Hak Pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk
menggunakan tanahnya bagi keperluan tugas atau usahanya, tetapi itu bukan tujuan
pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utama diberikannya Hak Pengelolaan
adalah tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain
yang memerlukannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966 tentang Pendaftaran
Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, pemegang Hak Pengelolaan berkewajiban
mendaftarkan tanah Hak Pengelolaan ke Kantor Pendaftaran Tanah. Dalam
perkembangannya, berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 24

Universitas Sumatera Utara

60

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, ditetapkan bahwa Hak Pengelolaan termasuk
salah satu obyek pendaftaran tanah. Maksud pendaftaran tanah Hak Pengelolaan ke
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota adalah untuk diterbitkan sertifikat Hak
Pengelolaan sebagai tanda bukti hak. Penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan,
mengakibatkan pemegang Hak Pengelolaan dengan mudah dapat