Gambaran Sikap Mahasiswa Universitas Samudra Langsa Terhadap Tugas dan Wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa

BAB II
LANDASAN TEORI
A. SIKAP
1. Definisi Sikap
Kata attitude berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti
fit dan siap untuk aksi. Jika mengacu pada definisi ini, maka sikap merupakan

sesuatu yang dapat langsung diobservasi. Namun saat ini, para ahli melihat sikap
sebagai sebuah konstruk yang mengawali perilaku dan sebagai panduan individu
dalam membuat pilihan dan keputusan untuk melakukan tindakan (Hogg &
Vaughan, 2002).
Alport (dalam Hogg & Vaughan, 2002) mendefinisikan sikap sebagai
suatu kesiapan mental yang terorganisir melalui pengalaman, menggunakan
arahan atau pengaruh yang dinamis terhadap respon individu pada semua objek
maupun situasi yang berhubungan.
Sikap merujuk pada evaluasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap
berbagai aspek yang ada di dunia sosial dan bagaimana evaluasi tersebut dapat
memunculkan rasa suka atau tidak suka seseorang terhadap sebuah isu, ide,
seseorang, kelompok sosial dan objek yang dievaluasi (Baron & Byrne, 2004).
Three component model menyebutkan bahwa sikap mengekspresikan


kepercayaan, perasaan dan tindakan terhadap suatu objek sikap. Seseorang

Universitas Sumatera Utara

mempunyai sikap yang positif terhadap suatu objek ketika kepercayaan, perasaan
dan prilaku mereka menunjukkan bahwa mereka memihak atau favorability
terhadap objek, sebaliknya seseorang mempunyai sikap negatif terhadap objek
ketika kepercayaan, perasaan dan perilaku mereka menunjukkan mereka tidak
berpihak atau unfavorability terhadap objek (Zanna & Rample dalam Weiner,
2003).
Menurut three-component attitude model, sikap terdiri dari 3 hal yaitu
kognitif, afektif dan konatif. Perlu ditekankan bahwa definisi ini tidak hanya
meliputi 3 komponen tetapi juga menekankan bahwa (Hogg & Vaughan, 2002):
a. Sikap merupakan sesuatu yang relatif permanen, sikap bertahan dari waktu ke
waktu dan situasi.
b. Sikap terbatas pada kejadian atau benda yang penting secara sosial.
c. Sikap dapat digeneralisasikan dan terlibat dalam abstraksi.
Azwar

(2010)


dalam

bukunya

yang

berjudul

Sikap

Manusia

menggolongkan definisi sikap kedalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap
merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi dari perasaan. Sikap dapat berupa
perasaan memihak (favorable) ataupun perasaan tidak memihak (unfavorable)
terhadap suatu objek. Kedua, sikap adalah suatu kesiapan untuk memberikan
reaksi kepada sebuah objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga, sikap mengacu
pada skema tiadik (triadic scheme), yaitu konstelasi dari komponen kognitif,
afektif dan konatif yang berinteraksi untuk memahami, merasakan, dan

berperilaku terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan untuk bereaksi secara positif
atau negatif yang relatif permanen yang merupakan hasil interaksi dari komponen
kognitif, afektif dan konatif.
2. Komponen Sikap
Menurut skema triadik, sikap terdiri dari 3 komponen yang saling
berhubungan, yaitu komponen kognitif (cognitive), afektif (affective), dan konatif
(conative) (Taylor, Peplau, & Sears, 2009) .
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif terdiri dari pemikiran seseorang tentang sebuah objek
tertentu. Komponen kogtitif juga meliputi fakta, pengetahuan dan kepercayaan
yang dimiliki seseorang terhadap apa yang benar dan apa yang berlaku pada objek
sikap. Ketika kepercayaan ini telah terbentuk, maka kepercayaan ini akan menjadi
dasar pengetahuan yang diyakini oleh seseorang tentang apa yang dapat
diharapkan dari sebuah objek tertentu. Kepercayaan inilah yang menyederhanakan
dan mengatur apa yang kita lihat dan temui dalam hidup kita.

b. Komponen Afektif
Komponen afektif terdiri dari emosi dan perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif dan negatif. Komponen afektif
meliputi masalah sosial subjektif yang dirasakan oleh seseorang kepada suatu
objek sikap. Menurut Azwar (2010), secara umum, komponen afektif ini sering

Universitas Sumatera Utara

disamakan dengan perasaan pribadi yang dimiliki oleh seseorang pada sesuatu.
Namun, perasaan pribadi yang dimiliki oleh seseorang itu terkadang jauh berbeda
jika dihubungkan dengan sikap. Secara umum, reaksi emosional yang merupakan
komponen afektif banyak dipengaruhi oleh sebuah kepercayaan mengenai sesuatu
yang benar dan berlaku terhadap objek yang dimaksud.
c. Komponen Konatif atau Perilaku
Komponen konatif atau perilaku merupakan tendensi atau kecenderungan
untuk melakukan tindakan tertentu yang berhubungan dengan objek sikap.
Komponen ini menunjukkan bagaimana kecenderungan seseorang untuk
berperilaku terhadap sebuah objek sikap yang dihadapinya. Azwar (2010) dalam
bukunya menyatakan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap
objek sikap cenderung konsisten dan juga sesuai dengan kepercayaan dan

perasaan yang akan membentuk sikap individu. Oleh karenanya, sangat masuk
akal apabila kita mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan atau
dimunculkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek sikap tersebut.
3. Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Azwar

(2010)

dalam

bukunya

yang

berjudul

Sikap

Manusia


menyimpulkan bahwa ada enam hal yang dapat mempengaruhi sikap seseorang,
yaitu:
a. Pengalaman pribadi
Apa saja yang telah dan sedang dialami oleh seorang individu akan memiliki
kontribusi dalam membentuk dan mempengaruhi penghayatannya terhadap

Universitas Sumatera Utara

stimulus sosial. Middlebrook (dalam Azwar, 2010) mengatakan bahwa ketika
seorang individu tidak memiliki pengalaman sama sekali terhadap objek sikap
maka orang tersebut akan cenderung memiliki sikap yang negatif terhadap
objek sikap tersebut. Agar pengalaman dapat dijadikan dasar dalam
pembantukan sikap, pengalaman tersebut harus sangat kuat dan meninggalkan
kesan yang cukup kuat. Sikap lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi
yang terjadi ikut melibatkan faktor emosional dari individu itu sendiri.
Namun, pembentukan sikap dari pengalaman pribadi ini tidaklah sederhana,
dimana satu pengalaman tunggal belum tentu dijadikan dasar dalam
pembentukan sikap. Namun beberapa pengalaman yang dialami oleh individu
yang bersifat relevan dan bisa saja terjadi di masa lalu yang mungkin dapat
membentuk sikap.

b. Pengaruh orang yang dianggap penting
Sikap juga dapat dipengaruhi oleh significant others, yaitu orang-orang yang
dianggap penting dan memiliki arti khusus pada seorang individu. Secara
umum, individu akan lebih cenderung untuk memilih sikap yang sesuai atau
searah dengan significant others yang dianggapnya penting. Hal ini dapat
dikarenakan adanya motivasi untuk berafiliasi dengan orang tersebut ataupun
dilakukan dikarenakan individu tersebut berusaha menghindari konflik yang
mungkin terjadi antara dia dan orang yang dianggapnya penting.
c. Pengaruh kebudayaan

Universitas Sumatera Utara

Disadari ataupun tidak, sikap seorang individu dapat dipengaruhi oleh
lingkungan dan kebudayaan ditempat ia tinggal. Kebudayaan menanamkan
bagaimana arah sikap seorang individu terhadap barbagai macam masalah.

d. Media massa
Media massa, seperti televisi, surat kabar, radio, dan sejenisnya, juga
berpengaruh besar terhadap sikap. Dalam penyampaian informasi sebagai
tujuan utamanya, media masa juga membawa pesan yang bersifat sugesti yang

mungkin mengarahkan opini seseorang.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan pendidikan dasar yang
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep
moral dan ajaran agama sangat berperan penting dalam membentuk
kepercayaan yang dirasakan oleh individu tersebut. Hal ini juga dapat
membentuk dan menentukan arah sikap pada seorang individu terhadap objek
sikap.
f. Pengaruh faktor emosional
Sikap tidak hanya ditentukan oleh faktor lingkungan saja, namun sikap dapat
juga dipengaruhi oleh faktor emosional dari diri individu itu sendiri.
Terkadang sikap didasari oleh emosi yang dimiliki oleh individu itu sendiri.
Dimana emosi itu dapat juga membentuk arah sikap pada seseorang.
4. Hubungan Sikap dan Perilaku

Universitas Sumatera Utara

Terkadang sebuah perilaku muncul dikarenakan sikap tertentu dan
terkadang tidak berhubungan dengan sikap tersebut. Sikap akan mempengaruhi
perilaku yang ditampilkan seseorang ketika sikap memiliki konsistensi yang

tinggi dengan perilaku tersebut. Konsistensi antara perilaku dan sikap akan
menjadi tinggi ketika sikap yang dimiliki seseorang sangat kuat, stabil, menonjol,
dapat diakses, memiliki relevansi dengan perilaku, berasal dari pengalaman
langsung dan hanya sedikit saja tekanan situasi yang bertentangan terlibat dalam
perilaku yang mendukung sikap tersebut (Baron & Byrne, 2004; Taylor, Peplau &
Sears; 2009).
Ajzen dan Fishben mengemukakan sebuah model tindakan beralasan
(Theory of Reasoned Action) yang mengatakan bahwa sebuah perilaku yang
muncul akan ditentukan oleh sikap terhadap perilaku dan oleh norma-norma
subjektif terhadap perilaku tersebut. Menurut teori ini perilaku merupakan hasil
dari proses pertimbangan konsekuensi yang dialami dan mengevaluasi hasil dari
setiap tingkah laku, yang kemudian dibuatlah sebuah keputusan untuk bertindak
atau tidak. (Ajzen & Fishbein, 1975; Baron & Byrne, 2004; Taylor, Peplau, &
Sears, 2009; Azwar, 2010).
Hasil Meta Analisis yang dilakukan Wismanto (2011) pada 31 penelitian
mengenai sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 95% dari hasil meta analisis
tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan antara sikap dan perilaku.
Dikarenakan sikap dapat mempengaruhi perilaku seseorang, maka sikap penting
untuk dipelajari dan dipahami untuk membantu kita dalam memprediksi perilaku
orang tersebut dalam konteks luas (Baron & Byrne, 2004).


Universitas Sumatera Utara

5. Pengukuran Sikap
Salah satu aspek yang penting untuk kita dalam berusaha memahami sikap
dan perilaku manusia adalah dengan cara mengungkapkan (assessment) dan juga
pengukuran (measurement) terhadap sikap itu sendiri. Ada berbagai macam
metode dan teknik yang telah dikembangkan selama ini oleh para ahli yang
bertujuan untuk mengungkapkan sikap manusia dan memberikan intervensi yang
valid. Metode ini terus berkembang dari metode-metode langsung yang sederhana
hingga metode-metode yang lebih kompleks sejalan dengan perkembangan
konsep mengenai sikap dan juga perkembangan ilmu psikometri sebagai dasar
metode pengukuran dalam ilmu psikologi.
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap manusia
adalah masalah pengukuran sikap. Metode pengungkapan sikap dalam bentuk
self-report hingga kini dianggap sebagai metode yang paling dapat diandalkan.

Metode ini menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh
individu yang disebut sebagai skala sikap. Skala sikap merupakan kumpulan
pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subjek pada

setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas
sikap seseorang. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyataannya yang dapat
berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurnya, akan tetapi dapat pula
berupa pernyataan langsung yang kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden.
Respon individu terhadap stimulus (pernyataan-pernyataan) sikap yang berupa
jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikator sikap seseorang
(Azwar, 2010).

Universitas Sumatera Utara

B. WILAYATUL HISBAH
1. Definisi Wilayatul Hisbah
Wilayatul Hisbah (WH) didefinisikan dalam Qanun No 11 Tahun 2004
tentang kepolisian, dalam pasal 1 angka 8, yaitu:
“Wilayatul Hisbah adalah Lembaga Pembantu tugas Kepolisian
yang bertugas membina, melakukan advodkasi, dan mengawasi
pelaksanaan amar makruf nahi mungkar dan dapat berfungsi
sebagai Polsus dan PPNS” (dalam Abubakar, 2005).

2. Tugas Wilayatul Hisbah
Adapun mengenai tugas yang diemban oleh Wilayatul Hisbah (WH)
tertulis dalam Qanun Nomor 11 Tahun 2004, dalam pasal 4, menyebutkan:
1. Wilayatul Hisbah mempunyai tugas:
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang Syari’at Islam;
b. Melakukan pembinaan dan advokasi spritual terhadap setiap orang yang
berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Syari’at Islam;
c. Pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan, muhtasib perlu memberitahu
hal itu kepada Penyelidik atau kepada Keuchik/Kepala Gampong dan
keluarga pelaku;
d. Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang Syari’at Islam kepada penyelidik.

Universitas Sumatera Utara

2. Pelaksanaan tugas pengawasan yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 huruf a
meliputi:
a. Memberitahu kepada masyarakat tentang adanya peraturan perundangundangan di bidang Syari’at Islam;
b. Menentukan adanya perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan Syariat
Islam;
3. Pelaksanaan tugas pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 huruf
b meliputi:
a. Menegur, memperingatkan dan menasehati seseorang yang patut diduga
telah melakukan pelanggaran ketentuan Syari’at Islam;
b. Berupaya untuk menghentikan kegiatan/peraturan yang patut diduga telah
melanggar peratuan perundang-undangan di bidang Syari’at Islam;
c. Menyelesaikan perkara pelanggaran tersebut melalui Rapat Adat
Gampong;
d. Memberitahukan pihak terkait tentang adanya dugaan telah terjadi
penyalahgunaan izin penggunaan suatu tempat atau sarana.
3. Kewenangan Wilayatul Hisbah
Menurut Abubakar (2005), Wilayatul Hisbah sebagai lembaga yang
bertugas mengawasi, membina, dan meyakinkan advodkasi terhadap pelaksanaan
Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam memiliki beberapa wewenang, yaitu
sebagai berikut:
a. Masuk ke tempat tertentu yang diduga menjadi tempat terjadinya maksiat
atau pelanggaran Syari’at Islam.

Universitas Sumatera Utara

b. Mencegah orang-orang tertentu untuk melakukan perbuatan tertentu,
melarang mereka masuk ke tempat tertentu, atau melarang mereka keluar dari
tempat tertentu.
c. Meminta dan mencatat identitas dari orang-orang tertentu.
d. Menghubungi polisi atau geuchik (tuha peut) gampong tertentu guna
menyampaikan laporan atau memohon bantuan dalam upaya melakukan
pembinaan dan penghentian kegiatan (perbuatan) yang diduga merupakan
pelanggaran atas qanun di bidang Syari’at Islam.
e. Menjadi petugas pelaksanaan hukuman cambuk sekiranya diminta oleh Jaksa
Penuntut Umum.

4. Kedudukan Wilayatul Hisbah dalam Penegakan Syari’at Islam di NAD
Sebagai sebuah lembaga baru yang diperkenalkan kembali di NAD,
Wilayatuh Hisbah (WH) mempunyai tugas dan wewenang yang hampir sama
dengan Polisi Khusus (POLSUS), Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP),
atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dalam PERDA (Peraturan Daerah)
Nomor 5 Tahun 2000 Pasal 20 Bab VI mengenai pengawasan dan penyidikan,
menyatakan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban membentuk badan yang
berwenang dalam mengontrol atau mengawasi (Wilayatul Hisbah) pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sehingga dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya (Abubakar, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Qanun Nomor 11 Tahun 2002, dalam pasal 14, Bab VI mengenai
pengawasan dan penyidikan menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi, Kabupaten
atau Kota membentuk WH yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Syari’at Islam dibidang aqidah, ibadah, dan syi’ar Islam. WH dapat
dibentuk pada tingkat gampong (desa), pemukiman, kecamatan atau wilayah,
ataupun lingkungan lainnya. Susunan organisasi, kewenangan dan tata kerja WH
diatur dengan keputusan Gubernur setelah mendengar pertimbangan MPU
(Majelis Permusyawaratan Ulama) (Abubakar, 2005).
Istilah yang digunakan dalam Qanun adalah pejabat WH, sedangkan dalam
keputusan Gubernur Nomor 1 Tahun 2004, istilah yang digunakan adalah
mustasib, keduanya mengacu pada tenaga WH yang bertugas mengawasi

pelanggar Qanun Syari’at Islam (Abubakar, 2005).
Tingkatan Organisasi WH terdiri dari tingkat Provinsi, Kecamatan dan
tingkat kemukiman, dan tingkat gampong (desa). Pada tingkat Provinsi dan
Kecamatan, WH terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan mustahib yang
diangkat oleh Gubernur. Pada tingkat kemukiman, WH terdiri dari seorang
koordinator dan beberapa orang mustahib yang bertugas di desa-desa yang
diangkat oleh Bupati atau Walikota. Sedangkan pada tingkat gampong (desa),
tuha peut gampong (dewan empat, yang terdiri dari ulama, tokoh adat, dan

pemuka masyarakat) menjabat sebagai mustahib (Abubakar, 2005).
WH berkedudukan sebagai Lembaga Pembantu tugas kepolisian dan dapat
berfingsi sebagai Polisi Khusus dan PPNS. WH diharapkan dapat membantu

Universitas Sumatera Utara

menjaga kesejalanan dalam pelaksanaan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh
Darussalam (Abubakar, 2005).

C. MAHASISWA UNIVERSITAS SAMUDRA LANGSA
Mahasiswa adalah individu-individu yang berada pada usia remaja akhir
atau pada usia dewasa awal yang dikarakteristikkan dengan menempuh
pendidikan di suatu perguruan tinggi (Papalia & Olds, 2007). Salah satu
perguruan tinggi yang ada di Kota Langsa adalah Universitas Samudra Langsa
dengan jumlah mahasiswa tercatat sebanyak ±8.669 orang.
Disimpulkan bahwa mahasiswa Universitas Samudra Langsa adalah
individu yang berada pada usia remaja akhir atau usia dewasa yang
dikarakteristikkan dengan menempuh pendidikan di Universitas Samudra Langsa.

D. SIKAP

MAHASISWA

UNIVERSITAS

SAMUDRA

LANGSA

TERHADAP TUGAS DAN WEWENANG WILAYATUL HISBAH DI
KOTA LANGSA
Sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap tugas dan
wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa merupakan bentuk evaluasi
mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap Wilayatul Hisbah di Kota

Universitas Sumatera Utara

Langsa yang didasarkan pada persepsi, perasaan dan kecenderungan untuk
berperilaku. Zanna dan Rample (dalam Weiner, 2003) menyatakan bahwa
seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap suatu objek ketika kepercayaan,
perasaan dan prilaku mereka menunjukkan bahwa mereka memihak atau
favorability terhadap objek, sebaliknya seseorang mempunyai sikap negatif

terhadap objek ketika kepercayaan, perasaan dan perilaku mereka menunjukkan
mereka tidak berpihak atau unfavorability terhadap objek. Ada tiga komponen
yang terkait dengan sikap, yaitu:
1. Komponen kognitif
Komponen ini merupakan bagian sikap mahasiswa Universitas Samudra
Langsa yang muncul berdasarkan kognisi dan persepsi atau kepercayaan
mereka terhadap Wilayatul Hisbah di Kota Langsa. Misalnya sikap
mahasiswa dalam mempersepsikan peran Wilayatul Hisbah di Kota Langsa.
Secara umum, komponen kognitif menjawab pertanyaan mengenai apa yang
diyakini dan dipikirkan mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap
Wilayatul Hisbah di Kota Langsa.
2. Komponen afektif
Komponen ini merupakan bagian dari sikap mahasiswa Universitas Samudra
yang muncul berdasarkan apa yang mereka rasakan terhadap Wilayatul
Hisbah di Kota Langsa. Secara umum komponen ini menimbulkan evaluasi
emosional seseorang terhadap objek sikapnya.
3. Komponen konatif atau perilaku

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan komponen kognitif dan afektif, nampaknya ada kecenderungan
berperilaku sebagai reaksi terhadap objek sikap. Komponen ini menjawab
pertanyaan bagaimana mahasiswa Universitas Samudra Langsa bertindak dan
berperilaku terhadap Wilayatul Hisbah di Kota Langsa. Misalnya ketika
ketika WH melakukan sesuatu maka mereka akan mengambil tindakan yang
sesuai dengan sikapnya.
Sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap tugas dan
wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa masih beragam, yaitu sikap positif,
sikap negatif, dan sikap netral. Sikap positif terhadap WH dapat terbentuk
berdasarkan budaya yang ada dalam masyarakat yang mengutamakan ajaran Islam
sehingga mungkin saja mahasiswa Universitas Samudra Langsa menganggap
bahwa WH memiliki peranan penting dalam penegakan Syari’at Islam. Selain itu
pengaruh orang lain yang dianggap penting (significant other ) juga dapat
mempengaruhi sikap positif seseorang. Ketika orang tua atau orang-orang terdekat
memiliki sikap yang positif maka orang tersebut juga memiliki kecenderungan
bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Dapat disimpulkan bahwa sikap
positif yang diperlihatkan akan menggambarkan kesesuaian persepsi, perasaan
dan perilaku terhadap WH.
Sikap negatif terhadap WH menggambarkan ketidaksesuaian antara
persepsi, perasaan dan perilaku mahasiswa terhadap WH. Mahasiswa Universitas
Samudra Langsa yang memiliki sikap yang negatif menganggap WH terlalu
terlibat dalam kehidupan pribadi mereka hingga mengatur bagaimana mereka

Universitas Sumatera Utara

berpakaian. Mereka yang bersikap negatif akan melihat segala sesuatu yang
dilakukan oleh WH menjadi salah dan tidak sesuai.
Mahasiswa

Universitas

Samudra

Langsa

yang

bersikap

netral

menunjukkan ketidakkonsistenan dalam bersikap terhadap WH. Mereka
cenderung menilai WH secara positif dan negatif berdasarkan kelebihan dan
kekurangan WH. Sikap netral dapat berubah menjadi sikap yang positif maupun
negatif tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi sikap tersebut.
E. PARADIGMA TEORITIS






Faktor yang mempengaruhi:
Suku
Jenis kelamin
Pengalaman subjek yang berhubungan dengan WH
Keanggotaan dalam organisasi keagamaan

Sikap Mahasiswa Universitas Samudra Langsa Terhadap
WH

Tugas

Kognitif

Wewenang

Afektif

Konatif

Universitas Sumatera Utara