this PDF file Analisis Kestabilan Model Tekanan Penduduk Antar Dua Habitat Dengan Pola Migrasi Dan Pengendalian | Rima | Jurnal Matematika Statistika dan Komputasi 1 SM

1

Vol. 14, No. 1, 1-11, Juli 2017

Analisis Kestabilan Model Tekanan Penduduk Antar
Dua Habitat Dengan Pola Migrasi Dan Pengendalian
Theresia Alex Rima, Budi Nurwahyu †
Abstrak
Dalam paper ini, sebuah model Matematika yang menggunakan tiga komponen yaitu
populasi penduduk, komponen habitat dan komponen intensitas pengendalian penduduk
dikaji dengan tujuan untuk mempelajari bagaimana kelangsungan kehidupan di suatu
habitat, dalam hal ini dengan mempertimbangkan migrasi penduduk antar dua habitat.
Metode yang digunakan dalam penyelesaian model ini adalah dengan menggunakan
matriks Jacobi dan Aturan Tanda Descartes, untuk menganalisis kestabilan dari titik
kesetimbangannya. Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, akan dilakukan analisis
kestabilan titik setimbang dari model tersebut.

Keywords: Kestabilan, titik kesetimbangan, pola migrasi penduduk.

1. Pendahuluan
Suatu populasi makhluk hidup membutuhkan suatu habitat sebagai tempat untuk

melangsungkan kehidupannya. Keseimbangan kehidupan di suatu habitat sangatlah penting. Jika
populasi dalam habitat ini tumbuh tanpa batasan, maka akan membawa dampak bagi habitatnya.
Salah satu komponen populasi makhluk hidup yang terpenting adalah populasi penduduk.
Rusaknya suatu habitat dapat disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang begitu pesat.
Peningkatan jumlah penduduk yang tak terkendali itu akan mendatangkan suatu masalah yang serius.
Migrasi penduduk dari suatu habitat ke habitat yang lain adalah salah satu upaya untuk tetap bertahan
hidup yang mana akan berdampak bagi keseimbangan habitat. Dalam mempertahankan keseimbangan
kehidupan di suatu habitat, diperlukan suatu langkah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang
begitu pesat, misalnya dengan adanya Program Keluarga Berencana (KB). Dengan adanya upaya
mengontrol laju pertumbuhan penduduk ini, diharapkan agar keseimbangan kehidupan di suatu habitat
dapat dipertahankan. Selain itu, juga diupayakan adanya perbaikan pada lingkungan habitat.
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimana menganalisis titik
kesetimbangan dari model tekanan penduduk antar dua habitat, yaitu menentukan syarat cukup
kestabilan dari solusi setimbangnya

2. Model Dua Habitat, Dua Penduduk dan Upaya Pengendaliannya
Model tekanan penduduk antar dua habitat dengan pola migrasi dan pengendalian
yang akan dikaji dalam bab ini mempunyai bentuk umum sebagai berikut

dB1

 k1 B1  a 1 I 1 B1
dt


dI 1
I 
 t1 1  1  I 1  b1 I 1 B1   I 2   I 1   1 F1 I 1
dt
L1 




Mahasiswa Tugas Akhir pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar

2
Theresia Alex Rima

dF1
 c1 I 1  1 F1

dt
dB2
 k2 B2  a 2 I 2 B2
dt

dI 2
I 
 t 2 1  2  I 2  b2 I 2 B2   I 1   I 2   2 F 2 I 2
dt
 L2 
dF2
 c 2 I 2   2 F2
dt

dimana
B1(t) : kepadatan habitat satu pada saat t
B2(t) : kepadatan habitat dua pada saat t
I1(t) : kepadatan penduduk satu pada saat t
I2(t) : kepadatan penduduk dua pada saat t
F 1(t) : Intensitas upaya pengendalian penduduk satu pada saat t

F 2(t) : Intensitas upaya pengendalian penduduk dua pada saat t
ki
: faktor penunjang kehidupan pada habitat i (usaha perbaikan pada habitat)
ai
: tingkat kerusakan habitat i dengan adanya penduduk i
ti
: koefisien angka pertumbuhan dari penduduk i
Li : daya dukung alam (carrying capacity) pada habitat i berupa keterbatasan
tempat, makanan, dan lain-lain
bi
: koefisien bertambahnya jumlah penduduk i jika menempati habitat i
 : proporsi migrasi penduduk satu
 : proporsi migrasi penduduk dua
ci
: proporsi jumlah penduduk i
 i : besarnya upaya pengendalian penduduk i yang dilakukan
ki>0 , a i>0 , ti>0, Li>0, bi>0,

 > 0,  > 0, ci>0,  i >0 , i = 1,2.


Model di atas dapat digambarkan dalam diagram kompartemen dibawah ini.

Habitat 1

Habitat 2

Penduduk
1

Penduduk
2

Komponen
pengendali
penduduk 1

Komponen
pengendali
penduduk 2


Asumsi-asumsi untuk model yang digunakan sebagai berikut :
1. Populasi habitat pada awalnya hanya dipengaruhi oleh kondisi awal habitat dan
besarnya populasi penduduk yang menempatinya.

3
Theresia Alex Rima

2. Populasi penduduk merupakan persamaan logistik yang hanya bergantung pada
kondisi habitat dan besarnya penduduk yang bermigrasi.
3. Keberadaan populasi lain dalam habitat diabaikan. Penduduk satu yang bermigrasi
semuanya ke habitat dua, sebaliknya penduduk dua yang bermigrasi semuanya ke
habitat satu.

3. Menentukan Titik Kesetimbangan
dB1
 k1 B1  a 1 I 1 B1
dt

(1)



dI 1
I 
 t1 1  1  I 1  b1 I 1 B1   I 2   I 1   1 F1 I 1
dt
L1 

dF1
 c1 I 1  1 F1
dt
dB2
 k2 B2  a 2 I 2 B2
dt

dI 2
I 
 t 2 1  2  I 2  b2 I 2 B2   I 1   I 2   2 F 2 I 2
dt
 L2 
dF2

 c 2 I 2   2 F2
dt

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Titik kesetimbangan dari model tekanan penduduk antar dua habitat dapat ditentukan
ketika tidak ada perubahan laju kepadatan habitat, pertumbuhan penduduk dan intensitas
usaha pengendalian penduduk, atau dapat dituliskan :

dB1 dI1 dF1 dB2 dI 2 dF2





0

dt
dt
dt
dt
dt
dt
Dari model di atas diasumsikan ada lima titik kesetimbangan, yaitu : E1 (0, 0, 0, 0, 0,
0), E2 (0, 0, I 1* , I *2 , F 1* , F *2 ), E3 (B 1* , B *2 , I 1* , I *2 , 0, 0), E4 (B 1* , B *2 , 0, 0, F 1* , F *2 ) dan E5
(B 1* , B *2 , I 1* , I *2 , F 1* , F *2 ). Jelas E1 dan E4 ada. Jadi E2 (0, 0, I 1* , I *2 , F 1* , F *2 ).

dF1
 0  c1 I 1  1 F1  0 
dt

F1 

1

c1 I 1


(7)

 I 
dI1
 0  t1 1  1  I1  b1I1B1   I 2   I1   1F1I1  0 (8)
dt
 L1 

 I 
cI
t1 1  1  I 1  b1 I 1 0   I 2   I 1   1 1 1 I 1  0
1
 L1 

Substitusi B1 = 0 dari (7) ke (8) diperoleh

 I 
c
 t11  1  I1   I 2   I1  1 1 I12  0


L
1
1


dF2
 0  c 2 I 2   2 F2  0 
dt

(9)

F2 

2

c2 I 2

(10)

4
Theresia Alex Rima

 I 
 0  t 2 1  2  I 2  b2 I 2 B2   I1   I 2   2 F 2 I 2  0
dt
 L2 

dI 2

(11)

Substitusi B2 = 0 dan persamaan (10) ke (11), diperoleh

 I 
c I
t 2 1  2  I 2  b2 I 2 0   I 1   I 2   2 2 2 I 2  0
2
 L2 
 I 
c
 t2 1  2  I 2   I1   I 2   2 2 I 22  0

L
2
2


 I 
 I 
c
 c
t1 1  1  I 1  t 2 1  2  I 2  1 1 I 12  2 2 I 22  0
1
2
 L2 
 L1 
c
 c
t
t
 t1I1  1 I12  t2 I 2  2 I 22  1 1 I12  2 2 I 22  0
1
2
L2
L1

(12)

Eliminasi (9) & (12) menghasilkan

t
t
 c 
 c
 t1 I 1  t 2 I 2   1  1 1  I 12   2  2 2
2
 L1 1 
 L2

 2
 I 2  0


(13)

Teorema 1. Berdasarkan persamaan (13), jika kondisi di bawah ini terpenuhi yaitu

t i Li i
dan
t i i   i c i Li
t
c
(ii). t i  i  i i ,  i=1,2
Li
i
*
(i). I i 

maka titik kesetimbangan E2 ada.

 E3 (B 1* , B *2 , I 1* , I *2 , 0, 0)

k
dB1
 0  k1 B1  a 1 I 1 B1  0  I 1  1
a1
dt

(14)

Substitusi (14) dan F 1 = 0 ke (8) diperoleh


k
k
k
k k
t1 1  1  1  b1 1 B1   I 2   1   1 .0. 1  0
a1
a1
a1
 a 1 L1  a1

k bk
 kt
  t1  1 1    1  1 1 B1   I 2  0
 a1L1  a1 a1

k
dB2
 0  k2 B2  a 2 I 2 B2  0  I 2  2
a2
dt

Substitusi (16) dan F 2 = 0 ke (11), diperoleh

(15)

(16)

5
Theresia Alex Rima

k

kt
bk
 t 2  2 2    2  2 2 B2   I 1  0
a 2 L2
a2
 a2


(17)

Substitusi (14) ke (17) diperoleh

k

k
kt
bk
 t 2  2 2    2  2 2 B2   1  0
a1
a 2 L2
a2
 a2


(18)

Substitusi (16) ke (15) diperoleh

k bk

k
kt
 t1  1 1    1  1 1 B1   2  0
a2
a 1 L1
a1
 a1


(19)

Eliminasi (18) dan (19) menghasilkan



k t k
bk
kt k bk
 t1  1 1  1  1 1 B1   t 2  2 2  2  2 2 B2  0
a 2 L2  a 2
a2
a 1 L1  a 1
a1



(20)

Teorema 2. Berdasarkan persamaan (20), jika kondisi di bawah ini terpenuhi yaitu

(i) a i Li  ki

(ii) t i 

dan

a i ki t i

,  i=1,2
ki a i Li

maka titik kesetimbangan E3 ada.

 E5 (B 1* , B *2 , I 1* , I *2 , F 1* , F *2 )
Substitusi persamaan (14) ke (7) diperoleh

F1 

c1 k1
1 a 1

(21)

Substitusi (14) dan (21) ke persamaan (8), diperoleh


k k
k
k
ck k
t1 1  1  1  b1 1 B1   I 2   1   1 1 1 1  0
a1
a1
1 a 1 a 1
 a 1 L1  a 1

 c k k b k
kt
  t1  1 1    1 1 1  1  1 1 B1   I 2  0
1a1  a1 a1
a1L1


(22)

Substitusi (16) ke (10) diperoleh
c k
F2  2 2
2a 2

(23)

Substitusi (16) dan (23) ke (11) diperoleh


k k
k
k
ck k
t 2 1  2  2  b2 2 B2   I 1   2   2 2 2 2  0
a2
a2
2a 2 a 2
 a 2 L2  a 2

k t
 c k k b k
  t 2  2 2    2 2 2  2  2 2 B2   I1  0
a 2 L2
2a 2  a 2 a 2


(24)

6
Theresia Alex Rima

Substitusi (14) ke (24) diperoleh


kt
 c k
 t 2  2 2    2 2 2
a 2 L2
2a 2


 k 2 b2 k 2
k
 
B2   1  0
a2
a1
 a2

(25)

Substitusi (16) ke (22) diperoleh


kt
k
 c k k bk
 t1  1 1    1 1 1  1  1 1 B1   2  0
a 1 L1
a1
a2
1 a 1  a 1


(26)

Eliminasi (25) & (26) menghasilkan


 c k
kt
 t 2  2 2  2 2 2
2a 2
a 2 L2


 k2 
 c k k b k
kt
bk
   t1  1 1  1 1 1  1  2 2 B2  1 1 B1  0 (27)
a 1 L1 1 a 1  a 1
a2
a1
 a2 

Dengan menggunakan simulasi pada software Maple diperoleh B1 dan B2 yang memenuhi
persamaan (27) yaitu

B1 
B2 

 1t1 k1 L1 a 1 a 2  1t1 k12 a 2  1  k2 L1a 12  1 k1 L1 a 2 a 1   1k12 L1 a 2 c1
1b1k1 L1a 2 a 1

  2 t 2 k2 L2 a 2 a 1   2 t 2 k22 a 1   2  k1 L2 a 22   2  k2 L2 a 2 a 1   2 k22 L2 a 1c 2
 2 b2 k2 L2 a 2 a 1

Teorema 3. Jika kondisi di bawah ini terpenuhi yaitu

(i) k1  a 1 L1 , k2  a 2 L2

(ii)  k1a 2 k2  a1

dan

maka titik kesetimbangan E5 ada.

Jadi titik kesetimbangan yang akan dianalisis kestabilannya adalah E5 (B 1* , B *2 , I 1* , I *2 , F 1* ,
*

F 2 ), dimana

B1* 
B2* 

 1t1k1 L1a1a 2  1t1k12 a 2  1  k2 L1a12  1 k1 L1a 2 a1   1k12 L1a 2 c1
,
1b1k1 L1a 2 a1

  2 t 2 k2 L2 a 2 a 1   2 t 2 k22 a 1   2  k1 L2 a 22   2  k2 L2 a 2 a 1   2 k22 L2 a 1c 2
,
 2 b2 k2 L2 a 2 a 1
I 1* 

4. Analisis Kestabilan

k1
,
a1

I 2* 

k2
,
a2

F1* 

1

c1 I 1

, dan F 2* 

2

c2 I 2

7
Theresia Alex Rima

Titik kesetimbangan yang akan dianalisis kestabilannya adalah E5. Pandang sistem
persamaan berikut :
dB1
dt
dB1
dt
dI 1
dt
dI 1
dt
dF1
dt
dF1
dt

 fˆ1  f1 ( B1 , B2 , I 1 , I 2 , F1 , F 2 )

 fˆ2  f 2 ( B1 , B2 , I 1 , I 2 , F1 , F 2 )
 fˆ3  f 3 ( B1 , B2 , I 1 , I 2 , F1 , F 2 )
 fˆ4  f 4 ( B1 , B2 , I 1 , I 2 , F1 , F 2 )
 fˆ5  f 5 ( B1 , B2 , I 1 , I 2 , F1 , F 2 )
 fˆ6  f 6 ( B1 , B2 , I 1 , I 2 , F1 , F 2 )

Anggap J adalah matriks Jacobi yang dapat ditulis dalam bentuk

J=

 fˆ1

 B1
 ˆ
 f 2
 B
1

 fˆ3

 B1
 fˆ
4

 B1
 ˆ
 f 5
 B
1

 fˆ6

 B1

fˆ1
B2
fˆ

fˆ1
I 1
fˆ

2

fˆ1
I 2
fˆ

2

fˆ1
F1
fˆ
2

fˆ1
F 2
fˆ

B2
fˆ

I 1
fˆ
4

I 2
fˆ

4

F1
fˆ
4

F 2
fˆ

I 1
fˆ

I 2
fˆ

F1
fˆ

F 2
fˆ

B2
fˆ

I 1
fˆ

2

3

3

B2
fˆ

I 1
fˆ

4

B2
fˆ
5

5

B2

I 1

6

6

I 2
fˆ
3

I 2
fˆ
5

I 2
6

F1
fˆ

F 2
fˆ
2

3

3

F1
fˆ

F 2
fˆ
4

5

5

F1

F 2

6

6

Nilai eigen dapat ditentukan dalam bentuk J  I  0  f ( ) .
fˆ1

B1
fˆ

B1
fˆ
2

fˆ1
B2
fˆ

B2
fˆ
2

B1
J  I 
fˆ
4

B2
fˆ

B1
fˆ

B2
fˆ

3

B1
fˆ
5

B1
6

3

B2
fˆ
4

5

B2
6



fˆ1
I 1
fˆ

I 1
fˆ
2

I 1
fˆ
3



I 1
fˆ
4

I 1
fˆ
5

I 1
6

Teorema 4. Jika kondisi di bawah ini terpenuhi yaitu

(i)   t 2 ,   t1 ,

(ii) k1  L1a1 , k2  L2 a 2 , dan
*
(iii) b2 I 2 B2 a 2  






















fˆ1
I 2
fˆ

2

fˆ1
F1
fˆ
2

fˆ1
F 2
fˆ

I 2
fˆ

F1
fˆ

F 2
fˆ

I 2
fˆ

F1
fˆ

3

I 2
fˆ
4

I 2
fˆ
5

I 2
6

F 2
fˆ
2

3



F1
fˆ

3

4

F1
fˆ
5

F1
6

0

F 2
fˆ
4



F 2
fˆ
5

F 2
6



8
Theresia Alex Rima

maka sistem akan stabil asimtotik, atau F 2* 

2

c2 I 2

5. Simulasi Numerik

a. Model I

b. Model II

c. Model III

Gambar 1. Berbagai Model Hasil Simulasi.
Model I diperoleh dengan mensubstitusi konstanta di bawah ini ke persamaan pertama yang
ada pada poin (2) di atas.
t1 = 0,01

L1 = 0,1k1 = 0,6 b1 = 0,7  1 = 0,3

 = 0,5 a1 = 0,2 c1 = 0,3  1 = 0,4

t2 = 0,02

L2 = 0.12

 = 0,5

a2 = 0,5 c2 =0,2

k2 = 0,9

b2 = 0,9  2 = 0,2

 2 = 0,5

dimana model sistem menjadi :

dB1
 0,6 B1  0,2 I 1 B1
dt

dI1
 0,01 1  10 I 1 I 1  0,7 I 1 B1  0,5 I 2  0,5 I 1  0,4 F1 I 1
dt
dF1
 0,3 I 1  0,3 F1
dt
dB2
 0,9 B2  0,5 I 2 B2
dt

9
Theresia Alex Rima

dI 2
 0,02 1  8,33 I 2 I 2  0,9 I 2 B2  0,5 I 1  0,5 I 2  0,5 F2 I 2
dt
dF2
 0,2 I 2  0,2 F2
dt
Dari Model I terlihat bahwa habitat 2 memiliki kualitas yang kurang baik bila dibandingkan
dengan habitat 1. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya laju pertumbuhan populasi 2, yaitu
(0,02), yang lebih besar bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan populasi 1 (0,01). Selain
itu, kualitas habitat ini juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatan, dimana yang kepadatan
habitat 2 lebih tinggi sebesar 0,5 bila dibandingkan dengan tingkat kepadatan populasi 1 yang
hanya sebesar 0,2 di mana akan berpengaruh terhadap tingkat kualitas suatu habitat.
Meskipun usaha perbaikan yang dilakukan terhadap habitat 2 cukup besar, hal ini tidak terlalu
berpengaruh karena laju pertumbuhan populasi yang tinggi. Proporsi populasi kedua habitat
yang bermigrasi sebanding/sama besar, dan hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kedua
habitat. Selain itu pengambilan syarat awal (t = 0) juga memiliki pengaruh. Di sini, syarat
awal yang di ambil adalah I1(0) =5, I2(0) = 10, B1(0) = 10, B2(0) = 9,36, F 1(0) =9, F 2(0) = 5.
Habitat 2, kepadatan yang ada hanya 9,36, populasi yang menempati habitat sebesar10,
dengan usaha perbaikan yang dilakukan hanya 5. Lain halnya dengan habitat 1 di mana yang
tersedia sebesar 10, sedangkan populasi awal yang menempati hanya sebesar 5, usaha
perbaikan yang dilakukan di awal sudah agak besar yaitu 9. Kestabilan sistem tecapai di
sekitar t = 30, dimana I1 = 3, I2 = 1,8, B1 = 2,41, B2 = 0,94, F 1 = 3, F 2 = 1,8. Jelas sekali bahwa
usaha perbaikan pada habitat 2 haruslah sangat besar agar kestabilan sistem tercapai.
Model II diperoleh dengan mensubstitusi konstanta di bawah ini ke persamaan pertama yang
ada pada poin (2) di atas.
t1 = 0,2

 = 0,4

L1 = 0,3

t2 = 0, 6 L2 = 0,1

 = 0,7 a2 = 0,7
a1 = 1

k1 = 1

b1 = 1

 1 = 0,02
 2 = 0,04

k2 = 1 b2 = 1
c1 = 1
c2 =1

1 = 0,07
 2 = 0,04

dimana model sistem menjadi :

dB1
 B1  I 1 B1
dt

dI1
 0,2 1  3,33 I 1 I 1  I 1 B1  0,7 I 2  0,4 I 1  0,02 F1 I 1
dt
dF1
 I 1  0,07 F1
dt
dB2
 B2  0,7 I 2 B2
dt
dI 2
 0,61  10 I 2 I 2  I 2 B2  0,4 I 1  0,7 I 2  0,04 F2 I 2
dt
dF2
 I 2  0,04 F2
dt

Dari Model II terlihat bahwa habitat 1 memiliki kualitas yang kurang baik bahkan hampir
rusak bila dibandingkan dengan habitat 2. Hal ini dipengaruhi oleh laju pertumbuhan populasi
1 yang sangat besar (0,6) bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan populasi 2 (0,2). Jadi
proporsi migrasi populasi 2 ke habitat 1 cukup besar yaitu 0,7 sedangkan proporsi migrasi

10
Theresia Alex Rima

populasi 1 hanya sebesar 0,4. Selain itu usaha perbaikan yang dilakukan pada habitat 2 untuk
menekan laju penduduk sebesar 0,04 yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan usaha
perbaikan yang dilakukan pada habitat 1 sebesar 0,02, dimana akan berpengaruh pada jumlah
populasi yang bermigrasi. Selain itu pengambilan syarat awal (t = 0) juga memiliki pengaruh.
Di sini syarat awal yang di ambil adalah I1(0) =10, I2(0) = 10, B1(0) = 2, B2(0) = 20, F 1(0) =9,
F 2(0) = 5. Habitat 2 yang ada 20 sedangkan populasi yang menempati habitat sebesar10,
usaha perbaikan yang dilakukan hanya 5. Lain halnya dengan habitat 1 di mana yang tersedia
hanya sebesar 2 sedangkan populasi awal yang menempati sebesar 10. Hal ini turut
mempengaruhi rusaknya habitat 1. Kestabilan sistem tecapai di sekitar t = 130, dimana I1 =
1,2, I2 = 1,3, B1 = 0,16, B2 = 9, F 1 = 14, F 2 = 35,1. Jadi terlihat bahwa untuk mencapai
kestabilan populasi 1 harus ditekan jumlahnya dengan usaha yang cukup besar, dan
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki habitat 1.
Model III diperoleh dengan mensubstitusi konstanta di bawah ini ke persamaan pertama yang
ada pada poin (2) di atas.
t1 = 0,01

L1 = 0,1

k1 = 0,6

t2 = 0,02

 = 0,09

L2 = 0.12

k2 = 0,9

 = 0,7

a1 = 0,2

c1 = 0,3

a2 = 0,5

c2 =0,2

b1 = 0,7

 1 = 0,5
 2 = 0,4

b2 = 0,9

1 = 0,2
 2 = 0,3

dimana model sistem menjadi :

dB1
 0,6 B1  0,2 I 1 B1
dt

dI1
 0,01 1  10 I 1 I 1  0,7 I 1 B1  0,7 I 2  0,09 I 1  0,5 F1 I 1
dt
dF1
 0,3 I 1  0,2 F1
dt
dB2
 0,9 B2  0,5 I 2 B2
dt
dI 2
 0,02 1  8,33 I 2 I 2  0,9 I 2 B2  0,09 I 1  0,7 I 2  0,4 F2 I 2
dt
dF2
 0,2 I 2  0,3 F2
dt
Dari Model III terlihat bahwa habitat 2 memiliki kualitas yang kurang baik bila dibandingkan
dengan habitat 1. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya laju pertumbuhan populasi 2 lebih besar
(0,02) bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan populasi 1 (0,01). Selain itu juga
dipengaruhi oleh tingkat kepadatan populasi 2 yang menempati habitat 2 lebih tinggi sebesar
0,5 bila dibandingkan dengan tingkat kepadatan populasi 1 yang hanya sebesar 0,2, dimana
hal ini berpengaruh terhadap tingkat kualitas suatu habitat. Proporsi migrasi populasi 2 yang
bermigrasi sebesar 0,7 sedangkan proporsi migrasi populasi 1 yang bermigrasi sebesar 0,09.
Hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kedua habitat, karena laju populasi 2 hanya 0,4
yang ditekan bila dibandingkan dengan besarnya penekanan pada laju pertumbuhan populasi
1 yang jauh lebih besar yaitu 0,5. Selain itu pengambilan syarat awal (t = 0) juga memiliki
pengaruh. Di sini syarat awal yang di ambil adalah I1(0) =3,5, I2(0) = 4, B1(0) = 5, B2(0) = 5,
F 1(0) = 0,9, F 2(0) = 0,5. Habitat 2 yang ada hanya 5 dengan populasi yang menempati habitat
sebesar 4, dengan usaha perbaikan yang dilakukan sangat kecil hanya 0,5. Lain halnya dengan
habitat 1 dimana yang tersedia sebesar 5, sedangkan populasi awal yang menempati hanya
sebesar 3,5 sedangkan usaha perbaikan yang dilakukan di awal sudah agak besar yaitu 0,9.

11
Theresia Alex Rima

Kestabilan sistem tecapai di sekitar t = 40, dimana I1 = 3, I2 = 1,8, B1 = 3,2, B2 = 1,5, F 1 = 4,5,
F 2 = 1,2. Jelas sekali bahwa usaha perbaikan pada habitat 2 haruslah ditingkatkan agar
kestabilan sistem tercapai.

6. Kesimpulan
Model dari efek perubahan habitat terhadap kelangsungan hidup spesies
dikembangkan menjadi model tekanan penduduk antar dua habitat dengan pola migrasi dan
pengendalian. Dari model tersebut diasumsikan terdapat titik kesetimbangan yang stabil
asimtotik dengan analisis kestabilan menggunakan aturan tanda Descartes sehingga diperoleh
keseimbangan kehidupan pada kedua habitat pada saat t   .
Jadi, model ini mampu menjelaskan kelangsungan kehidupan dalam suatu habitat
dengan adanya migrasi penduduk antar dua habitat dan upaya untuk mengendalikan laju
penduduk.

Daftar Pustaka
[1].

Deo, S.G. and Reghavendra, V., 1980, “Ordinary Differential Aquations and Stability
Theory”, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

[2].

Haberman, R., 1987, “Mathematical Models: An Introduction to Applied Mathematics”,
Prentice-Hall Inc., New York.

[3].

Shukla, J.B., Dubey, B., Freedman, H.I., 1996, “Effect of changing habitat on survival
of species”, Journal of Ecological Modelling, Departement of Mathematics, Indian
Institute of Technology, Kanpur-208016, India.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65