Pertumbuhan Produksi Ekspor Impor Konsum (1)

Produksi Jagung Indonesia

Jagung-sweet corn (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah
dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk
beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam
sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat
tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku
industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa,
yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Pada tahun 2009 Indonesia mampu memproduksi jagung sebesar 17.629.748. Pada
tahun 2010 Indonesia mengalami peningkatan produksi menjadi sebesar 18.327.636. Tahun
2011 mengalami penurunan menjadi 17.643.250 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan
pula hingga mencapai 19.387.022. Namun untuk 2013 Indonesia mengalami penurunan
produksi lagi hingga mencapai angka 18.510.435.
Jika dilihat secara umum produktivitas jagung di Indonesia dari tahun 2009 hingga
tahun 2014 terus mengalami fluktuasi di setiap daerah. Fluktuasi ini disebabkan oleh banyak
hal. Faktor intern dan juga factor ekster. Factor intern masing-masing daerah berbeda satu sama
lain. Sebagai contoh adalah kondisi masing masing wilayah yang memiliki keunikan dan

kondisi geografis. Seperti terlihat dalam table yang terlampir bahwa letak goegrafis wilayah
sangat menentukan produktivitas komoditas jagung. Sebagai contoh Jawa Timur dengan DKI
Jakarta, DKI Jakarta merupakan derah ibu kota Negara yang hamper tidak terdapat lahan yang
mampu untuk ditanami jagung. Dari seluruh wilayah di Indonesia, DKI Jakarta merupakan
wilayah yang produktivitas nya paling rendah.
Naik turunnya produksi jagung secara umum ini pun juga dipengaruhi oleh berbagai
alasan dan factor. Kenaikan yang terjadi pada produktifitas jagung salah satunya diakibatkan
harga jagung impor naik akibat pasokan yang ketat menyusul kegagalan panen di amerika
serikat dan argentina. Akibatnya pengusaha industry makanan berbahan dasar jagung dan juga
pengusaha pakan ternak lebih tertarik untuk menggunakan dan membeli jagung local. Dari situ
petani mulai tertarik untuk menanam jagung kembali.
Penurunan produktivitas sendiri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah petani enggan menanam komoditas itu karena harga jual yang berfluktuasi besar yang

disebabkan impor jagungyang tidak terjadwal. Akibatnya, dalam beberapa tahun terakhir ini
sebagian besar petani menanam jagung sebagai tanaman sambilan atau sela dan sebagai
tanaman pelindung sementara seperti di kebun sawit yang baru dibuka atau ditanam. Bahkan
sebagian besar petani sudah tidak lagi menanam jagung namun menanam tanaman holtikultura
seperti cabai dan bawang, bahkan jika areal cocok, petani menggunakan lahannya untuk areal
tanaman kopi ataupun kelapa sawit (kususnya daerah Sumatra).

Selain factor dilemmanya petani dalam penggunaan lahannya sendiri, banyak lahan
juga yang dialih fungsikan dengan berbagi alasan. Banyak lahan pertanian yang memang
dialihfungsikan untuk kebutuhan perumahan dan bangunan lainnya. Masalah ini merupakan
masalah yang paling berat untuk saat ini. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
membutuhkan lahan untuk tempat tinggal, namun di sisi lain dengan bertambahnya jumlah
penduduk secara otomatis pun kebutuhan akan pangan juga meningkat.

Tabel 1. Produksi jagung di Indonesia 2009-20132)

Sumber
Keterangan

: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
: 1) Kualitas produksi pipilan kering
2)
Angka Ramalan II

Cadangan atau Kesediaan Jagung di Indonesia
Tabel 2. cadangan jagung di Indonesia tahun 2009 – 2014


Data ketersediaan jagung menurut Neraca Bahan Makanan adalah merujuk pada
keluaran dengan wujud jagung pipilan kering. Komponen penyediaan jagung terdiri dari
produksi jagung ditambah dari impor, kemudian dikurangi ekspor dan perubahan stok
pada tahun yang bersangkutan. Ketersediaan data produksi jagung saat ini adalah hingga
tahun 2012 (ASEM), kemudian dilakukan prediksi untuk tahun 2013.
Penyediaan jagung basah di Indonesia seluruhnya bisa dipasok dari produksi dalam
negeri, walaupun ada realisasi impor namun dalam kuantitas yang sangat kecil, demikian
pula realisasi ekspornya. Produksi jagung basah dari tahun 2009 hingga 2011 (angka
sementara) menunjukkan pola berfluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan
dengan rata-rata sebesar 13,18% per tahun. Produksi jagung basah pada tahun 2009
mencapai 320 ribu ton dan meningkat menjadi 528 ribu ton pada tahun 2010, kemudian
mengalami penurunan lagi menjadi 458 ribu ton pada tahun 2011. Selama periode tahun
2009 dan 2011tersebut terdapat realisasi ekspor jagung basah yang dilakukan oleh
Indonesia dalam kuantitas yang relatif kecil hanya sebesar 1 ribu ton. Demikian pula
realisasi impor jagung basah pada tahun 2009 dan 2011 hanya sebesar 1 ribu ton. Dengan
kondisi tersebut, maka penyediaan jagung basah relatif sama dengan angka produksinya,
yakni masing-masing menjadi sebesar 320 ribu ton pada tahun 2009, kemudian naik
menjadi 528 ribu ton pada tahun 2010 dan menjadi 458 ribu ton pada tahun 2011. Dengan

menggunakan asumsi tersebut maka produksi jagung basah pada tahun 2012 diprediksikan

menjadi sebesar 402 ribu ton kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2013 dan
2014 masing-masing menjadi sebesar 416 ribu ton dan 431 ribu ton. Dengan asumsi
bahwa besarnya ekspor dan impor jagung basah masih sama dengan tahun sebelumnya
dan tidak ada stok jagung basah maka besarnya penyediaan jagung basah pada tahun
2012 – 2014 sama dengan besarnya produksi pada tahun tersebut.
Cadangan atau ketersediaan cenderung dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat.
Penggunaan jagung basah menurut data Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah diolah dalam
industri bukan makanan dan sisanya merupakan bahan yang tersedia untuk dikonsumsi
menjadi bahan makanan. Dalam Badan Pusat statistic penghitungan konsumsi dihitung datam
model bahan yang siap makan dan pipilan. Jumlah jagung pipilan yang siap digunakan sebagai
bahan makanan pada tahun 2009 mencapai 12,51 juta ton dan kemudian terus mengalami
peningkatan hingga menjadi 13,59 juta ton pada tahun 2011. Pada tahun-tahun berikutnya,
penggunaan jagung pipilan untuk bahan makanan.
Pada tahun 2009 ketersediaan jagung basah sebesar 0,69kg/kapita yang kemudian
meningkat menjadi 1,03 kg/kapita pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 kembali
mengalami penurunan menjadi sebesar 0,69 kg/kapita. Ketersediaan jagung basah pada
periode 2012 – 2014 diprediksikan berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan
dengan rata-rata sebesar 13,61%. Pada tahun 2012, ketersediaan per kapita jagung basah
diprediksikan sebesar 0,72kg/kapita, kemudian meningkat menjadi 0,99 kg/kapita pada
tahun 2013 dan sedikit menurun menjadi 0,98 kg/kapita pada tahun 2014.


Pertumbuhan Eksport dan Import Jagung Indonesia
Tabel 3. Ekspor jagung Indonesia 1991-2012
Market Year
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006

2007
2008
2009
2010
2011
2012

Exports
145
81
35
60
37
20
559
144
29
90
19
19

41
46
42
79
91
101
37
12
40
25

Unit of Measure
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)

(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)

Growth Rate
417.86 %
-44.14 %
-56.79 %
71.43 %

-38.33 %
-45.95 %
2,695.00 %
-74.24 %
-79.86 %
210.34 %
-78.89 %
0.00 %
115.79 %
12.20 %
-8.70 %
88.10 %
15.19 %
10.99 %
-63.37 %
-67.57 %
233.33 %
-37.50 %

Berdasarkan tabel 3, Ekspor jagung Indonesia yang paling besar terjadi pada tahun 1997

yaitu sebesar 559.000 MT, atau mengalami pertumbuhan yang sangat mencolok yaitu sebesar
2.695% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai nilai ekspor sebesar
20.000 MT. Selanjutnya ekpor jagung yang besar juga terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar
144.000 MT, meskipun sebenarnya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ekspor
jagung Indonesia pada ahun 1998 justru mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu sebesar
74,24%. Begitu juga dengan tahun berikutnya yang hanya berkisar pada 19.000 MT sampai
dengan 91.000 MT. Pada tahun 2008, ekspor jagung Indonesia sekali lagi menembus angka
seratus ribu, meskipun tipis yaitu sebesar 101.000 MT. Akan tetapi pada tahun berikutnya lagi,
ekspor Indonesia untuk komoditas jagung kembali mengalami penurunan hingga pada tahun
2012 ekspor jagung Indonesia hanya bisa mencapai 25.000 MT.

Tabel 4. Impor Jangung Indonesia 2009-2012
Market Year
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997

1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Imports
228
357
1082
1736
842
895
516
455
1229
1280
1149
1633
1436
541
1443
1069
294
317
1321
3041
1500
1500

Unit of Measure
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)
(1000 MT)

Growth Rate
68.89 %
56.58 %
203.08 %
60.44 %
-51.50 %
6.29 %
-42.35 %
-11.82 %
170.11 %
4.15 %
-10.23 %
42.12 %
-12.06 %
-62.33 %
166.73 %
-25.92 %
-72.50 %
7.82 %
316.72 %
130.20 %
-50.67 %
0.00 %

Tidak berbeda jauh dengan ekspor jagung, Impor jagung Indonesia sebagaimana
disajika dalam tabel 4. juga menenjukkan gejala fluktuasi tetapi tidak setajam yang ditunjukkan
oleh data ekspor (tabel 3). Impor jagung Indonesia dilakukan dalam jumlah yang cukup besar,
dimana puncaknya terjadi pada tahun 2010 yang berhasil mecapai angka 3.041.000 MT, atau
mengalamipertumbuhan sebesar 130,2% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
hanya bisa mencapai 1.321.000 MT. Sedangkan impor jagung yang paling kecil terjadi pada
tahun 1991 yaitu dengan angka impor jagung Indonesia yang hanya sebatas 228.000 MT.

Konsumsi Jagung Indonesia
Jagung merupakan salah satu makanan pokok yang keberadaannya tidak bisa
dihilangkan dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Bahkan di beberapa daerah jagung telah
menjadi makanan pokok masyarakat, baik itu dicampur dengan beras/nasi maupun dijadikan
semacam bubur. Selain sebagai bahan makan pokok, permintaan jugung juga digunakan
sebagai pakan ternak khususnya unggas.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 – 2013,
sebagian besar permintaan jagung terdiri dari jagung basah berkulit dan jagung pipilan. Untuk
jagung basah berkulit dari rentang waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2013rata-rata
pertumbuhan konsumsi per kapita mengalami peningkatan yang masih terbilang tipis yaitu
sebesar 2,08 persen. Dimana permintaan tertingginya terjadi pada tahun 2010 dengan rata-rata
permintaan per kapita sebesar 0,939 kg. Dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi
0,626 kg per kapita, dan pada 2012 sampai 2013 menjadi 0,574 kg per kapita.
Tabel 5. Konsumsi Rata-rata per Kapita Bahan Makanan Jagung di Indonesia, 20092013
Bahan

Satuan

Rata-rata

Tahun

Makanan

Pertumbuhan
2009

Jagung

2010

2011

2012

2013

Kg

0,626

0,939

0,626

0,574

0,574

2 , 08

Kg

1,825

1,564

1,199

1,512

1,304

-6 , 33

Basah
Berkulit
Jagung
Pipilan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 – 2013
Sedangkan untuk rata-rata pertumbuhan konsumsi jagung pipilan justru mengalami
penurunan yaitu sebesar 6,33 persen. Dimana tingkat konsumsi rata-rata untuk jagung pipilan
per kapita terjadi pada tahun 2009 sebesar 1,825 kg per kapita. Dan terus mengalami penurunan
sampai menjadi 1,199 kg per kapita pada tahun 2011. Pada tahun 2012 sempat mengalami
peningkatan menjadi 1,512 kg per kapita yang meskipun pada tahun 2013 kembali menurun
menjadi 1,304 kg perkapita.

Rata-Rata Konsumsi Jagung Indonesia
2009-2013
Jagung Basah Berkulit

Jagung Pipilan

2
1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 – 2013 (telah diolah)
Gambar 1. Konsumsi Rata-rata per Kapita Bahan Makanan Jagung di Indonesia, 2009-2013