KONSUMSI PRODUK FASHION KATEGORI AFFORDA (1)

KONSUMSI PRODUK FASHION KATEGORI AFFORDABLE LUXURY
OLEH KONSUMEN MEREK ASLI SEKALIGUS MEREK IMITASI PADA
GENERASI Z
Disusun guna memenuhi Tugas Akhir mata kuliah Perekonomian Indonesia

Disusun oleh :

ZELIKA DEWI FORTUNA
F0114097

EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

1

ABSTRAK
Industri fashion adalah industri yang sangat dinamis. Pada industri
ini,terutama pada kelompok high fashion brand,investasi yang dikeluarkan bertujuan

untuk membangun brand yang eksklusif dan memiliki prestis yang tinggi. Berlatar
belakang dari semakin berkembangnya industri fashion mewah baik asli maupun
imitasi di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi barang
fashion mewah dan imitas pada generasi Z. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, yang mana metode tersebut bersifat deskriptif dan menggunakan analisis
fakta yang ditemukan di lapangan. Fokus dari metode tersebut adalah penelaah
langsung dengan masalah tersebut. Factor pendorong mereka mengonsumsi barang
fashion mewah ini adalah rasa percaya diri dan nyaman ketika memakainya,rasa
kepuasan,kesukaan pada barang tersebut,bangga,brand loyalty, pandangan hidup dari
konsumen,dan untuk menciptakan identitas social dari masing-masing individu
tersebut. Seluruh alasan para konsumen generasi Z dalam mengonsumsi barang
fashion

mewah

saya

ringkas

menjadi


sebuah

istilah

yaitu

“kebutuhan

social”.Kebutuhan sosial menjadi salah satu kebutuhan penting saat ini. Alasan
emosional lebih diutamakan dibanding alasan rasional dalam memenuhi kebutuhan
sosial pada segmentasi gaya hidup generasi Z.Hal ini karena konsumen
mengasumsikan bahwa dengan adanya pembayaran lebih diharapkan secara fungsi
sudah terpenuhi, sehingga manfaat emosional,kebutuhan social dan manfaat gaya
hiduplah yang lebih diutamakan. Dalam mengonsumsi barang imitasi,generasi Z
dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Dengan adanya ketiga kategori diatas tidak
mengherankan bahwa saat ini semakin banyak barang-barang fashion imitasi yang
mudah kita temui di pasaran.
KATA KUNCI :produk fashion mewah,produk fashion imitasi,generasi
z,konsumsi


2

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Industri fashion adalah industri yang sangat dinamis. Pada industri
ini,terutama pada kelompok high fashion brand,investasi yang dikeluarkan bertujuan
untuk membangun brand yang eksklusif dan memiliki prestis yang tinggi. Namun,
semakin tinggi investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk meningkatakan prestis
brand yang mereka usung,maka akan semakin tinggi kemungkinan pemalsuan pada
brand tersebut. Hal ini terjadi karena karakteristik produk itu sendiri,yaitu produk
tersebut haruslah terkenal namun tidak mudah diakses oleh masyarakat umum.
Hubungan yang berlawanan arah antara popularitas dan accesbility

tersebut

menimbulkan terjadinya pemalsuan (counterfeiting)( Commuri 2009 dalam
Anggraheni 2012).
Segmen pakaian dan pasar fashion di Indonesia terus berkembang secara
signifikan dari waktu ke waktu, hal ini memungkinkan konsumen untuk tampil dan

merasa lebih trendi dengan gaya yang berbeda-beda satu sama lain. Bagi beberapa
konsumen,tujuan tampil fashionable dengan mengenakan produk fashion bermerek
adalah untuk memperoleh kepuasan dan pengalaman yang menyenangkan. Produkproduk fashion beremerek cenderung diciptakan untuk untuk menawarkan rasa
bangga pada mereka yang menggunakannya,terutama bagi para konsumen yang yang
termasuk dalam fashion conscious consumers,dimana mereka menyadarai bahwa
produk fashion yang mereka gunakan diciptakan oleh produsen fashion papan atas.
Menurut Juggessur (2011) yang dikutip oleh Anngraheni (2012) fashion
adalah bagian dari kehidupan social seseorang yang

memungkinkan konsumen

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Sehingga fashion merupakan sebuah
fenomena yang membawa pada arti dan pilihan konsumsi tertentu,memungkinkan

3

konsumen untuk memilih berbagai pilihan alternative,mulai dari merk desainer
mewah dan atau merek imitasi (counterfeit).
Dewasa ini,alasan konsumen dalam membeli produk fashion adalah karena
dapat menciptakan prestige kepada pemakaiannya berdasarkan symbol merek yang

dikenakan (Nia & Zaichkowsky, 2000 dalam Anngraheni 2012). Banyak konsumen
menggunakan produk fashion bermerek sebagai salah satu cara dalam menciptakan
identitas. Proses konsumsi tersebut umumnya mengandung arti sosial. Karenanya
tidak jarang konsumen rela membeli produk fashion mewah demi membangun status
sosial tertentu.
Dahulu, produk fashion beremerek yang dipalsukan adalah yang termasuk
dalam kategori barang-barang mewah dengan harga mencapai puluhan juta rupiah
dan hanya ditargetkan untuk menjangkau satu sampai dua persen populasi
(Sirverstein dan Fisk,2005 dalam Csaba ,2008),namun saat ini barang-barang yang
dipalsukann semakin merambah ke level di bawahnya.
Di Indonesia sendiri, barang-barang tiruan dari produk fashion bermerek
dikenal dengan sebutan barang KW. Barang KW telah membanjiri pasar produk
fashion di negeri ini. Semakin seringnya merek-merek imitasi tersebut terekspos
,yang diiringi dengan aksesbilitas yang semakin mudah,tentunya akan sangat
mempengaruhi kebiasaan dan pola perilku konsumen saat ini.
Produk imitasi (counterfeit products) diartikan sebagai produk yang secara
illegal telah diduplikasi agar telihat identic dengan produk asli (Ha & Lennon, 2006
dalam Anuggraheni 2012). Sering dijumpainya produk-produk fashion bermerek
imitasi menyebabkan konsumen terkadang tidak dapat membedakan antara merek
tiruan dengan merek asli.Namun perlu diperhatikan pula,bahwa kenyataanya

,umumnya masyarkat mengetahui keberadaan barang imitasi tersebut, dan dengan
sadar melakukan pembelian (Nia&Zaichkowsky,2000 dalam Anggraheni 2012).

4

Berlatar belakang dari semakin berkembangnya industri fashion mewah baik
asli maupun imitasi di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi
barang fashion mewah dan imitas pada generasi Z.
2.

RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana konsumsi barang fashion mewah pada generasi Z ?
b. Bagaimana konsumsi barang fashion mewah imitasi pada generasi Z ?

3.

TUJUAN
a. Untuk mengetahui konsumsi barang fashion mewah pada generasi Z.
b. Untuk mengetahui konsumsi barang fashion mewah imitasi pada generasi Z.


5

LANDASAN TEORI
1. KONSUMSI
Mengutip Alam (2007) dalam Poh (2011), dalam pengertian ilmu
ekonomi, konsumsi ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan faedah suatu benda (barang dan

jasa) dalam rangka

pemenuhan kebutuhan. Tujuan utama dari sebuah kegiatan konsumsi adalah
untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup secara langsung . Menurut Kotler
dan Amstrong (2004) dalam Poh (2011),

ada

dua

faktor


dasar yang

mempengaruhiperilaku konsumen yaitu faktor eksternal (keluarga, kelas
sosial, kebudayaan, dan kelompokreferensi) dan faktor internal (motivasi,
persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian, dan pembelajaran
2. PRODUK FASHION MEWAH DAN IMITASINYA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,mewah berarti serba berlebih
(biasanya tentang barang dan cara hidup yang menyenangkan).Barang yang
indah dan mahal sekali. Luxury atau kemewahan adalah obyek dari keinginan
yang memberikan kenikmatan. Sebagai barang atau jasa yang tidak esensial,
objek ini berkontribusi terhadap hidup mewah dengan menyediakan
indulgensi atau kenyamanan di luar batas minimum yang sangat diperlukan
(Wiedman, Hennigs dan Siebels, 2007 dalam Puspitosari, 2013). Jackson
(2004) mendefinisikan luxury fashion brand ditandai dengan eksklusivitas,
harga premium, citra dan status, yang digabungkan untuk membuat mereka
diinginkan untuk alasan lain selain fungsinya .
Seiring dengan berkembangnya konsep luxury,maka munculah istilah
affordable luxury,mass luxury,dan premium fashion brands. Konsep
affordable luxury yang dapat didefinisikan sebagai produk yang lebih dapat
diakases daripada old luxury goods,tetapi lebih terbatas dibandingkan mass

market goods yang konvensional. Sedangkan old luxury sendiri adalah
mengenai nilai eksklusif sebuah produk dan memasang harga di mananya satu

6

sampai dua persen konsumen yang mampu membelinya (Sirversteiin dan
Fiske ,2005 dalam Angraaheni 2012).
Dewasa ini,produk fashion yang dipalsukan bukan hanya merek-merek
papan atas dunia,namunn juga meramabah ke produk-produk yang berada satu
tingkat

dibawahnya,

hal

ini

menyebabkan

konsep


berkembang. Factor-faktor yang menyebabkan adalah

luxury

semakin

bertumbuhnya

kemakmuran masyrakat,semakin banyaknya brand yang semakin diakui dan
dikenal secara global,dan pesatnya perkembangan digital yang mengakibatkan
akses ke produk fashion mewah semakin mudah dan switching costs yang
lebih rendah (Angggraheni 2012).
3. GENERASI Z
Dalam teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada
5 generasi, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964, (2) Generasi
X, lahir 1965-1980, (3) Generasi Y, lahir 1981-1994. Generasi Z, lahir 19952010, dan (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Generasi Z (disebut juga
iGeneration, Generasi Net, atau Generasi Internet) terlahir dari generasi X
dan Generasi Y. Sejak kecil, mereka sudah mengenal (atau mungkin
diperkenalkan) dan akrab dengan berbagai gadget yang canggih , yang secara

langsung atau pun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan
perilaku dan kepribadiannya.
Pada tahun ini,masyarakat yang termasuk dalam generasi Z adalah
mereka yang berumur 6-21 tahun. Kelompok usia tertua pada generasi Z
adalah mahasiwa tingkat akhir,telah memasuki dunia kerja,bahkan ada pula
yang telah menikah.
4. PENELITIAN TERDAHULU
a. Penelitian mengenai konsumsi barang fashion mewah pernah di lakukan
oeh Giovannini (2014) dengan meneliti konsumsi barang fashion mewah
pada generasi Y di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini adalah kesadaran

7

diri dan harga diri adalah dua faktor utama yang mempengaruhi konsumsi
barang fashion mewah pada generasi Y di Amerika Serikat.
b. Peneitian sebelumnya pada tahun 2011 di China menghasilkan temuan
bahwa perilaku masyarakat Tiongkok dalam membeli barang fashion
branded sangat dipengaruhi oleh gaya hidup dan juga nilai yang dilihat
konsumen dari barang tersebut. Selain itu, pengalaman pembelian
konsumen terhadap barang fashion branded asli maupun palsu juga
memengaruhi pembelian mereka selanjutnya. Sebagian besar perilaku
memalsukan barang bermerek dilakukan karena ingin mendapat gengsi
yang sama dari menggunakan barang bermerek dengan biaya yang lebih
murah atau cara lebih mudah. Bagi konsumen yang pernah membeli
barang mewah baik asli maupun palsu ,aspek terpenting yang
mempengaruhi willingness to pay-nya adalah practicality lifestyle .
Konsumen pada kelompok ini tidak terlalu mepedulikan keaslian merek
dan hanya mempedulikan seberapa praktis barang tersebut. Untuk
konsumen yang hanya membeli barang fashion mewah asli nilai
social/emosional dari barang dan juga nilai utilitarinya berpengaruh
terhadap willingness to pay mereka. namun,interaksi antara practicality
lifestyle dan perceived economic velue juga terbukti signifikan dalam
mempengaruhi practicality lifestyle kelompok ini (Guoxin,2011)
c. Penelitian yang hampir sama dilakukan di Jakarta untuk menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi barang fashion mewah. Dari
penelitian ini didapatkan hasil bahwa yang mempengaruhi attitude atau
sikap konsumen terhadap pembelian barang-barang luxury fashion, adalah
brand consciousness, materialism, dan fashion involvement, sedangkan
social comparison dan fashion innovativeness tidak berpengaruh terhadap
attitude atau sikap terhadap pembelian barang-barang luxury fashion. Hal
ini berarti konsumen tidak terlalu memperhatikan gaya busana orang lain
dan kurang mengikuti tren fashion karena lebih memilih berpakaian untuk
8

kenyamanan. Attitude atau sikap terhadap pembelian barang-barang
luxury fashion terbukti berpengaruh terhadap purchase intention atau
intensi pembelian barang-barang luxury fashion. Hal ini berarti faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan sikap terhadap pembelian
barang-barang

luxury

fashion

(Puspitosari,2012).

9

harus

mendapat

perhatian

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang mana metode tersebut
bersifat deskriptif dan menggunakan analisis fakta yang ditemukan di lapangan.
Fokus dari metode tersebut adalah penelaah langsung dengan masalah tersebut.
Karena penelitian tersebut bersifat analisis fakta yang ditemukan di lapangan,
maka data yang menjadi dasar olahan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung oleh penulis. Data primer dapat diperoleh melalui wawancara dengan para
generasi Z.
Alasan peneliti dalam menggunakan penelitian kualitatif dalam penelitian ini
karena penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang menekankan
pada aspek pemahaman dalam suatu masalah. Pendekatan kualitatif membahas
mengenai berbagai kondisi sosial tertentu hal ini dilakukan dengan cara
mendeskripsikan kenyataan secara fakta dan mendalam, serta menggunakan metode
pengumpulan data yang kemudian dianalisis secara relevan. Kemudian dalam
penelitian ini untuk membuat gambaran terhadap masalah-masalah serta dalam
membuat penjelasan terhadap masalah tentang fenomena yang ditemukan peneliti
menggunakan pendekatan deskriptif.
Dalam menggunakan metode kualitatif hal utama yang harus dilakukan yaitu
pengumpulan data yang menjadi prosedur sistematis untuk memperoleh data yang
dibutuhkan. Teknik pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu observasi yang
mana peneliti terjun langsung ke wilayah penelitian serta memperoleh informasi
langsung dari masyarakat sekitar dengan interaksi yang dilakukan. Dalam teknik
observasi peneliti mengamati tentang kejadian yang terjadi dengan atlet merasa tidak
sedang diamati.
Lalu teknik kedua yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu wawancara
dimana dalam hal ini peneliti melakukan suatu usaha guna menggali informasi yang
lebih mendalam dalam sebuah kajian dari sumber relevan yang didapat dari sebuah
pendapat, pikiran, kesan maupun kesan. Dalam teknik wawancara ini dilakukan
interaksi secara alamiah sehingga peneliti lebih bebas dalam menggali informasi

10

terhadap narasumber yang telah ia kenal sehingga percakapan antara peneliti dan
narasumber dapat mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Hal terpenting
dalam teknik wawancara yaitu pemilihan narasumber dimana narasumber diharapkan
memiliki pengetahuan dan lebih mengetahui informasi yang diperlukan. Selain itu
diperlukan beberapa alat bantu seperti note, alat perekam suara dan kamera dimana
hasil dari dalat bantu tersebut dapat dijadikan bukti dalam hasil wawancara. Dalam
melakukan penelitian kualititif dilakukan peneliti sejak sebelum memasuki lapangan,
selama peneliti dilapangan dan setelah selesai terjun dilapangan. Hal tersebut
dilakukan guna hasil analisis sejak sebelum memasuki lapangan akan berpengaruh
terhadap proses penelitian selanjutnya.
Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan teknik analisis data,
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifiaksi. Tahapan
reduksi data sampai kepada tahapan verifikasi merupakan

proses yang sudah

terangkum penyusunan satuan dan kategorisasi data. Reduksi data merupakan suatu
proses merangkum dimana dalam proses ini dilakukan dengan cara pemilihan,
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang telah didapat selama
penulis melakukan observasi dilapangan. Proses reduksi data ini dilakukan oleh
peneliti secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk menghasilkan catatancatatan inti dari data yang diperoleh dari hasil penggalian data. Sehingga dalam
reduksi data dapat dianalisis data yang harus digunakan ataupun data yang tidak
diperlukan dengan cara sedemikian rupa sehingga didapatkan kesimpulan yang
relevan. Sehingga tujuan penelitian tidak hanya untuk menyederhanakan data tetapi
juga untuk memastikan data yang diolah itu merupakan data yang tercakup dalam
penelitian.
Teknik analisis data yang kedua yaitu penyajian data. Penyajian data
merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan serta langkah apa yang harus dilakukan oleh peneliti
selanjutnya. Dalam penyajian data ini dilakukan dengan menyajikan sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
Hal ini dilakukan dengan alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian

11

kualitatif biasanya berbentuk naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan tanpa
mengurangi isinya. Sehingga peneliti dapat memahami apa yang sedang terjadi serta
langkah apa yang harus dilakukan.
Teknik analisis data yang terakhir yaitu penarikan kesimpulan/verifikasi. Pada
bagian ini peneliti menulis kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh. Kegiatan
ini bertujuan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari
hubungan, persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan bisa dilakukan dengan
cara membandingkan kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna
yang terkandung dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut. Kesimpulankesimpulan juga diverifikasi selama peneliti melakukan penelitian dengan menguji
makna-makna yang muncul dari data yang diperoleh sehingga didapatkan kebenaran
dan kegunaannya.

12

PEMBAHASAN

Dalam teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada 5
generasi, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964, (2) Generasi X, lahir
1965-1980, (3) Generasi Y, lahir 1981-1994. Generasi Z, lahir 1995-2010, dan (5)
Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Generasi Z (disebut juga iGeneration, Generasi
Net, atau Generasi Internet) terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Sejak kecil,
mereka sudah mengenal (atau mungkin diperkenalkan) dan akrab dengan berbagai
gadget yang canggih , yang secara langsung atau pun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan kepribadiannya.
Pada tahun ini,masyarakat yang termasuk dalam generasi Z adalah mereka
yang berumur 6-21 tahun. Kelompok usia tertua pada generasi Z adalah mahasiwa
tingkat akhir,telah memasuki dunia kerja,bahkan ada pula yang telah menikah.
Di Indonesia sendiri,jumlah penduduk yang termasuk dalam kelompok umur
genrasi Z cukuplah besar dibandingkan generasi lainnya.Secara lebih rinci,proporsi
penduduk yang mencerminkan Generasi Z dapat dijelaskan mealui table berikut :

13

Gambar 1. Piramida Penduduk Indonesia
Generasi Z di Indonesia masih menjadi proporsi yang cukup besar dari total
jumlah penduduk Indonesia. Generasi Z merupakan keompok konsumen yang sangat
atraktif bagi pemasar. Ada tantangan sekaligus kesempatan yang besar dalam usaha
memenuhi wants dan needs mereka. Selain itu generasi Z adalah mereka yang akan
meneruskan roda perekonomian bangsa setelah generasi Y tidak produktif lagi.
Karenanya generasi Z ini merupakan kelompok konsumen yang sangat penting untuk
diteliti untuk kemudian dipahami secara mendalam.
Dekatnya generasi Zdengan dunia digital juga mempengaruhi konsumsi
barang fashion mewah baik yang asli maupun imitasi. pesatnya perkembangan digital
yang mengakibatkan akses ke produk fashion mewah semakin mudah dan switching
costs yang lebih rendah (Angggraheni 2012). Inilah mengapa saat ini para generasi Z
lebih mudah memperoleh barang-barang fashion mewah kategori affordable luxury.
Konsep affordable luxury yang dapat didefinisikan sebagai produk yang lebih dapat
diakases daripada old luxury goods,tetapi lebih terbatas dibandingkan mass market
goods yang konvensional. Merek -merek yang termasuk dalam kategori ini adalah
Nike,New Balance,Adidas,Converse,Vans, Charles&Keith dan lain sebagainya.
Bagi banyak kalangan, membeli dan memiliki produk fashion mewah adalah
sebuah kebutuhan mutlak. Tidak sedikit orang yang tak mempermasalahkan harga
selangit untuk membayar prestise dan kepuasan pribadi. Berdasarkaan hasil
wawancara dengan beebeerapa narasumber,mereka rela mengeluarkan uang mulai
dari Rp1.000.000,00-Rp5.000.000,00 rupiah untuk membeli produk fashion mewah
yang mereka inginkan. Kebanyakan dari para narasumber membli produk fashion
mewah mengeluarkan uang selangit untuk membeli produkdari Nike.
Lalu

saya

mengheluarkan

juga

uang

menanyakakn

sebanyak

itu

keapada

padahal

narasumber,mengapa

dengan

harga

rela

Rp.200.000,00-

Rp.300.000,00 bisa memperoleh barang dengan fungsi dan kualitas yang hampir

14

sama. Dari pertanyaaan tersebut diketahui bahwa alasan para generasi Z dalam
mengkonsumsi barang fashion mewah bukan karena pendapatan mereka yang tinggi
atau alasan-alasan lain yang sering dimuat dalam teori ekonomi,yang menjadi factor
pendorong mereka mengonsumsi barang fashion mewah ini adalah rasa percaya diri
dan

nyaman

ketika

tersebut,bangga,brand

memakainya,rasa
loyalty,

pandangan

kepuasan,kesukaan
hidup

dari

pada

konsumen,dan

barang
untuk

menciptakan identitas social dari masing-masing individu tersebut. Seluruh alasan
para konsumen generasi Z dalam mengonsumsi barang fashion mewah saya ringkas
menjadi sebuah istilah yaitu “kebutuhan social”.
Kebutuhan sosial menjadi salah satu kebutuhan penting saat ini. Alasan
emosional lebih diutamakan dibanding alasan rasional dalam memenuhi kebutuhan
sosial pada segmentasi gaya hidup generasi Z.Hal ini karena konsumen
mengasumsikan bahwa dengan adanya pembayaran lebih diharapkan secara fungsi
sudah terpenuhi, sehingga manfaat emosional,kebutuhan social dan manfaat gaya
hiduplah yang lebih diutamakan.
Selain karena factor tersebut ada factor lain dimana generasi Z mengenalnya
dengan istilah “beli merek”. Fenomena ini terjadi dewasa ini dimana keinginan
membeli suatu barang fashion karena merek dari barang

tersebut yang

begitu

prestisus. Fenomena ini semakin jelas terlihat ketika bermunculan toko-toko barang
second dengan merek-merek papan atas dan selalu ramai peminat.

15

16

Gambar 2 : Jual-beli barang fashion bermerek papan atas dengan kondisi
second.
Untuk memeperoleh merek yang mereka inginkan,para konnsumen rela
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit bahkan untuk barang-barang yang pernah
dipakai oleh orang lain. Sehingga merek sebuah produk juga sangat mempengaruhi
konsumsi para generasi Z dalam membeli barang fashion mewah.
Namun fenomena beli merek ini akhirnya akan menggiring kepada fenomena
lainnya yaitu pemalsuan (counterfeiting). Pemalsuan barang-barang fashion papan
atas kategori affordable luxury ini makin marak terajadi.
Mengapa pemalsuan bias terjadi ? Hal ini terjadi karena karakteristik produk
itu sendiri,yaitu produk tersebut haruslah terkenal namun tidak mudah diakses oleh
masyarakat umum. Hubungan yang berlawanan arah antara popularitas dan
accesbility tersebut menimbulkan terjadinya pemalsuan (counterfeiting)( Commuri
2009 dalam Anggraheni 2012).
Dalam mengonsumsi barang imitasi,generasi Z dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok,yaitu sebagai berikut :


Tidak pernah membeli barang fashion imitasi,konsumen generasi Z
memilih untuk membeli produk-produk fashion asli dan tidak pernah



membeli barang fashion palsu.
Pernah membeli barang fashion asli dan palsu,konsumen kategori ini
lebih memilih untuk membeli barang asli,namun karena alasan-alasan
tertentu mereka membeli barang imitasi. Alasan tersebut bias karena



biaya yang tidak cukup atau ada urusan mendesak.
Memberi barang fashion imitasi,konsumen kategori ini memilih
membeli barang fashion palsu karena dianggap memiliki kualitas yang
tidak terlalu buruk dibandingkann dengan yang asli dan dengan selisih
harga yang terpaut jauh.

17

Dengan adanya ketiga kategori diatas tidak mengherankan bahwa saat ini
semakin banyak barang-barang fashion imitasi yang mudah kita temui di pasaran.
Produk-produk yang sering kita jumpai untuk dipalsukan adalah sepatu. Missal
sepatu merek nike dengan harga normal Rp.200.000,00 dapatdiperoleh dengan harga
dibawah Rp200.000,00. Perbedaan yang sangat mencolok ini terkadang menjadi
alasan konsumen membeli produk fashion imitasi.

18

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan :
a. Kebutuhan social adalah factor utama mengapa para generasi Z membeli
barang-barang fashion mewah. Kebutuhan social ini berupa adalah rasa
percaya diri dan nyaman ketika memakainya,rasa kepuasan,kesukaan pada
barang

tersebut,bangga,brand

loyalty,

pandangan

hidup

dari

konsumen,dan untuk menciptakan identitas social dari masing-masing
individu tersebut.
b. Konsumen produk imitasi dibedakan menjadi tiga macam yaitu tidak
pernah membeli,terkadang membeli,dan selalu membeli.
2. Saran :
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan para konsumen generasi Z tidak
terlalu konsumtif.
b. Dengan adanya penelitian diharapkan konsumen generasi Z dan generasi
lainnya semakin rasional ketika membeli sebuah barang.
c. Dengan adanya penelitian ini diharapkan seluruh generasi selalu
mengutamakan kebutuhan daripada keinginan.

19

DAFTAR PUSTAKA
Anggraheni,PutriNoor. 2011.Analisis Brand Fashion Relationship Produk
Fashion Kategori Affordable Luxury Pada Konsumen Merek Asli Maupun Imitasi:
Studi Kasus Pada Konsumen Muda. Tesis pada Magister Manajemen UI .Jakarta
Guoxin.2011.Luxury Fashion Brand Consumers in China: Percived Value,Fashion
Lifestyle,and Willingnes to Pay. Journal of Bussines Research 65(2012)15161522
Giovani,Sarah.2015. Luxury Fashion Consumption and Generation Y Consumers.
Journal of Fashion Management
Poh,Sylvia Indrayana,2011.Perilaku Konsumen dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Konsumsi Pastery dan Bakery di Surabaya.Jurnal Universitas Petra
Surabaya
Puspitosari,Fabiola Putri.2013. Analisis Konsumsi Luxury Fashion Di Jakarta Dan
Sekitarnya: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Dan Intensi Pembelian.Skripsi
pada Ilmu Ekonomi UI. Jakarta

20