Analisis Situasi dan id yang

PENDAHULUAN

    1. Analisis Situasi

Telur ayam merupakan makanan yang bergizi yang sangat popular dan disukai oleh masyarakat untuk memenuhi protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh. Telur juga dapat ditambahkan pada pembuatan macam-macam makanan. Permintaan masyarakat terhadap telur semakin meningkat sehingga produksi telur juga harus meningkat untuk dapat memenuhi kebutuhan telur masyarakat di Indonesia.

Di Indonesia, terdapat beberapa peternakan ayam petelur yang belum melakukan praktek manajemen dan pengelolaan yang baik, misalnya belum teraturnyasistem recording (pencatatan), sehingga kita tidak bisa dengan cepat memantau perkembangan produksi mingguan. Sistem recording ini bila dilakukan dengan sedikit menerapkan kemampuan dan pengetahuan komputer maka tidak mustahil perkembangan harian produksi ayam petelur dapat dipantau dengan baik. Dengan melakukan recording yang baik maka peternak dapat memantau HDP (Hen Day Production), Egg Mass (Massa Telur), Egg Weight (Berat Telur) yang akan dibandingkan dengan standar produksi dari ayam petelur tersebut.

Di Desa Sidodadi, Lawang Kabupaten Malang terdapat sebuah peternakan ayam petelur yaitu PT Lawang Unggas Sentosa Malang yang merupakan suatu peternakan dengan populasi ternak 140.000 ekor. Peternakan ini didirikan oleh Bapak Heryanto dan rekan-rekannya pada tahun 1996 diatas lahan seluas 7 ha dan terdapat 34 buah kandang.

1.2 Rumusan Masalah

  1. Bagaimana Hen Day Production pada ayam yang berbeda umur di peternakan PT Lawang Unggas Sentosa ini?

  2. Bagaimana egg weight pada ayam yang berbeda umur di peternakan PT Lawang Unggas Sentosa ini?

  3. Bagaimana egg mass pada ayam yang berbeda umur di peternakan PT Lawang Unggas Sentosa ini?

1.3 Tujuan

Tujuan dari kegiatan PKL ini adalah :

  1. Untuk mengetahui Hen Day Production pada ayam yang berbeda umur di peternakan PT Lawang Unggas Sentosa ini.

  2. Untuk mengetahui egg weight pada ayam yang berbeda umur di peternakan PT Lawang Unggas Sentosa ini.

  3. Untuk mengetahui egg mass pada ayam yang berbeda umur di peternakan PT Lawang Unggas Sentosa ini.

1.4 Kegunaan

Kegunaan dari PKL ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari manajemen pemeliharaan ayam petelur periode layer dan penanganan telur serta pemasaran telur. Dapat memperluas pengetahuan mahasiswa mengenai industri peternakan untuk bekal menghadapi dunia kerja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Petelur

Bangsa-bangsa ayam yang berproduksi telur tinggi terutama berasal dari Mediterania dan paling terkenal adalah Leghorn, Ancona dan Minorca. White Leghorn barangkali merupakan bangsa ayam ringan yang dipakai paling banyak. Ayam-ayam jantan dan betina dewasa masing-masing berbobot 2,7 kg dan 1,8 kg. Ayam betinanya adalah petelur yang sangat baik dengan efisiensi pengubah makanan yang tinggi, tetapi bangsa ayam ini tidak menghasilkan karkas yang baik. Mereka tampak lebih toleran terhadap panas daripada bangsa-bangsa ayam komersial lainnya (Williamson dan Payne, 1993)

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat (Wijaya, 2012).

2.2 Pemberian Pakan dan Minum

Pengadaan pakan di perusahaan peternakan “Populer Farm” didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam petelur milik perusahaan tersebut dan tidak dijual untuk umum, dan alasan pembutan ransum sendiri adalah mengurangi biaya pakan kurang lebih sebesar 20% dibandingkan dengan pakan yang membeli dari perusahaan lain, sedangkan ransum yang diproduksi hanya jenis ransum ayam jenis petelur (Sarno dan Dewi, 2007).

Pakan untuk ayam petelur harus mengandung protein, mineral dan vitamin yang berbentuk campuran yaitu butiran dan tepung. Ada beberapa bentuk jenis pakan ayam petelur yang dapat diberikan yaitu:

a. Bentuk butiran dan tepung

Pakan dengan bentuk ini memerlukan gerobak untuk mengankut pakan. Pakan untuk ayam petelur harus mengandung protein sebesar 20%. Pakan dengan bentuk ini tidak sesuai dengan kandang beralaskan litter. Gerobak dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan pakan harus dijaga kebersihannya.

b. Bentuk butiran dan konsentrat protein

Pakan bentuk ini hampir sama dengan butiran-tepung tetapi pakan ini ditambah dengan 26% konsentrat protein dari 20% bentuk pakan tepung.

c. Bentuk tepung

Butiran yang dicapur dengan pakan dalam bentuk tepung atau pakan konsentrat protein membuat pakan memiliki rasio yang lengkap. Pakan system ini membutuhkan banyak biaya untuk membeli alat grinder. Pakan dalam bentuk ini dapat meningkatkan palabilitas ayam sehingga dapat meningkatkan produksi telur (Singh and Moore, 1993).

Ayam betina dengan berat dewasa 1,8 kg menerima ransum-ransum yang mengandung 2.750 sampai 2.860 kcal Metabolizable Energy (ME) tiap kg makanan akan mengkonsumsi kira-kira 310 sampai 330 kcal ME tiap hari bila menghasilkan jumlah telur maksimal. Konsumsi pakan turun sesuai dengan kenaikan temperature sekitar sehingga dapat menurunkan jumlah produksi telur. Untuk menaikkan jumlah produksi telur dapat dilakukan dengan pemberian makanan pada pagi-pagi dan malam hari saat temperature sekitar menjadi lebih rendah daripada temperature siang hari, pemberian makanan yang mengandung energy tinggi, mengaduk-ngaduk makanan sesering mungkin dan menyediakan air minum yang banyak dan segar (Williamson dan Payne, 1993)

Jika energi pakan saat fase layer terlalu rendah (kurang dari 2600 kkal), konsumsi pakan lebih banyak sehingga FCR meningkat dan efisiensi pakan menurun. Sebaliknya jika energi pakan terlalu tinggi akan terjadi penurunan konsumsi. Kebutuhan PK dan EM pada fase layer tidak sama, tergantung dari umur ayam, produksi telur, dan konsumsi pakan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makin sedikit jumlah pakan yang dikonsumsi, kandungan PK dan EM harus ditingkatkan (Harms, Russel dan Sloan., 2000).

Persyaratan mutu pakan yang digunakan untuk ayam petelur dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu kandungan pakan ayam

petelur

Sumber: SNI 2006

2.3 Perkandangan

Kandang merupakan hal penting dalam pemeliharaan ayam petelur. Ayam betina sangat peka terhadap lingkungan sekitar. Mereka membutuhkan kandang yangbersih, kering, ventilasi yang bagus, tenang dan nyaman. Beberapa peternakanayam petelur tidak mempunyai cukup kandang sehinggaayam dapat berlarian di lading-ladang pertanian. Umumnya ayam petelur dimasukkan ke dalam kandang baterai (Singh and Moore, 1982).

Kandang supaya mendapat sinar matahari yang cukup, sisi konstruksi kandang selalu dibuat membujur ke arah utara dan selatan, dimana bagian atapnya menghadap timur dan barat supaya bisa terkena sinar matahari, terutama saat pagi hari. Tujuannya adalah agar kandang tidak lembab dan tidak pengap akibat sifat dan cara minum ayam. Selain itu, agar pertukaran udara cukup terjaga sehingga bisa mengurangi bau kotoran dan bau pakan ayam yang memang cukup tajam. Sinar matahari terutama saat pagi hari juga sangat berguna bagi ayam karena tidak terlalu panas, dan banyak mengandung sinar ultraviolet. Sinar matahari ini baik untuk membantu proses pembentukan vitamin D, sebagai disinfektan, dan mempercepat pengeringan kandang sehabis dibersihkan dengan air (Yulianty, 2013).

Atap sistem monitor berfungsi untuk menunjang sistem ventilasi kandang karena mampu mengusir CO2 (udara kotor) dan memperlancar masuknya O2 ke dalam kandang. Tempat pakan berbentuk setengah lingkaran yang berbentuk “U” yang terbuat dari pipa paralon. Tempat minum berupa pipa-pipa otomatis yang airnya terus tersedia. Peralatan lain berupa scrob yang digunakan untuk mengorek pakan, agar ayam lebih nafsu makan. (Setyawan, 2010).

Tipe kandang baterai merupakan sistem yang paling efisien karena produksi telur dan efisiensi pengubahan makanan pada ayam-ayam yang dipelihara dalam sangkar baterai tinggi. Apabila kandang baterai ini dilengkapi dengan alat-alat pemberian pakan, air minum dan pembersihan otomatis maka akan dapat menghemat biaya tenaga kerja. Kandang baterai ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu tingginya biaya yang dibutuhkan untuk membangun kandang dan jumlah telur yang retak relative tinggi. Biaya konstruksi dapat dikurangi apabila sangkar-sangkar dibuat dari bahan bambu atau rotan (Williamson dan Payne, 1993).

2.4 Seleksi dan Culling

Pada peternakan ayam petelur, target yang harus dicapai oleh peternak adalah 60%-80% produksi telur. Peternak menginginkan 60-80 butir telur dari 100 ekor telur setiap harinya. Untuk itu, mereka harus memantau ayam-ayam tersebut dan melakukan culling pada ayam yang tidak bertelur. Culling tidak bias dilakukan sekali dalam setahun ketika pullet dipindahkan kedalam kandang baterai. Culling harus dilakukan setiap minggu atau bulan. Semakin lama membiarkan ayam tidak bertelur didalam kandang maka akan semakin banyak kehilangan pakan (Singh and Moore, 1982).

Metode seleksi ayam yang kurang produktif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

a. Metode Absensi

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan paling banyak dilakukan oleh peternak. Metode ini dilakukan dengan memberi tanda di baterai pada ayam yang bertelur. Setelah waktu tertentu, ayam sedikit mendapatkan tanda dianggap tidak produktif dan dilakukan culling.

b. Dengan mengamati karakteristik fisik ayam

Mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik ayam misalnya jengger dan pial menjadi kecil, kusam dan keriput, kepala yang berubah menjadi gemuk dan lemah, paruh menjadi berwarna kuning, tulang pubis menjadi kaku dan rapat (kurang dari 2 jari), anus menjadi kecil, kering, dan keriput (Alim, 2010).

Culling adalah mengeluarkan ayam-ayam yang tak diinginkan dari kelompok atau kawanannya. Kriteria untuk melakukan culling ialah dengan melihat adanya

tanda-tanda kelainan atau cacat yang diderita ayam seperti:
• Mata satu, karena yang sebelah buta atau tertutup akibat

suatu infeksi
• Jari melengkung atau tak lengkap, paruh silang
• Produksi rendah
• Ayam memang sudah tua
• Ayam pernah sakit (Jaya, 2008)
.

2.5 Produksi Telur

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah ransum atau pakan karena keunggulan genetik suatu bangsa ternak tidak akan muncul secara optimal jika faktor lingkungan terutama pakan tidak sesuai (Amrullah, 2003).

Keberhasilan peternakan unggas sangat tergantung dari bagaimana pelaksanaan pemeliharaan yang tepat dan cermat yang sesuai dengan keadaan ternaknya, karena pemeliharaan yang tidak tepat pada masa awal, masa pertumbuhan atau masa berproduksi akan mengakibatkan produksi telur yang rendah dan tidak sesuai dengan harapan sehingga akan mengalami kerugian besar (Singh and Moore, 1982).

Kebersihan tempat air pakan dan air minum dapat mempengaruhi produksi telur, karena jika tempat pakan dan air minum kotor konsumsi pakan akan menurun serta dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit yang mengakibatkan gangguan kesehatan pada ayam, yang akhirnya menyebabkan produksi telur menurun. air minum harus selalu tersedia, sebab mereka setiap saat 15-20 menit sekali akan minum, apabila mereka kekurangan air produksi telur akan menurun (Nurcholis, Hastuti dan Sutiono, 2009).

2.5.1 Hen Day Production

Produktivitas ayam petelur dapat diukur dengan produksi harian dan bulanan. Untuk menghitung produksi telur harian dikenal dengan istilah Hen Day Production. Hen Day Production (HDP) dihitung dari jumlah produksi telur hari itu dibagi dengan jumlah ayam produktif hari itu dikalikan 100%. Produksi telur harian adalah produksi telur dalam suatu kelompok ayam petelur yang didasarkan atas persentase produksi telur dengan jumlah ayam petelur yang hidup selama pencatatan.Tujuan pengukuran produksi telur adalah untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan oleh sekelompok ayam pada umur tertentu (North, 1984).

Kemungkinan Penyebab turunnya produksi telur adalah stress penggantian ransum atau setelah Vaksinasi, terserang penyakit misalnya penyakit EDS (Egg Drom Syndrome), IB (Infectious Bronchitis), atau ND (Newcastle Disease) dan konsumsi air minum kurang, hal ini bisa terjadi karena air tidak sejuk atau tempat minum yang letaknya terlalu rendah, penanggulangannya pindahkan tempat air minum di tempat yang teduh dan diatur agar tempat minumnya setinggi punggung ayam (Putra, 2014).

Stres yang biasa terjadi meliputi kedinginan, kepanasan, penangkapan dan pemindahan ayam, parasit, dan ketakutan. Kedinginan adalah stres yang paling sering terjadi selama musim penghujan yang banyak terdapat angin dan hujan. Kondisi lain yang menyebabkan kurangnya lama penyinaran dapat berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi agar ayam mulai bertelur (Budi, 2011).

2.5.2 Egg Weight

Egg Weight (berat telur) diperoleh dengan membagi berat telur dengan jumlah telur. Berat telur adalah rata rata berat telur harian yang diproduksi per hari per ayam. Berat telur dapat dipengaruhi oleh bangsa ayam, umur pertama bertelur, temperature lingkungan, tingkat protein dalam pakan, jumlah ayam dalam kelompok dan bobot badan. (North dan Bell, 1990)

Telur dalam kategori sedang mempunyai berat antara 42.9 gram – 52.5 gram. Sedangkan untuk telur kategori besar mempunyai berat antara 52.3 gram – 63.6 gram (Abu, 1995).

2.5.3 Egg Mass

Egg mass merupakan hasil dari perkalian antara persen produksi telur dengan berat rata-rata telur yang menunjukkan tingkat efisiensi dari produksi telur tiap harinya. Egg mass adalah rataan berat telur harian sehingga persentase Hen Day Production akan mempengaruhi egg mass. Egg mass dipengaruhi oleh Hen Day Production dan berat telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi maka egg mass juga semakin meningkat dan sebaliknya (Maylia, 2008).

Egg mass merupakan cara menentukan kemampuan produksi antar kelompok atau galur unggas akibat pemberian makanan dan program pengelolaan yang lebih baik. Massa telur atau egg mass dipengaruhi oleh factor genetika, bobot badan, konsumsi pakan, dan kedewasaan kelamin (Ross, 2001).

2.6 Pengemasan dan Pengiriman Telur

Jika akan mengemas telur, maka perlu diperhatikan persyaratan pengemasan sebagai berikut: 1) bahan kemasan yang digunakan tidak beracun maupun mengeluarkan bau; 2) bahan kemasan harus melindungi kerabang dari tekanan-tekanan dari luar yang mengakibatkan kerusakan; 3) pada kemasan harus dicantumkan : a) nama perusahaan, b) bobot telur dan jumlah butir yang ada dalam kemasam; c) warna kerabang telur ; d) tingkatan mutu; e) jenis telur; serta 4) telur dalam satu kemasan harus mempunyai tingkatan mutu yang sama dan tingkatan bobot yang sama (Kamarasta, 2010).

Cara pemanenan telur ayam buras sangat beragam, tergantung pada kebiasaan dan tujuan produksi telurnya. Pemanenan dapat dilakukan tiap hari. Ayam bertelur dengan selalu meninggalkan sejumlah telur di sarangnya. Jika sarangnya kosong, ayam tidak mau bertelur di sarang itu, melainkan akan mencari sarang baru. Pemanenan dapat pula dilakukan sekaligus pada waktu induk mulai menunjukkan tanda-tanda mau mengeram. Namun cara ini akan menghasilkan telur yang berbeda-beda mutunya. Dalam penanganan telur ayam Buras biasanya telur bercampur dari hasil berbagai waktu panen. Dengan demikian mutu kesegaran telur rendah dan beragam. Wadah telur yang digunakan bermacam-macam yaitu keranjang bambu, besek, kotak kayu, wadah plastik (ember, keranjang plastik) atau tembikar. Cara penyimpanan telur juga beragam baik dalam waktu maupun tempat penyimpanan. Peternak dalam memasarkan telurnya dapat langsung ke pasar umum atau ke pengumpul tanpa melakukan sortasi lebih dulu. Masyarakat pedesaan meskipun memproduksi telur, mereka jarang mengonsumsi telur tersebut secara langsung, melainkan menggunakannya misalnya untuk membuat kue-kue atau makanan olahan tertentu (Ipang, 2005).

2.7 Kesehatan Ternak dan Sanitasi

Unggas yang telah diberi makan dengan baik dan dikelola dann divaksinasi terhadap penyakit-penyakit lokal terkenal biasanya tetap sehat. Penekanan haruslah pada pencegahan penyakit, tetapi jika ada suatu penyakit unggas-unggas yang sakit harus dipisahkan dari unggas-unggas yang sehat, tindaka-tindakan kebersihan (sanitasi) yang ketat harus dilakukan dalam semua kandang dan seorang dokter hewan atau penyuluh harus diberitahukan dengan segera (Williamson dan Payne, 1993).

Sebagai peternak ayam dituntut pula untuk segera mengambil kebijakan apabila ternak ayam mendapat gangguan dari penyakit dan segera melaksanakan pencegahan atau pengobatan. Langkah-langkah ini perlu sekali diprogramkan sebelumnya agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan peternak berkenaan dengan penyebara penyakit (Wiharto, 1991).

Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin dibagi menjadi 2 macam yaitu:

Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang ditimbulkan lebih lama daripada dengan vaksin inaktif/pasif.

Vaksin inaktif, adalah vaksin yang mengandung virus yang telah dilemahkan/dimatikan tanpa merubah struktur antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih pendek, keuntungannya disuntikan pada ayam yang diduga sakit (Agromaret, 2011).

Sanitasi merupakan tindakan pengendalian penyakit melalui kebersihan. Oleh karena itu untuk memperoleh lingkungan yang bersih, higienis dan sehat tindakan sanitasi harus dilaksanakan dengan teratur. Memang harus diakui bahwa rendahnya sanitasi sering menimbulkan peluang yang sangat besar untuk berkembangnya suatu penyakit. Seringkali virus yang virulensinya tinggi sejak DOC tiba. Keganasan seperti ini hanya bisa ditekan dengan tindakan sanitasi dan pengelolaan yang baik (Jaya, 2010)

2.7 Recording

Recording adalah suatu usaha yang dikerjakan oleh peternak untuk mencatat gagal atau berhasilnya suatu usaha peternakan. Di bidang usaha peternakan program ini diterapkan hampir pada semua sektor usaha ternak mulai ternak unggas, ternak dan aneka ternak seperti kelinci. Dalam usaha peternakan banyak sekali komponen recording yang harusnya mendapat perhatian antara lain: jumlah populasi, jumlah pemberian pakan, jumlah produksi harian yang dihasilkan, tingkat kematian (mortalitas) ternak yang dipelihara, penyakit yang menyerang, riwayat kesehatan (medical record), obat yang dibutuhkan, vaksinasi yang dibutuhkan dan masih banyak lainnya. Intinya semakin banyak pencatatan yang dilakukan akan semakin baik manajemen usaha yang di jalankan (Duriyat, 2013).

Manfaat dari menggunakan recording dalam usaha peternakan adalah:

  1. Mengetahui jumlah populasi akhir. Ini perlu karena bagaimanapun letak keuntungan ditentukan oleh jumlah populasi akhir. Dengan diketahuinya populasi akhir kita juga akan mengetahui jumlah ternak yang mati, hilang, dan sebagainya selama masa pemeliharaan.

  2. Untuk bahan pertimbangan dalam penilaian tata laksana yang sedang dilaksanakan. Seperti tingkat pertambahan berat badan (PBB), Feed Consumtion Rate (FCR), jumlah produksi, kesehatan ternak.

  3. Sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan sehari-hari.

  4. Sebagai langkah awal dalam menyusun rencana jangka panjang.

  5. Bagi pemerintah berguna untuk penyusunan kebijakan dalam bidang peternakan seperti apakah diperlukan import untuk pemenuhan kebutuhan sehingga produksi tetap seimbang.

  6. Mempermudah peternak melakukan evaluasi, mengontrol dan memprediksi tingkat keberhasilan usaha.

  7. Bagi perguruan tinggi data recording bisa sebagai bahan penelitian (Tersanto, 2013).

BAB III

METODE DAN KEGIATAN

3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan

Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT Lawang Unggas Sentosa Desa Klosot, Sidodadi, Lawang. Waktu pelaksanaan PKL adalah mulai tanggal 30 Juni sampai 30 Agustus 2014.

3.2 Khalayak Sasaran

Khalayak Sasaran dalam Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah segenap karyawan dalam kandang, gudang pakan, gudang telur dan semua aspek mulai dari aktivitas pemeliharaan ayam, pemberian pakan, formula, produksi telur, penanganan telur, dan pemasaran telur ayam di PT Lawang Unggas Sentosa.

3.3 Metode Kegiatan

Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah partisipasi aktif dengan melakukan wawancara langsung dan observasi lapang yang disertai dengan foto kegiatan selama PKL.

a. Partisipasi aktif

Metode partisipasi adalah metode pengembangan data dengan ikut aktif dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan semua aspek yang berkaitan dengan Produksi Pada Ayam Fase Layer di PT Lawang Unggas Sentosa. Partisipasi aktif yang dilakukan selama PKL adalah mengamati cara pengambilan telur, perhitungan telur di gudang telur, penimbangan telur.

b. Observasi

Metode observasi ini digunakan dalam mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menyusun laporan PKL ini. Dari observasi ini didapatkan data mengenai keadaan umum lokasi PKL, sejarah lokasi, dan data-data yang sesuai dengan kondisi di lapang.

c. Wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan Tanya jawab secara langsung dengan karyawan berdasarkan pertanyaan yang telah disusun sebelumnya sesuai dengan tujuan kegiatan.

3.4 Analisis Hasil Kegiatan

Data yang diperoleh dari kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dianalisis secara deskriptif, yaitu membandingkan antara data dan fakta yang berada di lapang dengan teori dan standart yang telah ditentukan, sehingga dapat dievaluasi dalam pembahasan dan disajikan dalam bentuk laporan.

BAB IV

HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Kegiatan

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Pada tahun 1996 perusahaan peternakan ayam ras petelur berdiri di Dusun Klosod Desa Sidodadi Kecamatan Lawang Kabupaten Malang yang bernama PT. Lawang Unggas Sentosa berdiri diatas tanah seluas 7 hektar yang merupakan perusahaan peternakan ayam ras petelur yang didirikan oleh bapak Herriyanto Wibowo dan rekan-rekan.

Pendirian awal perusahaan peternakan ayam ras petelur yang berdiri di Dusun Klosod Desa Sidodadi Kecamatan Lawang Kabupaten Malang ini tentu tidak mudah, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain faktor lingkungan, bau, dan tentunya persyaratan-persyaratan perijinan dari pihak terkait utamanya Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur, dokumen dampak lingkungan dan persyaratan perijinan lainnya. Lokasi dari peternakan ini jauh dari perkampungan sehingga warga sekitar tidak terganggu oleh bau dan aktivitas di peternakan.

PT.Lawang Unggas Sentosa mempunyai 105 karyawan yang berasal dari lingkungan Desa Sidodadi, Sidoluhur, Gedangan, Klosod Lowokjati, Lawang tentunya dengan tenaga kerja dari lingkungan sekitar desa akan berpengaruh pada peningkatan ekonomi warga sekitar. Sumber daya manusia yang berasal dari warga sekitar perusahaan ini kebanyakan berpendidikan Sekolah Dasar tentunya akan berpengaruh pada kinerja karena dipengaruh oleh lingkungan pedesaan yang pada umumnya adalah petani.

Kapasitas produksi ayam petelur berjenis ayam Lohman sebesar 10 ton perhari dengan jumlah kandang 34 kandang yang masing-masing kandang mempunyai panjang 100 meter dan lebar 6 meter, kandang ini merupakan kandang baterai dengan sistem open house (kandang terbuka) yang membujur dari timur ke barat. Pada saat ini, ayam yang dipelihara adalah strain Hysex karena produksi telur yang lebih stabil daripada strain Lohman. Meskipun terdapat beberapa kandang yang kosong, produksi telur perharinya dapat mencapai 5 ton. Peternakan PT. Lawang Unggas Sentosa memiliki sebuah kantor staff, tempat penyimpanan obat dan vaksin, gudang penyimpanan telur, gudang penyimpanan pakan, mess, dapur dan mess untuk para pekerja. Lokasi peternakan juga dekat dengan sumber air, terdapat listrik dan memungkinkan untuk pengembangan. Denah lokasi peternakan dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi di dalam perusahaan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk menentukan tugas dan tanggungjawab masing-masing karyawan demi keberlangsungan dan kemajuan dari kinerja perusahaan tersebut. Struktur organisasi di peternakan PT. Lawang Unggas Sentosa dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Organisasi di PT. Lawang

Unggas Sentosa

Karyawan yang bekerja pada PT. Lawang Unggas Sentosa ini sekarang berjumlah 94 orang terdiri dari 1 orang manajer, 4 orang mandor, 3 orang pengawas gudang telur, 2 orang pengawas gudang pakan, 29 orang anak kandang, 9 orang bagian gudang telur, 11 orang bagian gudang pakan dan sisanya adalah sopir dan satpam. Karyawan pada kandang dan gudang pakan masuk pada pukul 07.00 – 15.15 WIB, istirahat pada pukul 11.30 – 13.00 WIB. Sedangkan karyawan gudang telur masuk pada pukul 09.00 – 16.45 WIB, istirahat pada pukul 12.00 – 13.00 WIB. Bagian satpam (Satuan Pengaman) dibagi menjadi 3 shift yaitu shift pagi pukul 06.00 – 14.00, shift sore pukul 14.00 – 22.00 dan shift malam pukul 22.00 – 06.00. Bagian ekspedisi / pengiriman jam kerja mulai pukul 07.30 – 15.30 dan jam istirahat pukul 11.30 – 15.30.

4.1.3 Sarana dan Prasarana di PT. Lawang Unggas

Sentosa

Di peternakan ini mempunyai 5 unit mobil yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan di dalam peternakan dan transportasi telur ke para pelanggan. Tiga mobil digunakan untuk mengantarkan telur ke konsumen sedangkan dua mobil lainnya digunakan untuk mengangkut pakan dan telur di dalam perusahaan. Di dalam gudang pakan tedapat 2 unit mixer yang digunakan untuk mencampur pakan dengan kapasitas 1,5 ton dan 2 ton dalam sekali operasi dan 2 unit Hammermill yang digunakan untuk memecah bahan pakan menjadi bahan pakan yang lebih lembut dan terdapat 2 unit timbangan untuk menimbang bahan pakan yang datang dan pakan yang akan diberikan pada ternak. Obat-obatan yang dicampurkan di dalam pakan disimpan di ruangan yang ber AC untuk menghindari kerusakan obat-obatan tersebut terdapat juga lemari es untuk menyimpan vaksin.

Terdapat sumur yang digunakan untuk membuang bangkai ayam. Terdapat 2 tempat sanitasi, sanitasi pertama terletak dipintu masuk perusahaan yang berguna untuk menyemprot truk/mobil yang akan masuk ke area peternakan. Sanitasi kedua berada dipintu depan sebelum masuk ke area kandang yang berguna untuk sanitasi pekerja.Sumber air berasal dari air sumur.

4.2 Pemberian Pakan dan Minum

Pemberian pakan pada layer dilakukan satu kali sehari pada pukul 07.00. Hal ini bertujuan untuk menghemat tenaga kerja karena dalam 1 kandang terdapat 6000 ayam. Dalam satu kandang pakan diberikan sebanyak 24 karung dengan rata-rata berat 700 kg/ kandang. Air minum yang diberikan pada pagi hari dicampur dengan vitamin sebanyak 100cc per hari menyesuaikan jumlah ayam. Pakan yang diberikan hari ini adalah pakan yang telah di mixing pada 2 hari sebelumnya sedangkan hari ini membuat pakan yang akan diberikan pada 2 hari lagi. Pakan yang diberikan dibuat sendiri dengan formula yang telah disediakan formulator. Pakan yang telah di mixing kemarin diatarkan ke masing-masing kandang menggunakan pick up kemudian sesampainya di kandang pakan akan dimasukkan dan ditata di dalam kandang oleh anak kandang. Pakan yang telah tertata tersebut akan diberikan pada keesokan harinya.

Minum diberikan secara ad libitum karena menurut Nurcholis dkk. (2009) air minum harus selalu tersedia, sebab mereka setiap saat 15-20 menit sekali akan minum, apabila mereka kekurangan air produksi telur akan menurun. Air minum sangat vital bagi ayam petelur, karena sebagian besar tubuhnya terdiri dari air untuk mengurangi stress sebelum dan sesudah vaksinasi.. Cara pemberian pakan pada ayam adalah pakan yang berada di dalam karung dimasukkan ke dalam ember dan diberikan ke tempat pakan ayam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pakan yang tercecer. Pakan yang digunakan oleh ayam petelur pada peternakan ini berbeda beda sesuai dengan umur masing-masing ayam. Bahan pakan utama yang digunakan adalah jagung, bekatul, bungkil kedelai, MBM (Meat Bone Meal), CPO (Coconut Palm Oil), sedangkan bahan pakan yang lain dan vitamin yang ditambahkan dalam ransum disesuaikan dengan umur dan kondisi ayam tersebut. Ransum pakan yang digunakan pada ayam layer umur 18-33 minggu mempunyai kandungan PK sebesar 19,59% dan ME sebesar 2806 kkal/kg. Ransum untuk ayam umur 34-45 minggu memiliki kandungan PK 18,83 dan ME 2714 kkal/kg. Ransum untuk umur 45-65 minggu mempunyai kandungan PK 18,97% dan ME 2699 kkal/kg sedangkan untuk ayam yang berumur lebih dari 65 minggu ransum pakan mempunyai kandungan PK sebesar 17,16% dan ME 2668 kkal/kg. Ransum pakan ini telah sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi untuk ayam petelur yaitu ayam umur 19-35 minggu membutuhkan ransum dengan protein 19%; energi metabolisme 2.800 kkal/kg untuk ayam umur 53 minggu sampai 76 atau 80 minggu membutuhkan protein 18%; energi metabolisme 2750 kkal/kg.

Konsumsi pakan dan konversi pakan pada ketiga kandang dapat dilihat pada tabel 2, 3 dan 4.

Tabel 2. Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Pada

Kandang 1

Umur (Minggu)

Konsumsi Pakan (gr/ekor)

Pakan (kg) dalam 1 kandang

konversi pakan

74

120

704

2,3

75

114

690

2,2

76

114

690

2,5

77

118

703

2,5

78

122

720

2,6

79

122

714

2,5

80

122

710

2,5

81

123

256

2,5

82

109

17

7,0

Rata-rata

118

578

3,0

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 3. Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Pada

Kandang 2

Umur (Minggu)

Konsumsi Pakan (gr/ekor)

Pakan (kg) dalam 1 kandang

Konversi Pakan

48

125

690

2,6

49

124

680

2,3

50

123

697

2,2

51

123

714

2,5

52

123

716

2,5

53

124

710

2,4

54

124

710

2,5

55

123

701

2,6

56

123

700

2,5

57

125

705

2,5

Rata-rata

124

702

2,5

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 4. Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Pada

Kandang 3

Umur (Minggu)

Konsumsi Pakan (gr/ekor)

Pakan (kg) dalam 1 kandang

Konversi Pakan

24

107

650

3,0

25

113

684

2,7

26

117

707

2,5

27

115

690

2,5

28

119

716

2,6

29

120

720

2,4

30

121

720

2,3

31

116

691

2,2

32

114

680

2,2

33

118

700

2,3

Rata-rata

116

696

2,5

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Konsumsi makanan penting untuk diketahui untuk memperkirakan rata-rata konsumsi makanan dengan maksud dapat mengatur anggaran dan membeli makanan. Pencatatan konsumsi makanan oleh pemeliharaan unggas dapat juga menunjukkan perubahan-perubahan dalam hal kesehatan dan produktivitas kelompok unggas (Williamson dan Payne, 1993)

Konsumsi pakan pada ayam petelur kandang 1 adalah 118 g/ekor, kandang 2 adalah 124 g/ekor, kandang 3 adalah 116 g/ekor. Konsumsi pakan ayam yang berada di peternakan ini masih sesuai dengan standar yaitu 115-120 g/ekor. Hal ini menandakan bahwa ransum yang diberikan disukai oleh ayam. Pada kandang 2 mempunyai konsumsi pakan yang tinggi karena ayam dalam fase puncak untuk memproduksi telur yang baik dan normal seperti standar telur pada umumnya. Konversi pakan atau Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum per kilogram telur. Ayam petelur yang baik akan makan sejumlah ransum dan menghasilkan telur yang lebih banyak daripada sejumlah ransum yang dimakannya (Bappenas, 2010). Konversi pakan pada peternakan ini masih dibawah standar yaitu 2,1 hal ini dapat terjadi disebabkan oleh cuaca, penyakit yang dapat mengganggu produksi telur yang dihasilkan.

4.3 Perkandangan

Kandang ayam di PT Lawang Unggas Sentosa merupakan kandang dengan bangunan sistem terbuka yang membujur dari timur ke barat dan seluruh kandang berbentuk baterai dengan bahan kandang terbuat dari kawat dan kayu. Kandang supaya mendapat sinar matahari yang cukup menurut Yulianty (2013) sisi konstruksi kandang selalu dibuat membujur ke arah utara dan selatan, dimana bagian atapnya menghadap timur dan barat supaya bisa terkena sinar matahari, terutama saat pagi hari. Tujuannya adalah agar kandang tidak lembab dan tidak pengap akibat sifat dan cara minum ayam. Selain itu, agar pertukaran udara cukup terjaga sehingga bisa mengurangi bau kotoran dan bau pakan ayam yang memang cukup tajam. Sinar matahari terutama saat pagi hari juga sangat berguna bagi ayam karena tidak terlalu panas, dan banyak mengandung sinar ultraviolet. Sinar matahari ini baik untuk membantu proses pembentukan vitamin D, sebagai disinfektan, dan mempercepat pengeringan kandang sehabis dibersihkan dengan air.

Kandang baterai disusun seperti double deck stair step yang dapat menampung 2 ekor ayam dengan lantai kandang terbuat dari kayu dan semen. Luas lahan dari peternakan ini adalah 7 hektar dengan 33 buah kandang manual dan 1 kandang otomatis. Tipe atap yang digunakan pada peternakan ini adalah tipe atap monitor terbuat dari asbes. Menurut Setiawan (2010) atap sistem monitor berfungsi untuk menunjang sistem ventilasi kandang karena mampu mengusir CO2 (udara kotor) dan memperlancar masuknya O2 ke dalam kandang.

Kandang baterai ini mempunyai tipe W yang mempunyai 8 lajur/kandang. Kandang dengan tipe W kurang baik untuk kesehatan ayam karena menurut Disnak (2012) kandang tipe W juga bisa memuat populasi lebih banyak tetapi sirkulasi udara di lajur bagian tengah kurang baik. Karena itu, kotoran ayam lebih lama mengering dibanding kandang ayam tipe V, sehingga kandungan amoniak cukup tinggi akibatnya pernafasan ayam terganggu dan mempengaruhi produksi telur. Tipe kandang W dapat dilihat pada gambar 2 dan 3. Gambar 2. Desain kandang Gambar 3. Kandang di PT

tipe W Lawang Unggas

Sentosa

Tempat pakan yang digunakan di PT. Lawang Unggas Santosa adalah bentuk “feeder through” tipe memanjang terbuat dari pipa paralon PVC (Polyvinil Clorida) yang dibelah menjadi dua secara memanjang sama dengan panjang kandang dan diletakkan di depan kandang batteray Tempat minum yang digunakan adalah “drinker through” tipe memanjang juga terbuat dari pipa PVC dan disediakan kran di ujung kandang yang disambung dengan pipa kecil yang berfungsi untuk mengalirkan air dari tower ke tempat air minum. Pada ujung yang lainnya ada penyumbat yang terbuat dari plastik untuk menghalangi air agar tidak terus mengalir ke tempat pembuangan. Tempat pakan dan minum pada PT. Lawang Unggas Sentosa dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Tempat Pakan dan Minum

Populasi ayam di PT Lawang Unggas ini adalah 158.031 ekor sedangkan kapasitas ayam 6000 ekor untuk kandang panjang dan 3000 ekor untuk kandang pendek. Kandang panjang mempunyai panjang 120 meter, tinggi kandang 13 meter dan lebar 6 meter, kandang pendek mempunya panjang 55-60 m. Strain ayam petelur yang digunakan pada peternakan ini adalah Hysex Brown dan Lohman. Peternakan ini lebih banyak menggunakan strain Hysex dari pada Lohman, terbukti dengan 29 kandang menggunakan strain Hysex dan hanya 5 kandang menggunakan strain Lohman. Tabel ukuran kandang secara rinci dapat dilihat dari tabel 5

Tabel 5. Ukuran kandang baterai

No

Letak

Ukuran

1

Panjang

30 cm

2

Lebar

40 cm

3

Tinggi depan

31 cm

4

Tinggi belakang

35 cm

5

jarak antar baterai

95 cm

6

Jarak antar baterai ke tempat penampungan kotoran untuk baterai bawah

105 cm

7

Jarak antar baterai ke tempat penampungan kotoran untuk baterai atas

185 cm

8

Kemiringan baterai

5-7 cm/ 10o

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Ukuran kandang di PT. Lawang Unggas Sentosa ini tergolong kecil untuk isi dua ekor ayam karena menurut pendapat Williamson dan Payne (1993) bahwa ukuran kandang baterai untuk satu ekor ayam mempunyai panjang 30 cm, lebar 43 cm dan tinggi 46 cm. Sedangkan untuk dua ekor ayam mempunyai panjang 41 cm, lebar 43 cm dan tinggi 46 cm. Sangkar-sangkar biasanya dibuat dari kawat yang dilapisi seng dengan kuat. Kemiringan lantai 10 cm dari bagian belakang sangkar ke tempat penampungan telur yang menjorok kira-kira 15 cm di depan sangkar. Dibawahnya terdapat penampan untuk kotoran ayam dan wadah-wadah makanan dan air minum ditaruh di luar sangkar. Hal ini menyebabkan ayam di PT Lawang Unggas Sentosa ini saling menindih satu sama lain sehingga menyebabkan ayam yang tertindih tidak dapat mengkonsumsi pakan dengan baik.

4.4 Seleksi dan Culling

Program culling di PT Lawang Unggas Sentosa dilakukan setiap seminggu sekali atau apabila saat berkeliling untuk meratakan pakan melihat ayam yang mempunyai muka kuning, pucat, tulang dada bengkok, takut orang, kurus, jengger biru, lesu dan tidak nafsu makan maka akan diperiksa dengan melihat tulang pubis dari ayam tersebut. Apabila tulang pubis jaraknya kurang dari 2 jari orang dewasa maka ayam tersebut sudah tidak bisa bertelur lagi dan harus diletakkan di kandang karantina. Menurut Kusumo (2010) Pengertian seleksi dalam dunia peternakan ayam petelur adalah memilih ayam yang berkualitas bagus dalam suatu kelompok ayam dan memisahkan dengan ayam-ayam yang kurang bagus kualitasnya.

Ayam yang telah dikarantina dan ayam tersebut masih layak untuk dikonsumsi maka akan dijual ke pedagang yang membeli ayam di peternakan ini. Ayam yang di culling biasanya terkena tumor lemak maupun air yang dapat dilihat di sekitar tulang pubis yang membesar karena tumor tersebut, ayam kanibal yang sering mematuki ayam lain yang berada di dalam kandang juga perlu diletakkan dalam kandang tersendiri. Jaya (2008) menambahkan bahwa Culling adalah mengeluarkan ayam-ayam yang tak diinginkan dari kelompok atau kawanannya. Kriteria untuk melakukan culling ialah dengan melihat adanya tanda-tanda kelainan atau cacat yang diderita ayam seperti:

Mata satu, karena sebelah buta atau tertutup akibat

suatu infeksi.

Jari melengkug atau tak lengkap, paruh silang

Produksi rendah

Ayam memang sudah tua

Ayam pernah sakit.

Culling pada ayam petelur mempunyai manfaat yaitu culling dapat mengurangi biaya produksi, culling dapat mengurangi atau mencegah penyebaran penyakit ayam. Beberapa penyakit akan menyebar dari ayam yang sakit kepada ayam-ayam yang sehat. Oleh karena itu segera mengambil ayam-ayam yang sakit dari kawanannya, culling akan menambah produksi, karena ruangan hanya dipakai oleh ayam-ayam yang berproduksi saja.

4.5 Produksi Telur

Ayam di peternakan PT. Lawang Unggas Sentosa mulai berproduksi pada umur 18 minggu dan diafkir jika ayam sudah tidak memproduksi telur lagi sekitar umur 80 minggu ke atas. Ayam petelur yang terlalu tua, produktivitasnya sangat menurun, sementara biaya produksinya tetap tinggi. Pengafkiran ayam petelur biasanya dilakukan pada saat ayam berumur 15 - 20 bulan atau 60 – 80 minggu. Setelah umur itu produksi telurnya sudah sangat menurun dan sebagai usaha tidak lagi menguntungkan (Pangki, 2013).

Pengambilan telur dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pukul 09.00, 13.00, dan 15.00 WIB. Pengambilan dilakukan minimal dua kali sehari supaya telur tidak terlalu lama di kandang.

Pengambilan telur dilakukan dengan menggunakan egg tray yang telah tersedia di masing-masing kandang. Telur diletakkan dengan ujung tumpul di bagian atas. Busa (1997) menjelaskan bahwa ayam buras kebanyakan bertelur setelah ada cahaya matahari. Pada sore hari, telur- telur tersebut sudah terkumpul. Sebelum pemberian pakan pada sore hari, telur-telur tersebut dikumpulkan. Letakkan telur dalam rak telur (egg tray)dengan posisi telur bagian tumpul diletakkan diatas.Egg tray yang telah berisi telur diletakkan di bagian depan kandang siap untuk diangkut ke gudang telur menggunakan pick up atau truck pengangkut telur. Di dalam gudang telur dilakukan pencatatan jumlah butir yang dihasilkan masing-masing kandang setiap harinya, seleksi telur yang dilakukan dengan memisahkan telur pecah atau abnormal dengan telur yang utuh, pengemasan telur dan penimbangan telur.

4.5.1 Hen Day Production

Produksi telur setiap harinya dapat diketahui dengan melakukan perhitungan Hen Day Production (HDP). Tujuan pengukuran produksi telur adalah untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan oleh sekelompok ayam pada umur tertentu. Produksi telur berhubungan langsung dengan konversi pakan, semakin besar produksi telur (kg) yang dihasilkan semakin kecil nilai konversi pakan.

Hen Day Production dapat juga dijadikan sebagai tolak ukur kelayakan dalam suatu usaha paternakan ayam petelur. Jika Hen Day Production cukup tinggi atau sesuai dengan standar maka usaha peternakan tersebut layak untuk terus dikembangkan. Nilai Hen Day Production diperoleh dari jumlah telur pada hari itu dibandingkan dengan jumlah ayam pada hari itu lalu dikalikan 100%. Hen day production pada masing-masing kandang tidak sama dikarenakan umur dan jumlah populasi ayam yang berbeda. Data Hen Day Production selama Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Lawang Unggas Sentosa pada tiga kandang yang berbeda umur pada ayam petelur dapat dilihat pada tabel 6, 7 dan 8.

Tabel 6 . Data Hen Day Production (HDP) pada kandang 1

Umur (Minggu)

Jumlah (ekor)

Butir

Produksi (kg)

HDP

(%)

Standart HDP(%)

74

5903

4797

304,6

81,3

78

75

6056

4870

309,7

80,4

77

76

6026

4444

281,1

73,8

77

77

5950

4402

276,7

74,0

76

78

5865

4423

279,7

75,4

76

79

5823

4444

281,3

76,3

75

80

5802

4487

285,2

77,3

75

81

2080

1817

115,5

87,3

74

82

151

126

2,3

83,3

74

Rata-rata

4851

3757

237

79

76

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 7. Data Hen Day Production (HDP) pada kandang 2

Umur (Minggu)

Jumlah (ekor)

Butir

Produksi (kg)

HDP

(%)

Standart HDP(%)

48

5522

4535

271,1

82,1

90

49

5497

4638

291,3

84,4

89

50

5672

5010

314,7

88,3

89

51

5791

4642

288,7

80,2

88

52

5813

4641

284,9

79,8

88

53

5730

4744

290,7

82,8

88

54

5711

4568

281,7

80,0

87

55

5695

4373

271,2

76,8

87

56

5681

4456

278,1

78,4

87

57

5638

4488

278,2

79,6

86

Rata-rata

5675

4609

285

81

88

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 8. Data Hen Day Production (HDP) pada

kandang 3

Umur (Minggu)

Jumlah (ekor)

Butir

Produksi (kg)

HDP (%)

Standart HDP(%)

24

6054

4414

215,7

72,9

94

25

6045

4804

257,2

79,5

95

26

6029

5119

288,3

84,9

96

27

6016

4928

278,3

81,9

96

28

6000

5029

277,3

83,8

96

29

5985

5318

297,9

88,9

96

30

5971

5471

313,1

91,6

95

31

5957

5268

309,8

88,4

95

32

5944

5252

314,9

88,4

95

33

5933

5148

307,3

86,8

94

Rata-rata

5994

5075

286

85

95

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Berdasarkan tabel diatas nilai rataan HDP yang paling tinggi diantara ketiga kandang adalah pada kandang 3 yaitu sebesar 85%. Nilai HDP ini masih jauh dari standart yang telah ditetapkan untuk strain hysex yaitu 95%. Kandang 3 memiliki ayam dengan umur yang masih muda tetapi puncak produksi tidak mencapai standart. Puncak produksi berada pada umur 26 – 29 minggu yaitu 96%. Pada kandang 1 dan 2 hasil Hen Day Production adalah 79% dan 81% dan standar Hen Day Production pada kandang 1 dan 2 adalah 76% dan 88%. Pada kandang 2 dan kandang 3 hasil Hen Day Production dibawah dari standar dikarenakan cuaca yang sering berubah menyebabkan nafsu makan ayam menurun, ayam banyak yang terkena virus IB (Infectious Bronchitis), ND (Newcastle Disease) maupun tumor sehingga berdampak dengan menurunnya produksi telur. Kemungkinan Penyebab turunnya produksi telur menurut Putra (2014) adalah stress penggantian ransum atau setelah vaksinasi, terserang penyakit misalnya penyakit EDS (Egg Drom Syndrome), IB (Infectious Bronchitis), atau ND (Newcastle Disease) dan konsumsi air minum kurang, hal ini bisa terjadi karena air tidak sejuk atau tempat minum yang letaknya terlalu rendah, penanggulangannya pindahkan tempat air minum di tempat yang teduh dan diatur agar tempat minumnya setinggi punggung ayam. Budi (2011) menjelaskan bahwa Stres yang biasa terjadi meliputi kedinginan, kepanasan, penangkapan dan pemindahan ayam, parasit, dan ketakutan. Kedinginan adalah stres yang paling sering terjadi selama musim penghujan yang banyak terdapat angin dan hujan. Kondisi lain yang menyebabkan kurangnya lama penyinaran dapat berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi agar ayam mulai bertelur.

Pada kandang 1 hasil Hen Day Production diatas standar, hal ini dapat terjadi karena pada kandang 1 sering dilakukan seleksi dan culling sehingga ayam yang berada pada kandang 1 merupakan ayam yang masih bisa berproduksi telur dengan baik. Pada umur minggu ke 81 ayam pada kandang 1 mulai di afkir dan dijual ke pedagang ayam di pasar. Selain cuaca dan penyakit, faktor lain yang menyebabkan produksi telur menurun adalah formula ransum pakan yang diganti dan jumlahnya yang dikurangi serta pemberian pakan yang tidak merata. Disnak (2012) menjelaskan bahwa produksi telur diketahui telah mencapai puncaknya apabila selama 5 minggu berturut-turut persentase produksi telur sudah tidak mengalami peningkatan lagi. Sesuai dengan pola siklus bertelur, maka setelah mencapai puncak produksi, sedikit demi sedikit jumlah produksi mulai mengalami penurunan secara konstan dalam jangka waktu cukup lama (selama 52-62 minggu sejak pertama kali bertelur). Laju penurunan produksi telur secara normal berkisar antara 0,4-0,5% per minggu. Pada saat ayam berumur 80 minggu, jumlah produksi yang terus menurun sehingga pada kondisi demikian bisa dikatakan ayam siap di afkir.

4.5.2 Egg Weight

Egg Weight (berat telur) diperoleh dengan membagi berat telur dengan jumlah telur. Berat telur adalah rata rata berat telur harian yang diproduksi per hari per ayam. Berat telur dapat dipengaruhi oleh bangsa ayam, umur pertama bertelur, temperature lingkungan, tingkat protein dalam pakan, jumlah ayam dalam kelompok dan bobot badan. Berikut ini adalah data rata-rata berat telur di PT. Lawang Unggas Sentosa pada tiga kandang yang berbeda umur dapat dilihat pada tabel 9, tabel 10 dan tabel 11.

Tabel 9. Rata-rata egg weight pada produksi telur di

kandang 1

Umur(minggu)

Egg weight

(gr)

Standart Egg Weight (gr)

74

63,6

64,2

75

63,6

64,2

76

63,26

64,2

77

63,17

64,2

78

63,37

64,2

79

63,44

64,2

80

63,56

64,2

81

63,61

64,2

82

62,66

64,2

Rata-Rata

63

64,2

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 10. Rata-rata egg weight pada produksi telur di

kandang 2

Umur(minggu)

Egg weight

(gr)

Standart Egg Weight (gr)

48

58,63

63,7

49

62,96

63,7

50

62,83

63,8

51

62,20

63,8

52

61,40

63,9

53

61,27

63,9

54

62,01

63,9

55

62,01

64,0

56

62,43

64,0

57

62,00

64,0

Rata-rata

61,77

63,87

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 11. Rata-rata egg weight pada produksi telur di

kandang 3

Umur(minggu)

Egg weight

(gr)

Standart Egg Weight (gr)

24

48,87

57,5

25

53,50

58,4

26

56,33

59,2

27

56,50

59,9

28

55,14

60,5

29

56,01

61,0

30

57,21

61,4

31

58,81

61,8

32

59,97

62,1

33

59,70

62,4

rata-rata

56,21

60,42

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ayam pada periode awal produksi menghasilkan telur yang ukurannya lebih kecil dan semakin bertambah umur maka telur yang diproduksi juga semakin besar karena saluran reproduksi yang semakin berkembang. Pada kandang 1, 2 dan 3 mempunyai berat telur 63 gram, 61,77 gram dan 56,21 gram yang telah masuk ke dalam kategori telur besar. Menurut Abu (1995) telur dalam kategori sedang mempunyai berat antara 42.9 – 52.5. Sedangkan untuk telur kategori besar mempunyai berat antara 52.3 – 63.6 gram. Ayam pada kandang 1, 2, dan 3 mempunyai umur yang sudah dewasa dan saluran reproduksi yang telah berkembang sempurna sehingga dapat menghasilkan telur yang mendekati standar. Standar ditetapkan dengan melihat produksi telur ayam yang super bagus sehingga apabila rata-rata berat telur ayam pada suatu peternakan telah mendekati standar yang ditetapkan maka ayam tersebut telah tercukupi semua nutrisi yang dibutuhkan untuk memproduksi telur.

4.5.3 Egg Mass

Egg mass merupakan hasil dari perkalian antara persen produksi telur dengan berat rata-rata telur yang menunjukkan tingkat efisiensi dari produksi telur tiap harinya. Egg mass adalah rataan berat telur harian sehingga persentase Hen Day Production akan mempengaruhi egg mass. Egg mass dipengaruhi oleh Hen Day Production dan berat telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi maka egg mass juga semakin meningkat dan sebaliknya (Maylia, 2008). Rata-rata egg mass pada produksi telur setiap harinya dapat dilihat pada table 12, tabel 13, dan tabel 14.

Tabel 12. Rata-rata egg mass pada produksi telur di kandang 1

Umur (Minggu)

Egg mass (gr/ekor/hari)

74

51,7

75

51,2

76

46,65

77

46,74

78

47,78

79

48,42

80

49,16

81

58,93

82

16,38

Rata-rata

46

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 13. Rata-rata egg mass pada produksi telur di kandang 2

Umur(minggu)

Egg mass (gr/ekor/hari)

48

49,09

49

52,98

50

55,49

51

49,87

52

49,01

53

50,72

54

49,34

55

47,61

56

48,96

57

49,33

Rata-rata

50,24

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Tabel 14. Rata-rata egg mass pada produksi telur di kandang 3

Minggu

Egg mass (gr/ekor/hari)

24

35,63

25

42,55

26

47,82

27

46,27

28

46,21

29

49,77

30

52,43

31

52,00

32

52,99

33

51,79

rata-rata

47,75

Sumber : Data PT. Lawang Unggas Sentosa 2014

Berdasarkan data diatas nilai egg mass di PT. Lawang Unggas Sentosa selama Praktek Kerja Lapang adalah antara 45 – 51 g/ekor/hari. Egg mass pada peternakan ini masih sesuai dengan standar yaitu menurut Trisol (2011) bahwa Berat telur ayam rata-rata berkisar 60 - 70 gram, ayam petelur diperoleh nilai Egg Mass berkisar 35,4 - 60 g/ekor/hari. Egg mass adalah cara untuk menentukan kemampuan produksi antar galur unggas akibat pemberian pakan dan pengelolaan yang lebih baik.

4.6 Penanganan dan Pemasaran Telur

Telur yang sudah selesai diambil dari kandang maka akan diletakkan dalam gudang telur. Pada saat masuk gudang telur, maka telur-telur ini dihitung jumlahnya sesuai dengan masing-masing kandang. Setelah dihitung maka akan dilakukan pengemasan. Pengemasan telur disini dilakukan sekaligus dengan memisahkan antara telur yang retak, telur abnormal dan telur yang utuh. Pengemasan telur juga disesuaikan dengan permintaan dari pelanggan. Telur yang kotor tidak dicuci dan tetap dikemas dan dikirimkan ke pelanggan karena menurut Fibrianti (2012) pencucian dapat mempercepat kerusakan telur akibat kutikula yang terbuka sehingga kontaminasi mikroorganisme dalam telur lebih cepat akibatnya lama penyimpanan telur menjadi lebih singkat dibandingkan telur tanpa dibersihkan. Tetapi menurut Soekarto (2013) pencucian pada telur juga berdampak positif yaitu untuk menghilangkan noda-noda kotoran yang menempel pada kulit telur supaya tampak bersih dan menarik minat pembeli. Disamping itu telur kotor akan cepat mengalami kerusakan atau menjadi busuk.

Telur abnormal yang biasanya terdapat di peternakan ini antara lain telur dengan isi kuning telur double, telur dengan bintik-bintik, telur dengan warna putih, telur dalam telur dan telur tanpa kerabang. Telur dengan kuning double terjadi karena menurut Ippo (2010) pada waktu pelepasan oleh ovarium, secara bersama-sama jatuh dua atau lebih kuning telur ke dalam infundibulum. Kemudian proses pembentukan telur berjalan sebagaimana mestinya. Telur dengan warna putih dan telur tanpa kerabang merupakan salah satu ciri ayam terinfeksi IB (Infectious Bronchitis). Telur dalam telur dapat terjadi karena oviduct terganggu sehingga telur yang sudah lengkap yang semestinya keluar akan terdorong kembali ke dalam uterus, bersamaan dengan datangnya telur dari istmus yang kemudian mengalami proses penambahan kerabang bersama-sama. Walaupun ini jarang terjadi, menjaga ketenangan ayam merupakan tindakan pencegahan dini yang efektif.

Pada pelanggan yang bernama Hengky di Surabaya, pengemasan dilakukan menggunakan egg tray karton khusus dengan lambang jangkar. Telur yang dikemas harus mempunyai kualitas yang super, tidak boleh retak dan kotor sehingga yang masuk ke dalam pengemasan ini adalah telur standar yang bersih (tidak ada kotoran maupun bintik-bintik). Pengiriman untuk Hengky ini dilakukan sebanyak tiga kali dalam seminggu sesuai permintaan dari pelanggan. Dalam 1 ikat terdapat 10 tumpukan egg tray atau terdapat 300 butir telur yang rata-rata beratnya 19-20 kg

Pada pengiriman di Jakarta, pengemasan telur menggunakan egg tray plastik. Telur yang akan dikirim ke Jakarta harus dalam kondisi yang utuh dengan bentuk telur yang standar. Telur yang kotor dan bintik-bintik dapat dimasukkan ke dalam kemasan ini asalkan telur masih dalam kondisi yang utuh (tidak retak) dan tidak abnormal. Pengiriman ke Jakarta dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu. Dalam 1 ikat terdapat 8 tumpuk egg tray atau terdapat 240 butir telur dengan berat rata-rata 14-15 kg

Pada pengiriman ke Ambon, kemasan yang digunakan adalah egg tray karton yang terdapat tulisan KITA. Egg tray ini berbeda dengan egg tray pada pengiriman pada Hengky di Surabaya. Telur yang masuk dalam criteria kemasan ini adalah telur yang utuh dengan ukuran yang standar dan tidak retak. Truck yang digunakan untuk mengangkut telur adalah truck yang besar dan dapat diisi dengan 4-5 ton telur. Pengiriman ke Ambon ini dilakukan sebanyak satu kali dalam satu minggu. Jadwalnya pun sering maju mundur karena disesuaikan dengan jadwal kapal laut yang akan menyeberang membawa telur ini ke Ambon. Dalam 1 ikat terdapat 6 tumpukan egg tray atau terdapat 180 butir telur dengan berat rata-rata 10-11 kg

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65