BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi - Ginanjar Wisnu Wardana BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi

  saat pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara cukup, atau saat tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia) (WHO, 2012). DM adalah ganguan metabolisme genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi hilangnya toleransi terhadap karbohidrat (Price & Wilson, 2005).

  DM adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2001). DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya dengan karakteristik hiperglikemia. Hiperglikemia jangka panjang pada DM berhubungan dengan kerusakan jangkapanjang, disfungsi atau kegagalan organ beberapa tubuh terutama mata, ginjal,saraf, jantung, dan pembuluh darah (Sudoyo et al., 2006).

  Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang menyebabkan gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

2. Etiologi

  DM memiliki banyak etiologi yang dapat menimbulkan insufisiensi insulin (Price & Wilson, 2005). Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008) penyebab resistensi insulin pada DM sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperanantara lain: a. Faktor genetik

  DM dapat menurun dari keluarga yang pernah memiliki penyakit DM sebelumnya. Hal ini terjadi karena DNA pada seseorang yang mengalami DM akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

  b. Faktor imunologi Klien DM memiliki bukti adanya respon suatu autoimun yang merupakan respon abnormal, dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengancara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang seolah-olah dianggap sebagai jaringan asing (Smeltzer & Bare, 2001).

  c. Lingkungan Faktor-faktor eksternal dapat memicu proses autoimun dan menyebabkan destruksi pada sel β seperti virus atau toksin (Smeltzer & Bare, 2001).

  d. Usia Manusia mengalami penurunan fisiologis yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun (Smeltzer & Bare,2001).

  e. Obesitas Obesitas mengakibatkan sel- sel β pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada seseorang yang mengalami obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

  f. Kelompok etnik atau ras tertentu Golongan hispanik dan penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadinya DM tipe 2 dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika (Smeltzer & Bare, 2001).

  g. Pola makan Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat akan berperan pada

  ketidakstabilan kerja sel β pankreas. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

  h. Stres Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.

  Beban yang tinggi menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

3. Patofisiologi

  Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama terkait insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin pada kondisi normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, kemudian terjadi reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

  Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin tidak efektif menstimulasi pengambilan glukosa jaringan (Smeltzer dan Bare, 2001). Reaksi intraseluler menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transport glukosa menembus membran sel (Price & Wilson, 2005).

  Klien dengan DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau disebabkan ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Hal ini mengakibatkan terjadinya penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.

  Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin (Price &Wilson, 2005), untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mempertahankan agar glukosa darah tetap normal, terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan sebagai kompensasi adanya resistensi insulin. Lama-kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi resistensi sehingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun normal (Smeltzer danBare, 2001; Rondhianto, 2011). Adanya resistensi insulin menyebabkan sel beta melakukan kompensasi dengan mensekresikan insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin diikuti oleh sekresi amylin dari selbeta yang ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sampai akhirnya sel beta dalam pulau langerhans menjadi berkurang sampai 50-60% dari jumlah normal (DeFronzo, 2008 dalam Suyono, 2009). Apabila sel-sel beta pankreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DMtipe 2 (Smeltzer dan Bare, 2001). Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011).

  Penurunan fungsi sel beta pankreas disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi: glukotoksisitas (peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan stress oksidatif, IL-

  Iβ dan NF- kβ dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta), lipotoksisitas (peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolisme non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga sel beta mengalami apoptosis), penumpukan amiloid dan adanya efek inkretin yang mempunyai pengaruh langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta. Selain itu untuk menyebabkan DM, diperlukan faktor pencetus lain misalnya kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah, proses menua (usia lebih dari 45 tahun), stres dan lain-lain (DeFronzo, 2008 dalam Suyono, 2009).

4. Klasifikasi Diabetes Melitus

  Terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa menurut PERKENI (2011), Price & Wilson (2005), Smeltzer & Bare (2001) yang terdiri dari: a. DM tipe 1

  DM tipe 1 disebabkan oleh disfungsi autoimun, ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel β pankreas telah dihancurkan oleh prosesautoimun dan idiopatik, tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

  b. DM tipe 2 Klien DM tipe 2 mengalami dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) dan gangguan sekresi insulin. Hal ini sering terjadi pada seseorang dengan diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. c. DM gestasional DM gestasional terjadi pada wanita yang tidak mengalami DM sebelum kehamilan akan tetapi terjadi peningkatan gula darah pada masa kehamilan. Faktor resiko yang dapat menyebabkan DM gestasional ini antara lain usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetesgestasional terdahulu. Kadar glukosa darah pada wanita yang mengalami DM gestasional akan kembali normal setelah melahirkan.

  d. DM tipe khusus lain DM tipe lain ini disebabkan o leh kelainan genetik dalam sel β pancreas, kelainan genetik pada kerja insulin, penyakit pada eksokrin pankreas, penyakit endokrin, obat-obatan yang bersifat toksik dan infeksi.

5. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis DM berkaitan dengan defisiensi insulin.

  Defisiensi insulin menyebabkan kadar glukosa plasma puasa dalam kondisi tidak normal (hiperglikemia). Hiperglikemia yang berat dan melebihi ambang ginjal dapat menimbulkan glikosuria. Glikosuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Saat glukosa hilang bersama urin, individu akan mengalami keseimbangan kalorinegatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin meningkat (polifagia) akan terjadi sebagai akibat kehilangan kalori. Gejala lain yang dapatterjadi pada klien DM antara lain mengeluh lelah, mengantuk, berat badan turun,lemah dan somnolen (Price & Wilson, 2005).

6. Komplikasi

  Price & Wilson (2005), Masjoer et al. (2001), Smeltzer & Bare (2001) menjelaskan komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori yang meliputi komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.

a. Komplikasi metabolik akut

  1) Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi metabolik yang paling seriuspada DM tipe 1. Penurunan jumlah insulin menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan bendaketon.

  Peningkatan keton dalam plasma menimbulkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen danasidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria dapat menyebabkan dieresis osmotik sehingga terjadi dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Klien DM dapat mengalami hipotensi dan syok, sehingga terjadi penurunan penggunaan oksigen otak selanjutnya menyebabkan koma sampai meninggal.

  2) Hyperglycemic Hyperosmolar non-ketotic syndrome (HHNK) HHNK merupakan komplikasi metabolik akut yang sering terjadi pada pada DM tipe 2 yang lebih tua. HHNK didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Hiperglikemia tanpa ketosis dapat muncul pada klien DM dengan defisiensi insulinrelatif.

  Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat.

  3) Hipoglikemia Hipoglikemia (syok insulin) merupakan komplikasi yang terjadi akibat terapi insulin. Klien DM tipe 1 mungkin mendapatkan insulin dalam jumlah berlebihan dari kebutuhan normal untuk mempertahankan kadar glukosa darah sehingga dapat mengalami hipoglikemia. Gejala yang timbul berupa pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi) dan kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensori yang tumpul, dan koma). Serangan hipoglikemia dapat berbahaya apabila sering atau terjadi dalam jangka waktu lama karena dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen hingga kematian.

b. Komplikasi vaskuler jangka panjang

  Komplikasi vaskuler jangka panjang pada DM melibatkan pembuluh darah kecil (microangiopathic) dan pembuluh darah besar (macroangiopathic). Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang pada semua sistem organ dalam tubuh. Komplikasi kronis DM dapat dikategorikan menjadi komplikasi makrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler, dan neuropati.

  1) Komplikasi Makrovaskuler Perubahan aterosklerotik sering terjadi pada pasien DM.

  Berbagai penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik. Penyakit tersebut meliputi penyakit arteri koroner, serebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer. 2) Komplikasi Mikrovaskuler

  Penyakit mikrovaskuler ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Komplikasi mikrovaskuler yang sering terjadi pada DM yaitu retinopati diabetik dan nefropati diabetik.

  3) Neuropati Neuropati mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semuatipe saraf, termasuk saraf perifer

  (sensorimotor), otonom dan spinal. Neuropati perifer menjadi penyebab ulserasi yang sulit dikontrol pada kakipasien DM.

  Hilangnya sensasi menyebabkan hilangnya rasa nyeri dengan kerusakan kulit akibat trauma dan penekanan dari alas kaki yang sempit. Penyakit vaskuler dengan berkurangnya suplai darah juga berperan dalamberkembangnya lesi, dan sering terjadi infeksi.

7. Penatalaksanaan

  Pilar penatalaksanaan DM menurut PERKENI (2011) adalah:

  a. Edukasi Pemberdayaan klien DM memerlukan partisipasi aktif klien, keluarga, dan masyarakat serta tim kesehatan yang mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku yang sehat, untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasi hipoglikemia sangat penting untuk diberikan kepada klien.

b. Terapi Gizi Medis

  Keberhasilan terapi nutrisi medis sangat bergantung pada keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lainserta klien dan keluarganya). Prinsip pengaturan makan pada klien DM adalah makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Klien DM memerlukan penekanan akan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama bagi yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

  c. Latihan Jasmani Salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2 adalah kegiatan jasmani dan latihan secara teratur (3

  • – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Jenis latihan jasmani untuk penderita DM bermacam-macam seperti aerobik, yoga, dan thai chi, berdasarkan penelitian dari ketiga jenis latihan yang dianjurkan aerobik memiliki rata-rata penurunan glukosa darah paling tinggi. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas dari insulin, sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, senam kelompok, jogging,dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani ( Sarwono, 2012).

  d. Terapi Farmakologis Intervensi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).

  Intervensi farmakologi berupa pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin (PERKENI, 2011). OHO merupakan obat penurun kadar glukosa darah yang sering digunakan pada DM tipe 2. Beberapa obat yang biasanya digunakan antara lain:

1) Sulfonil Urea

  Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat golongan lain, yaitu biguanid (metrofin), inhibitor glukosidase alfa atauinsulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas dan menjadi pilihan utama pada pasien DM tipe 2 dengan berat badan berlebihan. Klien yang berusia lanjut perlu menghindari pemberian obat golongan sulfonil urea yang memiliki waktu kerja panjang untuk meminimalkan resiko hipoglikemia. Obat-obat dari kelompok ini yang beredar adalah glibenklamida (5 mg/tablet), glibenklamida micronized (5 mg/tablet),glikasida (80 mg/tablet), glikuidon (30 mg/tablet), glipisida (5 mg/tablet),glimepirida (1 mg, 2 mg, 3 mg/tablet), klorpromida (100 mg/tablet)(Sustrani et al., 2006).

  2) Biguanid/Metformin Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosahati dan memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Biguanid dikontraindikasikan bagi klien diabetes dengan gangguan fungsi hati dan ginjal dan klien yang kecenderungan hipoksia jaringan. Efek sampingnya adalah mual, dan untuk mengurangi keluhan tersebut digunakannya bersamaan atau sesudah makan. Obat generiknya adalah metformin-HCl (500 mg dan 850 mg/tablet), dengan merek Bestab,Eraphage, Benofomin, Diabex, Formell, Glukophage, Glucotika,Gludepatic, Glumin, Methpica, Neodipar, Tudiab, dan Zumamet (Sustrani et al., 2006).

  3) Inhibitor Glukosidase Alfa Obat golongan ini mempunyai efek utama menghambat penyerapan guladi saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan, terutama bermanfaat untuk klien dengan kadar gula darah puasa yang masih normal.

  Efek sampingnya adalah gangguan fungsi hati danginjal, terutama pada klien yang pernah mengalami gangguan tersebut.Oleh karena itu, untuk pemakaian jangka lama obat ini, diperlukan pemantauan fungsi hati dan ginjal. Obat generik yang beredar adalah Acarbose (50 mg dan 100 mg/tablet) dengan merek Glucobay (Sustrani et al., 2006).

  4) Meglitinida Obat ini termasuk kelompok baru yang bekerja pada pankreas seperti kelompok sulfonil urea, tetapi dengan cara kerja yang berbeda. Obat generik yang beredar adalah

  Repaglinid (0,5 mg, 1 mg dan 2 mg/tablet dengan merek Novonorm) (Sustrani et al., 2006).

  5) Obat Kelompok Lain Kelompok lain yang belum beredar di Indonesia adalah thiazolidrediones(troglitazone) yang bekerja pada otot, lemak, dan liver untuk menghambat pelepasan gula dari jaringan penyimpanan sumber gula darah tersebut (Sustrani et al., 2006).

B. Gula Darah

  1. Pengertian Gula Darah Gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk aktivitas sel (Wiyono, 1996).

  Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu humoral faktor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang dilakukan (Subari, 2008).

  Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl. Dalam keadaan normal, kadar gula darah puasa berkisar antara

  70

  • – 150 mg/dl, seseorang mengalami diabetes mellitus jika hasil pemeriksaan menunjukan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu tidak berpuasa lebih dari 200 mg/dl(Khasanah, 2011).

  2. Kriteria Diagnostik Gula Darah

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Gula Darah

  Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes Puasa <110 110

  • – 125 ≥126

  Sewaktu <110 110 - 199

  ≥200 Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan testoleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, nisalnya pada wanita yang sedang hamil(Lestari, 2009). Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal (Khasanah, 2011).

  3. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia) Hiperglikemia yaitu suatu keadaan dimana kadar gula darah melebihi > 110 mg/dl. Dalam keadaan normal jika terdapat insulin asupan glukosa (atau produksi glukosa) yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen didalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Tanda-tanda klasik hiperglikemia yaitu: polidipsia, poliruia, poliphagia, penurunan berat badan, keletihan(Long, 1996).

  Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, 2002).

  4. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia) Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah

  (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada hipoglikemia kadar gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010).

  Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya (Darni, 2006).

  Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula (Lestari, 2009).

C. Senam

  Pengertian senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya. Beberapa dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil aktifitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti : kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan. Dengan koordinasi yang sesuai dan tata urutan gerak yang selaras akan terbentuk rangkaian gerak artistik yang menarik (Brick, 2012).

  Sedangkan menurut (Hidayat, 1990 dalam Indrawan 2008) menyatakan senam ialah latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja, disusun secara sistematik dan dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis. Olahraga senam sendiri ada bermacam-macam, seperti : senam kuno, senam sekolah, senam alat, senam korektif, senam irama, urnen, senam artistik dan senam ritmik atau modern ritmik seperti senam aerobik. Berikut ini akan diuraikan mengenai senam aerobik :

1. Senam Aerobik a. Definisi

  Aerobik berasal dari kata

  “ aero” yang berarti oksigen. Jadi,

  aerobik sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti latihan aerobik adalah latihan yang menggunakan sistem kerja dengan menggunakan oksigen sebagai kerja utama. Olahraga yang berlangsung secara continue lebih dari 4 menit dengan intensitas rendah termasuk golongan aerobik. Jadi, olahraga yang bersifat aerobik bukan hanya senam aerobik, tetapi masih banyak jenis olahraga lainnya, misalnya bersepeda, berenang, jalan cepat, lari lintas alam, lari marathon.

  Menurut Dinata (2007) senam aerobik adalah senam yang gerak yang dipilih secara disengaja dengan cara mengikuti Irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kontinuitas dan durasi tertentu. Pengertian lain senam aerobik dalah suatu sistematik gabungan antara rantain gerak dan musik yang disengaja dibuat sehingga muncul keselarasan antara gerakan dan music tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Macam Senam Aerobik Berdasarkan Tingkat Benturan

  Berdasarkan tingkat intensitas gerakan dan pola kaki yang digunakan, maka senam aerobik dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu senam aerobic Low Impact atau benturan ringan, Moderat

  Impact atau benturan sedang, dan juga aerobic High Impact atau benturan keras.

  Perbedaan tingkat benturan tersebut didasarkan pada perbedaan sentuhan salah satu kaki terhadap lantai. Pada gerakan senam aerobic Low Impact maka salah satu kaki selalu berada dan menapak dilantai setiap waktu. Contoh gerakan senam aerobic Low

  Impact adalah Cha-cha-cha, gerapevine, mengangkat lutut, langkah

  V dan lain-lain. Pada gerakan senam aerobic moderate impact maka salah satu kaki selalu berada dilantai dengan posisi tumit mengangkat tetapi jari kaki tetap berada di lantai setiap waktu dengan contoh gerakan kaki menekan kaki keatas, melompat dan

  twist. Sedangkan pada senam aerobik mengarah pada gerakan kaki

  meninggalkan lantai atau berada di udara dengan contoh gerakan loncat, power moves, lompat segap dll. Sedangkan gabungan dari ketiga macam benturan atau impact diatas dapat disebut mix impact yang artinya dalam rangkain gerakan senam aerobik mix impact tersebut adalah kombinasi dan campuran dari senam aerobik low impact, moderat impact dan high impact.

c. Jenis Senam Aerobik

  Jenis senam aerobik pada saat ini, senam aerobik telah jauh berkembang pesat dan berbeda. Sekarang aerobik bisa dilakukan secara individu dengan menirukan gerakan senam yang terdapat dalam cd senam aerobik yang banyak beredar dipasaran, misalnya cd karya Berty Tyilarso, Rudi Pocco-Pocco, Ester Suwito dll. Aerobik dapat pula dilakukan secara berkelompok misalnya dipusat-pusat kebugaran, instansi dinas, jumat dan minggu pagi serta acara-acara lainnya.

  Pembagian senam aerobik cara melakukan dan musik pengiring, yaitu : a) Low impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan ringan)

  b) Hight impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan keras)

  c) Discorobic (kombinasi antara gerakan-gerakan aerobik aliran keras dan ringan disko.

  d) Rock (kombinasi gerakan-gerakan aerobik dan ringan dan serta gerakan-gerakan rock and roll) e) Aerobic Sport (kombinasi gerakan-gerakan keras dan ringan serta gerakan-gerakan kalestetik/ kelentukan)

  Jenis senam aerobik berdasarkan tingkat benturan kaki terdapat 3 macam low impact, hight impact, dan moderat impact.

  Tingkat benturan adalah tingkat salah satu sentuhan kaki terhadap lantai. Berikut akan diurakan mengenai benturan kaki low impact.

d. Tujuan dari Senam Aerobik

  Tujuan dari senam aerobik adalah :

  a) Meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru. Gerakan yang dipilih harus mampu menyebakan denyut nadi meningkat sedekimian rupa ke target atau disebut juga zona latihan. b) Pembentukan tubuh. Gerakan yang dipilih harus mengandng kalestenik yang memenuhi tuntutan teknik dan ketentuan anatomis tertentu.

e. Manfaat Melakukan Senam Aerobik

  Melakukan aktivitas olahraga senam aerobik dengan takaran yang pas dan ideal akan membawa banyak manfaat bagi seseorang.

  Berikut ini manfaatnya (Nelly, 2009 dalam Indrawan 2008):

  a) Melatih jantung, paru dan peredaran darah sehingga dapat bekerja secara efektif dan efisien.

  b) Melatih kekuatan otot tertentu sehingga otot-otot tersebut terlihat lebih kuat dan kencang.

  c) Meningkatkan kelenturan tubuh dan lain-lain.

  Manfaat lainnya adalah (Nelly, 2009 dalam Irawan 2008):

  a) Meningkatkan fungsi jantung. Dengan menaikkan detak jantung selama minimal 20 menit, meningkatkan daya tahan dan kekuatannya.

  b) Meningkatkan kinerja paru-paru seperti bagian lain dari tubuh.

  Aerobik membantu untuk memperluas paru-paru dan meningkatkan stamina dan kekuatan.

  c) Menjaga jantung dan paru-paru bekerja dengan baik adalah hal yang terpenting untuk dapat menguasai latihan berat teertentu.

  Setelah daya tahan dibangun, akan lebih mudah untuk menyelesaikan latihan dalam jumlah yang relative singkat.

  d) Membantu untuk menurunkan berat badan karena dalam latihan aerobik memanfaatkan oksigen secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan metabolism tubuh atau pembakaran lemak.

  e) Menjadi awet muda, karena latihan aerobik juga memiliki efek signifikan pada kesehatan otak pada saat terjadi proses penuaan, sehingga dapat memperbaiki kemampuan memori atau daya ingat, dan meningkatkan kemampuan fungsi organ tubuh.

  f) Mingkatkan sistem kekebalan tubuh, selain itu juga dapat meningkatkan daya ingat dan konsentrasi seseorang.

  g) Melawan depresi. Kegiatan aerobik yang teratur telah dikenal untuk meningkatkan mood seseorang dan mambantu membendung efek depresi.

  h) Latihan aerobik meningkatkan koordinasi. Terutama saat kita lanjut usia, koordinasi penting untuk gaya hidup sehat.

f. Terapi Senam Aerobik Low Impact

  Pengertian senam aerobik low impact menurut (Nelly 2009 dalam Irawan 2008) adalah senam aerobik aliran gerakan ringan dengan salah satu kaki tetap menapak pada lantai setiap waktu. Dalam penelitian ini terapi senam aerobik low impact memberika gerakan senam yang terstruktur, ritmik dengan diiringi musik yang semangat untuk mencapai perbedaan jumlah score pre-test dan post-test pada sampel.

  Sistematik latihan senam aerobik low impact tidak terlepas dari sistematika umum berolahraga yang terdiri dari tiga fase yang terdiri dari ( Anonim, 2012) :

  a) Pemanasan (warming up) Dalam fase ini dapat menggunakan pola warming up yang didahului dulu kegiatan stretching atau penguluran otot- otot tubuh dengan dilanjutkann dengan gerakan dinamis pemanasan. Pola yang kedua yaitu kebalikan dari pola yang pertama dimana seseorang melakukan pemanasan dinamis dulu kemudian dilanjutkan dengan melakukan kegiatan penguluran ottot-otot tubuh atau stretching.

  Kegiatan pemanasan atau warming up ini memiliki tujuan untuk : meningkatkan elastisitas otot dan ligament disekitar persendian untuk mengurangi resiko cidera, meningkatkan suhu tubuh dan denyut nadi sehingga mempersiapkan diri agar siap menuju keaktivitas utama yaitu aktivitas latihan.

  Dalam fase ini, pemilihan gerakan harus dilakukan dan dilaksanakan secara sistematis, runtut dan konsisten.

  Misalnya, apabila gerakan tersebut dimulai dari kepala maka urutannya adalah kepala, lengan, dada, pinggang dan kaki. Begitu pula sebaliknya.

  b) Kegiatan Inti Fase latihan adalah fase utama dari sistematika latihan senam aerobik. Dalam fase inni target latihan haruslah tercapai. Salah satu indikator latihan telah memenuhi target adalah dengan memprediksi bahwa latihan tersebut telah mencapai training zone. Training zone daerah ideal denyut nadi dalam fase latihan. Rentang training zone adalah 60%- 90% dari denyut nadi maksimal seseorang (DNM). Denyut nadi yang dimiliki oleh setiap orang berbeda tergantung dari tingkat usia seseorang. Berikut ini rumus untuk mencari denyut nadi maksimal seseorang (DNM) : DNM = 220

  • – usia (tahun). Umumnya rumus ini digunakan untuk atlit. Sedangkan rumus menghitung deyut nadi maksimal bagi orang awam atau bukan atlit adalah : SDNM = 200
  • – usia (tahun). Dalam senam aerobik, fase ini dapat dilakuakan dengan aktivitas senam aerobik low impact, moderate impact, hight impact maupun mix impact selama 25-55 menit.

  c) Pendinginan (Cooling down) Pada fase ini hendaknya melakukan dan memilih gerakan- gerakan yang mampu menurunkan frekwensi denyut nadi untuk mendekati denyut nadi yang normal, setidaknya mendekati awal dari latihan. Pemililhan gerakan pendinginan ini harus merupakan gerakan penurunan dari intensitas tinggi ke gerakan intensitas rendah.

  Ditinjau dari segi faal, perubahan dan penurunan intensitas secara bertahap tersebut berguna untuk mengindari penumpukan asam laktat yang akan menyebabkan kelelahan dan bagian tubuh atau otot tertentu.

  Pada gerakan senam aerobik low impact maka salah satu kaki selalu berada dan menapak setiap waktu. Berikut ini adalah gerakan kaki senam aerobik low impact : 1) Single step (langkah tunggal)

  Langkahkan kaki kenan kearah kanan lanjutkan dengan membawa kaki kiri kea rah kaki kanan dan menutup langkah (hitungan 1 pake angka)

  2) Doble step (Langkah ganda) Langkahkan kaki ke kanan kea rah kanan, lanjutkan dengan membawa kaki kiri ke arah kanan dan menutup langkah (hitungan 1). Lakukan hitungan 1 sekali lagi atau kearah kanan (hitungan 2).

  3) (Langkah segitiga)

  V step

  Langkahkan kaki kanan kearah diagonal kanan depan (1), langkahkan kaki kiri kearah diagonal kiri depan (2), bawa kembali kaki kanan ke posisi awal (3) dan bawa kaki kiri kembali ke posisi awal (4).

  4) Berjalan Melangkah maju mundur. Hamper sama dengan doble step, hanya dalam penggunaan langkah kaki kiri tidak menutup langkah ke kaki kanan (pada hitungan 1) melainkan bahwa kaki kiri disisi belakang kaki kanan.

  Salah satu kaki menapak dilantai, kaki lainnya digunakan untuk mengangkat lutut.

2. Senam Diabetes a. Definisi

  Senam diabetes dibuat oleh tim ahli yang terdiri atas tiga dokter (spesialisrehabilitasi medis, spesialis penyakit dalam, spesialis olahraga kesehatan), ahli gizi dan pelatih sanggar senam. Senam diabetes merupakan senam aerobik low impact dan ritmis dengan gerakan menyenangkan, tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur sehingga menarik antusiasme kelompok dalam klub-klub diabetes (Tandra, 2007). Senam diabetes merupakan gerakan senamy ang penekanannya pada gerakan ritmik otot, sendi, vaskular dan saraf dalam bentuk peregangan dan relaksasi (Suryanto, 2009). Konsep gerakan pada senam sehat diabetes mellitus menggunakan konsep latihan ketahanan jantung paru (endurance) dengan mempertahankan keseimbangan otot kanan dan kiri (Kemenpora, 2010).

  b. Manfaat Senam Diabetes Melitus

  Manfaat latihan jasmani menurut Misnadiarly (2006) meliputi:

  a) Membantu membakar kalori dan dapat mengurangi berat badan.

  b) Meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat insulin melekatkandiri.

  c) Meningkatkan kadar HDL dan mengurangi kadar LDL.

  d) Membantu melepaskan kecemasan, stres dan ketegangan sehingga e) Memberikan rasa sehat dan bugar.

  c. Prinsip Senam Diabetes Melitus

  Menurut Kemenpora (2010), latihan sebaiknya dilakukan sesuai dengan prinsip FITTE (Frequency, Intensity, Timing, Type,

  and Enjoyment ) yaitu:

  a) Frekuensi Latihan (frequency) Latihan fisik harus dilakukan dengan mengikuti kaidah keteraturan untuk mendapatkan rangsangan yang tepat agar organ tubuh berkembang sesuai dengan tujuan latihan. Frekuensi latihan yang disarankan adalah 3 sampai 5kali dalam 1 minggu dengan pemberian istirahat selama 2 hari untuk menjaga agar proses penggunaan energi intensif pada saat latihan dan diikuti oleh periode pemulihan yang memadai, sehingga tidak terjadi efek kelebihan beban yang dalam jangka panjang akan dapat menimbulkan over training.

  b) Intensitas Latihan (intensity) Intensitas latihan adalah jumlah pembebanan agar organ tubuh mendapatkan situasi beban lebih (over loading) dan merupakan stimulus agar organ berkembang untuk meningkatkan kemampuannya. Intensitas latihan merupakan faktor terpenting dalam latihan jasmani. Untuk mendapatkan kebugaran jasmani, latihan harus dilakukan dalam takaran cukup. Intensitas latihan secara sederhana dapat diukur dengan menghitung denyut nadi saat latihan. Denyut nadi maksimal (Maximum Heart Rate) biasanya ditentukan berdasarkan perkiraan denyut nadi maksimal sesuai dengan umur, atau dapat dihitung dengan rumus Maximum Heart Rate (MHR) = 220

  • –umur dalam tahun. Intensitas yang disarankan untuk mendapatkan manfaat kesegaran jasmani adalah 60
  • – 80% denyut nadi maksimun dan dipertahankan selama15 – 30 menit.

  c) Waktu Latihan (timing) Waktu berlatih merupakan unsur yang paling penting dalam menciptakan keberhasilan latihan. Pengaturan yang benar akan menjaga tercapainya tujuan latihan yang diharapkan. Perlu diperhatikan beberapa hal saat latihan, antara lain: 1) Latihan sebaiknya tidak dilakukan pada saat udara sangat panas atau terik matahari.

  2) Latihan sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan besar.

  3) Latihan sebaiknya tidak dilakukan saat mendekati waktu istirahat, karenaakan menunda rasa kantuk.

  4) Latihan sebaiknya dipantau secara teliti, untuk mencegah terjadinya penurunan kadar gula darah secara tiba-tiba (hypoglikemik). Klien yang mengalami diabetes mellitus disarankan melakukan latihan fisik minimal 30 menit.

  d) Bentuk Latihan (type) Latihan tertentu akan meningkatkan kemampuan tubuh yang berlainan, latihan beban akan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot, latihan kelenturan akan menghasilkan perbaikan fleksibilitas otot dan sendi tubuh. Senam sehat diabetes mellitus fokus latihannya yaitu pada peningkatan metabolisme tenaga melalui latihan daya tahan (endurance), meningkatkan peredaran darah perifer, peningkatkan kelenturan dan merangsang syaraf perifer. e) Menyenangkan (enjoyment) Latihan yang dilakukan dapat memberikan efek kesenangan dan rasa gembira sehingga seseorang merasa tidak bosan dan melakukan senam dengan sungguh-sungguh. Menurut Mansjoer (2000), olah raga sebaiknya dilakukan sesuai dengan program CRIPE yaitu: 1) Continous , dilakukan terus menerus selama 30-60 menit tanpa berhenti.

  2) Rhytmical , dilakukan secara berirama dan teratur. 3) Interval , dilakukan berselang-seling. Kadang cepat, kadang lambat, tetapi tanpa berhenti.

  4) Progressive, latihan dilakukan secara bertahap dengan beban latihanditingkatkan pelan-pelan.

  5) Endurance, latihan ketahanan untuk meningkatkan kesegaran jantung dan pembuluh darah.

d. Tahapan Senam Diabetes Melitus

  Menurut Sudoyo et al., (2006) dan Sustrani et al., (2006), senam sehat diabetes mellitus terdiri dari 4 tahapan yang terdiri dari:

  a) Pemanasan (warm-up) Kegiatan ini dilakukan sebelum melakukan latihan, dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi serta diperlukan untuk menghindari cidera. Pemanasan ini cukup dilakukan selama 5

  • – 10 menit.

  b) Latihan inti (conditioning) Tahap ini di usahakan denyut nadi mencapai THR untuk mendapatkan manfaat latihan, apabila dibawah THR maka latihan tersebut tidak bermanfaat dan apabila berlebihan akan menimbulkan risiko yang tidak diinginkan.

  c) Pendinginan (cooling-down) Tahap ini dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri pada otot setelah melakukan latihan jasmani, atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang aktif. Pendinginan dilakukan selama kurang lebih 5

  • – 10 menit hingga denyut jantung mendekati denyut nadi saat istirahat.

  d) Peregangan (streching) Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot otot yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis.

  D. ,….

  Keterangan : = Tidak diteliti = Diteliti

  • Low impact
  • Moderate impact
  • High impact Faktor- faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah : Glukotoksisitas Lipotoksisitas Penumpukan amiloid Resistensi insulin
  • Low impact DM Tipe

Gambar 2.2 Kerangka Teori

  Sumber : Sidartawan (2013), Sarwono (2012)

  Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit DM Tipe2 : Genetik

  Imunologi Lingkungan Usia Obesitas Kelompok etnik atau ras tertentu Pola makan Stress

  Penatalaksanaan Farmakologis : Sulfonil Urea Biguanid / Metformin Inhibitor Glukosidase Alfa Meglitinida

  Kadar Glukosa Darah Penatalaksanaan Non- Farmakologis : Edukasi

  Terapi gizi medis Latihan jasmani : a. Tai chi

  b. Senam DM

  c. Yoga

  d. Aerobik

  2 DM DM Tipe

  1 Perbandingan Efektivitas Senam..., Ginanjar Wisnu Wardana, S1 Keperawatan UMP, 2015

47 D. Kerangka Teori

A. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.3 Kerangka Konsep B.

   Hipotesis

  Menurut Burn dan Grove, (2005), hipotesis penelitian meliputi 2 (dua) macam yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor. Pada penelitian ini dijelaskan hanya satu hipotesis saja, karena variable dependennya sudah spesifik atau tidak ada sub variabelnya. Hipotesis pada penelitian ini adalah: a. Ada perbedaan kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah dilakukan senam aerobik dan senam DM pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

  b. Ada perbandingan efektifitas senam aerobik dan senam DM terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

  Senam DM Wash out GDS pre

  Pasien DM tipe II GDS post

  GDS pre

Senam

aerobik low

impact

  GDS post