PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG ( STUDI DI PENGADILAN NEGERI MATARAM ) - Repository UNRAM

  

JURNAL KARYA ILMIAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN

PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG

( STUDI DI PENGADILAN NEGERI MATARAM )

  Oleh:

  

LIDYA BERNADETTE PHILNATHA

D1A. 009 105

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2014

  

HALAMAN PENGESAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN

PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG

( STUDI DI PENGADILAN NEGERI MATARAM )

  Oleh:

  

LIDYA BERNADETTE PHILNATHA

D1A. 009 105

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

  

Prof.Dr.Hj. Rodliyah , SH. M

H.

  NIP. 195607051 1984032 001

  ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG ( STUDI DI PENGADILAN NEGERI MATARAM ) NAMA :LIDYA BERNADETTE PHILNATHA NIM : D1A 009 105 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh ayah kandung dan bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban perkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung. Metode penelitian yang digunakan oleh penyusun adalah Jenis empiris yaitu mengkaji hukum sebagai suatu gejala sosial. Maka dapat disimpulkan faktor yang menyebabkan terjadinya perkosaan terhadap anak kandung adalah faktor psikologis, pendidikan, lingkungan, dan usia. Bentuk perlidungan hukum bagi anak yang menjadi korban perkosaan oleh ayah kandung terdapat di dalam Undang- Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan memberikan bantuan hukum lainnya bagi anak.

  Kata kunci : Perlindungan, Perkosaan, Anak

  

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION ON CHILDRE RAPE VICTIM COMMITTED BY

BIOLOGICAL FATHER

(STUDY IN MATARAM DISTRICT COURT)

  This study purposes are to determine the factors that lead to the rape against child that committed by biological father and form of legal protection for such children. This research is using empirical method. Empirical method examining law as a social phenomenon. It can be concluded the factors that lead to the rape against child that committed by biological father are psychological factor, education factor, environment factor, and age factor. Form of legal protection for children rape victim by the biological father are included in the Law Number 23 Year 2002 on the Children Protection and also provides other legal aid for such children.

  Keywords : Protection, Rape and Children

I. PENDAHULUAN

  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah membawa perubahan pada pola perilaku manusia di dalam masyarakat, dan pola perilaku ini ada menyimpang dari norma yang ada dalam masyarakat. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat semakin kompleks.

  Setiap hari diberbagai media masa baik elektronik maupun media cetak, kerap bermunculan kasus pemerkosaan dan pelecehan sosial. Tindak pidana perkosaan tidak saja terjadi dengan orang lain, bahkan sering dilakukan antara sesama anggota keluarga, tetangga, bahkan antara bapak dan anak dan anak dan ibu. Sebagai korban sebagian besar adalah anak-anak atas perkosaan atau pelecehan seksual.

  Kasus tindak pidana perkosaan paling banyak menimbulkan kesulitan dalam penyelesaiannya baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pada tahap penjatuhan putusan. Selain kesulitan dalam batasan di atas, juga kesulitan pembuktian misalnya perkosaan atau perbuatan cabul yang pada umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain. Walaupun banyak tindak pidana perkosaan yang telah diproses sampai ke pengadilan.

  Kejahatan terhadap anak adalah salah satu jenis tindak pidana yang sering menemui jalan buntu ketika diupayakan sebuah penyelesaian melalui jalur hukum. Berbagai hambatan muncul karena memang di dalam tindak pidana ini warna kultur adalah karakteristik yang dominan sehingga penyelesaian-penyelesaian di luar hukum lebih kerap dilakukan sebagai pilihan.

  Terkait dengan hal ini maka untuk mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak dan mewujudkan kesejahteraan anak diperlukan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksaannya. Berdasarkan prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak meliputi : 1. Non diskriminasi 2. Hak hidup dan kelangsungan hidup 3. Kepentingan terbaik bagi anak 4. Penghargaan terhadap pendapat anak. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan ii permasalahan sebagai berikut : 1)Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya perkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh ayah kandung? 2)Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban perkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung? kegunaan yang dapat diambil dari penelitian, sebab kecilnya tujuan dan manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun manfaat dan tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh ayah kandung.2) Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban perkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung.Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1)Secara akademis penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data bahan penyusunan skripsi, sebagai salah satu persyaratan guna mencapai kebulatan Studi Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Mataram. 2) Secara teoritishasil penelitian ini diharapkan mampu menambah referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Mataram serta diharapkan mampu memberikan masukan bagi pengembangan ilmu hukum lebih lanjut. 3) Secara praktisi diharapkan dapat membantu pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan baru dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban perkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung.Menggunakan metode penelitian yaitu jenis Penelitian HukumEmpiris adalah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji efektifitas peraturan yaitu mengkaji hukum sebagai suatu gejala sosial.

II. PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkosaan Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Ayah Kandung.

  mengurangi serendah mungkin terjadinya kejahatan untuk kepentingan bersama. Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh masyarakat di dunia ini, apapun usaha masyarakat untuk menghapusnya, kejahatan itu tidak mungkin akan tuntas, akan tetapi dapat dikurangi intensitasnya. Hal ini disebabkan karena tidak semua kebutuhan mendasar manusia bisa dipenuhi dengan sempurna.Tetapi hal tersebut bukan berarti bahwa manusia tidak harus berusaha untuk mencegahnya atau menanggulanginya, apabila gejala itu sudah terjadinya yang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Dikatakan bahwa kejahatan selalu mendatangkan korban, maka jenis korban memainkan peran yang penting, misalnya pihak korban karena situasi dan kondisi yang tertentu dapat merangsang pelaku untuk melakukan kejahatan.

  Menurut Arif Gosita situasi dari kondisi tersebut antara lain berkaitan dengan kelemahan fisik dan mental pihak korban, mereka yang berusia kanak-kanak, cacat tubuh atau jiwa serta pria atau wanita yang dapat dimanfaatkan ( negatif ) karena

  

  Contoh kasus perkosaan di Mataram yakni : Berikut ini salah satu kasus perkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh ayah kandung yang penyusun dapat dari Pengadilan Negeri Mataram dengan

  Putusan Nomor 69/PID.B/2012/PN. MTR atas nama Soprian Rus, umur 43 tahun, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, alamat gerung butun timur Rt 01 kelurahan mandalika Kecamatan Sandubaya Kota Mataram, agama Islam, pekerjaan buruh, pendidikan SD. Selanjutnya bahwa terdakwa Soprian Rus Alias Rus pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat diingat pada suatu waktu tertentu dalam tahun 2011 bertempat di dalam sebuah rumah melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya sendiri (korban Sopia Rini alias Rini) yang dilakukan dengan cara bahwa awalnya terdakwa mendengar kabar tentang kehamilan anak kandungnya yaitu Korban Sopia Rini alias Rini. Untuk itu pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat diingat lagi pada bulan juni 2011 sekitar terdakwa masuk dalam kamar Korban dan duduk di pinggiran tempat tidur korban sambil bertanya kepada korban “ Tidak pernah kamu berhubungan badan dengan pacar kamu “. Selanjutnya korban mengatakan tidak pernah, namun terdakwa tidak mempercayainya dan mau memastikan sendiri keadaan kemaluan korban, tetapi korban menolaknya dengan cara bangun dari tempat tidurnya akan tetapi terdakwa menarik tangan korban sehingga korban jatuh terlentang di tempat tidurnya dan terdakwa menyetubuhi anak kandungnya sendiri. Selanjutnya bahwa tidak hanya satu kali terdakwa melakukannya tetapi lebih dari 3 (tiga) kali sehingga korban Sopia Rini Alias Rini mengalami kehamilan.

  Berdasarkan hasil wawancara penyusun dengan pelaku perkosaan terhadap anak kandung di LAPAS Kelas IIa Mataram yaitu Soprian Rus, bahwa faktor yang menyebabkan pelaku melakukan perkosaan terhadap anaknya adalah bahwa pak sukri bekerja di luar negeri selama 11 tahun dan meninggal istri dan anak yang baru berusia 4 tahun. Pelaku baru bertemu kembali dengan anaknya setelah anaknya

  

  Berdasarkan hasil wawancara penyusun dengan Bapak Khairus Febryan Fitrahadi selaku Divisi Perlindungan Anak di Lembaga Perlindungan Anak NTB, beliau mengatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan anak menjadi korban tindak pidana perkosaan oleh ayah kandungnya sendiri yakni faktor psikologis hubungan keluarga yang tidak sehat dari ayah kandung.Contoh kasus yakni bahwa ayah kandung menjadi TKI di luar negeri selama bertahun-tahun, ketika pulang mendapatkan kondisi dimana anak kandungnya (perempuan) telah menjadi gadis remaja.Selama menjadi TKI hubungan komunikasi individual maupun

  2Soprian Rus, Pelaku Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak Kandungnya Sendiri, Wawancara 13 Mei 2014 kekeluargaan yang tidak terbina menjadikan hubungan antara ayah dan anak tidak berjalan dengan baik, dan ketika pulang si ayah kandung nekat memperkosa karena hubungan antara ayah dan anak kandung tidak kuat dan menjadikan psikologis

  

  menjadi korban perkosaan oleh ayah kandungnya sendiri adalah sebagai berikut :

  1. Faktor pendidikan

  2. Faktor lingkungan

  

  Ad. 1. Faktor Pendidikan Pendidikan menjadi faktor yang mendukung karena rendah pendidikan di bidang agama maupun di bidang hukum yang menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang seksual yang tidak menjadikan akal pikiran sebagai tolak ukur melakukan suatu perbuatan.

  Ad. 2. Faktor Lingkungan Lingkungan adalah faktor yang sangat mempengaruhi bagi si anak, karena ketika situasi lingkungan rumah yang sehari-harinya sering sepi membuat kesempatan pelaku melakukan kejahatan kepada si anak semakin besar.

  Ad.3. Faktor Usia Jika dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih sering dijadikan sebagai korban, karena anak-anak lebih mudah untuk dibujuk, anak belum dapat membedakan apakah hal itu termasuk suatu kejahatan atau bukan, apakah itu akan berakibat baik atau buruk bagi dirinya dengan orang lain, sehingga mereka lebih mudah untuk dijadikan sebagai sasaran.

  Berdasarkan hasil wawancara penyusun dengan Bapak Khairus Febryan Fitrahady, beliau mengatakan beberapa akibat bagi korban (si anak) dan pelaku ( siayah) dari perkosaan tersebut.Akibat bagi korban (si anak) dan pelaku ( si ayah), adalah sebagai berikut :

  3Khairus Febryan Fitrahadi, Divisi Lembaga Perlindungan Anak NTB, wawancara 20 Mei 2014 a. Akibat bagi korban (si anak), yaitu : (1) Psikologis anak menjadi terganggu (depresi), karena perbuatan tersebut bukan hanya sekedar masalah pemerkosaan, melainkan pelaku adalah ayah kandung. kampung tempat tinggalnya karena dianggap aib. (3) Anak menjadi hamil.

  b. Akibat bagi pelaku (si ayah) (1)Pelaku merasa menyesal terhadap apa yang telah dilakukannya.

  (2)Pelaku mendapat celaan dari warga masyarakat tempat tinggalnya. (3)Pelaku berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. (4)Pelaku ikhlas menerima ganjaran hukuman yang telah diberikan kepadanya.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perkosaan Yang Dilakukan Oleh Ayah Kandung.

  Banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung. Rendahnya kulitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah sejauhmana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas keberlangsungan hidup dan penghidupannya sebagai bagian dari hak asasi manusia.

  Adapun bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana antara lain:

a. Perlindungan Langsung

  Dalam hukum nasional, perlindungan anak telah memperoleh dasar pijakan yuridis diantaranya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional serta Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  Pasal 28 B ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 dengan menyebutkan: berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sedangkan Undang- undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan pengaturan yang lebih jelas dan komprehensif tentang perlindungan anak yang pada pokoknya bertujuan untuk memberikan jaminan dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  Dalam Pasal 59 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara lainnya, untuk memberikan perlindungan khusus kepada:

  1. Anak dalam situasi darurat;

  2. Anak yang berhadapan dengan hukum;

  3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

  4. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

  5. Anak yang diperdagangkan;

  6. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza);

  7. Anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan;

  8. Anak korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental

  9. Anak yang menyandang cacat; dan 10. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Berdasarkan ketentuan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak, perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui :

  a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga; b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media masa dan untuk menghindari labelitas; c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan perkara. Peranan keluarga juga sangat besar pengaruhnya untuk pembentukan mental anak. Dalam mempertahankan hidupnya sering anak mengalami gangguan pikiran, prustasi, untuk mendapatkan kekuatannya kembali keluarga merupakan penangkal yang vital.

  Kehidupan agama didapatkan anak dari keluarga, dengan adanya pengetahuan agama dari keluarga akan lebih mempertabal iman anak sebagai bekal dalam pergaulan masyarakat sehingga anak dapat mengetahui mana perbuatan yang dianjurkan agama serta mana perbuatan yang di larang agama.

  Jika ditelaah peranan keluarga, maka dapat dikatakan sebagai berikut : a. Keluarga sebagai lingkungan terdekat anak dalam pengembangan karakter.

  b. Keluarga sebagai tempat ketenangan atau tempat mengadu bagi anak.

  c. Keluarga merupakan sumber pendidikan mental bagi anak

  d. Keluarga merupakan sumber pendidikan agama bagi anak untuk mengembangkan akhlaqnya.

  Berdasarkan hasil wawancara penyusun dengan Bapak Khairus Febryan

Fitrahadi di Lembaga Perlindungan Anak NTB di Mataram, beliau mengatakan

perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban perkosaan oleh ayah kandung

sebenarnya sama dengan perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban

perkosaan pada umumnya. Perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh ayah

kandung tersebut telah diputus dan dihukum 8 tahun penjara. Ada beberapa bentuk

perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban perkosaan yang dilakukan oleh

ayah kandung:

  1. Didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

  dalam Pasal 59 disebutkan bahwa pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban (napza), anak korban penculikkan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

  2. Anak korban tindak pidana berhak mendapat : a. Upaya rehabilitasi, baik psikis, fisik maupun spiritual.

  b. Dirahasiakan identitasnya melalui media masa untuk menghindari labelisasi.

  c. Akses informasi yang jelas mengenai perkembangan perkara.

  3. Hukum memberikan perlindungan dengan mewajibkan anak didampingi oleh

  keluarga/penasehat hukumnya atau pendamping sosial lain untuk diperiksa dari tingkat kepolisian hingga pengadilan.

  4. Anak korban tindak pidana perkosaan berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

  Selain perlindungan hukum beliau juga mengatakan, ada juga perlindungan

sosial terhadap anak korban tindak pidana perkosaan, misalkan dipisahkan dari

orang tuanya jika dalam kasus pemerkosaan tersebut pelaku adalah ayah

kandungnya. Support dan motivasi dari keluarga, masyarakat sangat diperlukan,

bukan mengusir atau mengkebiri/mengintimidasi anak sebagai korban tindak

pidana perkosaan dilingkungan tempat tinggalnya. Dan juga bimbingan secara

spiritual dan kesehatan psikologis anak.

b. Perlindungan Tidak Langsung

  Untuk dapat memperkuat upaya pelayanan langsung kepada anak-anak yang

membutukan perlindungan khusus, diperlukan program-program penunjang,

sebagai berikut :

  a. Penyediaan perangkat-perangkat hukum yang diperlukan untuk mendukung

  pelaksanaan perlindungan anak, seperti :

  1) Penyusunan berbagai peraturan pemerintah atau keppres yang menjabarkan

  perangkat-perangkat undang-undang yang telah dimiliki

  2) Peraturan-peraturan daerah yang dapat mencegah, melindungi, dan

  mempromosikan anak-anak secara keseluruhan dan khususnya anak-anak

  b. Penegakan hukum oleh aparat penegak hukum terhadap berbagai kasus

  pelanggaran terhadap anak dan perlindungan bagi anak yang membutukan perlindungan khusus yang bersumber pada peraturan perundangan yang berlaku dan relevan dengan masalah anak.

  c. Advokasi mengenai perubahan-perubahan kebijakan dan program yang

  mendukung bagi upaya pencegahan dan perlindungan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Advokasi dilakukan kepada semua pengambil keputusan pada sektor-sektor pemerintah yang terkait dengan permasalahan ini.

  d. Pengembangan sistem informasi yang menyediakan berbagai data informasi

  perlindungan anak yang terus menerus diperbarui dan berbagai laporan-laporan kasus pelanggaran hak anak. Jenis informasi yang disediakan mencakup permasalahan perlindungan anak dan program-programnya, serta laporan- laporan yang relevan. Sistem informasi ini terbuka diakses dari luar.

  e. Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para penyedia palayanan

  perlindungan anak, baik para pekerja LSM, aparatur penegak hukum, dan birokrasi pemerintah yang terkait. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi berbagai permasalahan perlindungan anak.

  f. Penyadaran masyarakat agar mereka mempunyai daya tanggap dan tindakan

  dalam upaya mencegah dan melindungi anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Penyadaran masyarakat dilakukan melalui sosialisasi dan kampanye, baik yang dilakukan secara terbuka melalui media massa maupun madia tradisional. g. Pendidikan orang tua melalui penyuluhan, bimbingan, maupu pelatihan agar

  mereka dapat meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hak-hak anak, menghindari berbagai pelanggaran hak anak, dan mempunyai daya tanggap terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. maupun perguruan tinggi yang mempunyai tanggung jawab dan peran dalam perlindungan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

  Dari uraian yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkosaan Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Ayah Kandungyaitu :1) Faktor psikologis menjadi TKI di luar negeri selama bertahun-tahun. 2) Faktor pendidikan menjadi faktor yang mendukung karena rendah pendidikan dibidang agama maupun dibidang hukum yang menyebabkanterjadinya perilaku menyimpang seksual yang menjadikan akal pikiran sebagai tolak ukur melakukan suatu perbuatan. 3) Faktor linkungan mempengaruhi karena ketika situasi lingkungan rumah sepi membuat kesempatan pelaku melakukan kejahatan semakin besar. 4) Faktor usia, jika dibandingkan dengan orang dewasa anak-anak lebih mudah untuk dibujuk dan menjadi korban tindak pidana perkosaan. 5) Faktor agama juga menjadi salah satu faktor karena pelaku menjauhkan diri dari ajaran agama.

  Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak yang menjadi korban perkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung.1) Didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 59.2) Anak korban tindak pidana berhak mendapat upaya rehabilitasi, baik psikis, fisik maupun spiritual, dirahasiakan identitasnya melalui media masa untuk menghindari labelisasi, akses informasi yang jelas mengenai perkembangan perkara. 3) Hukum memberikan perlindungan dengan mewajibkan anak didampingi oleh keluarga/ penasehat hukumnya atau pendamping sosial lain untuk diperiksa dari tingkat kepolisian hingga pengadilan. 4) Anak korban tindak pidana perkosaan berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

1. Saran

  Adapun saran yang dapat disampaikan sebagai bagian dari penyusunan skripsi ini, semoga dapat memberikan manfaat dalam rangka mencegah terjadinya Perkosaan terhadap Anak antara lain sebagai berikut :

  1. Bagi aparat penegak hukum diharapkan lebih meningkatkan pelayanan prakteknya selama ini hanya sebagian kecil aturan hukum yang terkait yang dapat diimplementasikan dan diberikan kepada anak korban tindak pidana perkosaan.

  2. Perlu diadakannya pembinaan kesadaran hukum melalui penyuluhan- penyuluhan kesekolah-sekolah, dan masyarakat melalui tokoh-tokoh agama serta melalui kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah dan instansi yang terkait agar dapat mencegah dan menanggulangi kejahatan tindak pidana perkosaan yang terjadi pada anak.

  3. Memberikan dan meningkatkan perlindungan, pengawasan, dan perhatian terhadap anak baik sebelum dan sesudah terjadinya tindak pidana perkosaan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Buku, MakalahdanArtikel Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1993.

  2. Peraturan –Peraturan

  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Hukum Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak