PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG

  PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG (Jurnal Skripsi) Oleh ALFIN RAHMANDA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK

PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN

OLEH AYAH KANDUNG

Oleh

Alfin Rahmanda. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

  

Lampung. Email: alfinrahmanda @gmail.com. Nikmah Rosidah, Budi Rizki Husin.

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri

Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145.

  Anak yang belum dewasa secara mental dan fisik harus dilindungi, tetapi pada kenyataannya anak justru menjadi korban pencabulan oleh ayah kandungnya. Setiap anak yang menjadi korban pencabulan memperoleh perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung dalam Putusan Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK dan bagaimanakah pemidanaan terhadap ayah kandung yang melakukan tindak pidana pencabulan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam Putusan Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Penyidik Unit PPA Kepolisian Daerah Lampung, Staf Kantor Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Provinsi Lampung dan akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kejahatan pencabulan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak adalah dengan memberikan perlindungan hukum, perlindungan medis dan perlindungan psikologis. Perlindungan secara medis dilakukan untuk memulihkan kondisi fisik anak yang mungkin mengalami kerugian fisik (luka-luka, memar, lecet dan sebagainya) sebagai akibat dari pencabulan yang dialaminya. Perlindungan medis ini diberikan sampai anak korban kejahatan pencabulan benar-benar sembuh secara fisik. Perlindungan psikologis dengan pendampingan kepada anak, yaitu dengan melaksanakan terapi kejiwaan atas trauma yang mereka alami akibat pencabulan untuk mengantisipasi dampak jangka panjang bagi stabilnya perkembangan jiwa anak korban kejahatan pencabulan. Faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan faktor aparat penegak hukum, yaitu masih belum optimalnya kuantitas penyidik dan minimnya sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak. Faktor masyarakat sebagai faktor yang dominan, yaitu adanya keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan. Faktor budaya, yaitu adanya budaya individualisme dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan adanya tindak pidana pencabulan terhadap anak.

  

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION OF CHILDREN AS A VICTIM OF OBSCENITY

COMMITTED BY BIOLOGICAL FATHER

(Study of Decision Number: /Pid./2015/PT TJK.)

By

ALFIN RAHMANDA

  

Children must be mentally and physically protected, but in reality the child becomes a

victim of obscenity by his biological father. Every child who becomes a victim of sexual

immorality obtains legal protection as stipulated in Law No. 23 of 2002 Jo. Law Number

  

35 Year 2014 on Child Protection. The problems in this research are: How is the legal

protection for child victims of abuses committed by the father in Decision Number:

59/Pid/2015/PT TJK and how is the criminal punishment against the father who commits

a criminal act of abuse as a form of legal protection for children In Decision Number:

59/Pid./2015/PT TJK? This research uses normative juridical approach and empirical

juridical approach. The speakers consisted of the Tanjung Karang High Court Judge,

PPA Police Unit Investigator Lampung, Social Service Office and Rehabilitation Staff of

the Lampung Provincial Office and academician of Criminal Law Department of Unila

Law Faculty. Data collection was done by literature study and field study. Data analysis

is done qualitatively. The results of this study show: Legal protection of children as

victims of abuse crimes under the Child Protection Act is to provide legal protection,

medical protection and psychological protection. Medical protection is performed to

restore the physical condition of a child who may experience physical harm (injuries,

bruises, abrasions and so on) as a result of his obscenity. This medical protection is

granted until the child of the victim of the crime of transgression is physically healed.

Psychological protection is provided by counseling child victims of evil, by practicing

psychotherapy for the trauma they suffer from obscenity in anticipation of the long-term

impacts on the stability of the child's development. Inhibiting factors of legal protection

for children as victims of criminal acts of law enforcement agencies are still not optimal

the quantity of investigators and the lack of socialization of the Child Protection Act.

Community factors as a dominant factor, namely the reluctance of the community to be a

witness in the process of law enforcement and lack of public knowledge about the

protection Law against child victims of criminal acts of obscenity. Cultural factors,

namely the existence of culture of individualism in the life of society, so they are

indifferent and do not care about the existence of criminal acts of child abuse. Keywords: Legal Protection, Child Abuse, Biological Father

I. Pendahuluan

  Anak pada dasarnya merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak yang belum matang secara mental dan fisik, kebutuhannya harus dicukupi, pendapatnya harus dihargai, diberikan pendidikan yang benar adanya suatu kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kejiwaannya, agar kelak anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai penerus bangsa. Pada kenyataannya anak justru mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang dewasa dan dijadikan sebagai objek tindak pidana.

  dalam kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan bagaimana lemahnya posisi anak ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya. Anak sangat rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya, di ruang- ruang publik, bahkan dirumahnya sendiri. Kekerasan terhadap anak dominan terjadi di dalam rumah tangga yang sebenarnya diharapkan dapat memberikan rasa aman, dan yang sangat disesalkan adalah kasus-kasus kekerasan terhadap anak selama ini dianggap 1 Gadis Arivia. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak . Ford Foundation. sebagai masalah yang wajar dan tidak dianggap sebagai tindak pidana kejahatan, dan yang sering terjadi tindak kekerasan pada anak disertai dengan

  2 Pencabulan merupakan tindakan

  pelanggaran hukum, pelanggaran moral, susila dan agama. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang pelaku terhadap anak yang masih di bawah umur, dapat menimbulkan trauma fisik dan psikis terhadap korban terutama yang berusia anak-anak sehingga bisa berpengaruh pada perkembangan diri korban ketika dewasa nanti.

  3 Pemerintah dalam rangka memberikan

  perlindungan terhadap anak, telah memberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan ini diberlakukan dalam guna memberikan perlindungan secara komprehensif atau menyeluruh terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana.

1 Anak yang menjadi korban kekerasan

  Upaya perlindungan hukum kepada anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan dikoordinasikan dan tingkatkan dalam bentuk kerjasama secara lokal, nasional, regional dan internasional, dengan strategi antara lain dengan mengembangkan koordinasi yang berkesinambungan di antara stake

  holder dalam penghapusan kekerasan

  seksual kepada anak. Pencegahan tindak pidana pencabulan dapat ditempuh 2 Primautama Dyah Savitri. Benang Merah

  Tindak Pidana Pelecehan Seksual . Penerbit Yayasan Obor. Jakarta. 2006. hlm.11 3 dengan strategi mengutamakan hak anak dalam semua kebijakan dan program pemerintah dan masyarakat, memberdayakan anak sebagai subyek pencabulan, serta menyediakan akses pelayanan dasar bagi anak di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.

  Fenomena yang melatar belakangi penelitian ini adalah aturan hukum tidak selalu dijadikan acuan bagi pembelaan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan. Sementara itu di sisi lain penegak hukum sangat terikat pada asas legalitas, sehingga undang- undang dibaca sebagaimana huruf-huruf itu berbunyi, dan sangat sulit memberikan interpretasi yang berbeda bahkan ketika harus berhadapan dengan kasus-kasus yang berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak jarang, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terkena imbas dari sistem peradilan yang tidak netral, seperti misalnya terkait persoalan politik dan uang. Oleh karena itu diharapkan dapat muncul pemikiran- pemikiran baru dan terobosan-terobosan yang dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi para pencari keadilan.

  Pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak dalam putusan Putusan Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK. dihukum 13 tahun penjara, sesuai dengan ancaman pidana dalam Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu 15 tahun penjara. Pidana yang dijatuhkan hakim tersebut merupakan bentuk perlindungan terhadap anak, sebab terdakwa yang berstatus sebagai melindungi korban. Selain itu perbuatan terdakwa dilakukan dengan disertai dengan ancaman kekerasan fisik, perbuatan terdakwa dilakukan secara (dilakukan lebih kurang 15 kali), perbuatan terdakwa mengakibatkan korban mengalami penderitaan lahir dan batin dan perbuatan terdakwa mengakibatkan korban hamil. Permasalahan penelitian ini adalah:

  1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung dalam Putusan Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK?

  2. Apakah faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung dalam Putusan Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  II. Pembahasan

  A. Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan yang Dilakukan oleh Ayah Kandung dalam Putusan Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK

  Perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung yang dimaksud dalam penelitian ini pidana yang mencak kejaksanaan dan penga peradilan pidana sebaga penegakan hukum hukum yang masing-m fungsi sendiri-sendiri, adalah kepolisian, ke pengadilan. Dalam ke sitematik ini tindakan b akan berpengaruh pad lainnya. Sistem peradilan dilaksanakan untuk kejahatan, dengan tuj masyarakat menjadi kor menyelesaikan kasus terjadi sehingga masyara bahwa keadilan telah yang bersalah d mengusahakan mereka melakukan kejahatan ti lagi kejahatannya. Menurut penjelasan Kepolisian sebagai a hukum berupaya semak dalam memberikan perli kepada anak sebagai pidana pencabulan, den berbagai langkah konstruktif dalam perlindungan hukum ses dan wewenangnya mewujudkan keamanan meliputi terpeliharanya ketertiban masyarakat tegaknya hukum, t perlindungan, pengayom dan terbina ketenteram yang menjunjung tingg 4 Hasil wawancara dengan He

  • masing memiliki ri, di antaranya kejaksaan dan kerangka kerja n badan yang satu ada badan yang dilan pidana tersebut menanggulangi tujuan mencegah korban kejahatan, us kejahatan yang arakat merasa puas h ditegakkan dan dipidana dan ka yang pernah n tidak mengulangi n Heri Sumarji

  Penyidik Unit Perlindungan P Anak. Kepolisian Daerah Lam

  ncakup kepolisian, pengadilan. Sistem gai penyelenggaan pidana yang

  4

  , aparat penegak aksimal mungkin perlindungan hukum ai korban tindak dengan melakukan strategis dan melaksanakan sesuai dengan hak dalam rangka an dalam negeri, ya keamanan dan kat, tertib dan terselenggaranya oman, pelayanan, raman masyarakat inggi Hak Asasi

  Heri Sumarji selaku n Perempuan dan ampung. Kamis 6

  Manusia. Pelaksanaan tug oleh kepolisian diarahkan pemeliharaan keamanan da penegakan hukum, masyarakat. Upaya ter dilaksanakan secara berke oleh kepolisian denga program sesuai dengan s yang telah ditetapkan sebelum Menurut Heri Sumarji

  5

  te perlindungan hukum ter sebagai korban tinda pencabulan, Kepolisian mungkin menanggapi se laporan dari anggota masya adanya tindak pidana penca melakukan penyelidikan, ka tersebut harus didukung ole yang kuat untuk menent termasuk sebagai tindak bukan. Dalam penyel rangkaian tindakan penyeli untuk mencari dan mene peristiwa yang diduga se pidana, guna menentukan tidaknya dilakukan Rangkaian tindakan penye dimaksudkan untuk peristiwa pidana da mencari/menemukan Tindakan penyidikan didahului dengan Manakala penyidik peristiwa yang dinilai se pidana, dapat segera penyidikan.

  5 Hasil wawancara dengan Heri Su Penyidik Unit Perlindungan Pere Anak. Kepolisian Daerah Lampu

  tugas dilakukan an pada upaya dan ketertiban, perlindungan, tersebut terus rkesinambungan ngan program- skala prioritas elumnya. terkait dengan terhadap anak indak pidana ian sesegera setiap adanya syarakat tentang ncabulan dengan n, karena laporan oleh bukti-bukti nentukan apakah k pidana atau yelidikan ini, elidik bertujuan nemukan suatu sebagai tindak ukan dapat atau penyidikan. yelidikan hanya menemukan dan tidak tersangka. tidak harus penyelidikan. menemukan sebagai tindak ra melakukan

  ri Sumarji selaku erempuan dan pung. Kamis 6 Menurut Pasal 42 Ayat (3) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997, proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan. Kewajiban untuk konsisten dengan norma hukum Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang menentukan bahwa hakim memeriksa perkara anak nakal dalam sidang tertutup. Kecuali dalam hal tertentu, sidang dapat dinyatakan sebagai sidang terbuka. Jadi, sebelumnya adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

  jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun

  2014 tentang Perlindungan Anak, dalam hal menjaga kerahasiaan anak yang berhadapan dengan hukum sudah tersedia Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang lebih maju, dimana adanya norma hukum yang mewajibkan penyidikan yang merahasiakan identitas anak. Karenanya, bukan lagi hanya sekadar hak anak, namun telah dirumuskan sebagai kewajiban penyidik dalam penyidikan. Anak berhak memperoleh bantuan hukum, dan bantuan lainnya, baik korban atau pelaku tindak pidana (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak).

  Perlindungan anak merupakan kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan dan bersifat melengkapi hak-hak lain dan menjamin bahwa anak akan menerima apa yang mereka berkembang dan tumbuh. Tujuan dasar dari perlindungan anak adalah untuk menjamin bahwa semua pihak yang berkewajiban mengawasi perlindungan memenuhi tugas yang telah ditetapkan itu.

  Setelah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan di Tingkat Kepolisian selesai dilaksanakan, yaitu dengan pelimpahan perkara oleh Pihak Kepolisian kepada kejaksaan maka selanjutnya Pihak Kejaksaaan akan menindak lanjuti perkara tersebut sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum yang berlaku. Penuntut umum dalam hal ini memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan. Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, maka penuntut umum menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dapat dilimpahkan ke pengadilan Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa perlindungan hukum terhadap anak pada tingkat kejaksaan dilakukan dengan dasar hukum KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

  jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun

  2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak, maka undang-undang ini melindungi hak-hak anak, di antaranya: setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, uga berkualitas apabila terdapat n sebagaimana 3), maka hal itu si pelaku tindak a anak. ngan hukum tindak pidana kum mulai dari dan pengadilan g sangat penting kum. Hal ini undang-undang penegak hukum m yang baik epastian hukum kan hukum yang stem peradilan yektif dan tidak memperhatikan secara seksama an berkembang

  nus testis nullus

  Undang-Undang enjatuhkan pidana tidak boleh tersebut kecuali ang-kurangnya dua

  sebagai saksi, sehingga apa alat bukti yang lain dimaksud dalam Ayat (3), cukup untuk menuntut si pe pidana pencabulan kepada a Pelaksanaan perlindung kepada anak korban ti pencabulan, penegak hukum kepolisian, kejaksanaan da merupakan faktor yang sa sebagai pelaksana hukum disebabkan oleh karena unda untuk dilaksanakan oleh pe dan penegakan hukum merupakan barometer kepa dan keadilan. Penegakan baik ialah apabila siste pidana bekerja secara obye bersifat memihak serta m dan mempertimbangkan se nilai-nilai yang hidup dan dalam masyarakat. g secara umum ngga tidak perlu erangan seorang cukup untuk rdakwa bersalah ng didakwakan dalam Ayat (3) tersebut tidak engan suatu alat

  testis ). Saksi korban jug

  Terdakwa atau hal yang sudah diketahui sehingga dibuktikan. menyebutkan bahwa ketera saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terda terhadap perbuatan yang kepadanya, sedangkan dal dikatakan ketentuan ter berlaku apabila disertai denga bukti yang sah lainnya (unus

  n Salman Al Farisi. gi Tanjung Karang.

  . Keterangan Ahli; uk; (e). Keterangan

  h, sehingga hakim nan bahwa suatu

  pada dilan berupaya kin menegakkan oses pengadilan, di bukti-bukti secara sah kim menjatuhkan dakwa tindak pidana anak sesuai dengan

  wajar sesuai dengan harka kemanusiaan, serta perlindungan dari k diskriminasi (Pasal 4) wali, atau pihak lain m bertanggung jawab at berhak mendapat per perlakuan diskriminasi, ekonomi maupun seksua kekejaman, keker penganiayaan, ketida perlakuan salah lainnya yang melakukan perlaku pemberatan hukuman [P dan (2)]. Menurut Salman Al dasarnya Pengadila semaksimal mungkin keadilan melalui proses mana berdasarkan bukti- dan meyakinkan, haki hukuman kepada terdakwa pencabulan terhadap ana amanat KUHP dan Perlindungan Anak.

  6

  Al Farisi

  4). Setiap anak n mana pun yang atas pengasuhan, perlindungan dari i, eksploitasi, baik ksual, penelantaran, kerasan, dan tidakadilan dan nnya. Setiap orang kuan itu dikenakan n [Pasal 13 Ayat (1)

  harkat dan martabat rta mendapat kekerasan dan

  Hakim Pengadilan Tinggi Senin 13 Februari 2017

  Hakim dalam hal menj kepada terdakwa menjatuhkan pidana t apabila dengan sekurang alat bukti yang sah, s memperoleh keyakinan tindak pidana benar-be terdakwalah yang melakukannya (Pasal 183 KUHAP bukti sah yang dimaks Keterangan Saksi; (b). Ke (c). Surat; (d). Petunjuk; 6 Hasil wawancara dengan

  • benar terjadi dan ng bersalah 183 KUHAP). Alat aksud adalah: (a).
Menurut Ratna Fitriani

  7

  upaya perlindungan kepada anak sebagai korban tindak pidana pencabulan tidak hanya dilakukan secara hukum, tetapi harus dilakukan secara terpadu baik perlindungan secara medis maupun secara psikologis. Perlindungan secara medis dilakukan untuk memulihkan kondisi fisik anak yang mungkin mengalami kerugian fisik (luka-luka, memar, lecet dan sebagainya) sebagai akibat dari pencabulan yang dialaminya. Perlindungan medis ini diberikan sampai anak korban tindak pidana pencabulan tersebut benar-benar sembuh secara fisik. Sementara itu perlindungan psikologis diberikan dengan melakukan pendampingan kepada anak korban tindak pidana pencabulan, yaitu dengan melaksanakan terapi kejiwaan atas trauma yang mereka alami akibat pencabulan. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi dampak jangka panjang bagi stabilnya perkembangan jiwa anak korban tindak pidana pencabulan.

  Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa anak adalah generasi penerus keluarga, masyarakat, bangsa dan negara harus dirawat, dibina, dan dibimbing agar dapat tumbuh kembang secara wajar sesuai potensi yang dimiliki dengan tetap membela dan mempertahankan identitas. Anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial dan oleh karena kondisinya yang rentan, 7 Hasil wawancara dengan Ratna Fitriani. Kabid

  Pelayanan dan Rebilitas Sosial pada Dinas Sosial Provinsi Lampung. Rabu 8 Februari 2017

  tergantung dan berkembang, anak lebih berisiko mendapatkan kekerasan dan eksploitasi ketimbang orang dewasa. Di sisi lain anak adalah pemilik masa depan jawab terhadap kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan kemampuan mereka untuk bisa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka. Uraian di atas sesuai dengan pendapat Tri Andrisman, bahwa perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of

  children ) serta berbagai kepentingan

  yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas.

  8 Undang-Undang Perlindungan Anak

  menentukan karakteristik pemerintah atau negara dalam menentukan sistem hukum perlindungan anak yang masih menampilkan kesenjangan hukum mengenai anak dan hak-hak anak yang masih belum sepenuhnya terintegrasi kedalam norma hukum positif dan belum maksimal khususnya dalam pemberian rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 Ayat (3) huruf a Undang- Undang Perlindungan Anak, menyatakan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan melalui: upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar 8 Tri Andrisman. Hukum Peradilan Anak. Bahan

  Ajar pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2013. hlm.12 lembaga. Dilatar belakangi ketidakadilan perlakuan antara hak-hak pelaku dan hak-hak korban dalam upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Atas dasar ini, negara harus ikut campur tangan secara aktif dalam upaya memberikan perlindungan terhadap nasib korban secara kongkrit dan individual, melalui rehablitasi sebagai bentuk kompensasi maupun restitusi Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganalisis bahwa perlindungan hukum kepada anak sebagai korban tindak pidana pencabulan adalah sebagai mekanisme dan rangkaian kegiatan pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan itu harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Bahkan sedemikian pentingnya perlindungan anak tersebut, upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

  Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor

  35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  B. Faktor-Faktor Penghambat Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan

  1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

  Faktor perundang-undangan (substansi hukum) yang tidak menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung, karena penegak Undang-Undang Perlindungan Anak telah secara jelas mengatur upaya perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan sehingga menjadi dasar hukum bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakannya.

  Pentingnya faktor perundang-undangan sebagai dasar hukum sesuai dengan karakter hukum positif dalam wujudnya sebagai peraturan peraturan perundang- undangan, di samping ditentukan oleh suasana atau konfigurasi politik momentum pembuatannya, juga berkaitan erat dengan komitmen moral serta profesional dari para anggota semangat hukum yang dibangun berkaitan erat dengan visi pembentuk Undang-Undang, maka dalam konteks membangun hukum yang demokratis, undang-undang penting dilakukan. Pembentuk undang-undang tidak semata-mata berkewajiban mengadaptasikan hukum untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik, tetapi juga memiliki kesempatan untuk memberikan sumbangan terhadap pembentukan perubahan masyarakat itu sendiri. Pembentuk undang-undang, dengan demikian, tidak lagi semata-mata mengikuti perubahan masyarakat, akan tetapi justru mendahului perubahan masyarakat itu. Masyarakat yang adil dan makmur serta modern yang merupakan tujuan pembangunan bangsa, justru sesungguhnya merupakan kreasi tidak langsung dari pembentuk undang- undang.

  instrumen hukum pidana menciptakan tata tertib di dalam masyarakat melalui pemberian pidana kepada para pelaku kejahatan, artinya dengan ditetapkannya di dalam undang-undang perbuatan- perbuatan tertentu sebagai perbuatan yang dilarang disertai ancaman pidana, atau dengan ditetapkannya perbuatan- perbuatan tertentu sebagai tindak pidana di dalam undang-undang, maka diharapkan warga masyarakat akan mengerti dan menyesuaikan diri sehingga tidak melakukan perbuatan- perbuatan yang telah dilarang dan diancam pidana itu. 9 Roeslan Saleh, Penjabaran Pancasila dan

  UUD 1945 Dalam Perundang-Undangan , Bina

  2. Faktor Penegak Hukum Menurut Ratna Fitriani

  10

  faktor aparat penegak hukum yang menghambat perlindungan hukum terhadap anak dilakukan oleh ayah kandung adalah masih terbatasnya kuantitas penyidik Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan. Selain itu minimnya sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak pada masyarakat, khususnya kelompok masyarakat di daerah terpencil, berpendidikan rendah dan ekonomi rendah oleh aparat penegak hukum sehingga mereka tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang pentingny perlindungan hukum terhadap anak dan tidak tahu bagaimana memperoleh perlindungan hukum tersebut. Seharusnya aparat penegak hukum dapat bekerja lebih maksimal dalam mensosialisasikan Undang- Undang Perlindungan Anak pada masyarakat, agar pengetahuan dan kesadaran mereka meningkat dan mereka dapat memperoleh perlindungan hukum, khususnya bagi anak-anak mereka yang mengalami tindak pidana pencabulan. Hal ini penting dilakukan, mengingat perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari berbagai kekerasan 10 Hasil wawancara dengan Ratna Fitriani. Kabid

9 Peraturan perundang-undangan sebagai

  Pelayanan dan Rebilitas Sosial pada Dinas Sosial Provinsi Lampung. Rabu 8 Februari 2017 dan diskriminasi, termasuk perlindungan dari tindak pidana tindak pidana pencabulan terhadap anak.

11 Faktor sarana

  Menurut Heri Sumarji

  dan fasilitas tidak menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung, karena penegak hukum perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung telah didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan proses penyidikan. Selain itu ketersedian sarana prasarana juga menjadi instrumen penting dalam penegakan hukum yang memiliki peranan besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kepentingan mayoritas masyarakat atau warga negara, terjaminnya kepastian hukum sehingga berbagai perilaku tindak pidana dan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan anggota masyarakat atas anggota masyarakat lainnya akan dapat dihindarkan. Dengan kata lain penegakan hukum secara ideal akan dapat mengantisipasi berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti bagi masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum. Pentingnya masalah penegakan hukum dalam hal ini 11 Hasil wawancara dengan Heri Sumarji selaku

  Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak. Kepolisian Daerah Lampung. Kamis 6

  berkaitan dengan semakin meningkatnya kecenderungan berbagai fenomena tindak pidana baik secara kuantitatif dan kualitatif serta mengalami kompleksitas maupun keadaannya.

  4. Faktor Masyarakat Menurut Salman Al Farisi

  12

  faktor masyarakat yang menghambat perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung adalah adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak.

  Kehidupan masyarakat memerlukan eksistensi hukum, karena bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Hukum semakin diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dan manusia dituntut untuk dapat mengendalikan perilakunya, sebab tanpa pengendalian dan kesadaran untuk membatasi perilaku yang berpotensi merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka peran hukum menjadi sangat penting untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia dengan alam sekitar dan manusia dengan negara, tetapi pada kenyataannya ada manusia yang 12 Hasil wawancara dengan Salman Al Farisi.

  Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.

  Menurut Salman Al Farisi

  13

  faktor budaya yang menghambat perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung adalah adanya budaya individualisme dalam kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak. Hal ini tentunya akan menjadi penghambat sebab apabila sikap individualisme dan tidak peduli telah menjadi bagian dari budaya masyarakat kota pada khususnya, maka pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak akan mengalami hambatan karena kurangnya partisipasi atau dukungan dari masyarakat yang telah memiliki nilai- nilai individualisme dalam kehidupan.

  Faktor terjadinya tindak pidana pencabulan kepada anak, karena rendahnya pengetahuan masyarakat pada umumnya tentang bagaimana dan kepada siapa mencari perlindungan hukum bagi anak-anak mereka yang menjadi korban tindak pidana pencabulan, karena kurangnya sosialiasi khususnya pada masyarakat di daerah terpencil, berpendidikan dan ekonomi rendah. Selain itu berkembangnya mitos di tengah-tengah masyarakat bahwa 13 Hasil wawancara dengan Salman Al Farisi.

  Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.

  melakukan hubungan badan dengan anak-anak akan dapat meningkatkan keperkasaan seorang laki-laki dan membuat jadi awet muda. Mitos ini turut anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan.

  III. Penutup

  A. Kesimpulan

  1. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan berdasarkan Undang- Undang Perlindungan Anak adalah dengan memberikan perlindungan hukum, perlindungan medis dan perlindungan psikologis. Perlindungan secara medis dilakukan untuk memulihkan kondisi fisik anak yang mungkin mengalami kerugian fisik (luka-luka, memar, lecet dan sebagainya) sebagai akibat dari pencabulan yang dialaminya. Perlindungan medis ini diberikan sampai anak korban tindak pidana pencabulan tersebut benar-benar sembuh secara fisik. Perlindungan psikologis diberikan dengan melakukan pendampingan kepada anak korban tindak pidana pencabulan, yaitu dengan melaksanakan terapi kejiwaan atas trauma yang mereka alami akibat pencabulan untuk mengantisipasi dampak jangka panjang bagi stabilnya perkembangan jiwa anak korban tindak pidana pencabulan.

  2. Faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan faktor aparat penegak optimalnya kuantitas penyidik dan minimnya sosialisasi Undang- Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Undang Perlindungan Anak. Faktor Selekta Hukum Pidana dan masyarakat sebagai faktor yang Kriminologi, masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum serta Gosita, Arief. 2001, Masalah Korban kurangnya pengetahuan masyarakat Kejahatan, Pressindo, Jakarta. mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai pencabulan. Faktor budaya, yaitu Hukum Pidana dan Acara adanya budaya individualisme dalam Pidana . Ghalia Indonesia kehidupan masyarakat, sehingga Jakarta. mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan adanya tindak Harahap, M. Yahya. 1998. Pembahasan pidana pencabulan terhadap anak. Permasalahan dan Penerapan KUHAP . Sinar Grafika. Jakarta.

B. Saran

  Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar 1. Agar perlindungan hukum terhadap Hukum Pidana Indonesia , PT. anak yang menjadi korban Citra Adityta Bakti, Bandung. perkosaaan dioptimalkan oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait Marpaung, Leden. 2004. Kejahatan dengan memberikan perlindungan terhadap Kesusilaan dan secara medis dan secara psikologis Masalah Prevensinya Sinar terhadap anak korban kejahatan Grafika, Jakarta. perkosaaan, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara baik dalam Moeljatno, 1983. Perbuatan Pidana dan rangka menyongsong masa Pertanggung jawaban Dalam depannya. Hukum Pidana, Bina Aksara,

  2. Hendkanya pada masa mendatang Jakarta. pidana yang dijatuhkan secara maksimal sesuai ancaman dalam Muladi. 1997 Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Perlindungan Anak, Politik dan Sistem Peradilan dalam rangka memberikan efek jera Pidana. Badan Penerbit UNDIP. dan meminimalisasi terjadinya Semarang. kejahatan pencabulan terhadap anak.

  Rahardjo, Satjipto. 1996. Hukum dalam

  DAFTAR PUSTAKA Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam

  Andrisman, Tri. 2013. Hukum Pembangunan Hukum dalam

  

Peradilan Anak . Bahan Ajar Perspektif Politik Hukum

pada Bagian Hukum Pidana Nasional. Rajawali. Jakarta.

  Fakultas Hukum Universitas

  • . 1986. Faktor-Faktor yang

  Widiaksara Indonesia, Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

  Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

  Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

  Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

  jo. Undang-Undang Nomor 35

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

  Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak , Gramedia

  Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem

  Wadong, Maulana Hasan. 2006.

  Mempengaruhi Penegakan Hukum . Rineka Cipta. Jakarta.

  Jakarta.

  Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum . Rineka Cipta.

  Hukum Pidana . Penerbit Pustaka Magister, Semarang.

  Jakarta. Rosidah, Nikmah. 2011. Asas-Asas

  oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika.

  Pengabdian Hukum Jakarta. Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum

  Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan Penegakan Toleransi. Pusat Keadilan dan

  Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 59/Pid./2015/PT TJK

Dokumen yang terkait

ANALISIS KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DILAKUKAN SUAMI TERHADAP ISTRI (Studi di Polresta Bandar Lampung)

0 0 11

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) (Studi Kasus Putusan Nomor : 50/Pid./2015/PT.TJK)

0 0 11

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI TELEPON GENGGAM YANG DILAKUKAN OLEH NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Bandar Lampung)

0 0 19

URGENSI PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA NARKOTIKA YANG BERTENTANGAN DENGAN SYARAT PP NO. 99 TAHUN 2012

0 1 12

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI SMS (Short Message Service) (Analisis Putusan No : 59Pid.B2015PN.Sdn) (Jurnal)

0 0 17

ABSTRAK PERAN PENYIDIK DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN CARA MUTILASI (STUDI KASUS DI POLDA LAMPUNG)

0 0 16

MEDIASI PENAL OLEH LEMBAGA KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN DALAM MEWUJUDKAN PRINSIP RESTORATIVE JUCTICE (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

0 0 14

KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAEKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH (Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung)

0 1 15

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK (Putusan Perkara Nomor 548Pid.Sus2016PN.Tjk) (Jurnal)

0 0 12

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENAMBANGAN BATU ILEGAL DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Pada Polres Lampung Utara) Jurnal Penelitian

0 0 13