PROBLEMATIKA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA TKI ( Studi di Desa Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik )

  PROBLEMATIKA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA TKI ( Studi di Desa Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik )

Disusun oleh

FARIDATUL LAILIYAH

  NIM 071411431062

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

  

Semester Genap 2017/2018

  

PROBLEMATIKA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA TKI

( Studi di Desa Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik )

  Faridatul Lailiyah NIM 071411431062

  Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

  Universitas Airlangga Email

  Semester Genap 2017/2018

  

Abstrak

  Keberadaan orangtua dalam keluarga sangat dibutuhkan untuk mendidik, merawat, dan mengasuh anak. Keluarga yang utuh dapat memberikan peluang besar bagi anak untuk mendapatkan hak-haknya. Tidak terkecuali dengan keluarga TKI, kehidupan anak ketika ditinggalkan orangtua baik salah satu maupun keduanya terkait problematika pengasuhan anak menjadi hal menarik untuk diteliti. Oleh karena itu peneliti ingin mendalami gambaran pengasuhan anak dan problematika pengasuhan anak pada keluarga TKI di Desa Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik.

  Untuk menganalisis fenomena yang terjadi peneliti menggunakan kerangka teori Peter L. Berger tentang Dialektika dan J.W Santrock tentang Pola Asuh. Peneliti ingin mengetahui dan mendalami cara orangtua/pihak yang mengasuh anak ketika di tinggal oleh salah satu maupun kedua orangtuanya bekerja sebagai TKI sebagai wujud pemenuhan hak anak, dengan mengkombinasikan kedua teori tersebut peneliti berharap dapat mendalami fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penentuan informan penelitian ini menggunakan teknik accidental dengan melibatkan lima orang pengasuh dan tiga anak.

  Berdasarkan informasi dari informan penelitian ini, problematika pengasuhan anak pada keluarga TKI dapat dilihat dari kendala dalam proses pengasuhan dan dampak yang ditimbulkan terkait pengasuhan anak pada keluarga TKI. Problematika pengasuhan anak ini berawal dari hal-hal yang termuat dalam gambaran pengasuhan anak seperti latar belakang keluarga, faktor pendorong orangtua bekerja sebagai TKI, makna anak pada keluarga TKI, dan pandangan anak ketika orangtua bekerja sebagai TKI.

  Secara umum, kendala yang muncul dalam pengasuhan anak ialah sosok ibu yang kesulitan dalam memerankan diri sebagai ayah dan proses penyesuaian diri dari pihak pengasuh maupun anak serta hal yang berdampak dalam pengasuhan yang dilaksanakan oleh pihak pengasuh adalah; 1. Anak yang diasuh oleh ibu kandungnya ketika ayah bekerja sebagai TKI lebih memilih mengasuh dengan otoritatif; 2. Anak yang diasuh bibinya ketika ibu kandungnya bekerja sebagai TKI lebih memilih mengasuh dengan cara permisif indulgen; 3. Anak yang diasuh oleh kerabat jauh ketika kedua orangtuanya bekerja sebagai TKI memiliki kombinasi atas pengasuhan yang dilakukan yakni otoritatif oleh kerabatnya dan permisif indiferen oleh orangtua kandungnya.

  Kata Kunci : Problematika Pengasuhan Anak, Keluarga TKI, Pola Asuh, Dialektika

Abstract

  The parents in family are needed to educating, tending, and parenting. The

whole can provide a great opportunity for children to get his/ her rights . Including

with the family migrant workers, the children when left parents either one or both

associated problems childcare be interesting thing for treatment. Hence the

researchers want to learn about the parenting profile and problematic parenting

for the migrant workers in Golokan village Sidayu sub district Gresik district.

  To analyze phenomenon that occurs researcher using the framework of the

theory Peter L. Berger about dialectics and J.W Santrock of a foster. Researchers

want to know and explore a parental manner/parties nurture when behind by one

and his parents work as migrant workers as a form of the fulfillment of the rights

of the child, with combined second theory researchers hope to be able to explore

the treatment phenomenon. This research in a qualitative. The determination of

informants this research using a technique accidental by involving five people

nanny and three children.

  Based on the findings data in the field, problematic parenting for the

migrant workers can be seen from constraint in the process of parenting and

impacts generated related childcare for the migrant workers. Problematic

childcare this went of things that is contained picture parenting as family

background, factors driving parents work as migrant workers, meaning a child at

the family migrant workers, and views the children when parents work as migrant

workers.

  In general, obstacles that arise in parenting is the figure of mother who

difficulty in play yourself as father and the process of adjusting self from the

nanny and the children as well as thing impacted their which is held by the nanny

is; 1. Children who raised by his mother when his father worked as migrant

workers prefer nurturing with authoritative; 2. Children who raised by his aunt

  

when his mother work as migrant workers prefer charge of with in a permissive

indulgent; 3. Children who raised by a distant relative when his parents work as

migrant workers have the combination over their done namely authoritative by

anyone close and permissive indifferent by his parents.

  Keywords: Problematic Parenting, Family Migrant Workers, Foster Pattern, Dialectics A.

Pembahasan

  Problematika pengasuhan dilaksanakan oleh pihak yang anak pada keluarga TKI dapat dilihat mengasuh. dari kendala dalam proses Gambaran pengasuhan anak pengasuhan dan dampak yang pada keluarga TKI menunjukkan ditimbulkan terkait pengasuhan anak bahwa tiga dari lima informan pada keluarga TKI di Desa Golokan penelitian ini berlatarbelakang anak Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik. yang diasuh oleh ibu kandungnya Problematika pengasuhan anak ini ketika ayah bekerja sebagai TKI, muncul berawal dari hal-hal yang anak yang diasuh oleh bibi yang juga termuat dalam gambaran pengasuhan mantan TKW ketika ibunya bekerja anak seperti latar belakang keluarga, sebagai TKW, dan sanak keluarga faktor pendorong orangtua bekerja yang mengasuh anak ketika kedua sebagai TKI, makna anak pada orangtua bekerja sebagai TKI. keluarga TKI, dan pandangan anak Kehidupan anak dengan ketika orangtua bekerja sebagai TKI. keluarga yang ayahnya berangkat ke Akhirnya memunculkan pelbagai luar negeri memiliki kecenderungan kendala-kendala dan berdampak pada masih diperhatikan, terkontrol dengan pengasuhan yang dipilih dan baik oleh ibunya, bahkan menjadi siswa berprestasi di sekolah. Sedangkan ketika ibunya menjadi TKI maupun kedua orangtuanya menjadi TKI kehidupan anak memiliki kecenderungan untuk bertindak bebas, menutup diri dari orang lain, menjadi penyendiri, dan berwatak keras.

  Selain itu, lama bekerja dan kali pertama berangkat menjadi TKI menjadi faktor pendorong yang menentukan kehidupan dan sifat anak. Berdasar pada hasil penelitian ini keseluruhan informan memiliki lama kerja dan kali pertama berangkat yang bervariasi. Lama orangtua yang bekerja menjadi TKI memiliki rentang delapan hingga lima belas tahun, sedangkan kali pertama berangkat anak-anak saat itu berusia dua hingga tiga tahun.

  Hasil membuktikan bahwa semakin dini usia anak ketika ditinggalkan oleh orangtua baik salah satu maupun keduanya menjadi TKI akan memengaruhi kepribadian, tumbuh kembang, dan pola pikir anak. Usia anak ini juga berbanding lurus dengan komunikasi yang di jalin kedua pihak tersebut. Dua informan penelitian ini ada yang ditinggal orangtuanya bekerja saat berusia 1,5 dan 2 tahun, mereka memiliki hal yang berbeda.

  Pada anak yang ditinggal orangtuanya (ayah) menjadi TKI dia bisa meubah karakter yang manja menjadi lebih mandiri karena melihat ibunya melakukan segala hal sendiri, dengan kontrol, bimbingan,dan dukungan dari ibunya ia menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Meskipun dia juga memiliki kepribadian tertutup dan belum bisa mengekspresikan perasaan ayahnya karena pada saat kecil sudah di tinggal ayahnya. Sehingga memunculkan kesan malu, takut, dan sebagainya. Komunikasi keduanya lancar dan ibunya selalu mengajaknya diskusi ketika ibunya belum bisa melakukan hal yang diinginkan anak.

  Berbeda dengan anak yang ditinggal kedua orangtuanya menjadi TKI ketika berusia dua tahun. Meskipun ibunya sering pulang, anak-anaknya menjadi cenderung hidup bebas, tidak mau diatur, dan seringkali memberontak. Hal tersebut dikatahui bahwa ibunya mendidik secara otoriter. Hukuman selalu berlaku ketika anak melakukan kesalahan. Sehingga membuat anak berpikir ada atau tidak ada ibunya tidak ada efek bagi hidupnya. Hal yang terpenting bagi mereka adalah harta (uang) dan keinginannya dipenuhi oleh orangtuanya. Pada informan ini, peran pihak yang mengasuh begitu penting untuk menyembuhkan atau meringankan sakit yang sedang di derita anak tersebut.

  Ketika orangtua pulang, lama tinggal di rumah juga memengaruhi kedekatan emosional anak. Hal itu dikarenakan waktu yang sebentar belum bisa mengobati rasa rindu anaknya kepada orangtua. Empat dari lima informan kami menyatakan bahwa hal tersebut menjadi faktor pemicu atas keinginan anak untuk orangtua yang saat ini bekerja menjadi TKI di luar negeri untuk pulang dan mencari pekerjaan yang dekat dengan keluarga.

  Secara umum, informan dalam penelitian ini menyadari salah satu hak anak yakni pengasuhan. Akan tetapi dalam prosesnya memiliki permasalahan masing - masing. Meskipun mereka memiliki berbagai permasalahan, ternyata pendidikan terakhir pihak yang mengasuh dan keingintahuan pihak yang mengasuh untuk belajar ilmu baru menentukan cara mengasuh anak. Hal itu dibuktikan dari cara melindungi dan menjaga anak dari pengaruh dunia luar baik itu internet, hubungan dengan teman melalui sosial media, tontonan yang ditonton, dan keterbukaan anak kepada orangtua.

  Seperti hal yang diungkapkan oleh salah satu informan penelitian ini, sebut saja Bu Maria. Ia beranggapan bahwa walaupun pendidikan terahirnya SD, untuk anak dan perubahan jaman. Orangtua memiliki kewajiban untuk lebih peduli dan menjaga anak serta harus bisa mengikuti perubahan teknologi dan informasi. Jadi, dapat diasumsikan bahwa meskipun lulusan SD, SMP atau pun SMA, pihak yang mengasuh anak ketika ditinggal salah satu atau pun kedua orangtuanya bekerja sebagai TKI ini memiliki rasa keingintahuan tinggi terkait hal yang berkaitan dengan anak, sehingga dapat berpengaruh baik pada anak begitu pula sebaliknya.

  Hal yang tergambar dari pengasuhan anak pada keluarga TKI tersebut sebagai hal yang mengeks- ternalisasi sebagai proses pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia baik aktivitas fisis maupun mental. Interaksi yang muncul antar kedua individu orangtua dengan anak atau pun pihak yang mengasuh dengan anak dengan bantuan lingkungan sebagai alat yang mampu untuk mengubah anak mulai dari kepribadian, sifat, dan karakter anak. Pada anak yang ditinggal oleh ayah, ibu maupun ayah ibunya sekaligus akan memengaruhi interaksi antar keduanya. Meskipun orangtua melakukan interaksi melalui kecanggihan teknologi komunikasi dan pesan gambar senyatanya hal tersebut juga dapat mengubah diri dari anak.

  Hal itu berarti eksternalisasi pada anak yang ditinggal oleh ayahnya menjadi TKI dilakukan oleh pihak yang mengasuh dapat mengubah anak menjadi lebih baik. Usaha untuk memberikan dorongan dan stabilitas dari orangtua ke anak mampu membuat anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam hal ini Santrock (2007) menyatakan bahwa cara pengasuhan orangtua yang baik kepada anak akan memberikan teladan yang baik untuk anaknya di masa yang akan datang. Hal itu dikarenakan hal yang ditunjukkan oleh orangtua baik secara sadar atau tidak dapat ditiru oleh anaknya.

  Begitu pula dengan Hurlock (2010), ia menyatakan bahwa pola asuh yang dilakukan oleh orangtua kepada anak akan membentuk kepribadian anak dalam bersosialisasi.

  Akan tetapi, hal berbeda terjadi pada anak yang ditinggal oleh ibunya maupun kedua orangtua dari anak tersebut. Usaha untuk memberikan dorongan dan stabilitas dari pihak pengasuh menjadi kurang maksimal diterima oleh anak. Hal itu dapat dipengaruhi oleh interaksi yang terjalin antara anak dan orangtua kandung kurang berjalan dengan baik. Sehingga hal baik yang diberikan oleh pihak pengasuh diterima oleh anak, anak akan berpikir untuk mengembalikan pemikiran tersebut kepada hal yang dilakukan oleh orangtua kandungnya. Hal tersebut bisa terjadi karena pihak yang mengasuh anak ini pada awalnya tidak memiliki hubungan kedekatan secara emosional.

  Walaupun berada pada hubungan keluarga somah, pihak pengasuh baru melakukan eksternalisasi pada anak ketika orangtua kandung meminta tolong untuk membantu mengasuh anaknya. Oleh sebab itulah, anak memilih untuk menjadi tertutup, pendiam, dan bertindak bebas bahkan berwatak keras karena eksternalisasi yang di dapat tidak hanya dari pihak pengasuh saja melainkan juga lingkungan pergaulan yang ikut membentuknya seperti itu.

  Selain itu, hal yang bisa menentukan eksternalisasi berjalan baik atau tidak ialah berdasar pada usia anak ketika orangtua memutuskan untuk menjadi TKI. Semakin kecil usia anak ketika ditinggalkan oleh orangtua baik salah satu maupun keduanya menjadi TKI akan memengaruhi kepribadian, tumbuh kembang, dan pola pikir anak. Hal lain yang bisa mendukung adalah waktu pulang dan lama tinggal ketika orangtua berada di rumah, serta kemauan untuk belajar hal baru atau pun usaha untuk mendekati anak menjadi poin tersendiri.

  Dalam kaitannya dengan penelitian ini, objektivitas yang dimaksud muncul pada kendala dalam proses pengasuhan anak pada keluarga TKI. Kendala itu muncul sebagai hal yang terjadi dalam gambaran pengasuhan anak. Kendala utama dalam proses pengasuhan anak pada keluarga TKI di lokasi penelitian ini adalah pihak yang mengasuh terutama ibu seringkali kesulitan untuk memerankan sosok ayah ketika dihadapkan dengan permasalahan yang berkaitan dengan anak.

  Hal tersebut memunculkan tindakan anak untuk melakukan protes, kepada pihak yang mengasuh baik salah satu orangtua maupun pihak lain yang ikut mengasuh. Objektivitas ini bergantung pada eksternalisasi yang diberikan oleh pihak yang mengasuh kepada anak. Tindakan protes yang dilakukan anak ini berkaitan dengan lama bekerja dan lama orangtua ketika di rumah. Meskipun demikian wujud dari protes anak yang ditinggal oleh salah satu orangtua maupun kedua orangtuanya memiliki perbedaan.

  Pada anak yang ditinggal oleh ayah menjadi TKI pada proses eksternalisasi yang berbeda ternyata memiliki kesamaan tindakan yakni sulit untuk mengekspresikan secara langsung kepada ayahnya. Hal itu dikarenakan mereka memiliki rasa takut dan khawatir apabila ketika diutarakan membuat ayahnya sedih dan kecewa atas tindakan yang dilakukan. Sehingga mereka lebih memilih untuk diam dan tidak menjelaskan hal yang sebenarnya. Hal ini ternyata secara tidak langsung terpengaruh dari proses eksternalisasi yang dilakukan oleh pihak pengasuhnya yakni ibu. Mereka mendidik anak untuk menerima segala hal yang terjadi pada hidupnya sebagai ketentuan dari Tuhan Yang Maha Esa.

  Akan tetapi situasi demikian jauh berbeda dengan anak yang ditinggal oleh ibu dan kedua orangtuanya bekerja menjadi TKI.

  Pada anak yang ditinggal oleh ibu, ia lebih berani untuk mengutarakan hal yang sedang bertentangan dengannya. Meskipun terkadang ketika anak telah mengutarakan segala hal yang dirasakan mereka cenderung memilih untuk berdiam diri di kamar baik karena merasa bersalah atau menyesal telah melakukan hal tersebut.

  Sedangkan pada anak dengan kedua orangtua yang menjadi TKI obyektivasi ini muncul atas reaksi yang ditimbulkan dari eksternalisasi yang dilakukan oleh orangtua kandungnya. Kurangnya interaksi dengan orangtua kandung membuat anak tersebut menentang dari asuhan bibinya. Tindakan tersebut berupa ucapan lisan yang disampaikan langsung kepada bibinya seperti

  “Ada atau nggak ada ibu sama ayah nggak ngefek. Mesisan ae gak tau moleh.

  Selain itu, anak dari keluarga tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Hal itu beralasan bahwa anak tersebut berada dalam kontrol sosial yang baik ketika mereka bandel, kehidupannya diperhatikan orang lain, atau sekadar menimbulkan iba dari tetangga atau dengan kata lain kehidupan anak ini menjadi sorotan tersendiri di masyarakat. Nampaknya mereka sudah membuat penilaian tersendiri di masyarakat. Masyarakat pro menganggap bahwa mereka sebagai kontrol sosial menyadari bahwa kemungkinan hal yang terjadi pada anak karena kurangnya kasih sayang orangtua, didikan keras dari orangtua kandungnya, dan wujud mencari perhatian dari pihak luar.

  Pada masyarakat yang kontra menganggap sikap yang ditunjukkan anak tersebut pada beberapa orang mengubah penilaian dengan cara menyamaratakan semua anak dari keluarga TKI itu bandel, terlalu

Ibuk dewe nek moleh yo nggepukan, jahat, ket biyen gak berubah”

  dimanjakan, dan semaunya sendiri. Padahal tidak semua anak dari keluarga TKI seperti itu, bagi Berger kondisi semacam ini lah sebagai wujud benda non materiil yang mampu menentang kehendak produsennya. Produsen yang dimaksudkan adalah orangtua kandung dan pihak pengasuhnya.

  Peran-peran dan identitas yang terjadi ialah bentuk dari fenomena nyata secara obyektif yang terjadi dalam dunia sosial tidak lain adalah produk-produk manusia itu sendiri. Artinya fenomena obyektif itu muncul bernilai negatif atau positif di masyarakat sebagai dampak dari proses eksternalisasi yang berjalan kurang maksimal.

  Tahap dialektis terakhir adalah internalisasi, menurut Berger internalisasi adalah wujud peresapan kembali realitas oleh manusia. Dari peresapan tersebut mentrans- formasikan sekali lagi dari struktur dunia obyektif kedalam struktur kesadaran yang subyektif. Melalui objektivasi, masyarakat menjadi realitas sui generis, unik, dan melalui internalisasi inilah manusia sebagai produk masyarakat. Dengan kata lain, proses internalisasi ini sebagai penggambaran individu untuk mengikuti tindakan dari realitas sosial sebagai kebenaran yang harus dilakukan.

  Dalam kaitannya dengan penelitian ini, proses internalisasi ini bergantung pada dua proses sebelumnya yakni proses eksternalisasi dan obyektivasi. Dalam penelitian pengasuhan anak pada keluarga TKI, proses internalisasi tersebut dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan ketika pihak pengasuh memenuhi hak anak. Dampak ini muncul atas tindakan yang dilakukan oleh pihak yang mengasuh anak dalam proses eksternalisasi dan objektivasi.

  Sehingga hal yang dikatakan sebagai produk dapat bernilai baik atau buruk bergantung dari cara orangtua kandung dan pihak yang mengasuh dalam proses pemenuhan anak sebagai bagian dari pemenuhan hak anak. Pada anak yang ditinggal oleh ayahnya menjadi TKI dalam proses eksternalisasi yang baik yakni diperlakukan dengan baik oleh ibu kandungnya selaku pihak pengasuhnya seperti diberi dukungan atas hal yang dilakukan anak, anak diberikan kebebasan untuk berpendapat, memilih sesuatu, dan memberikan arahan ketika anak mengalami kesulitan serta senantiasa ada di segala kemungkinan yang terjadi pada anak.

  Meskipun demikian, dalam menyelesaikan kendala pihak yang diasuh langsung oleh ibu kandungnya ini lebih mengede-pankan diskusi atas hal yang sedang terjadi. Walaupun tidak semua hal yang didiskusikan dengan anak berjalan dengan lancar, akan tetapi dengan proses eketernalisasi seperti itu bisa menumbuhkan hal baik bagi tumbuh kembang, kepribadian, karakter, dan sifat anak. Sehingga anak sejak dini bisa memahami hal yang sedang dialami oleh orangtuanya. Hal ini juga menjadi dilematis bagi salah satu informan penelitian ini yang menjadi mantan TKW mengasuh anak kandungnya dan mengasuh keponakannya.

  Namun hal buruk yang memungkinkan terjadi adalah ada kecenderungan anak untuk memiliki rasa takut mengekspresikan diri ketika menginginkan hubungan yang lebih baik antara orangtua dengan anak khususnya pada ayah yang sudah lama bekerja di luar negeri, pemalu, dan memiliki kewaspadaan yang tinggi ketika bertemu dengan orang baru. Hal tersebut dirasakan secara langsung oleh peneliti, empat dari anak keluarga TKI ketika peneliti berkunjung dan bermaksud untuk mendekatinya. Peneliti membutuhkan waktu dua hingga lima hari untuk bisa membuatnya nyaman untuk bercerita, mengajak bermain, dan melakukan wawancara sesuai dengan fokus penelitian.

  Berbeda dengan anak dari keluarga yang ibu kandungnya menjadi TKI dan kedua orangtuanya menjadi TKI. Kedua latar belakang keluarga tersebut memiliki pengasuh diluar keluarga inti yakni melibatkan keluarga jauh dan keluarga dekat.

  Sehingga internalisasi yang dihasil- kan oleh anak ini sebagai hasil perwujudan dari eksternalisasi yang dilakukan oleh pihak yang mengasuh dan interaksinya kepada orangtua. Sehingga internalisasi yang memungkinkan untuk dipilih anak lebih banyak berasal dari interaksinya dengan orangtua kandung daripada pihak yang mengasuh. Hal itu terlihat dari dampak yang ditimbulkan oleh anak yang ditinggal ibunya menjadi TKI memiliki kecenderungan tertutup, penyendiri, pendiam, sensitif, sulit berkomunikasi dengan pihak luar. Sehingga peran dari pihak yang mengasuh menjadi pentung untuk bisa mengubah lebih berani mengekspresikan diri dan terbuka jika memiliki masalah untuk diselesaikan bersama.

  Pada anak yang ditinggalkan oleh kedua orangtua menjadi TKI dari proses eksternalisasi yang kurang maksimal dari orangtua kandung membuat anak menginternalisasikan diri untuk bertindak semaunya, keras kepala, susah dinasehati, dan cenderung gaya hidup mewah. Peran pihak pengasuh dalam konteks ini lebih memilih untuk menasehati, menjadi penengah disaat hubungan dengan orangtua kandungnya tidak baik, dan selalu ada disaat mereka membutuhkan, selebihnya pihak pengasuh menyerahkan keputusan apa pun kepada anak.

  Berdasarkan ketiga tahapan tersebut hipotesis awal yang bisa dilihat dari teori dialektika dalam penelitian ini menunjukkan pada terpenuhi atau tidaknya hak anak, bergantung dari proses eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi yang dilakukan oleh pihak yang mengasuh, orangtua kandung, anak dan lingkungan sekitar. Sehingga jauh daripada itu, proses eksternalisasi ini bagi Berger merupakan tahap mendasar yang menentukan pola perilaku antarindividu dengan produk sosial di masyarakat. Produk sosial di masyarakat yang di maksud adalah keluaran yang dihasilkan dari input dan proses dalam mengasuh anak.

  Berawal dari ketiga tahapan tersebut dapat dilihat bahwa pola asuh yang dilakukan oleh pihak yang mengasuh anak pada keluarga TKI memiliki variasi sebagai berikut : a. Pada anak yang ditinggal oleh ayahnya dengan pihak pengasuh adalah ibu kandungnya sendiri. Maka hal yang terlihat dalam teori pola asuh menyebutkan keluarga ini termasuk pada kategori pola asuh otoritatif (authoritative parenting). Hal itu dikarenakan orangtua yang mengasuh anak pada kategori ini mendorong anak-anak untuk mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas pengendalian atas tindakan yang mereka lakukan. Musyawarah menjadi pilihan ketika hal terjadi pada anak; b. Pada anak yang ditinggal ibunya, dengan pihak pengasuh adalah bibinya yang juga mantan TKW. Maka hal yang terlihat dalam teori pola asuh ini termasuk pada kategori pola asuh permisif indulgent (permissive indulgent). Hal itu dikarenakan pihak yang mengasuh bukan hanya orangtuanya sendiri melainkan ada sosok bibi dan intensitas bertemu dengan anak lebih pada bibi, sehingga memungkinkan bibinya memilih pola asuh demikian.

  Hal itu beralasan bahwa anak sudah terlalu banyak menyimpan kesedihan dan cobaan dalam hidup sejak masa tumbuh kembangnya. Sehingga sedikit batas adalah pilihan supaya anak lebih bisa bebas dan mengekspresikan diri; c. Pada anak yang ditinggal oleh kedua orangtua menjadi TKI, dengan pihak pengasuh adalah kerabat jauh. Maka dalam teori pola asuh anak pada keluarga ini dikategorikan pada dua pola asuh sekaligus yakni authoritative parenting dan permissive indifferent.

  Hal itu disebabkan oleh orangtua tidak sepenuhnya memberi wewenang kepada saudara yang mengasuh. Sehingga memungkinkan orangtua untuk menerapkan cara pengasuhannya sendiri disamping pengasuhan yang dilakukan oleh kerabat; d. Pengasuhan anak secara otoriter dalam penelitian ini tidak nampak jelas. Hal itu dimungkinkan berasal dari pengetahuan pihak pengasuh terkait pengasuhan anak dengan baik dan benar. Meskipun cara yang ditempuh tidak selamanya berjalan dengan semestinya namun memberikan sudut pandang lain pada senyatanya pola pengasuhan otoriter penelitian terkait pengasuhan anak dalam penelitian ini sedikit pada keluarga TKI. Selain itu, untuk kemungkinan terjadi. Jika terjadi mengetahui gambaran pengasuhan sebagai hal kewajaran dan tidak anak beserta problematika yang mendominasi atas pengasuhan yang terjadi pada pengasuhan anak dari telah dilakukan. keluarga TKI di Desa Golokan Senyatanya fenomena tersebut Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik. menarik untuk diteliti karena

  

DAFTAR PUSTAKA

Buku

  Andi Prastowo, (2010) Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian

  Kualitatif (Bimbingan dan Pelatihan lengkap serba Guna). Yogyakarta:

  DIVA Press Bachtiar, Wardi. (2006) Sosiologi Klasik Dari Comte hingga Parsons. Bandung :

  Remaja Rosdakarya Bahan Penyuluhan Bina Keluarga Balita. (2014) Menjadi Orangtua Hebat dalam

  Mengasuh Anak (Usia 0-6 tahun). Jakarta : BKKBN diperbanyak oleh perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tomur Basrowi, Muhammad dan Soenyono (2004) Teori Sosiologi dalam Tiga

  Paradigma . Cetakan 1. Surabaya : Yayasan Kampusina

  Berger, Peter. L & Thomas Lukcmann (1990) Tafsir Sosial atas Kenyataan:

  Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan Jakarta: LP3ES Dwiyani,V. 2009. Jika Aku Harus Mengasuh Anakku Seorang Diri. Jakarta : PT.

  Elex Media Kumpotindo. Gootman & De Claire. (1998). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki

  Kecemasan Emosional . Hlm 185. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

  Hurlock, E. B. (2010) Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta : Erlangga

  Ihromi, T.O (2004) Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) Edisi Ketiga. Hlm. 381-382. Jakarta :

  Balai Pustaka Kamus Hukum (2009) Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Kansil, C.S.T (2011) Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Cet. 1. Jakarta : Rineka

  Cipta Michael Quinn Patton. (2006). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka

  Pelajar Michael Quinn Patton. (2006). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka

  Pelajar Mudjijono, Hermawan, Hisbaron, dkk. (1996). Fungsi Keluarga Dalam

  Meningkatkan Sumber Daya Manusia . Yogyakarta : Departemen Pendidikan

  dan Kebudayaan Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Remaja

  Rosdakarya Nazir, Moh. (2011). Metode Penelitian. Cetakan 6. Bogor : Penerbit Ghalia

  Indonesia Qaimi, A. (2003). Single Parent: Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak. Bogor :

  Cahaya Ritzer, George dan Douglas J Goodman. (2007). Teori Sosiologi Modern, terjemahan Alimandan. Jakarta : Kencana Ritzer, George dan Barry Smart. (2015). Handbook Teori Sosial. Bandung : Nusa

  Media Santrock, J. W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

  (2007) Life-Span Development. Jakarta: Erlangga Susilowati, Ima, Desti Murdijana dkk. (2003). Pengertian Konvensi Hak Anak

  (for every child, Health, Education, Equality, Protection). UNICEF : Advance Humanity

  Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Soemitro, Irma Setyowati. 1990. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Ed. 1. Cet. 1.

  Jakarta : Bumi Aksara Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: CV. Alfa Beta.

  (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Usman, Sunyoto. (2006). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.

  Yogyakarta: Pustaka Pelajar

  Artikel Jurnal

  Ajiboye, Emmanuel Olanrewaju (2012) Social Phenomenologi of Alfred Schutz , (British Journal of Arts and

  and the Development of African Sociology

  Social Sciences, Vol.4. No.1) Faizah, Nur dan Ali Imron (2015) Pengasuhan Anak pada Keluarga Tenaga Kerja Indonesia di Desa Suwari Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik .

  Jurnal Paradigma Volume 03 Nomor 03 Sosiologi : Universitas Islam Negeri Surabaya Fatimaningsih, Endry. Memahami Fungsi Keluarga Dalam Perlindungan Anak.

  Jurnal Sosiologi Volume 17 Nomor 2: 77-88 Universitas Lampung Kirk, J. & Miller, M. L. (1986). Reliability and Validity in Qualitative Research,

  Beverly Hills, CA, Sage Publications Kristianawati, Feri. (2015). Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga TKI (Studi di Desa Karangrowo Kecamatan Undaan Kbupaten Kudus). Tesis Sosiologi.

  Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Lailiyah, Nurul. (2015). Kehidupan Sosial Keagamaan Anak Keluarga TKI di

  Desa Tiremenggal Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik (Tinjauan Konstruksi Sosial Perter L. Berger). Skripsi Sosiologi : Universitas Islam

  Negeri Surabaya Marshall, Catherine, Gretchen B. Roseman. (1995). Designing qualitative research. Vol. 2. Yniversitas Michigan, Sage Publications Ramadhani, Laila, Enisya Ramadhani, Ni’mal Baroya. 2014. Perbedaan Kualitas

  Hidup Anak pada Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan Non TKI di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi. Artikel Ilmiah Hasil

  Penelitian Mahasiswa (2014) Bagian Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember

  Internet

  Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2016 diakses dari lamanpada tanggal 5 Januari 2018 pukul 18.56 WIB

  Data PPTKIS 2017 diakses dari lamapada tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.25 WIB

  Makna Hak dari Teori Hak diakses dari laman

  da tanggal 20

  Januari 2018 Peter L. Berger dan Luckman : Eksternalisasi, Obyektivasi, Internalisasi diakses di laman

  da tanggal 13 Maret 2018

  Profil Desa Golokan Tahun 2017 RPJMD Kabupaten Gresik Tahun 2016-2021 diakses dari laman

  

da tanggal 27 Desember 2017 pukul 16.45 WIB

  Sidayu dalam Angka diakses pada la pada tanggal

  7 Januari 2018 pukul 20.54 WIB

  

UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , Kementerian

Pemberdayaan Perempuan RI dan Departemen Sosial.

UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun

2003 tentang Perlindungan Anak