POKOK-POKOK MATERI UU NO. 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH - Repository IPDN

POKOK-POKOK MATERI UU NO. 33 TAHUN 2004 TENTANG UU NO. 33 TAHUN 2004 TENTANG

  

PERIMBANGAN KEUANGAN

PERIMBANGAN KEUANGAN

ANTARA PEMERINTAH PUSAT

ANTARA PEMERINTAH PUSAT

DAN PEMERINTAHAN DAERAH

DAN PEMERINTAHAN DAERAH

  

IPDN-KEMDAGRI

  

IPDN-KEMDAGRI

  • Nama
  • Lahir

  • NIP
  • Jabatan
  • Pangkat
  • Instansi
  • Alamat

  :

  Email/HP

  Jl. Karangkamulyan No.2 A Cibaduyut-Bandung

  : Komp. Singgasana Pradana Jl. Karangkamulyan No.2 A Cibaduyut-Bandung

  Alamat : Komp. Singgasana Pradana

  : Kampus IPDN Jatinangor

  Instansi : Kampus IPDN Jatinangor

  : Pembina TK. I (IV/b)

  Pangkat : Pembina TK. I (IV/b)

  : Dosen Fungsional (Lektor Kepala)

  Jabatan : Dosen Fungsional (Lektor Kepala)

  : 19770304 1995 11 1 001

  NIP : 19770304 1995 11 1 001

  : Jambi, 4 Maret 1977

  Lahir : Jambi, 4 Maret 1977

  : Dr. Fernandes Simangunsong, S.STP, S.AP, M.Si

  Nama : Dr. Fernandes Simangunsong, S.STP, S.AP, M.Si

  Biodata Narasumber Biodata Narasumber

  

  • 08122445916
  • 08122445916<

    • Email/HP
    sumber pendanaan

  Pemerintah Pusat

  Desentralisasi Dekonsentrasi Dekonsentrasi Tugas

   SILPA Tahun Lalu SILPA Tahun Lalu Dana Cadangan Dana Cadangan Penjualan Penjualan Kekayaan Daerah Kekayaan Daerah yang dipisahkan yang dipisahkan

  

  Daerah/Desa APBN APBN

  Pusat kepada Daerah/Desa

  Pemerintah Pusat kepada

  Pembantuan Pemerintah

  Tugas Pembantuan

  Pembiayaan Desentralisasi

  Pemerintah Daerah

  Penerimaan Pembiayaan

  / / Defisit Defisit Penerimaan

  Surplus Surplus

  Belanja Belanja

  Pendapatan Pendapatan

  Lain-lain Lain-lain

  PAD PAD Dana Dana Perimbangan Perimbangan

  kewenangan APBD Pelaksanaan Kewenangan Pelaksanaan Kewenangan Tujuan Otda dan Desentralisasi Fiskal :

  • Mempercepat terwujudnya Kewenangan Daerah : kesejahteraan dan keadilan masyarakat
  • Kewenangan Wajib • Mengurangi kesenjangan
  • Kewenangan Lainnya • Mendorong investasi daerah Melalui :

  

Sarana :

  • Peningkatan Pelayanan (Public Good Governance

  Service Obligation/PSO)

  • Reformasi Sistem Pengelolaan • Pemberdayaan Masyarakat Keuangan Daerah (Anggaran kinerja (partisipasi dan demokrasi) dan pelaporan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan/SAP)
  • Peningkatan daya saing Daerah • Standar Pelayanan Minimum (
  • SAP

  

PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN

PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN

  Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem keuangan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

  • Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan

  

Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan

Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. fiskal.

  • Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan

  Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

  • Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan

  

PENGENDALIAN KEBIJAKAN FISKAL

PENGENDALIAN KEBIJAKAN FISKAL

NASIONAL

NASIONAL

  Pengendalian besaran-besaran fiskal yang bersifat makro Pengendalian besaran-besaran fiskal yang bersifat makro

  (Dana Perimbangan, Defisit, dan Pinjaman) berada pada (Dana Perimbangan, Defisit, dan Pinjaman) berada pada satu tangan - Menteri Keuangan (Pasal 8 UU No.17/2003). satu tangan - Menteri Keuangan (Pasal 8 UU No.17/2003).

  

ISI POKOK

  

ISI POKOK

UU NO. 33 TAHUN 2004

UU NO. 33 TAHUN 2004

   Dana Perimbangan Dana Perimbangan

   Defisit Anggaran Defisit Anggaran

   Pinjaman Daerah Pinjaman Daerah

   Pendanaan kewenangan dalam kerangka Pendanaan kewenangan dalam kerangka

  Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas

  Pembantuan Pembantuan

   Sistem Informasi Keuangan Daerah Sistem Informasi Keuangan Daerah

  

DANA PERIMBANGAN

DANA PERIMBANGAN

  Dana Perimbangan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah atau membantu pendanaan kebutuhan-kebutuhan khusus Daerah tertentu

  Meliputi: Meliputi:

  Dana Bagi Hasil

  • Dana Bagi Hasil

  Dana Alokasi Umum

  • Dana Alokasi Umum

  Dana Alokasi Khusus

  • Dana Alokasi Khusus

  

DANA BAGI HASIL

DANA BAGI HASIL

  Penambahan obyek:

  • Penambahan obyek:

   Dana Reboisasi (sebelumnya DAK-DR) Dana Reboisasi (sebelumnya DAK-DR)

   Sumber Daya Alam Panas Bumi Sumber Daya Alam Panas Bumi

  Penegasan mekanisme:

  • Penegasan mekanisme:

   Penetapan Penetapan

  Daerah penghasil

  • Daerah penghasil

  Dasar perhitungan atas dasar realisasi

  • Dasar perhitungan atas dasar realisasi
  • Jadwal penetapan Jadwal penetapan

   Penyaluran triwulanan Penyaluran triwulanan

  

DANA BAGI HASIL

DANA BAGI HASIL

  Bersumber dari Pajak dan Sumber Daya Alam (SDA)

  • Bersumber dari Pajak dan Sumber Daya Alam (SDA)
    • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
    • Pajak Bumi dan Bangunan (>Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB)
    • Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BP
    • Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 WP Orang
    • Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 WP Orang

  Sumber Dana Bagi Hasil dari Pajak terdiri dari:

  • Sumber Dana Bagi Hasil dari Pajak terdiri dari:

  Pribadi Dalam Negeri dan PPh pasal 21 Pribadi Dalam Negeri dan PPh pasal 21

  Sumber Dana Bagi Hasil dari SDA terdiri dari:

  • Sumber Dana Bagi Hasil dari SDA terdiri dari:
    • Kehutanan
    • Kehut>Pertambangan Umum
    • Pertambangan >Perikanan
    • Perik>Pertambangan Minyak Bumi
    • Pertambangan Minyak >Pertambangan Gas Bumi
    • Pertambangan Gas >Pertambangan Panas Bumi
    • Pertambangan Panas Bumi

  

DANA BAGI HASIL

DANA BAGI HASIL

  Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari Sumber Daya Alam sesuai dengan penetapan berasal dari Sumber Daya Alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil dasar perhitungan dan daerah penghasil

  • Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang

  Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan anggaran berjalan

  • Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah

  Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% dari asumsi dasar bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN tahun harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan berjalan

  • Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil dari sektor minyak

  Apabila melebihi 130%, penyalurannya dilakukan melalui mekanisme APBN Perubahan. mekanisme APBN Perubahan.

  • Apabila melebihi 130%, penyalurannya dilakukan melalui

  Pertambangan

  

DANA BAGI HASIL PERTAMBANGAN MINYAK BUMI

DANA BAGI HASIL PERTAMBANGAN MINYAK BUMI

DAN PERTAMBANGAN GAS BUMI

DAN PERTAMBANGAN GAS BUMI

  Minyak Bumi Minyak Bumi

  • Pertambangan

  

DANA BAGI HASIL PERTAMBANGAN MINYAK BUMI

DANA BAGI HASIL PERTAMBANGAN MINYAK BUMI

DAN PERTAMBANGAN GAS BUMI

DAN PERTAMBANGAN GAS BUMI

  Pertambangan Gas Bumi Lama Baru

  • Pertambangan Gas Bumi

  Pemerintah Pusat 70% 69.5% Daerah

  30% 30.5% Rincian Provinsi yang bersangkutan 6% 6.1% Kabupaten/kota penghasil 12% 12.2% Kabupaten/kota lainnya dalam 12% 12.2% provinsi yang bersangkutan

  Catatan: Catatan:

  Kenaikan alokasi 0,5 % untuk Daerah digunakan untuk menambah anggaran pendidikan dasar anggaran pendidikan dasar

  • Kenaikan alokasi 0,5 % untuk Daerah digunakan untuk menambah

  Mulai berlaku tahun anggaran 2009

  • Mulai berlaku tahun anggaran 2009
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan

  

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI UMUM

  • Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari

  Desentralisasi Desentralisasi

  Jumlah keseluruhan DAU sampai dengan tahun 2007 ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5%, dan mulai tahun ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5%, dan mulai tahun

  • Jumlah keseluruhan DAU sampai dengan tahun 2007

  2008 ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan

2008 ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan

  Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN

  DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar dan alokasi dasar

  • DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal

  Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah kapasitas fiskal daerah

  • Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan

  Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Negeri Sipil Daerah.

  • Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai

  DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI UMUM

  Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum

  • Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan

  Kebutuhan pendanaan diukur dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, produk luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, produk

  • Kebutuhan pendanaan diukur dengan jumlah penduduk,

  Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks

  Pembangunan Manusia Pembangunan Manusia

  Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil

  • Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan

  Proporsi DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara

  • Proporsi DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota

  Provinsi dan Kabupaten/Kota Provinsi dan Kabupaten/Kota

  

DAU PROVINSI

DAU PROVINSI

  • DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian

    bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi

  • Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi
  • Porsi daerah Propinsi merupakan proporsi bobot Daerah Provinsi yang bersangkutan Porsi daerah Propinsi merupakan proporsi bobot Daerah Provinsi yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua Daerah Provinsi di seluruh terhadap jumlah bobot semua Daerah Provinsi di seluruh Indonesia Indonesia

  DAU Provinsi = DAU seluruh Provinsi x _____________

  _____________ Bobot seluruh

  Bobot seluruh Bobot

  Bobot DProp

  DProp

  • DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan

    perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh

  perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/kota daerah kabupaten/kota

  Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota

  • Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah
  • Porsi daerah kabupaten/kota merupakan proporsi bobot Daerah kabupaten/kota yang Porsi daerah kabupaten/kota merupakan proporsi bobot Daerah kabupaten/kota yang

    bersangkutan terhadap jumlah bobot semua Daerah kabupaten di seluruh Indonesia

  bersangkutan terhadap jumlah bobot semua Daerah kabupaten di seluruh Indonesia Bobot DKab/Kota

  Bobot DKab/Kota DAU Kab/kota = DAU seluruh Kab x

  Bobot seluruh Dkab/ Bobot seluruh Dkab/

  Kota Kota DAU dihitung dengan cara sebagai berikut: DAU dihitung dengan cara sebagai berikut:

  Celah Fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dengan kapasitas fiskal kebutuhan fiskal Daerah dengan kapasitas fiskal Daerah.

  • Celah Fiskal dihitung berdasarkan selisih antara

  Daerah.

  

PERHITUNGAN DAU

PERHITUNGAN DAU

PERHITUNGAN DAU

PERHITUNGAN DAU

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

  • Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji Pegawai Negeri
  • Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji Pegawai Negeri Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

  

PENERIMAAN DAU

PENERIMAAN DAU

  Daerah yang memiliki nilai celah fiskal = 0 (kapasitas fiskal sama dengan kebutuhan fiskal) menerima DAU sebesar sama dengan kebutuhan fiskal) menerima DAU sebesar

  • Daerah yang memiliki nilai celah fiskal = 0 (kapasitas fiskal

  Alokasi Dasar Alokasi Dasar

  Daerah yang mempunyai nilai celah fiskal negatif dan nilai tersebut lebih kecil dari Alokasi Dasar, maka Daerah tersebut lebih kecil dari Alokasi Dasar, maka Daerah tersebut menerima DAU sebesar Alokasi Dasar setelah tersebut menerima DAU sebesar Alokasi Dasar setelah diperhitungkan dengan nilai celah fiskal diperhitungkan dengan nilai celah fiskal

  • Daerah yang mempunyai nilai celah fiskal negatif dan nilai

  Daerah yang mempunyai nilai celah fiskal negatif dan nilainya sama atau lebih besar dari Alokasi Dasar, maka nilainya sama atau lebih besar dari Alokasi Dasar, maka

  • Daerah yang mempunyai nilai celah fiskal negatif dan

  Daerah tersebut tidak menerima DAU Daerah tersebut tidak menerima DAU Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggung jawabkan dapat dipertanggung jawabkan

  

PENERIMAAN DAU

PENERIMAAN DAU

  • Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal

  pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah otonomi daerah

  • pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU

  

Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota

ditetapkan dengan Keputusan Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden

  • Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota

  Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang bersangkutan bersangkutan

  • Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing

  Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan yang bersangkutan bersangkutan

  • Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan yang

  CONTOH PERHITUNGAN DAU CONTOH PERHITUNGAN DAU

  Dalam hal nilai celah fiska l = 0 l = 0

  • Dalam hal nilai celah

  Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

  Kapasitas Fiskal Kapasitas Fiskal

  = Rp 100 miliar = Rp 100 miliar

  Alokasi Dasar Alokasi Dasar

  = Rp 50 miliar = Rp 50 miliar

  Celah Fiskal Celah Fiskal

  = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal

  = Rp 100 miliar - Rp 100 miliar = Rp 100 miliar - Rp 100 miliar

  = 0 = 0

  DAU DAU = Alokasi Dasar

  = Alokasi Dasar Total DAU

  Total DAU = Rp 50 miliar

  = Rp 50 miliar CONTOH PERHITUNGAN DAU CONTOH PERHITUNGAN DAU

  Dalam hal celah fiskal negatif dan lainnya &lt; Alokasi Dasar Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

  • Dalam hal celah fiskal negatif dan lainnya &lt; Alokasi Dasar

  Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar Kapasitas Fiskal

  Kapasitas Fiskal = Rp 125 miliar

  = Rp 125 miliar Alokasi Dasar

  Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

  = Rp 50 miliar Celah Fiskal

  Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal

  = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal = Rp 100 miliar - Rp 125 miliar

  = Rp 100 miliar - Rp 125 miliar = Rp - 25 miliar (negatif)

  = Rp - 25 miliar (negatif) DAU DAU

  = Alokasi Dasar + Celah Fiskal = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

  Total DAU Total DAU

  = Rp 50 miliar + Rp -25 miliar = Rp 50 miliar + Rp -25 miliar

  = Rp 25 miliar = Rp 25 miliar

  • Dalam hal celah fiskal negatif da nilai

  Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal

  = Rp -25 miliar atau disesuaikan menjadi = Rp -25 miliar atau disesuaikan menjadi

  = Rp -75 miliar + Rp 50 miliar = Rp -75 miliar + Rp 50 miliar

  Total DAU Total DAU

  = Celah Fiskal + Alokasi Dasar = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

  

= Rp - 75 miliar (negatif)

DAU DAU

  = Rp 100 miliar - Rp 175 miliar

= Rp - 75 miliar (negatif)

  = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal = Rp 100 miliar - Rp 175 miliar

  = Rp 50 miliar Celah Fiskal

  CONTOH PERHITUNGAN DAU CONTOH PERHITUNGAN DAU

  Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

  = Rp 175 miliar Alokasi Dasar

  Kapasitas Fiskal = Rp 175 miliar

  Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar Kapasitas Fiskal

  Alokasi Dasar Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

  &gt; Alokasi Dasar

  Dalam hal celah fiskal negatif da nilai &gt;

  Rp 0 (nol) Rp 0 (nol)

  

DANA ALOKASI KHUSUS

DANA ALOKASI KHUSUS

Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan

  Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk: kepada Daerah tertentu untuk:

  Mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah urusan Daerah

  • Mendanai kegiatan khusus yang merupakan

  

Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK

harus sesuai dengan fungsi yang telah harus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN ditetapkan dalam APBN

  • Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK

  Alokasi DAK masing-masing fungsi ditetapkan setiap tahun dalam APBN ditetapkan setiap tahun dalam APBN

  • Alokasi DAK masing-masing fungsi

  

DANA ALOKASI KHUSUS

DANA ALOKASI KHUSUS

  Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis

  • Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria

  Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD kemampuan keuangan daerah dalam APBD

  • Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan

  Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah

  • Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan

  Kriteria teknis ditetapkan oleh kementrian negara/ departemen tehnis departemen tehnis

  • Kriteria teknis ditetapkan oleh kementrian negara/

  

DANA ALOKASI KHUSUS

DANA ALOKASI KHUSUS

  Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK

  • Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana

  Pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK

  Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD

  • Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD

  Daerah dengan kemapuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping menyediakan Dana Pendamping

  • Daerah dengan kemapuan fiskal tertentu tidak diwajibkan

  Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memperhatikan keadaan

  

PINJAMAN DAERAH

PINJAMAN DAERAH

  • Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman

  

Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memperhatikan keadaan

dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional

  

Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60% (enam puluh

persen)dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan persen)dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan

  • Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60% (enam puluh

  

Menkeu menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah

Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk

  • Menkeu menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah

  Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya tahun anggaran berikutnya

  

Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar

negeri negeri

  • Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar

  Pelanggaran terhadap ketentuan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau negeri dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan. pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan.

  • Pelanggaran terhadap ketentuan pinjaman langsung kepada pihak luar

  

SUMBER PINJAMAN DAERAH

SUMBER PINJAMAN DAERAH

  Pinjaman Daerah bersumber dari:

  • Pinjaman Daerah bersumber dari:
  • Pemerintah
  • Pemerintah daerah lain
  • Lembaga keuangan bank
  • Lembaga keuangan bukan bank, dan
  • masyarakat.
  • Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah
  • Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat berupa

  Pemerintah

  Pemerintah daerah lain

  Lembaga keuangan bank

  Lembaga keuangan bukan bank, dan

  masyarakat.

  Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan diberikan melalui Menteri Keuangan

  Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal

  Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal

  JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN

  Jenis Pinjaman terdiri atas:

  • Jenis Pinjaman terdiri atas:

  Pinjaman Jangka Pendek,

  • Pinjaman Jangka Pendek,

  Pinjaman Jangka Menengah, dan

  • Pinjaman Jangka Menengah, dan

  Pinjaman Jangka Panjang

  • Pinjaman Jangka Panjang

  

JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN

JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN

  Pinjaman Jangka Pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. bersangkutan.

  • Pinjaman Jangka Pendek merupakan pinjaman daerah

  Pinjaman Jangka Menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. kepala daerah yang bersangkutan.

  • Pinjaman Jangka Menengah merupakan pinjaman daerah

  Pinjaman Jangka Panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan

  JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN

  • Pinjaman Jangka Panjang merupakan pinjaman daerah

  PENGGUNAAN PINJAMAN DAERAH PENGGUNAAN PINJAMAN DAERAH a.

  a.

  Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas menutup kekurangan arus kas

  b. Pinjaman Jangka Menengah dapat dipergunakan untuk

  b. Pinjaman Jangka Menengah dapat dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan menghasilkan penerimaan

  c. Pinjaman jangka Panjang dipergunakan untuk

  c. Pinjaman jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan penerimaan

  d. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang

  d. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD wajib mendapatkan persetujuan DPRD PERSYARATAN PINJAMAN DAERAH PERSYARATAN PINJAMAN DAERAH

  Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya sebelumnya

  • Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik

  Rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan Pemerintah ditetapkan Pemerintah

  • Rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman

  

Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal

dari Pemerintah dari Pemerintah

  • Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal

  Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain

  • Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain

  

Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan

jaminan pinjaman daerah jaminan pinjaman daerah

  • Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan

  Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi

  • Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah

  Daerah Daerah

  PROSEDUR PINJAMAN DAERAH PROSEDUR PINJAMAN DAERAH

  Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang dananya berasal dari luar negeri daerah yang dananya berasal dari luar negeri

  • Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah

  Pinjaman kepada pemerintah daerah dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman kepada pemerintah daerah penerusan pinjaman kepada pemerintah daerah

  • Pinjaman kepada pemerintah daerah dilakukan melalui perjanjian

  

Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara Menkeu dengan

Kepala Daerah

  • Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara Menkeu dengan

  Kepala Daerah

  Perjanjian penerusan pinjaman dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing

  • Perjanjian penerusan pinjaman dapat dinyatakan dalam mata uang

  Rupiah atau mata uang asing

  

OBLIGASI DAERAH

OBLIGASI DAERAH

  Daerah dapat menerbitkan obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal domestik pasar modal domestik

  • Daerah dapat menerbitkan obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di

  Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan

  • Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal

  Obligasi Daerah pada saat diterbitkan

  

Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan persyaratan

seperti halnya persyaratan pinjaman (slide No.31) serta mengikuti seperti halnya persyaratan pinjaman (slide No.31) serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal

  • Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan persyaratan

  Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan bermanfaat bagi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan bermanfaat bagi masyarakat masyarakat

  • Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi

  

Penerimaan dari invesatasi sektor publik digunakan untuk membiayai

kewajiban bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait dan sisanya kewajiban bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas daerah disetorkan ke kas daerah

  • Penerimaan dari invesatasi sektor publik digunakan untuk membiayai

  

Sebelum menerbitkan Obligasi daerah, kepala daerah terlebih dahulu

mendapatkan persetujuan DPRD dan pemerintah mendapatkan persetujuan DPRD dan pemerintah

  • Sebelum menerbitkan Obligasi daerah, kepala daerah terlebih dahulu

  

OBLIGASI DAERAH

OBLIGASI DAERAH

  Persetujuan diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saan

  • Persetujuan diberikan atas nilai bersih maksimal

  Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saan penetapan APBD penetapan APBD

  PenerbitanObligasi Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah peraturan daerah

  • PenerbitanObligasi Daerah ditetapkan dengan

  Pemerintah tidak menjamin Obligasi Daerah

  • Pemerintah tidak menjamin Obligasi Daerah

  

OBLIGASI DAERAH

OBLIGASI DAERAH

  Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan:

  • Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan:
    • Nilai nominal
    • Tanggal jatuh tempo
    • Tanggal pembayaran bunga
    • Tingkat bunga (Kupon)
    • Frekuensi pembayaran bunga
    • Cara perhitungan pembayaran bunga
    • Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi
    • Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan

  Nilai nominal

  Tanggal jatuh tempo

  Tanggal pembayaran bunga

  Tingkat bunga (Kupon)

  Frekuensi pembayaran bunga

  Cara perhitungan pembayaran bunga

  Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi Daerah sebelum jatuh tempo, dan

  Daerah sebelum jatuh tempo, dan

  Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan

  

OBLIGASI DAERAH

OBLIGASI DAERAH

  Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo setiap Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo

  • Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok

  Dana untuk membayar bunga dan pokok disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut kewajiban tersebut

  • Dana untuk membayar bunga dan pokok disediakan

  Dalam hal pembayaran bunga melebihi perkiraan dana, kepala daerah melakukan pembayaran dan kepala daerah melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada

  • Dalam hal pembayaran bunga melebihi perkiraan dana,

  DPRD dalam pembahasan perubahan APBD DPRD dalam pembahasan perubahan APBD

  Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh kepala daerah daerah

  

OBLIGASI DAERAH

OBLIGASI DAERAH

  • Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh kepala
  • Pengelolaan Obligasi Daerah sekurang-kurangnya
    • – Penetapan strategi dan kebijakan pengelolan Obligasi Daerah

      Penetapan strategi dan kebijakan pengelolan Obligasi Daerah
    • – Perencanaan dan penetapan struktur portfolio pinjaman daerah

  Pengelolaan Obligasi Daerah sekurang-kurangnya meliputi: meliputi:

  termasuk kebijakan pengendalian resiko termasuk kebijakan pengendalian resiko

  Perencanaan dan penetapan struktur portfolio pinjaman daerah

  • – Penerbitan Obligasi Daerah

  Penerbitan Obligasi Daerah

  • – Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang
  • – Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo

  Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo

  • – Pelunasan pada saat jatuh tempo, dan

  Pelunasan pada saat jatuh tempo, dan

  • – Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban

  

PELAPORAN PINJAMAN

PELAPORAN PINJAMAN

  Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran tahun berjalan setiap semester dalam tahun anggaran tahun berjalan

  • Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif

  Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, pemerintah dapat menunda penyaluran dana perimbangan pemerintah dapat menunda penyaluran dana perimbangan

  • Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan,

  Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan bersangkutan

  • Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo

  Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar

pinjamannya kepada pemerintah, kewajiban membayar

pinjamannya kepada pemerintah, kewajiban membayar

pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau

pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau

  • Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar

  Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi hak Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi hak daerah tersebut daerah tersebut

  PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI DESENTRALISASI

  Asas Umum

  • Asas Umum

  Perencanaan

  • Perencanaan

  Pelaksanaan

  • Pelaksanaan

  Pertanggungjawaban

  • Pertanggungjawaban

  Pengendalian

  • Pengendalian

  Pengawasan dan Pemeriksaan

  • Pengawasan dan Pemeriksaan

  PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI DESENTRALISASI

  Asas Umum

  • Asas Umum
    • – Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan

  Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat manfaat untuk masyarakat

  • – APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

  APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah

  • – APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,

  APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi dan distribusi

  • – Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran

  Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD

  • – Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah

  Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran berikut tahun anggaran berikut

  • – Penggunaan surplus APBD untuk membentuk dana cadangan atau

  Penggunaan surplus APBD untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan dalam perusahaan daerah harus memperoleh persetujuan penyertaan dalam perusahaan daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD terlebih dahulu dari DPRD

  PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI DESENTRALISASI

  • Asas Umum Asas Umum
    • Peraturan daerah tentang APBD merupakan dasar bagi pemerintah daerah

  

Peraturan daerah tentang APBD merupakan dasar bagi pemerintah daerah

untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah

  Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas beban APBD, jika anggaran untuk menandai pengeluaran tersebut tidak

atas beban APBD, jika anggaran untuk menandai pengeluaran tersebut tidak

tersedia atau tidak cukup tersedia tersedia atau tidak cukup tersedia

  • – Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran

  Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi, hibah, dan bantuan keuangan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah didanai melalui APBD lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah didanai melalui APBD

  • – Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi, hibah, dan bantuan keuangan
  • – Keterlambatan pembayaran tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD

  Keterlambatan pembayaran tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan atau bunga dapat mengakibatkan pengenaan denda dan atau bunga

  • – APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan

  kemampuan keuangan daerah kemampuan keuangan daerah

  Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD untuk menutup defisit tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD

  • – Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan

  Dalam hal APBD diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD dalam peraturan daerah tentang APBD

  • – Dalam hal APBD diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut

  Perencanaan

  PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI DESENTRALISASI

  • Perencanaan
    • – Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

  Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Daerah, pemerintah daerah menyusun RKPD yang

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 4 17

HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 4 17

HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 3 17

HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

0 32 16

HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

0 4 16

KAJIAN YURIDIS PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

0 5 18

KAJIAN YURIDIS TENTANG EKSISTENSI SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF HUBUNGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

0 5 15

KONSTRUKSI HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

0 21 71

KEBERTERIMAAN KALIMAT DALAM PERDA NO. 6 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KALIMANTAN BARAT

0 0 135

PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

0 0 16