BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Takmir Masjid - HARTOKO BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Takmir Masjid

1. Definisi Peran

  Peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus, peran juga bisa disebut sebagai seperangkat tingkat yang dimiliki

   

  oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:667). Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban- kewajibannya.

  Dalam istilah yang lain disebutkan bahwa peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakatyang lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling ketergantungan. Dalam kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang dinamakan peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian peran, (Miftah Thoha, 1997).

  Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa peran adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu. Adapun makna dari kata peran secara menyeluruh adalah suatu penjelasan yang menunjuk pada suatu konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial dalam masyarakat.

2. Pengertian Takmir Masjid

  Takmir masjid adalah organisasi yang mengurus seluruh kegiatan yang ada kaitannya dengan masjid, baik dalam membangun, merawat maupun memakmurkannya (Siswanto, 2005: 56-57).

  Istilah Takmir masjid sebenarnya tidak di kenal dalam ilmu fiqih. Secara bahasa takmir berarti meramaikan. Takmir masjid berarti meramaikan masjid. Bisa jadi istilah yang popular di Indonesia ini adalah merujuk pada ayat Al-Qur’an yang berbunyi :

  ﻰَﺗآَو َة َﻼﱠﺼﻟا َمﺎَﻗَأَو ِﺮِﺧ ْﻵا ِمْﻮَـﻴْﻟاَو ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ َﻦَﻣآ ْﻦَﻣ ِﻪﱠﻠﻟا َﺪِﺟﺎَﺴَﻣ ُﺮُﻤْﻌَـﻳ ﺎَﱠﳕِإ ۖ ◌

  َﻦﻳِﺪَﺘْﻬُﻤْﻟا َﻦِﻣ اﻮُﻧﻮُﻜَﻳ نَأ َﻚِﺌَٰﻟوُأ ٰﻰَﺴَﻌَـﻓ َﻪﱠﻠﻟا ﱠﻻِإ َﺶَْﳜ َْﱂَو َةﺎَﻛﱠﺰﻟا

  Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Surah At- Taubah ayat 18).

3. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Takmir Masjid

a. Majelis Taklim

  Ada beberapa kegiatan pengajian yang dilakukan di masjid Agung Baitussalam Purwokerto, diantaranya adalah pengajian ahad pagi yang diadakan pada setiap hari ahad yang mulai setiap pukul 06.00 – 07.00 WIB dengan pemateri dan tema yang bervariatif, pengajian tafsir Al-Qur’an yang diadakan setiap hari sehabis shalat maghrib dipandu langsung oleh imam besar masjid Agung Baitussalam yaitu Bapak H. Safin Santarwin, kuliah subuh yang diadakan setiap hari selepas menunaikan shalat subuh sampai sekitar pukul 05.30 WIB, pengajian ibu-ibu majlis ta’lim yang dilaksanakan pada setiap hari ahad pukul 09.00-10.00 WIB , dengan materi aqidah, fiqih, akhlak, muamalah dan siroh nabawiyah.

  Disamping itu juga kegiatan yang ada di masjid Agung Baitussalam Purwokerto diadakan pengajian bulanan yang diadakan pada setiap pekan ke dua, pengajian ini dihadiri sekitar seribu jama’ah lebih, yang banyak dihadiri dari jama’ah sekitar BARLINGMASCAKEB.

b. Pembinaan remaja Islam

  Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan masjid. Hal ini sangat perlu dan mutlak keberadaannya dalam menjamin estafet makmurnya suatu masjid sehingga fungsi dinamika masjid itu sendiri dapat di pertahankan keeksistensiannya. Pembagian tugas dan wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah dan mufakat disetiap aktivitasnya.

  Dalam hal ini Takmir Masjid Agung Baitussalam memperdayakan remaja masjid dengan mengadakan pelatihan- pelatihan dan kajian-kajian keislamaman yang menyangkut tentang problematika remaja. Diantara kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan khatib muda yang bertujuan untuk membentuk para para para remaja untuk bisa tampil di depan umum.

c. Taman Pendidikan Al-Qur’an

  Taman Pendidikan AlQur’an (TPQ) yang ada di Masjid Agung Baitussalam Purwokerto dimulai pada tahun 2001, TPQ ini mengalami pasangsurut dikarenakan pergantian takmir masjid, dan sekarang ini mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas peserta didik, yang manapada tahun ini hanya sekitar 65 siswa. TPQ di masjid Agung Baitussalam ini dilaksanakan 4 hari dalam seminggu, yaitu setiap hari Senin, Selasa, Kamis dan Jum’at setelah shalat ashar pukul 16.00-17.30 WIB. Pelajaran yang diajarkan adalah BTAQ (Baca Tulis Al-Qur’an), tajwid, fiqh, praktek ibadah, akidah dan bahasa Arab, dan do’a sehari-hari.

  Tenaga pengajar di TPQ ini adalah beberapa dari takmir masjid dan beberapa dari para mahasiswa. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah metode ḥalaqah, privat dan klasikal. Kegiatan yang diadakan di TPQ Masjid Agung Baitussalam tidak hanya belajar mengajar saja, akan tetapi santri dan santriwati diajak untuk menghafal do’a sehari-hari, menghafal surat-surat pendek, praktek shalat berjama’ah mulai dari azan dan iqomah, serta diajak bernyanyi menghafalkan lagu-lagu Islam.

d. Kegiatan insidental

  Kegiatan insidental ini dilakukan ketika ada momen-momen tertentu yang berkaitan dengan peringatan hari-hari besar Islam, seperti acara peringatan tahun baru Islam, peringatan isra’ mi’raj, maulid Nabi dan hari-hari besar Islam yang lainnya. Pada acara insidental ini biasanya takmir masjid mengundang da’i-da’i dan tokoh-tokoh agama yang mempunyai banyak pengaruh dikalangan masyarat dari dalam kabupaten Banyumas sendiri maupun dari luar daerah. Dalam acara ini biasanya takmir masjid menamainya dengan acara kegiatan pengajian tabligh akbar yang mana dalam pelaksanaannya banyak melibatkan dari berbagai ormas Islam yang ada di Purwokerto seperti halnya ormas Islam Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islam Indonesia dan Al-Irsyad Al-Islamiyah.

B. Masjid

1. Definisi Masjid

  Masjid, yang berasal dari bahasa Arab, masjidun dari kata kerja

  sajada memiliki arti harfiah sebagai ‘tempat bersujud, bangunan tempat

  bersembahyang orang Islam. (Abdul Karim, 2007: 40). Secara luas

   

  masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah semata. Allah menegsakan dalam Al-Qur’an:

    اًﺪَﺣَأ ِﻪﱠﻠﻟا َﻊَﻣ اﻮُﻋْﺪَﺗ َﻼَﻓ ِﻪﱠﻠِﻟ َﺪ ِﺟﺎَﺴَﻤْﻟا ﱠنَأَو 

  Artinya: “Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (QS.Al-Jin 18) Bagi kaum muslilmin, setiap jengkal bumi adalah masjid.

  Rasulullah bersabda:

  َ َ ط َو ُضْر ْتَلِعُجَو لأ َيِ ا ًرو ُه ا ًد ِج ْس َم

  Artinya: “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri” (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah).

  Oleh karena itu, setiap muslim diperbolehkan melaksanakan shalat di wilayah manapun di bumi ini, kecuali di atas kuburan atau di tempat-tempat yang najis, dan di tempat-tempat yang menurut ukuran kaum muslimin kurang wajar dijadikan tempat untuk shalat dan ibadah. (Moh. E. Ayub, 1994: 1)

2. Sejarah Tentang Masjid

  Pada masa permulaan Islam di sebarkan di Makkah, Rasulullah mendapat tantangan yang besar dari kafir Quraisy. Kemudian pada tahun kesebelas enam orang suku Khazraj dari Yatsrib bertemu Nabi di Aqabah Mina dan menyatakan masuk diri untuk memeluk agama Islam, hal ini menjadi titik awal era baru Islam dan dunia. Penduduk Yatsrib akhirnya banyak yang masuk Islam dan melaksanakan bai’at Aqabah, Nabi menyarankan umat Islam untuk hijrah ke Yatsrib dan inilah sebagai batu pertama dari bangunan negara Islam yang nantinya menjadi Madinah. Dua tahun dari hijrah, Nabi membuat Piagam Madinah sebagai konstitusi atau undang-undang dasar negara Islam pertama yang didirikan oleh Rasulullah. (Kunto Wijoyo, 2002: 26)

  Dalam perjalanan hijrahnya, ketika sampai di Yatsrib, Rasulullah Saw membangun sebuah masjid yang nantinya dinamakan Masjid Nabawi. Namun sebelum Rasulullah membangun masjid di Madinah pada awalnya beliau ketika dalam perjalanan dari Makkah menuju ke Madinah beliau berhenti sejenak di desa Quba dan dan membangun sebuah masjid yang dinamakan sebagai masjid Quba.

  Pembangunan masjid itu merupakan simbol era baru pembinaan bagi kaum muslimin. Jika di Makkah pembinaan Rasulullah bersifat pribadi, maka sejak dimulainya pembangunan masjid itu, sasaran pembinaannya lebih besifat keutamaan. Quba dan Madinah merupakan pertanda zaman baru sebagai masa pembinaan umat dalam arti seluas- luasnya. Mulai saat itu, pembinaan umat dipusatkan di masjid. Masjid sejak awal pendiriannya, tidak sekedar tempat orang melaksanakan shalat, tapi sekaligus pusat peradaban dan pusat pembinaan ummat.

  Masjid Quba sebagai tempat pertama dan sebagai simbol dan pusat gerakan dakwah Islam. Selanjutnya masjid kedua didirikan di dekat kediaman Rasulullah yang terkenal dengan nama masjid Nabawi. Di masjid inilah Rasulullah mengembangkan dakwah Islam, membangun masyarakat Islam, membangun pendidikan Islam, menyatukan suku-suku yang berselisih, menuju masyarakat Islam yang lebih maju berstau dan sejahtera. Sebagai kepala pemerintahan Rasulullah memusatkan kegiatanya di masjid Nabawi. Manajemen masjid seperti ini dilanjutkan pada masa sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in hingga abad XVI H.(Kunto Wijoyo, 1996: 195)

  Bangunan masjid Quba terdiri dari pelepah kurma, berbentuk persegi empat, dengan enam serambi yang bertiang. Masjid pertama dalam sosialisasi Islam itu hanya sekedar tempat untuk bersujud, tempat shalat, dan tempat berteduh dari panas terik matahari dipadang pasir yang tandus. Sejarah mencatat, masjid Quba berdiri pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun pertama hijriyah. Keberadaan masjid ini merupakan tonggak kokoh syiar keislaman periode awal. (Moh. E. Ayub, 1994: 3)

  Di masjid Quba Nabi bersama dengan para sahabatnya melakukan shalat berjama’ah. Di masjid Quba ini pula Nabi menyelenggarakan shalat jum’at untuk yang pertama kalinya. Selanjutnya, Nabi membangun masjid yang lain ditengah kota Madinah, yakni masjid Nabawi, yang kemudian menjadi aktifitas Nabi dan pusat kendali seluruh permasalahan kaum muslimin. Yang sangat menarik Nabi hampir secara teratur mengunjungi masjid Quba dan shalat berjama’ah bersama warga desa. Kebiasaan ini lalu diikuti oleh banyak sahabat seperti, Abu Bakar, Umar, Ali dan Muaaz bin Jabal.

  Posisi masjid Quba bertambah istimewa karena dia adalah salah satu dari tiga masjid yang dicantumkan dalam Al-Qur’an. Dua yang lain adalah Masjidil haram di Makkah dan Masjidil Al-Aqsha di Yerusalem. Masjid Nabawi tidak termasuk dalam kelompok elit tersebut. Ketika orang-orang munafik dari suku-suku Aus dan Khazraj membangun masjid tandingan dimasjid Quba, yang dikenal dengan masjid Dhirar atau masjid yang menyesatkan dengan niat untuk memecah belah umat Islam.

  Allah berfirman:

  ُﻪَﻧﺎَﻴْـﻨُـﺑ َﺲﱠﺳَأ ْﻦﱠﻣ مَأ ٌﺮْـﻴَﺧ ٍناَﻮْﺿِرَو ِﻪﱠﻠﻟا َﻦِﻣ ٰىَﻮْﻘَـﺗ ٰﻰَﻠَﻋ ُﻪَﻧﺎَﻴْـﻨُـﺑ َﺲﱠﺳَأ ْﻦَﻤَﻓَأ ۗ ◌

  َمْﻮَﻘْﻟا يِﺪْﻬَـﻳ َﻻ ُﻪﱠﻠﻟاَو َﻢﱠﻨَﻬَﺟ ِرﺎَﻧ ِﰲ ِﻪِﺑ َرﺎَﻬْـﻧﺎَﻓ ٍرﺎَﻫ ٍفُﺮُﺟ ﺎَﻔَﺷ ٰﻰَﻠَﻋ  

  َﲔِﻤِﻟﺎﱠﻈﻟا Artinya: “Janganlah kamu Shalat di masjid itu selama-lamanya.

  Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat didalamnya. Di dalamnya ada orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. ( Surat At-Taubah: 108) Di Indonesia setelah berdirinya kerjaan Islam Demak, masjid menyatu dengn pemerintahan seperti pada masa Nabi. Masjid Sunan Giri

  1407 didrikan sebagai pusat peyebaran Islam dan pendidikan Santri. Di Yogyakarta masjid Agung keraton Yogja dijadikan juga sebgai pusat perayaan masyarakat yang sarat dengan muatan budaya dan seni. (Kunto Wijoyo, 1996: 200)

  Masjid adalah simbol dari agama (Islam) yang dalam sejarah mampu menjadi kekuatan sejarah untuk mengubah dunia. dari agama Islam sudah menjadi jelas baik

  Transfor-mative capacity

  sebagai kekuatan sosial, politik, maupun budaya. Kreativitas sejarah yang mula-mula muncul sebagai kekuatan spiritual (iman) telah mampu memobilisasikan umat Islam dalam perjalanan sejarah yang panjang dari jaman kekhalifahan, kerajaan-kerajaan. dan perlawanan terhadap penetrasi imperial-isme. sehingga sebuah peradaban baru muncul dalam arena sejarah.

  Dari masjid sederhana dari batang kurma (masjid Quba) digurun yang tandus 14 abad yang lalu perubahan dunia dimulai oleh masyarakat yang terbelakang, buta huruf yang akhirnya mampu menaklukkan dua kekuatan besar; Romawi dan Persi, dalam waktu amat singkat. Padahal sebelumnya, dua negara adidaya tersebut tak pernah terkalahkan selama ratusan tahun.

  Masyarakat jahiliyah yang dulunya bergelimang kemaksiatan, mampu “disulap” menjadi bangsa yang berbudaya, mencintai ilmu, dan memegang teguh prinsip hidup. Hal ini terjadi karena dua penyebab yaitu, pertama, sumber ajaran yang dibawakan oleh sang pembawa perubahan yaitu Nabi Muhammad SAW yang berasal dari wahyu Allah SWT, dan bukan berasal dari pikiran manusia. Jadi, ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad tidak mungkin salah dan keliru.

  Kedua, Nabi Muhammad SAW menjadikan masjid sebagai markas untuk membina para sahabat dan umatnya, disitulah Nabi Muhammad menggebleng para sahabat untuk dididik dan bentuk sehingga menjadi manusia yang bermartabat dan beradab.

  Dari hasil didikan Nabi Muhammad SAW di masjid tersebut maka lahirlah manusia-manusia yang mempunyai akhlak yang sangat mulia seperti halnya Abu Bakar Sidiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Ketika Nabi Muhammad mengawali dakwahnya di kota Madinah maka Nabi Muhammad SAW menjadikan masjid menjadi pusat berbagai kegiatan, dari masjid juga berdirilah sebuah peradaban yang sempurna yaitu yang bernama peradaban Madinah.

  Secara historis sebagian masjid monumental dan megah yang masih ada sampai sekarang (tersebar di Maroko, Spanyol, Turki, India, Iran, sampai Asia Tenggara) dibangun oleh para penguasa Muslim dengan arsitekturnya sangat indah. Kemegahan fisik dan fasilitas masjid penting, tetapi prioritas utama dari keberadaan masjid adalah tegaknya syariat di lingkungannya, kuatnya persaudaraan Islam, dan kepekaan terhadap kesenjangan sosial. Setelah fungsi ini terwujud, barangkali tidak ada salahnya sisa sumber daya yang ada dipakai untuk memperindah masjid.

  Sayangnya, semangat umat Islam pada umumnya belum betul- betul seperti yang diharapkan Allah SWT dalam ayat di atas, gairah mereka justru lebih besar untuk mempermegah bangunan dan memperhebat fasilitasnya saja tanpa diimbangi upaya yang sungguh- sungguh untuk memaksimalkan fungsi dan perannya sebagai masjid dan hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk selalu memakmurkan masjid agar masjid yang sudah ada untuk kita semarakkan dengan syiar dan dakwah Islam.

3. Pengelolaan Masjid

  Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid. Di samping menjadi tempat beribadah, Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat dakwah, kepentingan sosial dan lain sebagainya.

  Meskipun demikian ini tidak berarti bahwa setiap masjid di tanah air sudah dikelola dan dimanfaatkan dengan maksimal. Masih ada beberapa masjid yang pengelolaannya masih memprihatinkan dan bahkan sepi ditinggalkan jamaahnya.

  Untuk itu pengelolaan masjid yang baik sangat diperlukan sekali dalam pengelolaan masjid. Pengelolaan atau idarah masjid, disebut juga manajemen masjid, pada garis besarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) Manajemen Pembinaan Fisik Masjid (Physical Management) dan (2) Pembinaan Fungsi Masjid (Functional Management). (Moh. E. Ayub, 1994: 33)

  Manajemen Pembinaan Fisik Masjid meliputi kepengurusansan, pembangunan dan pemeliharaan fisik masjid, pemeliharaan kebersihan dan keanggunan masjid pengelolaan taman dan fasilitas-fasilitas yang tersedia. Pembinaan fungsi masjid adalah pendayagunaan peran masjid sebagai pusat ibadah, dakwah dan peradaban Islam sebagaimana masjid yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

  Sebagai pusat ibadah mahdhah, masjid disiapkan sedemikian rupa sehingga pelaksanaan ibadah itu seperti shalat lima waktu, shalat Jum'at dan shalat-shalat sunnah berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran Islam. Pengelolaan pelaksanaan zakat, ibadah puasa dan ibadah haji diberikan bimbingan pelaksanaannya melalui masjid. Sebagai pusat dakwah, masjid hendaknya memprakarsai kegiatan dakwah baik secara tulisan, lisan, elektronik dan dakwah bil hal. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan pembentukan lembaga dakwah. Untuk mengantisipasi perluasan kegiatan masjid bisa dilakukan dengan membentuk lembaga- lembaga yang bernaung di bawahnya.

  Lembaga-lembaga itu berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari program yang telah ditetapkan. Mengenai jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan yang berkembang di lingkungan masjid seperti lembaga haji dan umrah, lembaga pembinaan muallaf, BMT dan sebagainya. Kegiatan dan pengelolaan masjid memerlukan dana yang besar, karena itu tidak cukup bila hanya mengandalkan hasil dari kotak infak yang diadakan setiap Jum'at dan setiap pengajian.

  Masjid harus memiliki sumber dana tetap dan bergengsi, misalnya mengembangkan usaha-usaha tertentu dengan memanfaatkan pangsa pasar. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan penyewaan gedung untuk resepsi pernikahan, seminar, pelaksanaan kursus-kursus yang dibutuhkan di kalangan masyarakat, dan melakukan kegiatan bisnis lainnya. Termasuk dalam rangka mengumpulkan dana untuk kegiatan masjid adalah pembentukan BMT lembaga haji dan umrah membuka mini market dan sebagainya. Organisasi masjid dengan berbagai kebijaksanaannya termasuk masalah keuangan yang harus dikelola secara transparan, sehingga para jama'ah dapat mengikuti perkembangan masjidnya secara baik. Masjid yang dirasakan sebagai milik bersama dan dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh para jama'ah akan mendapat dukungan yang kuat, baik dari segi pembangunan maupun dana.

4. Fungsi Masjid

  Masjid mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi umat Islam, dikatakan penting dikarenakan untuk membentuk pribadi dan masyarakat yang islami. Untuk bisa merasakan urgensi yang penting itulah, masjid harus difungsikan dengan sebaik-baiknya dan lebih untuk dioptimalkan.

  Untuk dapat mengoptimalkan peran dan fungsi masjid pada masa sekarang ini, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana masjid difungsikan pada masa Rasulullah. Masjid merupakan tempat ibadah multi fungsi. Masjid bukanlah tempat ibadah yang dikhususkan untuk shalat dan i`tikaf semata. Masjid menjadi pusat kegiatan positif kaum muslimin dan bermanfaat bagi umat. Dari situlah seharusnya kaum muslimin merancang masa depannya, baik dari segi din (agama), ekonomi, politik, sosial, dan seluruh sendi kehidupan, sebagaimana para pendahulunya memfungsikan masjid secara maksimal.

  Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allahh SWT, tempat shalat dan tempat beribadah kepada-Nya. Lima kali sehari semalam umat Islam dianjurkan mengunjungi masjid guna melaksanakan shalat berjama’ah. Masjid juga merupakan tempat yang paling banyak dikumandangkan nama Allah melalui adzan, iqamah, tasbih, tahmid,

  tahlil, istighfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca di masjid sebagai bagian dari lafaz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah.

  Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan manajemen yang baik. Tegasnya, perlu tindakan mengaktualkan fungsi dan peran Masjid. Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja.

  Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial. Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain sebagainya. Berikut beberapa di antaranya adalah:

a. Tempat pelaksanaan peribadatan

  Masjid sebagaimana kita ketahui berasal dari kata sajada- yasjudan yang berarti merendahkan diri, menyembah atau sujud.

  (Ahmad Yani, 2009: 37) dengan demikian, masjid menjadi tempat shalat dan dzikir merupakan fungsi utama masjid.

  Untuk itu, seluruh aktifitas yang dilaksanakan di dalam masjid berorientasi pada dzikrullah. Karena pemanfaatan masjid untuk menyembah Allah, maka pemanfaatan untuk menyembah selain Allah menjadi sesuatu yang sangat terlarang.

  Allah berfirman:

  اًﺪَﺣَأ ِﻪﱠﻠﻟا َﻊَﻣ اﻮُﻋْﺪَﺗ َﻼَﻓ ِﻪﱠﻠِﻟ َﺪ ِﺟﺎَﺴَﻤْﻟا ﱠنَأَو 

  Artinya: “ dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apapun di dalamnya selain Allah.” (Al-Jinn: 18)

b. Sebagai tempat untuk menuntut ilmu

  Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat Islam.

  Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.

    

  Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari.

  Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur’an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk di Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid.

  Rasulullah juga menjadikan masjid berfungsi sebagai tempat mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya dari Allah yang berupa wahyu. Hal ini menandakan masjid berfungsi sebagai madrasah yang didalamnya kaum muslimin memperoleh ilmu pengetahuan.

  c. Sebagai tempat pembinaan jama’ah Diantara fungsi masjid yang lain adalah sebagai sarana untuk membina para jama’ah. Maka dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Tamir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyah.

  Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.

  d. Sebagai pusat dakwah dan kebudayaan Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan dawah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan dawah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas dawah dan kebudayaan.

  Di masjid para sahabat juga saling berta’aruf. Melalui ta’aruf maka kadang ditemukan kekurangan dan kelebihan, maka merekapun saling nasehat dan menasehati agar menjadi orang yang lebih baik lagi. Ini berarti masjid mempunyai fungsi yang sangat besar dalam dakwah. (Muhammad Yani, 2009: 47)

  e. Sebagai pusat kaderisasi umat Sebagai tempat pembinaan jamaah dan kepemimpinan umat,

  Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti.

  Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPQ), Remaja Masjid maupun Tamir Masjid beserta kegiatannya.

  f. Sebagai basis kebangkitan Islam Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat

  Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.

C. Pendidikan Islam

1. Definisi Pendidikan Islam

  Pendidikan Islam yaitu suatu proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik kearah terbentuknya pribadi muslim yang baik. (Fatah Syukur, 2015: 2).

  Pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah.

  Sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi. Pendidikan Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam yang melandasi, merupakan proses ikhtiariyah yang secara pedagogis mampu mengembangkan hidup anak kearah kedewasaan/ kematangan yang menguntungkan dirinya (Arifin, 2008: 8).

  Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.

  Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

  Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.

  Selama ini buku-buku ilmu pendidikan islam telah memperkenalkan paling kurang tiga kata yang berhubungan dengan pendidikan islam yaitu, Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib. Jika ditelusuri ayat- ayat al-Quran dan matan As-Sunah secara mendalam dan komperhensif sesungguhnya selain tiga kata tersebut masih terdapat kata-kata lain tersebut, yaitu Tazkiyah, al-muwa’idzah, tafaqqu, tilawah, tahzib, al-

  irsyad, tafakkur, ta’aqqul dan tadabbur.

  Deskripsi selengkapnya terhadap kata-kata tersebut dapat dikemukakan sebagi berikut.

  a.

   Tarbiyah

  Kata tarbiyah berasal dari kata atau didalam al-

  اَبَر ﱠبَر

  Quran disebutkan lebih dari dalapan ratus kali, dan sebagian besar atau bahkan seluruhnya dengan Tuhan, yaitu terkadang dihubungkan dengan alam jagat raya (bumi, langit, bulan, bintang, matahari, tumbu-tumbuhan, binatang, gunung, laut dan sebagainya), dengan manusia seperti pada kata rabbuna (Tuhan kami), rabbuhu (Tuhannya), rabbuhum (Tuhan mereka semua), rabbiy (Tuhan-ku).

  Karena demikian lausnya pengertian al-tarbiyah ini, maka ada sebagian pakar pendidikan, seperti Naquid al-Attas yang tidak sependapat dengan pakar pendidikan lainnya yang menggunakan kata al-tarbiyah dengan arti pendidikan. Menurutnya, kata al-

  tarbiyah terlalu luas arti dan jangkauannya.

  Kata tersebut tidak hanya menjangkau manusia melainkan juga menjaga alam jagat raya sebagaimana tersebut. Benda-benda alam selain manusia, menurutnya tidak dapat dididik, karna benda- benda alam selain manusia itu tidak memiliki persyaratan potensial, seperti akal, pancaindra, hati nurani, insting, dan fitrah yang memungkinkan untuk dididik. Yang memiliki potensi-potensial diatas itu hanya manusia. Untuk itu Naquid al-Attas lebih memilih kata at-ta’dib.

  b.

   At-Ta’lim

  Kata ta’lim atau asal katanya, yaitu ‘allam, yu’allimu, ta’liman .

  ُهَمﱠلَعَو َنآْرُقْلا َمﱠلَعَت ْنَم ْمُكُرْيَخ

  Artinya: “sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari) Didalam hadis tersebut kata ta’lim dihubungkan dengan mengajarkan ilmu kepada seseorang, dan orang yang mengajarkan ilmu tersebut akan mendapatkan pahala dari Tuhan. Kata at-ta’lim dalam arti pengajaran yang merupakan bagian dari pendidikan banyak digunakan untuk kegiatan pendidikan yang bersifat nonformal, sepeti majelis taklim. Kata at-ta’lim dalam pendidikan sesungguhnya merupakan kata yang paling dahulu digunakan daripada kata at-tarbiyah. Kegiatan pendidikan dan pengajaran pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dirumah Al- Aqram di Makkah, dapat juga disebut majelis at-ta’lim.

  c.

   At-Ta’dib

  Kata At-ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’diban yang dapat berarti education (pendidikan), discipline (disiplin),

  punishment (peringatan atau hukuman) dan chastisement (hukuman-

  penyucian). kata at-ta’dib berasal dari kata adab yang berarti beradab, bersopan santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. (Abdul Mujid, 2000: 20)

  Kata at-ta’dib dalam arti pendidikan sebagaimana disinggung di atas, ialah kata yang dipilih oleh Naquid al-Attas.

  Dalam hubungan ini ia mengartikan at-ta’dib sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangssur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tenpat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan.

  d.

   At-Tahdzib

  Kata at-tahdzib secara harfiah berarti pendidikan akhlak atau menyucikan diri dari perbuatan akhlak yang buruk, dan berarti pula terdidik atau terpelihara dengan baik, dan berarti pula beradab sopan. (Mahmud Yunus, 2002: 481)

  Dari berbagai pengertian tersebut, tampak bahwa secara keseluruhan kata a-tahzib terkait dengan perbaikan mental sepiritual, moral dan akhlak, yaitu memperbaiki mental seseorang yang tidak sejalan dengan ajaran atau norma kehidupan menjadi sejalan dengan ajaran atau norma, memperbaiki perilakunya agar menjadi baik dan terhormat, serta memperbaiki akhlak dan budi pekertinya agar manjadi akhlak mulia. Berbagai kegiatan tersebut termasuk dalam bidang kegiatan pendidikan. Itulah sebabnya, kata at-tahzib juga berati pendidikan.

  e.

   Al-Wa’dz atau Al-Mau’idzah

  berasal dari kata wa’aza yang berarti to preach

  Al-wa’dz

  (mengajar), conscience (kata hati, suara hati, hati nurani), to

  admonish (memperingatkan atau mengingatkan), exhort (mendesak),

  dan to warn (memperingatkan). Inti al-wa’dz atau al-mau’idzah adalah pendidikan dengan car memberikan penyandaran dan pencerahan batin, agar timbul kesadaran untuk berubah menjadi orang yang baik.

  f.

   Al-Riyadhah Al-Riyadhah berasal dari kata raudha, yang mengandung

  arti to tame (menjinakan), domesticate (menjinakan), to break in (mendobrak atau membongkar), train (latihan), to train (melatih),

  coach (melatih), to pacify (menenangkan atau menenteamkan), placate (mendamaikan, menentramkan), to practice

  (memperagakan), exercise (melatih), regulate (mengatur), to seek to

  make tractable ( menemukan untuk membuat mudah dikerjakan),

  dan try to bring round (mencoba membawa keliling). (Mahmud Yunus, 2002: 182).

  Dalam pendidikan, kata al-riyadhah diartikan mendidik jiwa anak dengan akhlak mulia. Didalam Al-Quran maupun As- Sunah kata al-riyadhah secara eksplisit tidak dijumpai, namun inti dan hakikat al-riyadhah dalam arti mendidik atau melatih mental spiritual agar senantiasa mematuhi ajaran Allah SWT amat banyak dijumpai.

  g.

   At-Tazkiyah Al-tazkiyah berasal dari kata zakka-yuzakki-tazkiyatan yang

  berarti purification (pemurnian atau pembersihan), chastening (kesucian dan kemurnian), pronouncement of (pengumuman atau pernyataan), integrity of a witness (pengesahan atau kesaksian),

  honorable record (catatan yang dapat dipercaya dan dihormati). Dari

  penjelasan tersebut terlihat, bahwa kata al-tazkiyah ternyata juga digunakan untuk arti pendidikan yang bersifat pembinaan mental spiritual dan akhlak mulia.

  h.

   At-Talqin

  Kata at-talqin berasal dari laqqana, yulaqqinu, talqina yang dapat berarti pengajaran atau mengajarkan, dan dapat berarti pula

  insruction (perintah atau anjuran), direction (pengarahan), dictation

  (pengimlaan atau perintah), dictate (mendikte atau memerintah),

  inspiration (ilham, inspirasi), insinuation (sindiran atua tuduhan

  tidak langsung), suggestion (dorongan), suborning of witness (pengimlaan atau perintah). Dari sekian kata tersebut terlihat bahwa kata talqin juga digunakan untuk arti pengajaran. Dari penjelasan tersebut terlihat, bahwa kata at-talqin ternyata digunakan pula untuk arti pendidikan dan pengajaran yang diberlakukan tidak hanya kepada orang yang masih hidup melainkan kepada orang sudah meninggal.

  i.

   At-Tadris

  Kata at-tadris berasal dari kata darrasa, yudarrisu,

  tadrisan , yang dapat berarti teaching (pengajaran atau mengajarkan),

  instruction (perintah), tution (kuliah, uang kuliah). Intinya kata at- tadris berarti pengajaran, yakni, menyampaikan ilmu pengetahuan

  kepada peserta didik yang selanjutnya memberi pengaruh dan menimbulkan perubahan pada dirinya.

  j.

   At-Tafaqquh

  Kata at-tafaqquh berasal dari kata tafaqqaha, yatafaqqohu,

  tafaqquhan yang berarti mengerti dan memahami. Selanjutnya Ar-

  Raghib al-Asfaniy mengartikan kata tafaqquh sebagain berikut : menghubungkan pengetahuan yang abstrak dengan ilmu yang konkret, sehingga menjadi ilmu yang khusus. Dari kata al-tafaqquh muncul kata al-fiqh yang selanjutnya menjadi sebuah nama bagi ilmu yang mempelajari hukum-hukum syariah yang disandarkan pada dalil-dalil terperinci. Kata al-tafaqquh selanjutnya lebih digunakan untuk menunjukan pada kegiatan pendidikan dan pengajaran ilmu agama islam.

  k.

   Al-Irsyad

  Kata al-irsyad dapat mengandung arti yang berhubungan dengan pengajaran dan pendidikan yaitu bimbingan, pengarahan, pemberitahuan, nasihat, dan bimbingan sepiritual. Dengan demikian kata al-irsyad layak dipertimbangkan untuk dimasukan dalam arti kata pendidikan dan pengajaran.

2. Dasar Pendidikan Islam

  Dasar adalah landasan tempat berpijak. Dasar suatu bangunan yakni fondamen yang menjadi landasan bangunan tersebut agar tegak dan kokoh berdiri. Demikian pula dasar pendidikan Islam yaitu fondamen yang berupa ideologi yang muncul baik sekarang maupun yang akan dating menjadi landasan pendidikan Islam agar tetap tegak berdiri. Dengan adanya ini, maka pendidikan Islam tidak mudah diombang ambingkan oleh pengaruh luar (Uhbiyati, 2005:19).

  Dasar pendidikan Islam secara garis besar ada 3 yaitu al- Qur’an, as-Sunnah dan perundang-undangan yang berlaku di Negara kita.

a. Al-Qur’an

  Islam mewajibkan umatnya untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Menurut ajaran Islam, pendidikan merupakan kebutuhan hidup mutlak manusia yang harus dipenuhi. Karena itu Islam selalu mendorong umatnya. Ayat al-Qur’an yang pertama kali turun adalah berkenaan dengan pendidikan. Allah SWT berfirman:

    َﻖَﻠَﺧ يِﺬﱠﻟا َﻚﱢﺑَر ِﻢْﺳﺎِﺑ ْأَﺮْـﻗا

  • ٍ ﻖَﻠَﻋ ْﻦِﻣ َنﺎَﺴﻧِْﻹا َﻖَﻠَﺧ
  • ْأَﺮْـﻗا

   

  • ْﻢَﻠْﻌَـﻳ َْﱂ ﺎَﻣ َنﺎَﺴﻧِْﻹا َﻢﱠﻠَﻋ

  ُمَﺮْﻛَْﻷا َﻚﱡﺑَرَو

  • ِ ﻢَﻠَﻘْﻟﺎِﺑ َﻢﱠﻠَﻋ يِﺬﱠﻟا

  Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yan Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,Dia mengajar kepada ma nusia apa yang tidak diketahuinya”.

  Ayat ini menjelaskan bahwa seolah-olah Tuhan berkata hendaknya manusia meyakini akan adanya Tuhan pencipta manusia (dari segumpal darah), dan untuk memperkokoh keyakinan dan memelihara agar tidak luntur hendaknya melaksanakan pendidikan dan pengajaran.

b. Assunnah

  Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah saw kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi.

  Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya.

  Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah saw, yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT di bawah ini:

    ۗ ◌ ِ

  

َنوُﺮﱠﻜَﻔَـﺘَـﻳ ْﻢُﻬﱠﻠَﻌَﻟَو ْﻢِﻬْﻴَﻟِإ َلﱢﺰُـﻧ ﺎَﻣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ َﱢﲔَـﺒُﺘِﻟ َﺮْﻛﱢﺬﻟا َﻚْﻴَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰﻧَأَو ﺮُﺑﱡﺰﻟاَو ِتﺎَﻨﱢـﻴَـﺒْﻟﺎِﺑ

   

  Artinya: “dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir” (Q. S. al- Nahl, 44).

  Penjelasan itu disebut As-Sunnah yang secara bahasa At-

  Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan

  Rasulullah SAW berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapan dari Nabi Muhammad SAW. Para ulama meyatakan bahwa kedudukan

  Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin Khathab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an.

  Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT”.

  Dengan adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran, maka dalam pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai simtem pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus dijalani.

c. Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

  Bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban kesejahteraan umat manusia (UUD, 2003: 3).

3. Tujuan Pendidikan Islam

  Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam setiap proses pembelajaran karena menjadi acuan seluruh langkah-langkah dalam proses tersebut (thoha, 2004:12).

  Menurut Ali Asraf, tujuan pendidikan Islam adalah:

  a. Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konsteks kehidupan modern.

  b. Membekali anak didik dengan berbagai kemampuan pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan praktis, kesejahteraan lingkungan sosial, dan pembangunan nasional.

  c. Mengembangkan kemampuan pada diri anak didik, untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban Islami diatas semua peradaban dan kebudayaan lain.

  d. dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif, sehingga kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah.

  e. Membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan konsep-konsep pengetahuan yang dituntut. f. Mengembangkan, mengharuskan, dan mendalami kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa latin (Ali Asraf, 1989: 130-131)

  Menurut Depag, tujuan pendidikan yaitu menciptakan manusia berakhlak Islam, beriman, bertaqwa, dan meyakininya sebagai suatu kebenaran serta berusaha dan mampu membuktikan kebenaran tersebut melalui akal, rasa, dan feeling di dalam seluruh perbuatan dan tingkah laku sehari-hari (Depag, 1997:143).

  Menurut Arifin, tujuan pendidikan agama Islam adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir dan batin, di dunia dan di akhirat. Merealisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia keseluruhannya (Arifin, 2004:41)

  Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak mulia serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi luhur menurut ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

  Tujuan diadakan pendidikan Islam nonformal adalah untuk memberikan pemahaman, pengetahuan, dan pembelajaran tentang Islam secara benar berdasarkan al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman generasi sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin. Dengan demikian, pendidikan menuntut adaanya proses interaksi antara pendakwah dengan objek pendakwah. Proses tersebut dilakukan secara terus-menerus, baik dalam bentuk klasikal, seperti halaqah (majelis kecil dalam bentuk lingkaran), dan pengajian rutin, atau dalam bentuk incidental, seperti tabligh akbar dan lain-lain.

  D.

  

Peranan Takmir Masjid dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Islam

  Pengurus masjid yang telah mendapatkan kepercayaan untuk mengelola masjid sesuai dengan fungsinya memegang peran penting dalam memakmurkan masjid. merekalah lokomatif atau motor yang menggerakkan umat Islam untuk mengelola masjid, memakmurkan masjid, membina jamaah, membentuk remaja masjid dan menganekaragamkan kegiatan yang dapat dikuti oleh masyarakat sekitar. Masjid yang dikelola secara baik akan membuahkan hasil yang baik pula. Keadaan fisik masjid akan terawat dengan baik. Kegiatan-kegiatan masjid akan berjalan dengan baik, jamaah pun akan terbina dengan baik dan masjid menjadi makmur (Mohammad, 2007: 75).

  Peran takmir masjid dapat dilihat dari beberapa kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh takmir masjid. Kegiatannya sebagai berikut:

1. Majelis Taklim

  Majelis taklim adalah salah satu sarana pendidikan dalam Islam. Majelis Taklim lebih dikenal dengan istilah pengajian-pengajian dan sering pula berbentuk halaqah. Umumnya berisi ceramah atau khutbahkhutbah keagamaan Islam. Tetapi dalam perkembangannya, majelis taklim sering digunakan sebagai wadah wahana ilmiah, sosiologis, politik, hukum, dan seterusnya. Ini terlihat pada masing- masing di lingkungan perguruan tinggi. Diselenggarakan secara berkala dan teratur yang diikuti oleh jamaah yang relative banyak yang bertujuan untuk membina dan mengembangkan serta mencerahkan kehidupan (Muliawan, 2005:161)

  Ada beberapa fungsi dari majelis ta’lim diantaranya adalah:

  a. Membina dan mengembangkan agama Islam dalam rangka membentuk masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

  b. Sebagai taman rekreasi rohani karena diselenggarakan dengan serius tapi santai c. Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidupsuburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah d. Sebagai motivasi terhadap pembinaan jama’ah dalam mendalami ilmu agama e. Islam (Umar, 2010:142-144).