BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Implementasi K3 - Nurman Soleh Bab II

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian Implementasi K3
Implementasi K3 adalah suatu proses pengarahan, penjurusan dan
pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang diorganisasikan dalam
kelompok-kelompok formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan
(Djamaluddin Ramlan, 2006:13).
K3 adalah bentuk perlindungan untuk para pekerja dari bahaya yang
timbul oleh perkembangan teknologi. Walaupun masih tetap demikian
hanya hingga saat ini, penekanan yang lebih besar kini pada peran serta
majikan. Sikap kita berubah yang dari melindungi mesin manjadi
melindungi manusia dan semakin menitik beratkan pada antisipasi bahaya
(penilaian resiko) ketimbang menanti terjadinya kecelakaan kerja (Jhon
Ridley, 2008:22).
Menurut Gempur Santosa (2004:52), implementasi K3 adalah upaya
mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan
orang lain melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan

dan pengendalian, selain itu juga kemampuan untuk mengelola semua hal
secara profesional.
Dengan demikian K3 merupakan bagian dari sistem secara
keseluruhan yang kompleks, yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan K3 dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tenaga kerja/buruh yang sehat, aman, efisien, dan produktif. Implementsi K3

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

9

merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meminimalkan dan mencegah
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan penyakit akibat hubungan kerja.
1.

Tujuan Implementasi K3
Tujuan dan sasaran implementasi K3 yang tercantum dalam Pasal 27

ayat (2) UUD 1945, Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun

2003 Pasal 86-87 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996
adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja yang terintregasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
serta menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Dengan

peraturan

perundangan

ditetapkannya

syarat-syarat

keselamatan kerja adalah untuk:
a.

Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b.


Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c.

Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d.

Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e.

Memberi pertolongan pada kecelakaan;

f.

Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;


g.

Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu;

h.

Kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar radiasi, suara dan getaran;

i.

Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physic maupun psychis, keracunan, infeksi dan penularan.

j.

Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013


10

k.

Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

l.

Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

m.

Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

n.

Memperoleh keserasian antara tenaga kerja/buruh, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya;

o.


Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;

p.

Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

q.

Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan
dan penyimpanan barang;

r.

Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

s.

Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan

yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2.

Prinsip Dasar Implementasi K3
Direktorat Pengawasan Norma K3 Ditjen Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan, Depnakertrans RI (2006) menyebutkan, Prinsip dasar
Implementasi K3 terdiri dari 5 (lima) poin yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, kelima prinsip tersebut adalah:
a.

Komitmen
Komitmen dibagi menjadi 3 hal penting yaitu: Kepemimpinan dan
komitmen, tinjauan awal K3 dan Implementasi K3. Pentingnya
komitmen untuk menerapkan K3 di tempat kerja dari seluruh pihak
yang ada di tempat kerja, terutama dari pihak pengurus dan tenaga

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013


11

kerja/buruh. Dan pihak-pihak lain juga diwajibkan untuk berperan
serta dalam penerapan ini.
b.

Perencanaan
Perencanaan yang dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan
memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari penerapan
K3 tempat kerja dan indikator kinerja serta harus dapat menjawab
penerapan K3. Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah
identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko serta
hasil tinjauan awal terhadap K3.

c.

Implementasi/Penerapan
Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka kini telah tiba
pada tahap penting yaitu penerapan K3. Pada tahap ini perusahaan
perlu memperhatikan antara lain: adanya jaminan kemampuan,

kegiatan pendukung, identifikasi sumber bahaya, penilaian dan
pengendalian resiko.

d.

Pengukuran/Evaluasi
Pengukuran atau evaluasi ini merupakan alat yang berguna untuk:
mengetahui keberhasilan penerapan K3, melakukan identifikasi
tindakan perbaikan, mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja
penerapan K3. Guna menjaga tingkat kepercayaan terhadap data yang
akan diperoleh maka beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi
alat, pengujian peralatan dan contoh piranti lunak dan perangkat keras.
Ada 3 (tiga) kegiatan dalam melakukan pengukuran atau evaluasi

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

12

yang diperkenalkan oleh peraturan ini: inspeksi dan pengujian, audit
penerapan K3, tindakan perbaikan dan pencegahan.

e.

Peninjauan Ulang dan Perbaikan
Tinjauan ulang harus meliputi: Evaluasi terhadap penerapan K3,
tujuan sasaran dan kinerja K3, hasil temuan audit penerapan K3,
Evaluasi efektifitas penerapan K3, dan Kebutuhan untuk mengubah
penerapan K3.

3.

Elemen-elemen Implementasi K3
Pencapaian implementsi K3 dalam Permenaker Nomor 05/Men/1996

terbagi dalam beberapa elemen yaitu:
a.

Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
a.

Penerapan K3;


b.

Tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak;

c.

Tinjauan ulang dan evaluasi;

d.

Keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja/buruh;

e.

Strategi pendokumentasian;
1.

Perencanaan strategi K3.

2.

Manual kebijakan K3.

3.

Penyebarluasan informasi K3.

4.

Peninjauan ulang desain dan kontrak.
1)

Pengendalian perancangan;

2)

Peninjauan ulang kontrak;

3)

Pengendalian dokumen;
a.

Persetujuan dan pengeluaran dokumen.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

13

b.
4)

Perubahan dan modifikasi dokumen.

Pembelian;
a.

Spesifikasi dari pembelian barang dan jasa.

b.

Sistem verifikasi untuk barang dan jasa yang
dibeli.

c.
5)

Kontrol barang dan jasa dipasok pelanggan.

Keamanan bekerja berdasarkan penerapan K3;
a.

Sistem kerja.

b.

Pengawasan.

c.

Seleksi dan penempatan personil.

d.

Lingkungan kerja.

e.

Pemeliharaan, perbaikan dan perubahan sarana
produksi.

b.

f.

Pelayanan.

g.

Kesiapan untuk menangani keadaan darurat.

h.

Pertolongan pertama pada kecelakaan.

Standar pemantauan
a.

Pemeriksaan bahaya;

b.

Pemantauan lingkungan kerja;

c.

Peralatan, inspeksi, pengukuran, dan pengujian;

d.

Pemantauan kesehatan;

e.

Pelaporan dan perbaikan kekurangan;
1.

Pelaporan keadaan darurat.

2.

Pelaporan insiden.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

14

3.

Penyelidikan kecelakaan kerja.

4.

Penanganan masalah.

5.

Pengelolaan material dan perpindahannya.
1)

Penanganan secara manual dan mekanis;

2)

Sistem

pengangkutan,

penyimpanan,

dan

pembuangan;
3)
c.

d.

e.

4.

Bahan-bahan berbahaya.

Pengumpulan dan penggunaan data
1.

Catatan K3;

2.

Data dan laporan K3.

Audit Penerapan K3
a.

Audit internal penerapan K3;

b.

Audit eksternal penerapan K3.

Pengembangan ketrampilan dan kemampuan
1.

Strategi pelatihan;

2.

Pelatihan bagi manajemen dan supervisor;

3.

Pelatihan bagi tenaga kerja/buruh;

4.

Pelatihan dan pengenalan bagi pengunjung dan kontraktor;

5.

Pelatihan keadaan khusus.

Pelaksanaan Implementasi K3
Pelaksanaan implementasi K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

15

efisiensi dan produktifitas kerja. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengamanatkan antara lain :
setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan di sekitarnya (www.depkes.go.id/K3).
Implementasi K3 dilaksanakan oleh setiap
mempekerjakan

tenaga

kerja/buruh

sebanyak

perusahaan yang

seratus

orang

atau

mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja wajib
menerapkan penerapan K3. Pelaksanaan K3 dilakukan oleh pengurus,
pengusaha dan seluruh tenaga kerja/buruh sebagai satu kesatuan. Ketentuanketentuan yang wajib dilaksanakan dalam penerapan K3 yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 adalah:
a.

Menetapkan penerapan K3 dan menjamin komitmen terhadap
penerapan Sistem Manajemen K3;

b.

Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan
K3;

c.

Menerapkan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan
dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja/buruh;

d.

Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja

(K3) serta melakukan tindakan perbaikan dan

pencegahan;

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

16

e.

Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem
Manajemen

K3

secara

berkesinambungan

dengan

tujuan

meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Tahapan dan langkah-langkah yang harus dilakukan suatu untuk
memudahkan dalam menerapkan pengembangan penerapan K3 terbagi
menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu:
a.

Tahap persiapan
Tahap ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan suatu
perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah
personil,

mulai

dari

menyatakan

komitmen

sampai

dengan

menetapkan kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Adapun tahap
persiapan ini antara lain:

b.

1.

Komitmen manajemen puncak;

2.

Menentukan ruang lingkup;

3.

Menetapkan cara penerapan;

4.

Membentuk kelompok penerapan;

5.

Menetapkan sumber daya yang diperlukan.

Tahap Pengembangan dan Penerapan
Dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
organisasi perusahaan dengan melibatkan banyak personil. Langkahlangkah tersebut adalah:
1.

Menyatakan komitmen
Penerapan K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen
terhadap penerapan K3 tersebut. Perusahan harus benar-benar

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

17

menyadari bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab
terhadap keberhasilan dan kegagalan penerapan K3. Komitmen
harus dinyatakan dengan tindakan nyata agar diketahui oleh
seluruh staf dan karyawan perusahaan.
2.

Menetapkan cara penerapan
Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan ataupun personil
perusahaan

yang

mampu

untuk

mengorganisasikan dan

mengarahkan orang untuk menerapkan K3.
3.

Membentuk kelompok kerja penerapan
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya
anggota kelompok kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari
setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Hal ini penting
karena mereka yang paling bertanggung jawab terhadap setiap
unit kerja yang bersangkutan.

4.

Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber

daya

di

sini

mencakup

orang

atau

personil,

perlengkapan, waktu, dan dana. Orang yang dimaksud adalah
beberapa orang yang diangkat secara resmi di luar tugas-tugas
pokoknya dan terlibat

penuh dalam proses penerapan.

Perlengkapan adalah perlunya mempersiapkan kemungkinan
ruangan tambahan untuk menyimpan dokumen atau komputer
tambahan untuk mengolah dan menyimpan data. Waktu yang
diperlukan tidaklah sedikit terutama bagi orang yang terlibat
dalam penerapan, mulai mengikuti rapat, pelatihan, mempelajari

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

18

bahan-bahan

pustaka,

menulis

dokumen

mutu

sampai

menghadapi kegiatan audit dan assessment. Sementara dana
diperlukan

adalah

untuk

membayar

konsultan

(jika

menggunakan jasa konsultan), lembaga sertifikasi, dan biaya
untuk pelatihan karyawan di luar perusahaan. Serta peralatan
khusus untuk pengendalian resiko dan bahaya yang ditimbulkan
dalam penerapan K3.
5.

Kegiatan penyuluhan
Kegiatan penyuluhan ini harus di arahkan untuk mencapai
tujuan, antara lain:
a)

Menyamakan persepsi dan motifasi terhadap pentingnya
penerapan kebijakan K3 bagi kinerja perusahaan;

b)

Membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi,
manajer, staf, dan seluruh jajaran dalam perusahaan untuk
bekerja bersama-sama dalam menerapakan standar sistem.

6.

Peninjauan sistem
Kelompok kerja yang telah terbentuk meninjau sistem yang
sedang

berlangsung

dengan

membandingkannya

dengan

persyaratan yang ada dalam penerapan K3. Peninjauan dapat
dilakukan melalui 2 cara yaitu dengan meninjau dokumen
prosedur dan meninjau pelaksanaannya.
7.

Penyusunan jadwal kegiatan
Jadwal kegiatan disusun setelah melakukan peninjauan dengan
mempertimbangkan:

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

19

a)

Ruang lingkup pekerjaan;

b)

Kemampuan wakil manajemen dan kelompok kerja
penerapan;

c)
8.

Keberadaan proyek.

Pengembangan Penerapan K3
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengembangan
sistem adalah dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan
bagan alir, penulisan manual SMK3, prosedur dan instruksi
kerja.

9.

Penerapan K3
Penerapan K3 harus dilaksanakan sedikitnya 3 (tiga) bulan
sebelum pelaksanaan audit internal. Waktu tiga bulan diperlukan
untuk mengumpulkan bukti-bukti (dalam bentuk rekaman
tercatat)

secara

memadai

dan

untuk

melaksanakan

penyempurnaan kebijakan serta modifikasi dokumen.
10.

Proses Sertifikasi
Perusahaan diharapkan melakukan sertifikasi dengan memilih
lembaga sertifikasi yang sesuai.
Tingkat penerapan K3 dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan :
a)

Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko
rendah harus menetapkan sebanyak 64 (enam puluh
empat) kriteria;

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

20

b)

Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko
menengah harus menerapkan sebanyak 122 (seratus dua
puluh dua) kriteria;

c)

Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko
tinggi harus menerapkan sebanyak 166 (seratus enam
puluh enam) kriteria.

5.

Kriteria Pencapaian Keberhasilan Implementasi K3
Direktorat Pengawasan Norma K3 Ditjen Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan, Depnakertrans RI (2006) menyebutkan, keberhasilan
penerapan K3 di tempat kerja dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Tingkat Pencapaian Keberhasilan Implementasi K3
No.

Tingkat
Pencapaian

1

0-59%

2

60-84%

3

85-100%

Perusahaan
Perusahaan
Kecil
Sedang
Tindakan
Tindakan
Hukum
Hukum
Bendera Perak Bendera Perak
Sertifikat
Sertifikat
Bendera Emas Bendera Emas
Sertifikat
Sertifikat

Perusahaan Besar
Tindakan Hukum
Bendera Perak
Sertifikat
Bendera Emas
Sertifikat

Keterangan:
1.

Tingkat pencapaian keberhasilan implementasi K3 sebesar 0-59%
apabila telah melakukan tindakan hukum, baik oleh perusahaan kecil,
sedang ataupun perusahaan besar.

2.

Tingkat pencapaiaan keberhasilan implmentasi K3 sebesar 60-84%
apabila telah mendapatkan sertifikat bendera perak, baik oleh
perusahaan kecil, sedang ataupun perusahaan besar.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

21

3.

Tingkat pencapaian keberhasilan implementasi K3 sebesar 85-100%
apabila telah mendapatkan sefrifikat bendera emas, baik oleh
perusahaan kecil, sedang ataupun perusahaan besar.

B.

Pengertian Outsourcing
Outsourcing adalah salah satu hasil samping dari Business Process

Reengineering (BPR). BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar
oleh suatu perusahaan dalam proses pengelolaannya, bukan hanya sekedar
melakukan perbaikan. BPR adalah pendekatan baru dalam manajemen yang
bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat berlainan pendekatan lama yaitu
continuous imnprovement process. BPR diberikan untuk memberikan respon atas
perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan teknologi yang
demikian cepat sehingga berkembang persaingan yang bersifat global dan
berlangsung sangat kuat (Sonhaji, 2007:112).
Di dalam Undang-undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah
outsourcing. Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 64
Undang-undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang isinya menyatakan
bahwa outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha
dengan tenaga kerja/buruh, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Menurut Pasal 1601 (b) KUH Perdata, outsourcing disamakan dengan
perjanjian pemborongan sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian
dimana pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

22

lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan
kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.
Dari pengertian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai
outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa
dengan perusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna jasa meminta
kepada perusahaan penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja/buruh yang
diperlukan untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar
sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan penyedia jasa.
Pola perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing secara umum adalah ada
beberapa pekerjaan kemudian diserahkan kepada perusahaan lain yang telah
berbadan hukum, dimana perusahaan yang 1 (satu) tidak berhubungan secara
langsung dengan pekerjaan tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau
penyedia tenaga kerja/buruh.
Pendapat lain menyebutkan bahwa outsourcing adalah pemberian pekerjaan
dari satu pihak kepada pihak lain dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
1.

Menyerahkan dalam bentuk pekerjaan;

2.

Pemberian pekerjaan oleh pihak kesatu dalam bentuk jasa tenaga
kerja/buruh.
Perjanjian outsourcing dapat disamakan dengan perjanjian pemborongan

pekerjaan. Di bidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai
pemanfaatan tenaga kerja/buruh untuk memproduksi atau melaksanakan suatu
pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja/buruh. Dimana ada 2 (dua) perusahaan yang terlibat, yaitu perusahaan yang
khusus menyeleksi, melatih dan mempekerjakan tenaga kerja/buruh yang

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

23

menghasilkan suatu produk/jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lain.
Dengan demikian perusahaan kedua tidak memiliki hubungan kerja langsung
dengan tenaga kerja/buruh yang bekerja padanya, hubungan hanya melalui
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh. Outsourcing adalah alternatif dalam
melakukan pekerjaan sendiri, tetapi outsourcing tidak sekedar mengontrakan
secara biasa, tetapi jauh melebihi itu.
1.

Dasar pelaksanaan outsourcing
Pelaksanaan outsourcing melibatkan 3 (tiga) pihak yakni perusahaan

penyedia tenaga kerja/buruh outsourcing, perusahaan pengguna tenaga
kerja/buruh outsourcing, dan tenaga kerja/buruh outsourcing itu sendiri.
Oleh karena itu perlu adanya suatu peraturan agar pihak-pihak yang terlibat
tidak ada yang dirugikan khususnya tenaga kerja outsourcing. Mengingat
bisnis outsourcing berkaitan erat dengan praktek ketenagakerjaan, maka
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan
salah 1 (satu) peraturan pelaksanaan outsorcing di Indonesia yang
ditemukan dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66.
Prinsip dasar pelaksanaan outsourcing adalah terjadinya suatu
kesepakatan kerjasama antara perusahaan pengguna jasa tenaga kerja/buruh
dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/buruh dalam bentuk perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa tenaga kerja/buruh, dimana
perusahaan pengguna tenaga kerja/buruh akan membayar suatu jumlah
tertentu sesuai kesepakatan atas hasil pekerjaan dari tenaga kerja/buruh yang
disediakan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja/buruh. Sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 64, yang berbunyi sebagai berikut :

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

24

”Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa tenaga kerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.
Dengan

demikian

outsorcing

dapat

terlaksana

bila

sudah

ditandatangani suatu perjanjian antara pengguna jasa tenaga kerja dan
penyedia jasa tenaga kerja/buruh yaitu perjanjian pemborongan kerja atau
penyediaan jasa tenaga kerja/buruh.
Pengertian perjanjian pemborongan menurut Pasal 1601 b Kitab
Undang-undang

Hukum

Perdata

yang

menyebutkan

perjanjian

pemborongan dengan pemborongan pekerjaan yaitu sebagai perjanjian
dimana

pihak

kesatu

(si

pemborong)

mengikatkan

diri

untuk

menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang
memborong dengan menerima harga yang ditentukan. Definisi tersebut
kurang tepat karena menganggap perjanjian pemborongan adalah perjanjian
sepihak karena pemborong hanya mempunyai kewajiban saja sedangkan
yang memborongkan hanya mempunyai hak saja.
Oleh Djumadi 2004, Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak kesatu (si pemborong), mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaa, sedang pihak lain (yang memberi
borongan) mengikatkandiri untuk membayar sesuai harga yang ditentukan.
Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan
pengguna tenaga kerja/buruh dan perusahaan penyedia tenaga kerja/buruh
harus dalam bentuk tertulis, sesuai ketentuan Pasal 65 ayat (1) sebagai
berikut :

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

25

“Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis”.
2.

Syarat-syarat pekerjaan outsourcing
Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan melakukan outsourcing

adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan kompetitif
perusahaan

agar

dapat

mempertahankan

hidup

dan

berkembang.

Mempertahankan hidup berarti tetap dapat mempertahankan perkembangan
pasar, sementara berkembang berarti dapat meningkatkan perkembangan
pasar, dengan tujuan strategis ialah bahwa dengan melakukan outsourcing,
perusahaan ingin meningkatkan kemampuannya berkompetisi, atau ingin
meningkatkan atau sekurang-kurangnya mempertahankan keunggulan
kompetitifnya. Kompetisi antara perusahaan umumnya menyangkut 3 (tiga)
hal, yaitu harga produk, mutu produk dan layanan.
Oleh karena itu, pekerjaan harus diserahkan pada pihak yang lebih
profesional dan lebih berpengalaman dari pada perusahaan sendiri dalam
melaksanakan jenis pekerjaan yang diserahkan, tidak sekedar pihak ketiga
saja. Namun demikian tidak semua pekerjaan dapat dialihkan dengan cara
outsourcing, hanya pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu saja
yang dapat dialihkan kepada perusahaan lain. Perusahaan dalam hal ini
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan
lainnya melalui :
a.

pemborongan pekerjaan; atau

b.

penyediaan jasa pekerja.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

26

Pasal 65 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan :
“Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis”.
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam
Pasal 65 ayat (2) yaitu:
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan;
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Berdasarkan Pasal 66 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, outsourcing dibolehkan hanya untuk kegiatan penunjang
dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Dalam penjelasan Pasal 66

UU Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan

bahwa:
“Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang di luar
usaha pokok (core bussiness) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara
lain: usaha pelayangan kebersihan (cleaning service), usaha penyedia
makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman
(scurity/satuan pengaman), usaha penunjang disuatu penambangan dan
perminyakan, serta usaha penyedia angkutan pekerja/buruh”.
Syarat-syarat pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain
diatur juga dalam Pasal 6 KEPMENAKERTRANS Nomor KEP220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan
Pekerjaan Kepada Perusahaan lain yang bunyinya sebagai berikut :

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

27

a.

Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada pemborong pekerjaan harus
memenuhi syarat :
1)

Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen
maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan;

2)

Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari
pemberi pekerjaan;

3)

Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;

4)

Tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya
apabila pekerjaan yang diborong tersebut apabila tidak
dilaksanakan, maka kegiatan utama tetap berjalan sebagaimana
mestinya.

b.

Perusahaan pemberi pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses
pelaksanaan pekerjaan.

c.

Perusahaan pemberi pekerjaan menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang
utama

dan

menunjang

serta

melaporkan

kepada

instansi

ketenagakerjaan setempat.
3.

Syarat-syarat

Perusahaan

Penyedia

Jasa

Tenaga

Kerja

Outsourcing
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
mengatur syarat-syarat perusahaan yang dapat menyediakan tenaga
kerja/buruh agar kepentingan para pihak yang terlibat dalam perjanjian
outsourcing, baik pihak-pihak yang berhubungan maupun terhadap
pekerja/buruh yang dipekerjakan tidak ada yang dirugikan terutama tenaga
kerja/buruh outsourcing yang biasanya berada pada posisi yang lemah.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

28

Syarat-syarat tersebut dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 disebutkan :
1. Perusahaan penyedia tenaga kerja haus berbentuk badan hukum (Pasal 65
ayat (3))
2. Perusahaan penyedia tenaga kerja harus mampu memberikan
perlindungan upah dan kesejahteraan, memenuhi syarat-syarat kerja
sekurang-kurangnya sama dengan perusahaan pengguna tenaga kerja atau
peraturan-perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 65 ayat (4)), dengan
kata lain perusahaan penyedia tenaga kerja minimal harus memiliki
Peraturan Perusahaan yang telah disetujui oleh Departemen Tenaga
Kerja.
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 antara lain :
1. Ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh;
2. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian
kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana
terdapat dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan/atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
3. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh.
4. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib
memuat pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
5. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan
hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Apabila

ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas tidak

terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara tenaga
kerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi
hubungan kerja antara tenaga kerja/buruh dan perusahaan pemberi
pekerjaan.
Syarat-syarat bagi perusahaan pelaksana pekerjaan juga terdapat Pada
Pasal 3,

Pasal 5 KEPMENAKERTRANS Nomor KEP-220/MEN/2004,

Pasal 3 ayat (2) sampai dengan ayat (5) berbunyi sebagai berikut:

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

29

1. Pasal 3 ayat (2) : Penyerahan sebagian pelaksana pekerjaan kepada
pemborong harus diserahkan kepada perusahaan yang berbadan hukum.
2. Pasal 3 ayat (3) : Ketentuan dalam ayat (1) dikecualikan bagi :
a. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak dibidang pengadaan
barang;
b. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa
pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultasi yang memperkerjakan pekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang.
3. Pasal 4 ayat (4) : Apabila pemborong yang akan menyerahkan lagi
sebagian pekerjaan, maka penyerahan tersebut dapat diberikan kepada
perusahaan pemborong pekerjaan yang tidak berbadan hukum.
4. Pasal 5 ayat (5) : Apabila perusahaan pemborong yang bukan berbadan
hukum dimaksud ayat (3) tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi
hak-hak pekerja/buruh, maka perusahaan yang berbadan hukum
dimaksud ayat (1) bertanggung jawab memenuhi kewajiban tersebut.
Pasal 4 berbunyi :
1. Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat pemborong pekerjaan berbadan
hukum, atau terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak
memenuhi kualifikasi yang ditentukan perusahaan pemberi pekerjaan,
maka penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan
kepada perusahaan pemborong yang tidak berbadan hukum.
2. Perusahaan penerima pemborongan yang tidak berbadan hukum
dimaksud ayat (1) bertanggung jawab memenuhi hak-hak pekerja.
3. Tanggung jawab dimaksud ayat (2) harus dituangkan dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan antara pemberi pekerjaan dengan perusahaan
pemborong pekerjaan.
Menurut

KEPMENAKERTRANS Nomor KEP-101/MEN/VI/2004

Pasal 2 disebutkan untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh, perusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi
ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota sesuai dengan domisili perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh untuk mendapatkan ijin operasional, dengan
menyampaikan permohonan dengan melampirkan :
a.

Copy pengesahan sebagai badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas
atau koperasib)

Copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat

kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh;
b.

Copy SIUP;

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

30

c.

Copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku.
Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten harus sudah menerbitkan ijin

operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan diatas
dalam waktu paling lama 30(tiga puluh) hari sejak permohonan diterima.
Ijin operasional bagi perusahaan penyedia tenaga kerja berlaku diseluruh
indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
angka waktu yang sama.
4.

Ketentuan Bagi Perusahaan Pengguna Jasa Tenaga Kerja
Outsourcing
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah

membatasi pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain melalui
pemborongan atau outsourcing. Kewajiban bagi pengguna jasa tenaga kerja,
yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1), pengguna jasa tenaga kerja tidak boleh
menggunakan

tenaga kerja untuk

melaksanakan kegiatan pokok atau

kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi.
Penjelasan Pasal 66 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003,
disebutkan bahwa :
Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang
berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning
service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha
tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan, usaha jasa penunjang di
pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan
pekerja/buruh.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013

31

Konsep dan pengertian usaha pokok atau core business

dan

kegiatan penunjang atau non core business adalah konsep yang berubah dan
berkembang secara dinamis. Alexander dan Young (1996) mengatakan
bahwa ada empat pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau
core business, yaitu :


Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan.



Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.



Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang
maupun di waktu yang akan datang.



Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang,
inovasi, atau peremajaan kembali.

Implementasi Keselamatan dan..., Nurman Soleh, Fakultas Hukum UMP, 2013