BAB V KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 2676cb9d55 BAB V09. BAB V (fix)

BAB V KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

  dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

  Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

  Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk : a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,

  c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

5.1. Potensi Pendanaan APBD

  Pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena anggaran pemerintah daerah menjadi penggerak ekonomi daerah, memberi lapangan pekerjaan, membangun infrastruktur, membuka keterisolasian daerah serta memberikan hidup bagi masyarakat di daerah tersebut.

  Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat. Atas dasar tanggung jawab ini maka pemerintah daerah diberi kewenangan mengatur, menata dan mengelola potensi dan sumberdaya yang ada untuk kemakmuran masyarakat.

  Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber- sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  Pemerintah Kabupaten memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada Proyeksi APBD dalam 5 (lima) tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

Tabel 5.1 Matriks Potensi Pendanaan APBD Kabupaten Tulang Bawang

  REALISASI

PROYEKSI SEKTOR 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

  (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Pengembangan Kawasan Permukiman 5.366.998.013 5.476.528.585 5.588.294.474 5.702.341.300 5.510.000.000 5.620.200.000 5.732.604.000 5.847.256.080 5.964.201.202 6.083.485.226

Penataan Bangunan dan Lingkungan 31.476.652.297 32.119.032.957 32.774.523.425 33.443.391.250 40.170.000.000 40.973.400.000 41.792.868.000 42.628.725.360 43.481.299.867 44.350.925.865

Pengembangan SPAM 2.004.239.469 2.045.142.316 2.086.879.914 2.129.469.300 6.500.000.000 6.630.000.000 6.762.600.000 6.897.852.000 7.035.809.040 7.176.525.221

Pengembangan PLP 2.971.134.529 3.031.769.927 3.093.642.783 3.156.778.350 3.093.642.783 3.219.913.917 3.284.312.195 3.349.998.439 3.416.998.408 3.485.338.376

Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya 36.452.026.296 37.195.945.200 37.955.046.122 38.729.638.900 49.763.642.783 50.823.313.917 51.839.780.195 52.876.575.799 53.934.107.315 55.012.789.462

Total Belanja APBD 645.210.381.838 696.002.596.623 775.757.034.904 978.374.351.268 1.332.849.484.265 1.343.378.995.191 1.353.991.689.253 1.364.688.223.598 1.375.469.260.564 1.386.335.467.723

  BAB V - 4

Gambar 5.1 Grafik Perkembangan Proporsi Belanja Bidang Cipta Karya Dalam APBDGambar 5.2 Grafik Proyeksi Proporsi Belanja Bidang Cipta Karya Dalam APBD

5.2. Potensi Pendanaan APBN

  Tidak dapat dimungkiri bahwa sumber dana terbesar bidang Cipta Karya berasala dari APBN (Belanja K/L), transfer pusat ke daerah (DAK/DAU dan Dana Bagi Hasil), dan hibah dari Pemerintah Pusat baik yang berasal dari APBN maupun dari donor (Hibah dan Pinjaman). Di tingkat pusat, Dana Khusus seperti KUR dan Dana Bergulir, merupakan sumber pendanaan yang memerlukan peraturan khusus Pemerintah dalam implementasinya. Sedangkan Dana Dekon dan Tugas Perbantuan yang banyak ditransfer dari K/L ke provinsi akan menjadi sumber dana provinsi.

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Tabel 5.2 Matriks Potensi Pendanaan Bersumber dari APBN REALISASI SEKTOR 2012 2013 2014 2015 2016

  (1) (2) (3) (4) (5) (6)

  • Pengembangan Kawasan Permukiman -
  • Penataan Bangunan dan Lingkungan
  • Pengembangan SPAM
  • Pengembangan PLP 400.000.000

  7.300.000.000 3.400.000.000 DAK Air Minum 1.101.000.000 1.260.682.800 1.512.391.303 2.313.025.950 DAK Sanitasi 1.145.000.000 882.609.000

  • 1.217.799.241 2.080.262.000
  • - Total Alokasi APBN 50.321.450.000 53.295.680.000 59.728.060.000 65.063.244.000

  BAB V - 7 Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

5.3. Alternatif Sumber Pendanaan

  Kemitraan Pemerintah – Swasta (KPS)

  Infrastruktur pada hakikatnya adalah ranah sektor publik dan merupakan kewajiban Pemerintah, baik di daerah maupun pusat. Namun dalam kondisi keterbatasan anggaran baik pada APBD maupun APBN dan kebutuhan akan inovasi peningkatan layanan infrastruktur maka partisipasi swasta menjadi variabel yang layak dipertimbangkan.

  Kemampuan pendanaan, inovasi teknologi, keahlian pengoperasian dan kecepatan yang dimiliki merupakan kelebihan yang harus dimanfaatkan Pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Sehingga dalam kerangka KPS, Pemerintah akan menikmati output atas infrastruktur yang dibangun oleh swasta dan digunakan dengan sebaik- baiknya untuk kebermanfaatan publik. KPS dapat didefinisikan secara sederhana merupakan kontrak jangka panjang antara Pihak Pemerintah dan Pihak Swasta dalam hal penyediaan infrastruktur atau layanan publik dimana pihak swasta mengambil alih sebagian dari tanggung jawab dan risiko yang diemban oleh pihak Pemerintah. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa:

  1. KPS merupakan kontrak kerjasama antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik dalam jangka waktu panjang (biasanya 15-20 tahun);

  2. Pemerintah memiliki peran dalam proses pengadaan Badan Usaha (BU) untuk memilih mitra swasta yang akan melaksanakan pembangunan proyek infrastruktur, serta memberikan dukungan/insentif untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek bilamana diperlukan;

  3. Swasta bertanggung jawab dalam tahapan pembangunan proyek (termasuk penyediaan finansial, keahlian dan teknologi yang diperlukan) dan/atau melaksanakan operasionalisasi serta pemeliharaan sesuai dengan kontrak kerjasama;

  4. Kontrak yang bersifat “win-win-win” (antara Pemerintah, Swasta dan Publik).

  Corporate Social Rensponsibility (CSR)

  Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan arti pentingnya keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Profit-People-

  

Planet), kini, semakin banyak perusahaan yang memenuhi tanggung

  jawab sosialnya (CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan tersebut diwujudkan dalam beragam bentuk kegiatan, dengan perusahaan sebagai pelaksana yang melibatkan mitra-mitra yang kompeten di bidangnya. Dukungan mitra kerja sama menjadi salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program-program CSR. Program CSR tidak selalu diwujudkan dalam bentuk kegiatan amal

  

(charity). Melainkan, juga dapat dilaksanakan dalam program-program

  pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara langsung sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan CSR yang dilakukan beberapa perusahaan sekarang ini sangat beragam, termasuk kegiatan CSR dalam pembangunan infrastruktur permukiman (bidang Cipta Karya). Di antaranya, program penyediaan air minum dan sanitasi, program pengelolaan sampah, penataan bangunan dan lingkungan, serta pengembangan permukiman. Sesuai dengan visi Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu “Terwujudnya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur yang andal dalam pengembangan permukiman, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan penyehatan lingkungan permukiman dan penataan bangunan dan lingkungan.”

  Kegiatan CSR di bidang Cipta Karya ini didasari pada cara pandang perusahaan terhadap ketersediaan dan kelayakan infrastruktur yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, tak terkecuali karyawan perusahaan itu sendiri. Bahkan, beberapa perusahaan telah mengembangkan kegiatan di bidang Cipta Karya ini sebagai salah satu upaya melestarikan dan menjaga kualitas sumber daya alam, seperti air dan tanah, yang merupakan bahan baku produksi. Demi memberikan manfaat secara luas, optimal dan berkelanjutan, perusahaan membutuhkan mitra dalam pelaksanaan kegiatan CSR. Melalui mitra terpilih, perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai kebutuhan masyarakat maupun program-program pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah. Selain itu, mitra perusahaan juga dapat memberikan konsultasi teknis, memfasilitasi kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya, serta turut memberikan kontribusi nyata. Infrastruktur pada hakikatnya adalah ranah sektor publik dan merupakan kewajiban Pemerintah, baik di daerah maupun pusat. Namun dalam kondisi keterbatasan anggaran baik pada APBD mapun APBN dan kebutuhan akan inovasi peningkatana layanan infrastruktur, maka partisipasi swasta menjadi variabel yang layak dipertimbangkan. Sinergisitas dengan berbagai unsur terus dilakukan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, salah satunya menjalin kemitraan dengan dunia usaha yang terus dilakukan demi kemajuan pembangunan Kabupaten Tulang Bawang. Di Kabupaten Tulang Bawang terdapat salah satu perusahaan penghasil gula terbesar di Indonesia, yaitu SGC (Sugar Goup Compenies) yang memiliki luas wilayah kurang lebih mencapai 123.093 Ha, sampai dengan saat ini, perusahaan SGC (Sugar Goup Compenies) memiliki 4 anak perusahaan, yakni PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Swet Indolampung Perkasa (SIL), PT. Indolampung Perkasa (ILP) dan Indolampung Distilery (ILD).

  Dengan adanya potensi tersebut, Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang diharapkan dapat meyakinkan perusahaan untuk menyalurkan dana

  Corporate Social Responsibility (CSR) untuk bidang Cipta Karya.

  Potensi alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, di luar APBN dan APBD, antara lain melalui KPS, CSR, dan sebagainya Kabupaten Tulang Bawang selengkapnya dijelaskan pada tabel berikut.

  BAB V - 13 Tabel 5.3 Matriks Potensi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya NAMA KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN BIAYA KEGIATAN

  (Rp) KELAYAKAN FINANSIAL KETERANGAN (1)

  (2) (3) (4) (5) Pengembangan SPAM

  1. Pembangunan sumur-sumur air tanah Pembangunan sumur bor (sumber air tanah) 250.000.000,- CSR

  2. Pengembangan sarana dan prasarana air minum Pengadaan dan pemasangan sambungan rumah (SR) 500.000.000,- CSR Pegembangan PLP Subsektor Persampahan

  1. Peningkatan Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Pengadaan tempat sampah seperti bin dan tong sampah 50.000.000,- CSR

  2. Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan

Pengadaan gerobak sampah, becak motor sampah, mini

truck untuk pengumpulan dan pengangkutan

  100.000.000,- CSR Pembangunan TPS 200.000.000,- CSR Pengadaan mesin pemilah sampah dan daur ulang 165.000.000,- CSR

  3. Penyediaan sarana dan prasarana angkutan sampah

Pengadaan dump truck, arm roll truck, trailer truck dan

compactor truck

  3.000.000.000,- CSR

  4. Pembinaan dan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Pembangunan tempat pemrosesan akhir sampah 10.000.000.000,- KPS

  Subsektor Air Limbah

  1. Penyediaan Sarana Sanitasi Komunal Bagi Masyarakat Miskin

Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (skala

kota/komunal)

  500.000.000,- KPS

  2. Peningkatan infrastruktur permukiman Pembangunan MCK 100.000.000,-

  3. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, dan Pelaksanaan Pengembangan Sanitasi dan Persampahan Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) 4.500.000.000,- KPS

1. Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong Pembangunan Saluran Drainase Sekunder (Pendukung

  150.000.000,- CSR

  2.000.000.000,- CSR

  2. Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Permukiman

Pembangunan sarana dan prasarana kawasan perdesaan

potensial

  375.000.000,- CSR

  1. Penataan Bangunan dan Lingkungan Kawasan Prioritas

Pembangunan prasarana dan sarana serta peningkatan

lingkungan permukiman kumuh kawasan perkotaan

  Pengembangan Kawasan Permukiman

  2. Pembangunan/Pemeliharaan Sarana Prasarana Pariwisata Kawasan Revitalisasi kawasan sejarah/tradisional 500.000.000,- KPS

  BAB V - 14 NAMA KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN BIAYA KEGIATAN

  (Rp) KELAYAKAN FINANSIAL KETERANGAN (1)

  180.000.000,- CSR Penataan Bangunan dan Lingkungan

  2. Pembangunan/peningkatan jalan lingkungan perkotaan

Rehabilitasi/normalisasi/peningkatan jaringan drainase yang

ada

  Drainse Primer) 2.000.000.000,- CSR

  Subsektor Drainase

  4. Penyediaan sarana air bersih dan sarana sanitasi dasar terutama bagi masyarakat miskin Pengadaan truk tinja 400.000.000,- CSR

  (2) (3) (4) (5)

  1. Pembangunan Sarana dan Prasarana pada Kawasan Permukiman Kumuh

Penyediaan sarana dan prasarana untuk Ruang Terbuka

Hijau

5.4. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Adapun strategi untuk peningkatkan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, meliputi : i. Peningkatan DDUB

  Keterbatasan kapasitas yang dimiliki Pemerintah Daerah mengakibatkan ketergantungan daerah terhadap pusat. Hal ini tercermin dari rendahnya kontribusi Pemerintah Daerah dalam penyediaan Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB). Padahal, pembangunan yang dilakukan Ditjen Cipta Karya merupakan stimulan bagi pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan pengembangan infrastruktur permukiman. Selain itu, pembangunan ekspansif disertai ego kedaerahan telah menyebabkan aktivitas eksploitasi lingkungan yang membahayakan daya dukung kawasan/kota. Maka dari itu, kebijakan yang disusun perlu mendorong peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam mengembangkan infrastruktur permukiman yang lebih hijau di daerah masing-masing. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. ii. Peningkatan Penerimaan Daerah dan Efisiensi Penggunaan Anggaran

  Sampai saat ini masih belum tergalinya potensi pendapatan daerah pada umumnya disebabkan karena kurangnya kepekaan daerah dalam menemukan keunggulan budaya dan potensi asli daerah, kepatuhan dan kesadaran wajib pajak/retribusi yang relatif rendah, lemahnya sistem hukum dan administrasi pendapatan daerah, kelemahan aparatur, kekhawatiran birokrasi akan kegagalan dalam menjalankan programnya, ketidak optimisan akan hasil yang mungkin dicapai. Padahal jika sejak awal penganggaran biaya program diefektifkan sehemat mungkin, maka sisa yang ada dapat digunakan untuk menjalankan program lainnya dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.

  Untuk memperkuat struktur penerimaan serta optimalisasi PAD, beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain, Pertama: Melakukan upaya pengusahaan atau penggalian (eksploitasi) SDA yang baru. Kedua: intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah. Dengan melakukan intensifikasi berarti daerah setidaknya melakukan langkah intensifikasi terhadap komponen penerimaan daerah pada pos laba usaha daerah. Optimalisasi tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pembenahan pada sistem manajemen perusahaan daerah yang ada melalui implementasi Balance Score Card based planning.

  Di samping itu pula dengan langkah tax effort, yaitu upaya optimalisasi PAD melalui pajak dengan melakukan upaya law enforcement bagi aparat pajak, mengkaji ulang terhadap nilai jual atau jumlah objek pajak yang ada dalam pos bagi hasil pajak (pemerintah pusat dan propinsi) seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang sudah dilimpahkan ke daerah (2011) dengan mengkaji ulang NJOP, jumlah objek, dan subjek pajak. Demikian pula halnya dengan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), mengefektifkan dan mengefisienkan pengelolaan pajak, menambah jumlah pajak daerah secara proporsional dan profesional dengan melihat potensi pajak, dan retribusi daerah senyatanya.

  Usaha peningkatan penerimaan daerah melalui ektensifikasi perlu diupayakan dengan menciptakan sumber penerimaan baru meliputi, menciptakan sektor produksi baru melalui upaya creative financing dengan melibatkan pihak swasta dengan stimulan yang menarik (perijinan, lahan, market yang jelas, insentif pajak) untuk menanamkan investasinya ke daerah. Identifikasi sektor unggulan terhadap potensi daerah perlu terus digali dan dikembangkan secara konsisten sebagai sumber PAD potensial, misal sektor pariwisata, pertambangan, pertanian, dan perdagangan.

  Ketiga: menarik investor melalui insentif pajak ringan, birokrasi yang mudah, infrastruktur yang mendukung, serta memperbanyak MICE (meeting, insentive, conference, exhibition) dengan tujuan menciptakan iklim dunia usaha yang kondusif, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang berbanding lurus dengan pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar pendapatan maka akan semakin besar pula peluang untuk memberikan pelayanan dan fasilitas pada masyarakat dalam berbagai bentuknya.

  Jika saja PAD itu dapat dioptimalkan dan dikelola secara profesional dengan menemukan keunggulan budaya dan potensi asli daerah serta kemauan yang kuat dari seluruh stakeholder (perangkat daerah), maka akan dapat menumbuhkan daya saing daerah yang kompetitif, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program yang pro- rakyat. iii. Peningkatan Kinerja Keuangan Perusahaan Daerah

  Strategi peningkatan kinerja keuangan Perusahaan Daerah di Kabupaten Tulang Bawang adalah dengan restrukturisasi hutang dan penurunan Ratio Operation (RO). iv. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya

  Masyarakat merupakan stakeholder terpenting, karena pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya bertujuan menyediakan pelayanan kepada masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan. Untuk itu, masyarakat perlu diberdayakan sebagai subjek dari pembangunan infrastruktur di lingkungan komunitasnya. Masyarakat lokal sebagai penerima manfaat dari kegiatan pembangunan, tentu lebih memahami kondisi setempat dan kebutuhannya akan infrastruktur permukiman. Dengan menyediakan kesempatan bagi masyarakat untuk mengungkapkan prioritas dan kebutuhan mereka, maka akar permasalahan dapat diidentifikasi dan pada akhirnya akan menghasilkan program pembangunan infrastruktur permukiman yang tepat. Di samping itu, masyarakat juga merupakan pengoperasi, dan pemelihara infrastruktur yang telah terbangun. Sumber daya lokal pun dapat dimobilisasi dalam pembangunan infrastruktur permukiman, sehingga mengurangi beban pendanaan pemerintah daerah.

  Partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur permukiman merupakan salah satu amanat dari UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun evaluasi. Selain itu dalam mewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan, peran para pemangku kepentingan penting untuk dikembangkan. Terutama terkait pendanaan, dimana pemerintah memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur permukiman di tanah air. Sektor swasta yang dapat berkontribusi dalam pendanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya. Untuk program yang bersifat cost-recovery, sektor swasta dapat dilibatkan dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) maupun skema business to business dengan PDAM. Selain itu, untuk program non costrecovery, dunia usaha dapat mengembangkan infrastruktur permukiman sebagai bentuk Corporate Social

  

Responsibility (CSR). Ke depan, potensi pendanaan dari dunia usaha perlu terus dikembangkan sehingga beban pendanaan pemerintah dapat berkurang. v. Pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada

  Untuk operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur permukiman yang sudah ada, dilakukan dengan beberapa strategi yaitu :

  1. Pengembangan kapasitas operasi dan pemeliharaan prasarana

  dan sarana sistem drainase yang terbangun;

2. Penyiapan prioritas optimalisasi drainase lingkungan; 3. Pembangunan baru terutama di kawasan strategis perkotaan.

  vi. Pengembangan infrastruktur skala regional

  SPAM Regional

  Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional merupakan solusi untuk mengatasi kurangnya ketersediaan air baku di beberapa wilayah kabupaten/kota secara terpadu. SPAM Regional dibangun atas kerjasama lintas wilayah kabupaten/kota dan merupakan program penyediaan air minum bagi masyarakat yang ada di wilayah pelayanan SPAM Regional tersebut dengan pengelolaan oleh Pemerintah Provinsi. Pembangunan SPAM Regional memberi kemudahan kepada Pemerintah Provinsi dalam penanganan konservasi daerah tangkapan air, serta memberikan kemudahan dalam manajemen pengelolaan sumber daya air baku. SPAM Regional juga secara tidak langsung meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan antar pemerintah daerah dalam mendukung kemajuan pembangunan wilayah khususnya di Kabupaten Tulang Bawang.

  Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Regional

  Sampah merupakan permasalahan yang sangat rumit dalam pembangunan dan pengelolaan kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarana persampahan di kota. Salah satu cara dalam pengelolaan sampah adalah dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Regional yang direncanakan secara terpadu untuk melayani beberapa wilayah kabupaten/kota sekaligus.

  Pembangunan TPA Regional dapat mengurangi permasalahan persampahan di perkotaan sekaligus solusi terhadap minimnya ruang untuk pengelolaan dan pembuangan sampah akhir di perkotaan, yang sering menimbulkan masalah tersendiri.