analisis kasus kopi sianida

ANALISIS KASUS KOPI SIANIDA JESSICA
DITINJAU DARI ASPEK PEMBUKTIAN

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas
Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia

Disusun oleh :
Nama
NIM

: Windha Hastina
: A.131.16.0056

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2016

ANALISIS KASUS KOPI SIANIDA

A. KRONOLOGI KASUS

Pada

tanggal

tahun, meninggal

6

Januari

dunia setelah

2016, Wayan

Mirna

Salihin,

meminum es kopi ala Vietnam di


27

Olivier

Café, Grand Indonesia. Saat kejadian, Mirna diketahui sedang berkumpul
bersama kedua temannya, Hani dan Jessica Kumala Wongso. Menurut
hasil otopsi pihak kepolisian, ditemukan pendarahan pada lambung Mirna
dikarenakan

adanya zat yang

bersifat korosif masuk

dan

merusak mukosa lambung. Belakangan diketahui, zat korosif tersebut berasal
dari Hidrogen Sianida. Sianida juga ditemukan oleh Puslabfor Polri di sampel
kopi yang diminum oleh Mirna.
Pada awal perkembangan kasus kematian Mirna, kepolisian sempat
menemui jalan buntu karena pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan untuk

dilakukan otopsi terhadap

jenazah Mirna.

Namun,

setelah

dilakukan

musyawarah dan dijelaskan oleh pihak kepolisian, akhirnya pihak keluarga
mengizinkan polisi untuk

melakukan otopsi.

Dari

hasil otopsi

tersebut


diketahui bahwa terdapat pendarahan di lambung Mirna. Pendarahan ini
diakibatkan oleh zat korosif yang berasal dari Sianida.
Berdasarkan penemuan tersebut, polisi berkeyakinan bahwa kematian
Mirna tidak wajar. Polisi kemudian melakukan prarekonstruksi di Olivier Café
pada tanggal 11 Januari 2016 dengan menghadirkan dua orang teman Mirna
yakni Hani dan Jessica. Polisi juga meminta keterangan dari pegawai Olivier
Café. Polisi pun mengembangkan penyelidikan dengan memanggil beberapa
saksi termasuk pihak keluarga Mirna yang diwakili oleh ayahnya, juga dua
orang teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Jessica sendiri diperiksa oleh
pihak kepolisian sebanyak 5 kali. Jessica tidak hanya dimintai keterangan,
namun polisi juga menggeledah rumahnya pada tanggal 10 Januari 2016.
Polisi diketahui mencari celana yang dipakai oleh Jessica pada saat kejadian.
Namun hingga kini, celana tersebut belum ditemukan. Tidak hanya memeriksa

para

saksi,

polisi


pun

meminta

keterangan

para ahli diantaranya ahli IT, hypnotheraphy, psikolog,
menguatkan bukti dugaan

terhadap pelaku.

dari

dan psikiater untuk

Kepolisian RI juga

meminta


bantuan kepada Kepolisian Federal Australia untuk mendalami latarbelakang
Jessica selama berada di Australia.
Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin, polisi
akhirnya mengumumkan pelaku pembunuhan berencana ini. Jessica Kumala
Wongso ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016 pukul
23:00 WIB. Jessica dijerat dengan pasal 340 KUHP atau pembunuhan
berencana, dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana seumur hidup.
Setelah melalui proses persidangan yang panjang, akhirnya hakim
berkeyakinan bahwa Jessica bersalah dan divonis dengan pidana penjara
selama20 tahun.

B. ANALISIS KASUS
Dilihat dari sisi hukum, kasus matinya Mirna termasuk kasus yang
multifaset, karena banyak aspek hukum yang bisa dijadikan bahan analisis.
Setidaknya ada tiga dimensi yang dapat digunakan. Dimensi pertama dilihat
dari sisi hukum pembuktian, dalam hal ini yang dianalisis adalah apakah
bukti-bukti sudah cukup untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Dimensi
kedua adalah jenis delik yang dilakukan oleh pelaku, apakah delik
penganiayaan yang menyebabkan kematian, pembunuhan biasa atau
pembunuhan berencana, jenis delik ini sangat ditentukan oleh kadar kesalahan

pelaku. Dimensi ketiga adalah dimensi kausalitas. Dalam hal ini analisis hanya
dibatasi pada aspek pembuktian.
Dalam beberapa kali persidangan kasus tersebut telah dihadirkan
beberapa saksi ahli untuk memberikan keterangan terkait dengan keahliannya
guna pemeriksaan perkara dan untuk menemukan bukti tentang penyebab
kematian Mirna dan untuk mengetahui bersalah tidaknya terdakwa Jessica
yang dituduh telah melakukan tindak pidana pembunuhan.

Kasus pembunuhan Mirna menjadi sulit dibuktikan mengingat jenazah
tidak dilakukan autopsi. Autopsi merupakan pemeriksaan menyeluruh pada
tubuh orang yang telah meninggal. Autopsi dilakukan untuk mengetahui
penyebab dan bagaimana orang tersebut meninggal. Ada beberapa alasan
mengapa jenazah Mirna tidak diautopsi. Alasan pertama, atas permintaan dari
penyidik polisi. Penyidik hanya meminta dilakukan pengambilan dari sampel
lambung, empedu, hati dan urine. Kedua, saat itu jenazah Mirna sudah dalam
kondisi diawetkan dan dirias.
Pada kasus tersebut perlu adanya pembuktian apakah Jessica benarbenar bersalah melakukan pembunuhan. Dalam hukum acara pidana,
pembuktian memegang peranan yang sangat penting. Pada hakekatnya,
pembuktian dimulai sejak diketahui adanya peristiwa hukum. Namun tidak
semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur pidana. Apabila ada unsur tindak

pidana (bukti awal telah terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut
dimulai

dengan

mengadakan

penyelidikan,

penyidikan,

penuntutan,

persidangan dan seterusnya. Hukum acara pidana sendiri menganggap bahwa
pembuktian merupakan bagian yang sangat penting untuk menentukan nasib
seorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya sebagaimana didakwakan dalam
surat dakwaan ditentukan dalam proses pembuktian.
Pembuktian merupakan hal yang paling penting pada proses beracara
dalam persidangan, karena pembuktian memuat ketentuan yang berisi
pedoman tatacara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan
ketentuan yang mengatur yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh
dipergunakan

oleh

hakim

untuk

membuktikan

kesalahan

terdakwa.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka para hakim harus selalu berhati-hati,
cermat, dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan masalah
pembuktian. Hakim harus menilai sampai dimana batas minimum kekuatan
pembuktian atau bewij krachts dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal

184 KUHAP. Demikian halnya dalam kasus pembunuhan.

Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah dalam proses
pembuktian, sebab jawaban yang akan ditemukan dalam proses pembuktian
merupakan salah satu hal yang utama untuk Majelis Hakim dalam
memutuskan suatu perkara tindak pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan
bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan
tersebut demi tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi
seseorang. Selanjutnya pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa
alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa.
Pasal 1 butir 27 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari
pengetahuannya tersebut.

Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang ia mempunyai keahlian khusus tentangnya. Keterangan ahli
adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari
hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.
Pada kasus dengan terdakwa Jessica, ada beberapa saksi ahli yang
diajukan oleh penuntut umum maupun dari pihak Jessica yang memberikan
keterangan di depan sidang. Masing-masing saksi ahli memberikan keterangan
seesuai dengan keilmuannya masing-masing. Dari keterangan-keterangan para
saksi ahli tersebut diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi hakim untuk
memberikan putusan.

Keterangan ahli menjadi sorotan dalam kasus kematian Wayan Mirna
Salimin. Polisi telah menetapkan Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka
pada yang lalu. Mirna dan Jessica bersahabat dekat, motif asmara diduga ada
di balik kasus tragis tersebut. Pengungkapan kasus kematian Mirna melibatkan
banyak saksi. Namun, sejauh yang diketahui, ada enam orang saksi ahli yang
terlibat untuk mengungkap kasus ini, salah satunya adalah Guru Besar
Psikologi Universitas Indonesia Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono. Ahli lain
yang dilibatkan ialah hipnoterapi. Yayat Supriatna dari tim pengacara
tersangka Jessica, menyatakan keberatan terhadap langkah penyidik
mengerahkan ahli hipnoterapi untuk memeriksa Jessica dalam kasus kematian
Mirna.
Keterlibatan ahli dalam kasus pidana terkait kematian yang disebabkan
racun sangat diperlukan. Pasal 133 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Terang benderang
ketentuannya bahwa keterangan ahli diperlukan dalam persidangan.
Menurut penjelasan Pasal 1 butir 28 KUHAP, yang dimaksud dengan
keterangan saksi ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keahlian khusus yang
dimiliki oleh seorang saksi ahli tidak dapat dimiliki oleh sembarangan orang,
karena merupakan suatu pengetahuan yang pada dasarnya dimiliki oleh orang
tertentu.
Seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang
dilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi
atau di bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang
sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab
keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana pada keterangan saksi. Apa
yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan dan fakta. Sedang

keterangan ahli adalah suatu penghargaan dan kenyataan dan/atau kesimpulan
atas penghargaan itu berdasarkan keahliannya. Apabila keterangan ahli
diberikan pada tingkat penyidikan, maka sebelum memberikan keterangan,
ahli harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu.
Melihat ketentuan sebagaimana diatur KUHAP, terutama pada tahap
penyidikan pemeriksaan ahli tidaklah semutlak pemeriksaan saksi-saksi. Saksi
ahli dipanggil dan diperiksa apabila penyidik menganggap perlu untuk
memeriksanya (Pasal 120 ayat (1) KUHAP). Maksud dan tujuan pemeriksaan
ahli, agar peristiwa pidana yang terjadi bisa terungkap lebih terang.
Pemeriksaan ahli akan menjadi mutlak manakala jaksa memberikan petunjuk
kepada penyidik untuk dilakukan pemeriksaan ahli.
KUHAP tidak menyebut kriteria yang jelas tentang siapa itu ahli.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat maka tidak terbatas
banyaknya

keahlian

yang

dapat

memberikan

keterangan

sehingga

pengungkapan perkara akan semakin terang, terutama menyangkut tindak
pidana penyalahgunaan narkotika.
Seorang ahli umumnya mempunyai keahlian khusus di bidangnya baik
formal maupun informal karena itu tidak perlu ditentukan adanya pendidikan
formal, sepanjang sudah diakui tentang keahliannya.
Orang yang menjadi ahli setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan
untuk memberikan keterangan sesuai keahliannya tetapi dengan menolak
kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undangundang yang berlaku.
Ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan
keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterangan ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak
dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan
keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. Ahli tersebut
mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan
memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik- baiknya kecuali

bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
Jika pengadilan menganggap perlu, seorang ahli wajib bersumpah atau
berjanji sesudah ahli itu selesai memberi keterangan. Dalam hal ahli tanpa
alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji, maka pemeriksaan
terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua
sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama
empat belas hari.
Keterangan ahli juga dapat dijadikan barang bukti jika berbentuk surat
keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan
padanya. Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan
atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta
untuk memberikan keterangan dan, dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan hakim.
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana bisa
berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa. Hal-hal yang sudah diketahui umum, tidak perlu dibuktikan lagi.
Pada prinsipnya, penggunaan alat bukti saksi dan surat dalam hukum acara
pidana tidak berbeda dengan hukum acara perdata. Baik dalam bentuk maupun
kekuatannya. Namun, ada alat bukti lain yang perlu diketahui dalam perkara
pidana yaitu keterangan ahli, alat bukti petunjuk dan keterangan
terdakwa/pelaku.
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang
memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk
memperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Menurut Pasal

180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk menjernihkan
duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun terdakwa/ penasehat
hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan melakukan
penelitian ulang oleh instansi semula dengan komposisi personil yang
berbeda, serta instansi lain yang memiliki kewenangan. Kekuatan keterangan
ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya
apabila bertentangan dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masih
membutuhkan

alat

bukti

lain

untuk

mendapatkan

kebenaran

yang

sesungguhnya.
Pasal

183

KUHAP menyatakan,

bahwa

hakim

tidak

boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya
ada dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang benar-benar melakukannya.
Hakim mempunyai kebebasan tersendiri dalam memberikan hukuman
terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap pelaku tindak pidana,
meskipun tindak pidananya sama bukan berarti hukuman yang akan diterima
sama, karena hakim mempunyai keyakinan dan pendapat yang berbeda-beda.
Apabila dalam suatu kasus yang diajukan di persidangan dan hakim tidak
menemukan hukumnya dalam peraturan perundang-undangan, maka hakim
wajib mencari hukumnya sendiri. Hakim tidak boleh mencari-cari kasus agar
diselesaikan di persidangan karena hakim harus bersikap pasif dalam hal ini.
C. REFERENSI
Seorang Saksi Ahli berhak Menguraikan Fakta Atas Peristiwa Hukum,
(http://www.hukumonline.com, diakses 2 November 2016)
Saksi Ahli Hukum Pidana Jerat Pembunuh Mirna Tidak Perlu Motif,
(http://news.okezone.com, diakses 2 November 2016.
Peranan
Ahli
Membongkar
JessicaMirna,
(http://www.befa.mediaindonesia.com. Diakses 2 November 2016).
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembunuhan_Wayan_Mirna_Salihin
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.