Kisah-kisah israilliyyat dalam penafsiran surah al-Kahf pada tafsir di Indonesia: studi pada tafsir an-Nuur, al-Azhar dan al-Mishbah.

(1)

Kisah-kisah

dalam Penafsiran Surah al-Kahf pada Tafsir di Indonesia (Studi pada Tafsir An-Nuur, al-Azhar dan al-Mishbah)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister

Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh: Iftitahush Sholiha NIM. F 120 515 244

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

Kisah-kisah

dalam Penafsiran Surah al-Kahf pada Tafsir di Indonesia (Studi pada Tafsir An-Nuur, al-Azhar dan al-Mishbah)

Oleh: Iftitahush Sholiha NIM. F 120 515 244

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister

Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Iftitahush Sholiha (F120515244), Kisah-kisah dalam Penafsiran Surah al-Kahf pada Tafsir di Indonesia (Studi pada Tafsir An-Nuur, al-Azhar

dan al-Mishbah.

Perbedaan masa, pemikiran dan lingkungan yang berbeda, membawa

kecenderungan mufassir terhadap penukilan kisah-kisah juga berbeda.

tidak hanya dilakukan oleh para mufassir klasik, tetapi terkadang juga

dilakukan oleh sebagian mufassir modern, khususnya di Indonesia. Hanya saja

pemuatannya sesuai dengan sikap atau pandangan mufassir terhadap

tersebut.

Rumusan masalah penelitian ini adalah 1. Bagaimana realitas penggunaan

kisah-kisah pada penafsiran surah al-Kahf dalam tafsir di Indonesia?

2. Bagaimana implikasi kisah-kisah terhadap khazanah penafsiran

surah al-Kahf di Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti dan

mengkaji bagaimana realitas yang ada pada tafsir di Indonesia terhadap

penggunaan dalam penafsiran surah al-Kahf dan implikasi

dalam khazanah tafsir di Indonesia.

Penelitian ini bersifat kualitatif. Jenis pengumpulan data yang dilakukan

adalah dengan pengumpulan data melalui riset kepustakaan (library research).

Sedangkan metode yang digunakan adalah metode tafsir u n, yakni

membandingkan penafsiran satu kitab tafsir dengan tafsir lainnya di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam tafsir modern di

Indonesia masih terdapat kisah-kisah . pada tafsir An-Nuur

tidak dikomentari di dalamnya, sedangkan mulai dikritisi di dalam

tafsir al-Azhar, akan tetapi dalam tafsir al-Mishbah tidak dimuat lagi

di dalamnya. Implikasi dalam khazanah tafsir di Indonesia adalah

dapat memalingkan perhatian manusia terhadap tujuan utama al-Qur’an


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN

PERNYATAAN KEASLIAN i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI iii

PEDOMAN TRANSLITRASI iv

MOTTO v

ABSTRAK vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

PERSEMBAHAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar belakang masalah 1

B. Identifikasi dan batasan masalah 10

C. Rumusan masalah 12

D. Tujuan penelitian 12

E. Kegunaan penelitian 12


(9)

G. Metode penelitian 17

H. Sistematika pembahasan 21

BAB II 23

A. Pengertian 23

B. Latar belakang masuknya dalam tafsir 27

C. Macam-macam 37

D. ontroversi ulama’ terhadap 42

BAB III TAFSIR INDONESIA 48

A. Tafsir al-Qu an a -Madjied an-Nur karya Hasbi al-Shiddiqi 48

B. Tafsir al-Azhar karya Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka)

58

C. Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab 67

BAB IV DALAM TAFSIR SURAH AL-KAHF DI

INDONESIA 77

A. Deskripsi Surah al-Kahf 77


(10)

1. dalam Tafsir An-Nuur 82

a. ḥ b al-Kahf 82

b. z al-Qarnain 83

c. a’j j dan a’j j 83

2. dalam Tafsir al-Azhar 84

a. ḥ b al-Kahf 84

b. z al-Qarnain 87

c. a’j j dan a’j j 90

3. dalam Tafsir al-Mishbah 92

a. ḥ b al-Kahf 92

b. Dz al-Qarnain 95

c. a’j j dan a’j j 99

C. Implikasi Kisah-kisah dalam Khazanah Tafsir di Indonesia

100

BAB V PENUTUP 109

A. Kesimpulan 109

B. Saran-saran 110

Daftar Pustaka 111

Riwayat Hidup 117


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab terakhir dari keseluruhan kitab Allah

SWT yang diturunkan kepada RasulNya. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW dengan cara sedikit demi sedikit dan berurutan, dalam proses

yang cukup panjang yakni tahun, 2 bulan 22 hari.1

Tuntutan agar al-Qur’an dapat berperan dan berfungsi dengan baik sebagai

pedoman dan petunjuk hidup untuk manusia, terutama di zaman kontemporer ini

tidak akan berhenti. Oleh sebab itu tidaklah cukup jika al-Qur’an hanya sebagai

rutinitas membaca saja tanpa memahami maksud dan mengungkap ini serta

mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.

Sejarah telah membuktikan bahwa kajian terhadap al-Qur’an tidak pernah

lekang oleh zaman. Hal tersebut terbukti bahwa sampai saat ini banyak para

pemerhati kajian al-Qur’an dari kalangan sarjana muslim maupun non muslim

yang terus semakin tinggi minatnya terhadap kajian al-Qur’an. Sejak al-Qur’an

diturunkan proses penafsiran pun berlangsung, dimana Nabi Muhammad SAW

1

Dimulai tanggal 17 Ramadhan tahun 41 kenabian hingga berakhir pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah (610-632 M) lihat Muḥammad Huḍ ri ik kh - h - akarta


(12)

2

sebagai mufasir pertamanya. Sejak saat itulah kajian terhadap al-Qur’an terus

dilakukan. Sedangkan dari kalangan Barat, sudah dimulai sejak abad ke-3 H/9 M.2

Berkaitan dengan memahami dan menafsirkan al-Qur’an dalam sejarah

intelektual Muslim, banyak bermunculan para tokoh di bidang penafsiran al-Qur’an yang berusaha menawarkan berbagai metodologi dan gaya penafsiran al-Qur’an yang dianggap baik benar dan tepat. Respon umat slam terhadap kitab sucinya inilah yang melahirkan berbagai produk penafsiran.

Indonesia adalah salah satu negara yang para ulama’nya juga memberikan

sumbangan pemikiran kepada dunia melewati penafsiran-penafsiran mereka

terhadap al-Qur’an. Sesuai dengan kondisi sosio-historisnya, Indonesia

mempunyai masa perkembangan tersendiri dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an. Perkembangan penafsiran al-Qur’an di ndonesia agak berbeda dengan perkembangan yang terjadi di dunia Arab. Perbedaan tersebut terutama

disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya dan bahasa.

Karya-karya tafsir di Indonesia mulai berkembang pesat sejak awal abad

ke-20. Akan sangat menarik ketika mencermati perkembangan penafsiran al-Qur’an pada abad modern ini tentunya mengalami perubahan tersendiri dalam setiap fase perkembangannya menuju era kontemporer ini.

Abad ke-20 merupakan periode modern dalam perkembangan tafsir di

Indonesia, karena abad ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya

menafsirkan al-Qur’an jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Literatur

2


(13)

3

tafsir pada periode ini cukup beragam. Keragaman penafsiran pada masa ini tidak

hanya berkonsentrasi pada surat-surat atau juz-juz tertentu sebagai objek

penafsiran, tetapi ada pula yang menafsirkan al-Qur’an utuh 3 juz.3

Karya tafsir pada masa-masa awal periode ini, masyarakat sepenuhnya

masih banyak merujuk pada literatur Arab klasik. Kecenderungan penggunaan

literatur Arab klasik ini tidak terlepas dari pengaruh kelompok muslim

tradisionalis yang fanatis terhadap mazhab Sy fi’ . al ini dapat diperhatikan dari

banyaknya literatur Arab klasik dari abad pertengahan yang umum digunakan, seperti “Tafsir n karya dua al l yang merupakan tafsir populer kitab n, karya Imam Nawawi yang digunakan sebagai sumber primer dalam

bidang hadis; dan - u karya b Syauk ni kitab ini secara umum

dipelajari untuk mendalami masalah tingkah laku manusia.4

Upaya penafsiran al-Qur’an pada masa-masa awal Indonesia modern

dilakukan dengan memaparkan ayat-ayat tertentu dari al-Qur’an yang berkaitan

dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Ayat tersebut kemudian dikomentari sesuai

dengan kecenderungan mufassirnya. Karya-karya tafsir semacam ini kemudian

cukup mendapat respon dari masyarakat dan dianggap cukup penting untuk

dipelajari dan dijadikan sebagai buku agama.5

Pada perkembangannya, Nashruddin Baidan membagi periodesasi

perkembangan tafsir di Indonesia ada empat, yaitu: (1) periode klasik, dimulai

3

http://waduwaro.blogspot.co.id/2012/04/periodesasi-penulisan-tafsir-di.html diakses pada tanggal 16 Januari 2017.

4

Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 39. 5


(14)

4

antara abad ke-8 hingga abad ke-15 M; (2) periode tengah, yang dimulai antara

abad 16 sampai abad 18; (3) periode pramodern yang terjadi pada abad

ke-19M; (4) periode Modern, yang dimulai abad ke-20 hingga seterusnya. Periode

modern ini dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu: kurun waktu pertama

(1900-1950), kurun waktu ke-2 (1951-1980), dan terakhir adalah kurun waktu ke-3

(1981-2000).6

Menurut Federsipel, periode modern di Indonesia pada abad ke-20 menjadi

dua masa; masa pertama meliputi jangka waktu dari awal abad ke-20 sampai

tahun 1945, dan masa kedua dalam kurun waktu sejak proklamasi kemerdekaan

Indonesia, 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Proklamasi kemerdekaan Indonesia

merupakan batas antara kedua masa tersebut. Pada umumnya para peneliti

menandai masa ini sebagai transisi pembangunan nasional Indonesia yang secara

politik dikendalikan oleh kekuatan luar ke suatu negara yang dijalankan dan

dikendalikan oleh bangsa Indonesia sendiri.7

Karya tafsir pada periode awal di abad ke-20, dimulai dengan terbitnya

terjemahan al-Qur’an dalam bahasa ndonesia sampai ambang kemerdekaan: (1)

- u q n f f - u n oleh A. Hassan Bandung (1928 M); (2) al- u n Indonesia oleh Syarikat Kweek School Muhammadiyah bagian karang-

mengarang (1932 M); (3) Tafsir Hibarna oleh Iskandar Isris (1934 M); (4) Tafsir

al-Syamsiyah oleh K. H Sanusi (1935 M); (5) f u n K karya H.

6

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al- u n d ndone (Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), 31-109.

7

Howard M. Federsipel, Kajian al- u n d Indonesia, terj. Tajul Arifin (Bandung: Mizan, 1996), 29.


(15)

5

Mahmud Yunus (1938 M); dan (6) Tafsir al- u n B h ndone oleh

Mahmud Aziz (1942 M).8

Periode kedua, karya-karya tafsir yang ditulis oleh putra bangsa antara lain f u n oleh Zainuddin Hamidi CS (1963 M); Tafsir Sinar oleh Malik

Ahmad; Tafsir al-Azhar oleh Prof. Dr. Hamka (1966 M); al- u n d n

terjemahnya oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemahan al-Qur’an epartemen

Agama RI (1967 M); Tafsir al-bayan (1971 M) dan Tafsir - (1973 M) oleh

Prof. Hasbi al-Shiddiqi; al- u n d n e e hn oleh redaksi penerbit Bahrul

Ulum pimpinan H. Bakhtiar Surin; dan al- u n B c n Mu oleh Dr. H. B.

Jassin (1977 M).9

Selain yang berbahasa Indonesia, pada periode ini juga terdapat tafsir yang

menggunakan bahasa daerah, seperti -K -Mu n karya K. H Muhammad

Ramli dalam bahasa Sunda (1974 M); kitab - karya K. H Musthafa

al-Bishri dalam bahasa Jawa (1950 M).10

Setelah memasuki tahun 1982 dan pascasarjana di IAIN atau perguruan

tinggi Islam mulai dibuka, dengan sendirinya penulisan tafsir mulai memasuki

fase baru dengan cakrawala baru pula. Hal itu dirintis oleh Nurcholish Madjid

yang menganjurkan penggunaan logika dalam tafsir dan pendekatan kontekstual

dan pengembangan tafsir tematik oleh Quraish Shihab. Memasuki era

kontemporer ini, berbagai kitab tafsir mulai bermunculan, baik yang ditulis secara

8

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al- u n d ndone , 88. 9

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al- u n d ndone , 101. 10


(16)

6

maw (tematik) ataupun secara (rinci). Misalnya seperti Tafsir

al-Mishbah karya Quraish Shihab yang mulai ditulis pada saat menjadi Kedubes di

Arab Saudi. Namun diterbitkan pertama kali pada tahun 2002.11

Lahirnya karya-karya tafsir dari mufassir Indonesia ini menandakan bahwa

respon masyarakat Indonesia cukup tinggi terhadap kitab sucinya. Namun dari

karya-karya tafsir yang ada, tidak banyak yang menulis tafsir al-Qur’an utuh 3

juz sempurna dengan metode Mungkin hanya beberapa saja yang sampai

saat ini masih diminati dan dikaji, seperti karya Hasbi Ash-Shiddieqy, karya

Hamka dan karya Quraish Shihab.

Kitab tafsir yang telah ditulis oleh para pemikir Islam muncul dari latar

belakang pendidikan yang berbeda. Perbedaan masa, pemikiran dan lingkungan

yang berbeda, membawa kecenderungan mufassir terhadap penukilan kisah-kisah

juga berbeda. Perbedaan ini merupakan dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masanya.

Pengutipan kisah dalam penafsiran tidak hanya dilakukan oleh

para mufassir klasik, tetapi terkadang juga dilakukan oleh sebagian mufassir

modern, khususnya di Indonesia. Para mufassir di Indonesia dalam menafsirkan

menyandarkan pemikirannya kepada riwayat-riwayat tafsir terdahulu, sehingga

penafsirannya rentan akan kisah-kisah dan bahkan ada juga yang

mengutip langsung dari Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ketika

menafsirkan kisah-kisah umat terdahulu dalam al-Qur’an.

11


(17)

7

Sebagaimana telah diketahui bahwa di dalam al-Qur’an Taurat maupun

Injil terdapat persamaan antara dalam beberapa masalah tertentu, seperti dalam hal

sama-sama memuat cerita-cerita Nabi dan umat-umat terdahulu. Segala yang

disampaikan dalam al-Qur’an adalah benar karena kisah-kisah ini datang dari

Allah. Al-Qur’an mengungkapkan cerita-cerita tersebut secara global, tidak rinci.

Misalnya tentang waktu, tempat atau nama-nama tokoh dalam cerita tersebut

terkadang disamarkan, karena al-Qur’an bukanlah kitab sejarah yang hendak

menceritakan suatu peristiwa berdasarkan kronologis apalagi secara detail.12

Namun sangat disayangkan jika dalam upaya menafsirkannya terdapat kekeliruan

dengan merujuk dan menjadikan bahan penjelasannya bukan dari sumber yang

benar, yaitu al-Qur’an itu sendiri dan hadis Rasulullah SWT yang shahih.

Sebagian sahabat dalam mencari perincian mengenai hal-hal yang

diceritakan secara global dalam al-Qur’an terkadang mengambil kisah-kisah

13

dari para ahl al-kitab yang telah masuk slam seperti bdull h ibn

Sal m Wahb ibn unabbih dan a’ab ibn al- khb r. Ri ayat-riwayat ini kemudian dinukil dari generasi ke generasi, sehingga menjadi salah satu rujukan

dalam sebuah penafsiran.

Penukilan riwayat yang disandarkan kepada para sahabat karena para

mufassir menganggap mereka lebih mengetahui tentang al-Qur’an. Pendapat para

sahabat disepakati sebagai sumber penafsiran ke dua setelah adith Nabi SAW

12

Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistemologi Tafsir (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 47. 13

merupakan sesuatu yang tererap kedalam tafsir dan hadis, periwayatannya berkaitan dengan sumber dari Yahudi dan Nasrani, baik menyangkut agama mereka atau tidak. Lihat

Rakhmat Syafe’i Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 105. Penjelasan selengkapnya akan dibahas dalam bab selanjutnya.


(18)

8

sebagai sumber tafsir. Sedangkan n merupakan generasi kedua yang relatif

dekat dan berguru langsung kepada para sahabat. Namun dua generasi ini

memiliki pendapat yang berbeda, dan terkadang keberadaan di antara keduanya

terdapat perdebatan.

Para sahabat dalam mengutip kisah-kisah memberikan

batas-batas tertentu. Mereka sangat selektif dalam menerima kisah-kisah dan

apabila mendapatkan kisah-kisah yang bertentangan dengan syari’at

mereka dengan tegas menolaknya dan apabila riwayat itu dalam perselisihan

mereka menangguhkannya. Dengan begitu, tidak salah jika al-Dhahabi

mengatakan bahwa keterlibatan sahabat dalam meriwayatkan tidak

berlebihan dan masih dalam batas-batas tertentu.

Sebagai generasi pertama yang mempunyai ketergantungan besar terhadap

penjelasan-penjelasan Nabi SAW dalam memahami al-Qur’an bnu bbas dan

para sahabat lainnya tidak menempatkan riwayat sederajat mutunya

dengan penjelasan-penjelasan Nabi. Sikap spesifik yang mereka miliki inilah yang

melahirkan sihap hati-hati dalam menerima riwayat itu. Kendati sebagian sahabat

yang mengembalikan sebagian permasalahnnya kepada h -K , hal itu hanya

pada persoalan yang sifanya tidak prinsipil.14

Berbeda halnya pada masa sahabat, kisah-kisah dalam

penafsiran al-Qur’an pada masa n semakin meluas tanpa adanya penyaringan

14

Rosihon Anwar, - -Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 16.


(19)

9

yang ketat,15 sehingga banyak kitab-kitab tafsir yang mengandung kisah-kisah

. Keadaan semacam ini lebih sulit lagi ketika para mufassir mengutip

suatu riwayat dalam menafsirkan tidak mencantumkan sanad riwayat tersebut.16

Mengutip kisah-kisah dalam sebuah tafsir sebenarnya tidak

menjadi masalah ketika sesuai dengan prinsip al-Qur’an dan hadis, namun jika

yang dikutip merupakan riwayat yang tidak masuk akal dan cenderung

bertentangan dengan prinsip al-Qur’an maka hal ini dapat menurunkan derajat

kitab tafsir tersebut, karena di dalamnya bercampur antara yang hak dan yang

batil, yang benar dan yang bohong, yang ilmiah dan yang dongeng. Bahkan

kenyataan ini dapat membahayakan Islam sendiri dan merugikan dakwah Islam,

di saat kemajuan ilmu dan tegnologi berkembang pesat.17

Miminimnya pengetahuan masyarakat terhadap membuat

mereka membenarkan segala yang ada di dalam tafsir. Akan tetapi, kisah-kisah dalam kitab-kitab tafsir merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri

hanya saja pemuatan kisah-kisah dalam kitab tafsir memiliki proporsi

yang berbeda dalam penafsirannya, sesuai dengan sikap atau pandangan mufassir

terhadap kisah-kisah tersebut. Mengingat hal ini, menurut hemat

penulis perlu untuk dilakukannya penelitian ilmiah lebih lanjut terhadap

kisah-kisah dalam kitab-kitab tafsir di Indonesia. Hal ini dilakukan agar

masyarakat awam selain dapat mengenal juga agar dapat lebih

15

Muhammad Husain al-Dzahabi, Penyimpangan dalam Penafsiran al- u n (Jakarta: Rajawali, 1986), 24.

16 nshori Ulumul Qur’an aidah

-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),234.

17Rahmat Syafe’i


(20)

10

hati dalam menerima informasi dari sebuah penafsiran sehingga dapat memilah

dan memilih riwayat yang benar dan memahami tujuan utama dari apa yang

disampaikan oleh al-Qur’an. Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kisah-kisah dalam penafsiran surah al-Kahf di Indonesia.

Pada penelitian ini, penulis dituntut untuk menguasai sekian banyak

kepustakaan mengenai tafsir al-Qur’an. Namun mengingat cakupannya yang

sangat luas, penelitian ini difokuskan pada pemakaian kisah-kisah

dalam penafsiran surah al-Kahf dengan menggunakan kitab-kitab tafsir berbahasa

Indonesia dan sempurna 30 juz mulai abad ke-20 di periode kedua, yaitu

kitab-kitab tafsir yang muncul masa setelah diplokamirkan kemerdekaan sampai

sekarang dan dikhususkan pada karya tafsir yang ditulis oleh mufassir yang

masyhur di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini dibatasi pada tiga tafsir:

Tafsir al- u n al-Madjied an-Nur karya Hasbi al-Shiddiqi; Tafsir al-Azhar

karya Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka); dan Tafsir al-Mishbah

karya M. Quraish Shihab.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka

indentifikasi masalah merupakan suatu hal yang penting. Dengan identifikasi

masalah ini, masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian dapat lebih

difokuskan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan


(21)

11

1. Realitas tafsir di Indonesia memiliki kecenderungan yang berbeda

terhadap kisah-kisah , sehingga dapat berpengaruh terhadap

perkembangan dinamika tafsir di Indonesia

2. Kisah-kisah dalam tafsir di Indonesia berimplikasi terhadap

kajian tafsir di Indonesia

3. Penggunaan kisah-kisah dalam penafsiran menentukan sikap

kehati-hatian mufassir di Indonesia

4. Sumber riwayat yang digunakan dalam menafsirkan surah al-Kahf di

Indonesia, masih ada yang dipertanyakan

5. Masih terjadi kontroversi di antara para ulama tafsir terhadap urgensi

kisah-kisah dalam sebuah penafsiran menarik untuk diteliti

Dalam penelitian ini, peneliti tidak menjawab keseluruhan permasalahan

yang telah teridentifikasi secara rinci, tetapi peneliti membatasi permasalahan

yang telah teridentifikasi menjadi beberapa poin, sebagai berikut:

1. Realitas penafsiran di Indonesia masih menggunakan kisah-kisah

khususnya dalam menafsirkan surah al-Kahf

2. Implikasi kisah-kisah dalam penafsiran surah al-Kahf


(22)

12

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi

rumusan masalah adalah:

1. Bagaimana realitas penggunaan kisah-kisah pada penafsiran

surah al-Kahf dalam tafsir di Indonesia?

2. Bagaimana implikasi kisah-kisah dalam penafsiran surah

al-Kahf terhadap khazanah tafsir di Indonesia?

D. Tujuan penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu:

1. Mengetahui realitas penggunaan kisah-kisah pada penafsiran

surah al-Kahf dalam tafsir di Indonesia

2. Mengetahui implikasi kisah-kisah dalam penafsiran surah

al-Kahf terhadap khazanah tafsir di Indonesia

E. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya wawasan khazanah


(23)

13

2. Secara praktis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman

kepada masyarakat Islam dan segenap pembaca khususnya tentang

penggunaan kisah-kisah dalam penafsiran surah al-Kahf dan

sikap para mufassir di Indonesia terhadap kisah-kisah I .

F. Penelitian terdahulu

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, belum

ditemukan topik karya ilmiah yang membahas tentang Penafsiran di Indonesia

terhadap Kisah-kisah dalam Penafsiran Surah al-Kahfi. Hanya saja peneliti menemukan beberapa penelitian terkait yang membahas tentang

I li atau tentang tafsir di Indonesia yang memiliki kesamaan kajian akan tetapi berbeda pada sudut pandang dan substansi tertentu. Peneliti membagi obyek

penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dalam dua pembahasan:

Pertama, Tafsir di Indonesia

1. Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al- u n d ndone . Hasil

penelitiannya menegaskan bahwa proses gerakan penafsiran al-Qur’an

pada satu sisi mengantarkan pada formasi dan gagasan teks tafsir. Sejauh

ini kecenderungan umum penelitian al-Qur’an yang berkembang di

perguruan tinggi agama Islam memfokuskan pada interpretasi al-Qur’an

bukan membangun rumusan hermeneutika.18

18

Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al- u n d u n (Empirisma Vol. 24 No. 1 Januari 2015), 9.


(24)

14

2. Ahmad Atabik, Perkembangan Tafsir Modern di Indonesia. Dalam

penelitian ini, bertujuan untuk mendeskripsikan khazanah tafsir di

Indonesia dilihat dari segi historisnya. Kajian tafsir Indonesia di sini

adalah karya tafsir yang ditulis oleh para ahli tafsir dengan menggunakan

salah satu bahasa daerah atau bahasa Indonesia.19

3. Rohimin, Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir al- u n d ndone E

Reformasi. Penelitian ini difokuskan pada perkembangan studi tafsir era reformasi dengan pendekatan sejarah intelektual. Hasil penelitian ini

dinyatakan bahwa corak tafsir era reformasi sebagai produk pemikiran.20

4. Munirul Abidin, Paradigma Tafsir Perempuan di Indonesia. Pembahasan

dalam penelitian ini meliputi kajian terhadap penafsiran al-Qur’an yang

terkait pada masalah tentang perempuan di Indonesia, baik itu pada

penafsiran ayat-ayat tentang perempuan bagi para mufassir di Indonesia,

hingga bentuk perkembangan paradigma tafsir perempuan di Indonesia;

dilihat dari metodologi, pendekatan, corak, dan daya adabtasinya terhadap

perkembangan dunia modern.21

5. M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia: dari Kontestasi Metodologi

hingga Kontekstualisasi. Penelitian yang dilakukan difokuskan pada karya-karya tafsir yang muncul di antara tahun 2000-2010. Kajian

penelitian ini mengungkap kecenderungan apa saja yang terjadi pada

dinamika dan perkembangan khazanah tafsir di Indonesia dalam

19

Ahmad Atabik, Perkembangan Tafsir Modern di Indonesia (Hermeneutik, Vol. 8, no. 2, Desember 2014), 305.

20

Rohimin, Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir al- u n d Indonesia Era Reformasi (Madania, Vol. XVIII, no. 1, Juni 2014), 1.

21


(25)

15

dasawarsa terakhir (2000-2010) dari segi model penulisan, metodologi,

corak, tipologi dan karakteristik lainnya.22

6. Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al- u n d ndone . Pada

karya ini, Nashruddin mengemukakan perkembangan metode dan corak

tafsir secara dan secara khusus dalam khazanah tafsir di Indonesia. Dalam

karyanya ini, Nashruddin membagi perkembangan tafsir di Indonesia

menjadi tiga periode, periode klasik dari abad ke-7 M sampai abad ke-15

M; periode tengah dari abad ke-16 M sampai abad ke-18 M; periode

pramodern dari abad ke-19 M; dan periode modern pada abad ke-20 M.

Pada abad modern ini, Nashruddin juga mengemukakan sistem dan

metode pengajaran yang berkembang dalam khazanah tafsir di

Indonesia.23

Kedua,

1. Syamsuni, dan Penafsiran Bias Jender: Kajian tentang Isu

Penciptaan Perempuan dalam Tafsir al-Thabari. Dalam penelitian ini,

Syamsuni membantah pandangan tentang bahaya riwayat I ; baik

dari kalangan feminis muslim yang menyatakan sebagai penyebab bias

jender dalam penafsiran al-Qur’an maupun dari kalangan sarjana ‘Ulum

22

M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia: dari Kontestasi Metodologi hingga Kontekstualisasi (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 10.

23

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Q o (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003).


(26)

16

al- u n yang menyatakan sebagai sesuatu yang berbahaya

dalam ajaran Islam.24

2. Malik Madani, li d n M w d n f - u n: Studi

Tafsir Jalalain. Dalam penelitian ini, baik al-Maḥalli ataupun al-Suy ṭi sebagai penulis kitab tafsir al-Jalalain, masing-masing membawakan

kisah-kisah dalam penafsirannya. Dalam penelitian ini, penulis

mengungkapkan dua belas riwayat dalam tafsir Jalalain, tujuh

diantaranya menyangkut kisah tujuh Nabi sebelum Nabi Muhammad

SAW, dua menyangkut kisah Nabi Muhammad SAW dan otentitas wahyu

yang diterimanya, dan tiga lainnya tentang masalah di luar kisah

kenabian.25

3. Rosihon Anwar, Me c k Un u -un u d f h

-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir. Upaya yang dilakukan dalam karyanya ini,

Anwar berusaha menyadarkan kepada para pembaca kitab tafsir bi

h bahwa apa yang terkandung di dalamnya tidak semuanya baik dan

harus diterima, terlebih dalam kitab Tafsir al-Ṭabari dan Tafsir Ibn

al-Kathir yang banyak digunakan sebagai rujukan ketika memahami tafsir.26

Masih banyak lagi karya atau penelitian yang membahas tentang

kisah-kisah atau penelitian tentang Tafsir di Indonesia, tetapi dalam hal ini

penulis belum menemukan penelitian yang membahas tentang penafsiran di

24

Syamsuni, d n en f n B ende K n en ng u penc p n pe e pu n

dalam tafsir al-Thabari (Jakarta: Thesis UIN Syarif Hidayatullah, 2009). 25

Malik Madani, d n M u d n f - u n S ud f n

(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010).

26

Rosihon Anwar, Me c k Un u -un u d f Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Pustaka Setia, 1999).


(27)

17

Indonesia yang menspesifikasikan penelitiannya terhadap kisah-kisah I

dalam surah al-Kahf.

G. Metode Penelitian

1. Model Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang

berlandaskan inkuiri naturalistik, perspektif ke dalam dan interpretatif. Inkuiri

naturalistik adalah pertanyaan dari penulis terkait persoalan yang sedang diteliti.

Perspektif ke dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus

yang pada mulanya didapatkan dari pemahaman umum. Interpretatif penafsiran

yang dilakukan untuk mengartikan suatu kalimat, ayat, atau pernyataan.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu

suatu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya, dengan

cara pengumpulan data suatu masalah melalui kajian literatur yang berkaitan

dengan pembahasan. Penelitian ini disajikan secara deskriptif analitis. Oleh

karena itu berbagai sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

bahan-bahan tertulis yang dimungkinkan mempunyai relevansi yang dapat


(28)

18

3. Sumber Data

Sumber penelitian disebut juga sumber data, yaitu asal data penelitian

yang diperoleh.27 Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua:

a. Sumber Data Primer

Data yang berkaitan langsung dengan tema thesis dikumpulkan oleh

penulis dari sumber utama penelitian ini, yaitu al-Qur'an dan kitab-kitab Tafsir di

Indonesia seperti Tafsir al-Azhar karya Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah

(Hamka); Tafsir al- u n -Madjied an-Nur karya Hasbi al-Shiddiqi; dan Tafsir

al-Mishbah karya M. Quraish Shihab sebagai sumber primernya.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan referensi yang berkaitan dengan tema

penelitian, namun referensi tersebut berfungsi untuk mendukung dan memperkuat

data dalam penelitian.

Sumber-sumber data sekunder yang penulis gunakan di antaranya adalah d n d -hadis Palsu Tafsir al- u n karya Muhammad ibn

Muhammad Abu Syahbah; d f d n d karya

Muhammad Husain al-Dhahabi; Kisah-kisah dalam al- u n karya Ahmad

at-Thahir al-Basyuni; Me c k Un u -un u d f h-Thabari

dan Tafsir Ibnu Katsir karya Rosihon Anwar dan buku-buku lainnya yang relevan dengan tema penelitian tesis ini.

27


(29)

19

4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi,

yaitu mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder dari kitab-kitab

ulama’ atau karya-karya cendekiawan yang bisa dijadikan literatur, serta

dipandang relevan untuk menunjang penelitian ini. Caranya adalah mencatat

data-data tertentu yang dianggap penting dari beberapa literatur, kemudian mengolah

dan mengklasifikasi data-data tersebut sesuai dengan sistematika pembahasan

yang ada.

Pengolahan data dalam penelitian ini, yaitu dengan memeriksa kembali

data-data yang diperoleh yang telah dikumpulkan dari segi kelengkapan,

kejelasan, kesesuaian, relevansi, dan keragamannya. Setelah itu, menyusun dan

menyesuaikan data-data yang diperoleh dalam kerangka rumusan masalah.

5. Metode Analisis Data

Objek penelitian ini adalah kisah-kisah dalam tafsir surah

al-Kahf di Indonesia. Oleh karena itu, metode yang dipilih di dalam proses penelitian

ini adalah metode tafsir uq n Secara umum yang dimaksud dengan metode

uq n adalah metode yang digunakan oleh seorang mufassir dengan cara membandingkan satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya dalam cakupan yang

luas.28

Sedangkan menurut al-Farmawi, metode uq n adalah mengemukakan

penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah mufassir dan berusaha

28

Ridlwan Nashir, Perspektif Baru: Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami al- u n


(30)

20

membandingkan arah dan kecenderungan masing-masing mufassir dan

menganalisis latar belakang dan kecenderungan mufassir.29

Dengan menggunakan metode f uq n ini, maka langkah-langkah

yang ditempuh dalam penelitian ini adalah membandingkan penafsiran satu kitab

tafsir dengan tafsir lainnya di Indonesia yang mengandung kisah untuk

menafsirkan surah al-Kahf.

Tafsir uq n terdiri dari tiga bentuk. Pertama, membandingkan teks

(naṣ) ayat-ayat alQur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang

beragam, dalam satu kasus yang sama atau diduga sama. Kedua, membandingkan

ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi S W yang pada lahirnya terdapat perbedaan.

Ketiga membandingkan pendapat para ulama’ tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.30

Ada beberapa prosedur yang harus ditempuh mufassir dalam menafsirkan

al-Qur’an dengan menggunakan metode ini antara lain sebagaimana yang dikutip oleh Ridlwan Nashir:

a. Mufassir menghimpun sejumlah ayat al-Qur’an

b. Mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir;

c. Membandingkan arah dan kecenderungan mufassir; dan

29

Abd. Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mau , terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 30-31.

30

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al- u n (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998), 59-60.


(31)

21

d. Menganalisis latar belakang kecenderungan mufassir, sehingga dapat

terlihat jelas faktor yang mempengaruhi pemikiran mufassir.31

Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer maupun

sumber sekunder, langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan

menggunakan metode deskriptif-analitis.

Tujuan utama mengadakan analisis data adalah melakukan pemeriksaan

secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang

digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Di sini dibutuhkan kejelian

dan ketelitian dalam membaca data.

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam tesis ini ditulis dalam 5 (lima) bab, masing-masing bab

mempunyai kaitan erat dengan yang lainnya.

Bab I berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari: Latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kerangka teoritik,

kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang pengetahuan umum mengenai I .

Terdiri dari pengertian I , macam-macam , latar belakang

31


(32)

22

masuknya dalam tafsir, dan kontroversi ulama dalam menyertakan

dalam tafsir.

Bab III membahas secara umum tentang Tafsir di Indonesia yang dibahas

dalam penelitian ini, selain itu, dalam bab ini juga dibahas tentang biografi

mufassirnya, latar belakang pendidikannya serta karya-karyanya.

Bab IV membahas tentang realitas kisah-kisah dalam tafsir di

Indonesia. Bab ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Dalam

bab ini, dibahas mengenai realitas pemakaian kisah-kisah dalam tafsir

di Indonesia beserta implikasi kisah dalam khazanah tafsir di

Indonesia.

Bab V penutup yang terdiri dari: kesimpulan pembahasan yang

dikemukakan dari awal hingga akhir sekaligus menjawab pertanyaan pada


(33)

BAB II

A. Pengertian

Dalam bahasa Ibrani (Hebrew), berarti hamba, dan berarti Allah.1

Ada juga yang berpendapat bahwa berarti seorang raja atau pejuang di

jalan Allah.2 Kata (

ٍاّع

ع

ئاَوا

) secara etimologi merupakan bentuk

jamak dari kata iliyyah (

ّع ئاَوا

) yang dinisbahkan kepada .

adalah anak-anak Ya‟q b, mulai dari keturunannya sampai pada aman

nabi Musa as dan nabi-nabi setelahnya. Ya‟q b bin sh q ibn br h m memiliki

dua belas keturunan, dan dalam al-Qur‟an bangsa ini sering disebut dan

dinisbahkan kepada kaum Yahudi, yang biasa disebut dengan Y d .3

merupakan penyebutan untuk garis keturunan, sedangkan

Yahudi merujuk pada pola pemikiran, demikian juga agama dan dogma.4 Allah

menyebut kaum Yahudi di dalam al-Qur‟an dengan nama “ ” untuk

1

Hasan Muarif Ambary, et. al, Suplemen Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ikhtiar baru Van Hoeve, 1996), jil. 2, 251.

2Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu tafsir

(Bandung: Pustaka Setia, 2006), 104. 3

Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, d d -hadis Palsu Tafsir al- terj. Mujahidin (Depok: Keira Publising, 2014), 1.

4

Nur Alfiah, d T f -Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir: Sikap Al-Thabari dan

Ibnu Katsir Terhadap p d T f (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), 49.


(34)

23

mengingatkan kepada nenek moyang mereka, nabi Ya‟q b as, agar mereka meneladaninya, berakhlak dengan akhlaknya, dan meninggalkan

kebiasaan-kebiasaan buruk mereka; mengingkari nikmat Allah yang telah diberikan,

membuang sifat-sifat buruk, mengingkari kebenaran, berkhianat, dan melakukan

perbuatan hina.5

Secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan

I li . Menurut al-Dhahabi, secara sepintas mengandung

pengertian pengaruh kebudayaan Yahudi dalam tafsir.6

ظرررفل

رررر امث ل نارررم ارررمل رررسفخ ل دةررررِعلا نةررر لا لررر ع َ ارررو ّلدررررن ارررم ةررر ٍاّع عئاَررروإا

ر نلا نة لال دةِعلا نة لا عن امل مال كل نم عولال رع َ اظ َخا نم ندةِعلا

رسفخ ل ياَ

سفخلا ر َخأ امل

عناَ نلال ندةِعلا حخ امثلا نم

. 7

secara lahiriyah berarti pengaruh-pengaruh kebudayaan

Yahudi terhadap penafsiran al-Qur‟an, dan lebih luas dari itu,

merupakan pengaruh kebudayaan Yahudi dan Nasrani terhadap tafsir.

Di lain kesempatan al-Dhahabi mendefinisan t dengan

pengertian yang berbeda:

5Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu tafsir,

2. 6

Kebudayaan Yahudi berasal dari kitab Taurat yang kemudian menjadi acuan terhadap semua kitab suci agama Yahudi, termasuk di dalamnya kitab Zabur dan lainnya yang kemudian sekarang dikenal dengan Kitab Perjanjian Lama. Selain kitab Taurat yang diterima bangsa Yahudi secara tertulis, mereka juga mempunyai pelbagai ajaran dan keterangan yang mereka terima dari Nabi SAW secara lisan, dari mulut ke mulut. Seiring berlalunya waktu, ajaran tersebut dibukukukan dan diberi nama Talmut. Selain itu, bangsa Yahudi memiliki kekayaan seni sastra berupa kisah-kisah, legenda-legenda, sejarah dan sebagainya. Semuanya ini memperkaya apa yang disebut dengan

kebudayaan Yahudi. Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir, 105. 7

Mu ammad usain al-Dhahabi, -T f - f n (T.t: Maktabah Mu‟ab ibn „Amir al


(35)

24

ررررندةِن ردرررر م نررررع مررررفا لَررررن ررررلا يرررر ملا لرررر ع َ اررررو لدررررن اررررم ةرررر ٍاّع عئاَرررروا

ال دةرررِعلا يررر ملا نرررم رررمال عرررولا ةررر ارررم لررر ع ررررنةم طنل ندرررةال رررفخلا ءاررر ع ر عخرررسنل

ةرسنم ر دق َناروا نرم ندرةال رسفخلا ما نَرطت ارم رم لر ع لدرن ممطفإا

ارِخنالر رفا ا

ٍاّع عئاَرروإا نررم الّدرع حخّدرر ال ننَرسفسا قررع عرروةت ر اررب غ لا ياَر نلا دةررِن ردر م ما

ردرر م ا ار ر ن : رارسخا نرم ندررةال رسفخلا لر ع رغل دةرِعلا نررم مروإا ءادرعا ررود ارم

ل ررعن ررس ا ةعنررف مرروإا ءادررعا عنررف نررم راررسخا عرر ارر ال دررملا

لرر ع ا ةررّود ا ررّنةن ءةررو

الدسفعل ندةال سفلا

.ح سسا دئامع ال

8

Dalam hal ini, al-Dhahabi memiliki dua pengertian lain terhadap : p merupakan semua kisah yang masuk ke dalam tafsir dan hadis yang bersumber dari Yahudi, Nasrani atau selain dari keduanya.

Kedua, adalah kisah-kisah yang bersumber dari musuh-musuh Islam, baik dari Yahudi atau lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam tafsir dan hadis,

dan sengaja digunakan untuk merusak akidah kaum Muslimin.9

Menurut Sabir Tu‟aimah pakar tafsir Mesir , merupakan

seluruh manuskrip berbentuk buku yang ditinggalkan , yang terdiri

dari tradisi satu generasi ke generasi berikutnya dan dijadikan satu dari berbagai

sumber, termasuk perjanjian lama; hingga tiba masa kenabian nabi Isa as sampai

hadirnya Islam.10 Sabir Tu‟aimah lebih membatasi pengertian pada

peninggalan orang-orang Yahudi saja.

8

Mu ammad usain al-Dhahabi, - f -T f - d al-Q hirah Maktabah Wahbah, 1990), cet. 4,13-14.

9

Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin Hafidhuddin (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1989), 8.

10


(36)

25

Menurut Hamka, yaitu cerita-cerita yang banyak dibawakan

oleh orang-orang Yahudi yang telah masuk Islam.11 Sedangkan menurut Ahmad

Khalil sebagaimana dikutip oleh Anwar, adalah riwayat-riwayat yang

berasal dari - , baik yang berhubungan dengan agama atau tidak ada

hubungannya sama sekali.12 Sedangkan menurut Amin al-Khuli,

merupakan pembaruan dari berbagai agama dan kepercayaan yang merembes ke

Jazirah Arab.13 Secara umum, para ulama‟ mengartikan adalah

kisah-kisah yang bersumber dari luar agama Islam, tidak hanya dari Yahudi, kaum Na rani juga ambil bagian dalam konstalasi ,14 hanya saja kebanyakan

bersumber dari Yahudi.15

Kisah-kisah yang bersumber dari kaum Na rani disebut Na raniyyat.16

Masi t atau Na raniyyat (peradaban orang Na rani) juga ada dalam

kitab-kitab tafsir, hanya saja lebih sedikit dibandingkan dengan kisah-kisah

(peradaban orang Yahudi). Bahkan Masi iyyat atau Na t hampir tidak

disebutkan dan tidak memiliki pengaruh buruk sebagaimana yang dimiliki oleh

11

Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), cet. 2, 40. 12

Rosihan Anwar, Melacak Unsur- t dalam Tafsir ath-Thobari dan Ibnu Katsir (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 24.

13

Ibid, 27. 14

Acep Hermawan, : k W (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2013), cet. 2, 189.

15

Anshori, : d -kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 230.

16

Ahmad Sutarmadi, d f: d g g d


(37)

26

, karena isi dari Masi iyyat atau Na adalah mengisahkan

tentang akhlak, nasihat, pendidikan jiwa dan pelembutan hati.17

Kitab Taurat,18 yang merupakan kitab suci bangsa Yahudi, meliputi

Talmud19 dan Asfar20, dari keduanyalah tercipta pengetahuan dan peradaban

orang-orang Yahudi. Semua ini merupakan sumber asli bagi yang

terdapat dalam sebagian kitab-kitab tafsir, sejarah, kisah dan nasihat. Meskipun

dalam sumber ini terdapat kebenaran, tetapi di dalamnya juga terdapat banyak

kebatilan.21 Kaum Yahudi dikenal dengan kebatilannya, sangat memusuhi dan

membenci Islam,22 sebagaimana firman Allah SWT:

              17

Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, d Hadits-hadits Palsu Tafsir

4.

18

Adapun yang dimaksud Taurat di sini adalah Taurat yang belum dirubah atau diselewengkan. Sedangkan Taurat yang sudah diselewengkan dan dirubah sangat jauh dari keberadaannya sebagai petunjuk dan cahaya kehidupan. Termasuk dari kitab-kita umat Yahudi adalah Zabur yaitu kitab nabi Daud as dan Asfar para Nabi yang diutus setelah nabi Musa as dan nabi-nabi lainnya dinamakan Ahl al-Qadim (Perjanjian Lama).

19

Talmud adalah merupakan kumpulan kaedah, wasiat, undang-undang agama, undang-undang akhlak, undang-undang perdata, penjelasan, penafsiran, ajaran dan riwayat yang dinukil dan dipelajari secara lisan dari waktu ke waktu. Cakupan dan kajian yang tertuang di dalamnya sangat besar, hingga terasa sulit untuk dihafalkan. Oleh karena itu, demi melanjutkan penelaahan dan penukilan; dan menjaga perkataan, nash-nash, pendapat asli yang bermacam-macam, peraturan-peraturan dan kebiasaan baru; serta adanya kekhawatiran terlupakannya semua yang ada di dalamnya bersama berlalunya waktu, maka para akham (pendeta Yahudi) menulis Talmud sebagai penjaga bagi Taurat. Talmud dikenal sebagai sunnah sayyidina Musa as. Talmud berisi penjelaan-penjelasan Taurat serta mitos-mitos, khurafat dan kebatilan yang mereka ciptakan atau mereka nukilkan dari orang lain.

20

Jamak dari sifr, artinya adalah kitab atau bagian dari Taurat. Asfar meliputi segala apa yang terkandung dalam Taurat.

21

Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, d d -hadits Palsu Tafsir

, 3. 22


(38)

27

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang yang beriman ialah

orang-orang Yahudi dan orang-orang-orang-orang musyrik.23

Dari pengertian yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil

kesimpulan bahwa merupakan segala sesuatu baik yang berhubungan

dengan agama ataupun tidak, bisa saja berupa kisah-kisah atau dongengan yang

umumnya berkaitan dengan fakta-fakta sejarah, keadaan umat masa lalu dan

berbagai hal yang pernah terjadi pada para nabi dan rasul, atau lainnya yang

masuk dalam tafsir maupun hadis, baik itu berasal dari Yahudi, Nasrani atau

agama lain. Hanya saja dalam hal ini riwayat yang bersumber dari Yahudi lebih

banyak dari yang lainnya karena pada umumnya para perawinya berasal dari

kalangan mereka yang sudah masuk Islam. Selain itu, juga dapat

diartikan untuk semua jenis penafsiran kisah-kisah dalam al-Qur‟an yang tidak

diketahui asal usulnya.

B. Latar Belakang Masuknya T dalam Tafsir

sebenarnya sudah lama muncul dan berkembang di kalangan

bangsa Arab, bahkan sebelum Rasulullah SAW datang.24 Penyerapan

ke dalam tafsir al-Qur‟an diawali dengan masuknya pengetahuan tentang

ke dalam pengetahuan bangsa Arab pra Islam. Pihak yang sangat

23

QS al-Maidah: 82 24


(39)

28

berperan dalam hal ini adalah - ,25 dan sebagian dari mereka adalah

Yahudi, yang bermigrasi ke Jazirah Arab pada tahun 70 M.26 Mereka memasuki

Arabia melepaskan diri dari keganasan Kaisar Titus dari Romawi yang telah

membakar habis Bait al-Maqdis.27 Mereka pindah ke Jazirah Arab bersama

kebudayaan mereka yang bersumber dari kitab-kitab agama mereka.28

Secara umum kebudayaan bangsa Arab, baik sebelum maupun pada masa

lahirnya agama Islam pada masa itu relatif lebih rendah dari kebudayaan Ahl

al-Kitab, karena kehidupan mereka yang nomad (sering berpindah-pindah) dan (tidak bisa membaca dan menulis), bahkan kebudayaan dan peradaban para Ahl al-Kitab merupakan yang paling tinggi dibandingkan kaum lainnya. Pada

waktu itu, Ahl al-Kitab relatif lebih mempunyai ilmu pengetahuan tentang sejarah

masa lalu. Oleh karena itu, wajar adanya kecenderungan kebudayaan yang rendah

menyerap kebudayaan yang lebih tinggi jika keduanya bertemu dalam suatu

dimensi ruang dan waktu tertentu.29 Apalagi kebudayaan bangsa Arab pada masa

itu dianggap masih jahiliyyah.30

Selain bangsa Yahudi yang telah bermigrasi besar-besaran ke daerah

Jazirah Arab, bangsa Arab pada zaman Jahiliyah juga sering bepergian ke arah

timur maupun barat untuk melakukan perdagangan. Bangsa Quraish memiliki dua

25

Kebanyakan Ahl al-Kitab yang dimaksud di sini adalah dari kalangan Yahudi. Peradabannya merupakan yang paling tinggi dibandingkan kaum lainnya. Demikian pula tipudaya yang

digunakan untuk menghancurkan slam. Abdullah ibn Saba‟ adalah tokoh penyebar fitnah dan

kesesatan. Oleh karena itulah lebih banyak disandarkan pada kaum Yahudi. Lihat Mu ammad usain al-Dhahabi, f -T f - d , 15.

26Usman, “Memahami d f - ”, . 27Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir

, 107. 28

Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, 10. 29Rahmat Syafie‟i, Pengantar Ilmu Tafsir

, 109. 30


(40)

29

tujuan dalam bepergian. Pada musim panas, mereka pergi ke Syam dan ketika

musim dingin, mereka pergi ke Yaman.31 Pada waktu itu, sebagian besar

penduduk Yaman dan Syam adalah kaum Yahudi.32

Rute perdangangan bangsa Arab yang berpusat di Makkah sejak masa

Jahiliyyah pada musim-musim tertentu, juga mengakibatkan adanya pertemuan di

antara bangsa Arab Jahiliyah dengan para Ahl Kitab di ujung rute-rute

perdangangan tersebut, sehingga dalam hal ini memungkinkan bertemunya

kebudayaan antara Ahl Kitab kepada kebudayaan bangsa Arab.

Setelah Islam datang dan berkembang hingga Rasulullah hijrah ke

Madinah, kontak semacam itu tetap berlangsung. Di Madinah juga banyak

terdapat kaum Yahudi. Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW, Adanya

pembauran pemukiman ini dengan sendirinya terjadi pembauran pula di bidang

kebudayaan di antara Muslim dan Yahudi.33 Terlebih lagi, di Madinah juga

terdapat banyak midras.34

Kemunculan tafsir yang ditulis Muqatil ibn Sulaiman (w. 150 H/767 M)

yang merupakan tafsir awal yang paling banyak mengemukakan

semakin memperkuat asumsi masuknya dalam tafsir sudah ada di

kalangan muslim pada periode awal. Tercatat dalam beberapa riwayat yang

31 al l al

- n al-Ma alli dan al l al- n al-Suy i, T f Surabaya N r al-Huda, t. th), juz. 2, 271.

32

Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, 11. 33Rahmat Syafie‟i, Pengantar Ilmu Tafsir

, 108. 34

Midras merupakan majelis pengajian di mana para - mengkaji pengetahuan keagamaan yang mereka warisa secara turun temurun, baik bersumber dari kitab maupun dari pendeta mereka. Bahkan di antara para sahabat terkadang juga ada yang suka mendatangi majelis tersebut untuk mendengarkan apa yang disampaikan di sana.


(41)

30

disandarkan pada sahabat seperti bnu Abbas, Abu urairah, bnu Mas‟ud, dan Umar ibn „ yang mengandung unsur , hanya saja keterlibatan

mereka masih dalam batas kewajaran dan tidak berlebihan.35

Ketika Rasulullah SAW masih hidup, para sahabat berpegang pada

penjelasan Rasulullah SAW dalam menafsirkan al-Qur‟an. Namun ketika

Rasulullah SAW wafat, dan jika para sahabat memerlukan penafsiran pada ayat

yang berkaitan dengan kisah masa lalu dan tidak ditemukan dalam penjelasan

Nabi SAW, mereka menanyakannya pada para sahabat yang dulunya beragama

Yahudi dan Nasrani. Meskipun mereka telah masuk Islam, beberapa penjelasan

dari mereka terkadang tidak terlepas dari pengaruh agama dan kebudayaan

mereka sebelumnya.36

Para sahabat, dalam mengambil sumber penafsiran dari Ahl al-Kitab tidak

menanyakan tentang masalah hukum dan akidah, kecuali hanya untuk konfirmasi.

Para sahabat hanya menanyakan penjelasan terhadap kisah-kisah dalam al-Qur‟an

yang bersifat global. Mereka tidak menerima penjelasan Ahl al-Kitab yang

bertentangan dengan hukum dan akidah yang sudah ditetapkan. Para sahabat

dalam menerima sangat selektif, sebab mereka membandingkan

dengan keterangan yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan hadis. ika dirasa

bertentangan, maka riwayat tersebut ditolak.

35

Rosihon Anwar, Melacak Unsur- d T f -Thobari dan Ibnu Katsir, 29.

36


(42)

31

Namun berbeda pada masa sahabbat, pada masa tabi‟ n, seleksi terhadap

riwayat agaknya mulai longgar.37 Pada masa Tabi‟ n makin banyak

kalangan Ahl al-Kitab yang memeluk Islam, dan kecenderungan untuk mengambil

sumber semakin besar. Pada masa ini, penyeleksian kebenaran isi dan

sumber yang telah diperoleh kurang diperhatikan, sehingga bercampur

antara yang aq dan yang ṭil, yang benar dan yang bohong, serta yang logis dan

yang tidak logis.38 Akibatnya, banyak kitab tafsir yang mengandung kisah-kisah

.

Pada umumnya, isi al-Qur‟an mempunyai titik persamaan dengan isi kitab

-kitab terdahulu seperti Taurat dan Injil yang dipegang oleh Ahl Kitab terutama

pada kisah-kisah para nabi dan rasul terdahulu, hanya saja berbeda dalam

penyajiannya. Al-Qur‟an menyampaikan secara j , sepotong-sepotong

disesuaikan dengan kondisi, sebagai nasihat dan pelajaran bagi kaum muslimin.

Sedangkan kitab suci Ahl al-Kitab penyajiannya agak lengkap seperti dalam

penulisan sejarah. Oleh karena itu, wajar jika ada kecenderungan untuk

melengkapi kisah dalam al-Qur‟an dengan lebih detail dengan bahan kisah yang

sama dari sumber kebudayaan Ahl al-Kitab.

Upaya pengkajian dan penelaahan yang dilakukan mufassir dalam

menafsirkan kisah-kisah yang terdapat di dalam al-Qur‟an memiliki implikasi

yang sangat signifikan dalam menjelaskan secara rinci. Mereka berusaha

menutupi celah-celah yang ada di dalam al-Qur‟an dengan apa yang mereka

37

Anshori, : d -kaidah memahamiFirman Tuhan, 234. 38Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir


(43)

32

pelajari dari interaksinya dengan umat Yahudi dan Nasrani. Mereka berusaha

menyempurnakan kisah-kisah yang diterima dari penganut Yahudi dan Nasrani.39

Selain itu, adanya beberapa hadis Rasulullah SAW yang dapat dijadikan sandaran

oleh para sahabat untuk menerima dan meriwayatkan sesuatu yang bersumber dari

Ahl al-Kitab, meskipun yang digunakan untuk menafsirkan al-Qur‟an masih

dalam batas-batas tertentu.40 sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari

Abd Allah ibn Amr:

لَ ع ن ه دسع نع

نأ

لارق رو ل ررع ع ه ل رف نلا

نرع اةخدرحل رنَ ةرلل ورع اةرا

رانلا نم دعمم أةسخع اد عخم ع ع م نمل اَح :ل عئاَو و

ari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta‟ala „anhu, bahwa Nabi SAW bersabda, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ceritakanlah dari bani Israil, dan tidak ada dosa, barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka”. (HR. Bukhari)41

Selain itu, adanya beberapa tokoh Yahudi yang masuk Islam, antara lain:

1. Abdullah ibn Salam, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf ibn Salam ibn

al- rith al- sr ‟ li al- An ri. a menyatakan keislamannya sesaat sesudah Rasulullah tiba di Madinah ketika hijrah ke Madinah. Ia juga merupakan

salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Dalam memperjuangkan

Islam, ia termasuk salah satu pejuang dari perang Badar dan ikut serta

dalam penyerahan Bait al-Maqdis pada umat Islam. Riwayat-riwayatnya

banyak diterima oleh kedua anaknya, Yusuf ibn Mu ammad, Auf ibn

39

Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir dari Airan Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah (Yogyakarta: eLSAQ, 2003), 80.

40

Ibid, 107-108. 41

Mu ammad ibn sm ‟ l Ab „Abd Allah al- ukh ri al- a‟f , - - a i al-Mukhta ar, dita oleh Mu afa b al- ugha airut r bn Kath r, 8 , cet. , ju . 3, 1275.


(44)

33

M lik, Abu Hurairah dan lain-lainnya. Bahkan Bukhari pun juga

memasukkan riwayat darinya.

2. Ka‟ab al-Akhbar, nama aslinya adalah Abu Is k Ka‟ab ibn Mani‟ umairi yang terkenal dengan sebutan Ka‟ab al-Akhbar karena pengetahuannya yang dalam. Ia merupakan Yahudi Yaman yang masuk

Islam pada kekhalifahan Umar ibn Kha ab. Dalam perjuangan

menegakkan Islam, ia ikut menyerbu Syam bersama kaum Muslimin

lainnya. Banyak riwayat-riwayat yang dinisbahkan kepadanya,

diantaranya dari Mu‟ wiyah, Abu Hurairah, Ibnu „Abb s, M lik ibn Abi Am r al-Asb ni, A a‟ ibn Ab Rabah, Abdull h ibn Damrah dan lainnya. Menurut Abu Rayah, ia adalah seorang yang menunjukkan keislamannya

untuk tujuan menipu, hatinya menyembunyikan keyahudiannya dan

berusaha memanfaatkan keluguan Abu Hurairah agar tertarik kepadanya

dan banyak menceritakan khurafat-khurafat yang bersumber darinya.

Walau demikian, Ab Muslim al-Hajj j mencantumkan riwayat yang berasal darinya.

3. Wahhab ibn Munabbih, nama lengkapnya adalah Ab Abdillah ibn Munabbih ibn Sij ibn Kinaj al-Yamani. Ia masuk Islam pada masa

Rasulullah SAW masih hidup. Riwayat-riwayatnya diterima oleh

Abdullah, Abd al-Ra man, Abd al-Ṣamad dan lainnya.ia merupakan

seorang yang jujur dan terpercaya serta banyak menukilkan .


(45)

34

oleh Anwar, bahwa Wahhab ibn Munabbih adalah tabi‟in miskin yang

mendapat kepercayaan dari jumhur ulama‟.

4. bnu uraij dari kalangan Tabi‟in . Riwayat-riwayatnya diterima oleh sebagian kalangan sahabat dan generasi sesudahnya seperti Ibnu Abbas, Amr ibn „ , Mu ammad ibn Sa‟id al-Kalb, Muq til ibn Sulaiman dan

Mu ammad ibn Marwan al-Su‟udi.42

Selain mereka, „Abdull h ibn Sal m „Abdull h ibn S riy dan „Abdullah

ibn Sab ‟ juga berperan penting dalam penyebaran kisah-kisah di kalangan umat Islam pada waktu itu, ditambah lagi dengan adanya alih bahasa

kitab Taurat dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab oleh „Abdull h ibn Sal m,43

sehingga sangatlah wajar apabila para sahabat menganggap ilmu mereka lebih

tinggi dalam hal kisah-kisah para nabi di kalangan yang juga ada

dalam masyarakat Islam sendiri, untuk memperjelas bagian-bagian tertentu

mengenai kisah-kisah dalam al-Qur‟an.44

Seandainya riwayat diriwayatkan secara jelas dari Ka‟ab al

-Akhbar, Wahhab ibn Munabbih, Abdullah ibn Salam dan lainnya, maka

penisbatan kepada mereka akan menunjukkan bahwa sebagian kisah yang mereka

usung dan mereka ambil berasal dari kitab-kitab dan pemimpin-pemimpin mereka

sebelum masuk Islam.

42

Rosihan Anwar, Melacak Unsur- , 37-38.

43Usman, “Memahami d f - ”, Ulummuna

(Vol. xv, no. 2 (Desember, 2011), 294.

44Rahmat Syafie‟i, Pengantar Ilmu Tafsir


(46)

35

Akan tetapi, sebagian kebanyakan di antaranya diriwayatkan

dalam bentuk mawquf kepada para sahabat, dan juga dinisbahkan kepada mereka.

Sehingga orang yang bukan ahli hadis atau yang tidak mengetahui kebenaran

tentang , ia akan menyangka bahwa tersebut diambil dari

Nabi SAW. Hal ini karena termasuk perkara-perkara yang tidak ada

peran akal di dalamnya, sehingga bisa memiliki hukum hadis yang f kepada

Nabi SAW, meskipun tidak disebutkan di dalam bentuk yang f secara

jelas.45

Muhammad ibn Ab Syahbah menambahkan, bahwa yang bohong yang diriwayatkan oleh Ka‟ab al-Akhbar, Wahhab ibn Munabbih, Abdullah ibn Salam dan lainnya, maknanya bukanlah mereka yang mengarang

dan mengada-adakan sebagaimana yang diklaim banyak orang. Akan

tetapi, makna yang benar adalah mereka meriwayatkan dan menukilkan dari kitab-kitab dan pengetahuan-pengetahuan - kepada

sebagian sahabat dan . Mereka adalah perantara dalam penukilan

pengetahuan-pengetahuan - kepada kaum Muslimin, dan kaum

Muslimin meriwayatkan dari mereka. Maka menurut Ibn Abu Syahbah, yang

salah bukanlah mereka, melainkan orang yang meriwayatkan dari

- tanpa menjelaskan kebohongan dan kebatilannya. 46

Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana yang dikutip oleh Usman, meluasnya

periwayatan pada masyarakat Muslim dibedakan dalam dua

45

Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, d d -hadis Palsu Tafsir al-

terj. Mujahidin, 119-120.

46


(47)

36

pertimbangan; pertama, pertimbangan kemasyarakatan ( -

j ), yakni kesederhanaan pemikiran orang-orang Arab pada masa itu, serta adanya kecenderungan untuk mengetahui hal-hal yang menarik hati sebagai

tuntutan jiwa kemanusiaan. Kedua, pertimbangan keagamaan ( -

-d ), yakni cerita-cerita yang dinukilkan bukan merupakan masalah hukum

yang membutuhkan penelitian dalam menguji nilai kebenarannya.47

Sedangkan menurut Ahmad Khalil, tersebar luas di kalangan

umat Islam melalui dua jalan; pertama, melalui orang-orang yang tekun

mempelajari dan menyebarkan kisah-kisah. Orang-orang ini biasanya

menyebarkan di masjid-masjid. Orang yang pertama kali berinisiatif untuk

memprakarsai penyebaran kisah-kisah ini adalah dari keturunan Bani

Umayyah agar umat Islam terlena dan melupakan penyimpangan-penyimpangan

yang dilakukan Bani Umayyah48 serta tidak tertarik lagi dengan masalah-masalah

kekhalifahan. Tidak mengherankan jika para juru kisah pada masa itu dapat

menarik opini masyarakat dan dalam beberapa hal dapat menggusur pengaruh ulama‟. Para ulama‟ dalam hal ini bahkan menjadi korban kemarahan masyarakat akibat menyingkap kebohongan para juru kisah sebagaimana yang dialami oleh Am r al-Sha‟bi, Yahya ibn Ma‟in dan lainnya.49

Kedua, melalui para sufi dan orang-orang Syi‟ah. Keterlibatan Syi‟ah

dalam penyebaran dapat dilihat pada tradisi sebagian ulama‟nya yang

47Usman, “Memahami d f - ”, 295. 48

Rosihon Anwar, Melacak Unsur- d T f -Thobari dan Ibnu Katsir, 39.

49Usman, “Memahami d f - ”, 296.


(48)

37

menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan .50 Orang-orang Saba‟iyyah

yang merupakan sekte Syi‟ah, mempercayai bahwa „Al ibn Ab Th lib tidak terbunuh melainkan diangkat ke langit sebagaimana yang idalami oleh Nabi Isa

as.51

C. Macam-macam

Kisah-kisah terbagi menjadi tiga bagian yaitu;

berdasarkan keshahihan riwayatnya; berdasarkan kesesuainnya dengan

syari‟at slam dan berdasarkan materi pembahasannya.

1. Jika dilihat dari sudut keshahihan riwayatnya

Kisah dari sudut keshahihan riwayatnya terbagi pada kisah

yang a ih dan kisah yang ḍ f termasuk yang mawḍ . Kisah yang

a ih, seperti halnya riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Kathir di dalam

tafsirnya dari bnu ar r al- abari:

Dari „Aa‟ ibn Abi Rabbah ibn Yasar, mengatakan: aku telah bertemu dengan Abdullah ibn Amr dan berkata kepadanya: kisahkan kepadaku tentang

sifat Rasul SAW yang diterangkan di dalam kitab Taurat yang sama seperti yang

diterangkan di dalam al-Qur‟an

50

Rosihon Anwar, Melacak Unsur- d T f -Thobari dan Ibnu Katsir, 39.


(49)

38

“Wahai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi,

pemberi kabar gembira, pemberi peringatan”, dan pemelihara orang

-orang yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan rasul-Ku, namamu yang dikagumi, engkau tidak kasar, tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum Islam tegak dan lurus, yaitu dengan ucapan: Tiada Tuhan selain yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah. Dengannya pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, membuka mata yang buta. Aa‟ berkata kemudian aku bertemu dengan Ka‟ab, lalu aku bertanya

kepadanya tentang masalah tersebut, maka tidak ada perbedaan kata

apapun juga, kecuali Ka‟ab berkata, telah sampai kepadanya qul ban ghaul fiyyah (hati yang tertutup), telinga yang tuli, dan mata yang buta.52

Contoh yang ḍ f adalah athar yang diriwayatkan oleh Abu

Mu ammad ibn Abd al-Ra man dari Abu atim al-R i, kemudian dinukil oleh

Ibn Kathir di dalam tafsirnya ketika menguraikan QS al-Qaf ayat 6, ia berkata:

“Sesungguhnya, athar tersebut adalah athar yang g rib dan tidak shahih”, selain

itu, Ibnu Kathir juga menganggapnya sebagai kisah khurafat dari ani sra‟il.53

2. Jika dilihat dari sudut pandang sesuai tidaknya dengan syari‟ah slam

dari sudut pandang sesuai dengan syari‟at slam terbagi

menjadi tiga bagian yang sesuai dengan syari‟at, yang bertentangan dengan

syari‟at, dan yang didiamkan, yakni yang tidak terdapat di dalamnya syari‟at agama sehingga tidak ada yang menguatkan atau menyatakan tidak ada

manfaatnya.54 Dalam hal ini, yang sesuai dengan syari‟at slam

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dengan redaksi dari ukhari, ia berkata “Telah mengisahkan kepada kami Ya ya bin Bukhair, dari Laith dari Khalid, dari Sa‟id Abu ilal, dari Zaid bin Asl m, dari Aa‟ bin Yas r,

52

Muhammad Husain Zahabi, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, 33-34. 53

Ibid. 54


(50)

39

dari Sa‟id al-Khudri, ia berkata, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya:

“Pada hari kiamat nanti, bumi ini bagaikan segenggam roti. Allah memegangnya dengan kekuasaannya, sebagaimana seseorang menggenggam roti di perjalanan. Ia merupakan tempat bagi ahli surga. Kemudian datanglah seorang Yahudi dan berkata, semoga Tuhan

mengagungkanmu wahai Aba al-Q sim, bukankan aku ingin

mengisahkan kepadamu tempat ahli surga pada hari kiamat nanti? Rasul menjawab, ya tentu. Kemudian laki-laki tersebut menyatakan bahwasanya bumi ini seperti segenggam roti sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasul SAW, kemudian Rasul SAW melihat kepada

kami semua, lalu tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya.55

Sedangkan contoh kisah yang bertentangan dengan syari‟at sebagaimana

yang dikutip oleh al-Dhahabi dari kitab Safar al-Khuruj, bahwasanya Harun as

adalah nabi yang telah membuat anak sapi untuk an sra‟ l, lalu ia

memerintahkan mereka untuk menyembah patung anak sapi tersebut.56

Dalam tafsirnya Ibnu Kathir ketika menerangkan QS al-Baqarah ayat 72,

merupakan contoh kisah yang didiamkan oleh syari‟at, artinya tidak ada yang

memperkuat namun juga tidak ada yang menolak:

Seorang laki-laki dari Bani sra‟il, memiliki harta yang banyak

dan seorang anak perempuan. Ia memiliki anak laki-laki dari saudaranya yang miskin. Suatu hari anak laki-laki tersebut melamar anak perempuannya, namun ia enggan untuk mengawinkannya, sehingga membuat anak laki-laki tersebut marah dan berkata: Demi Allah akan aku bunuh pamanku itu, akan ku ambil hartanya, aku kawini anak perempuannya dan akan aku makan diyatnya.

Kemudian pemuda tersebut datang lagi bersamaan dengan datangnya pedagang ani sra‟il. a berkata, wahai pamanku, berjalanlah bersamaku, aku akan minta pertolongan kepada para pedagang ani sra‟il, semoga aku berhasil, dan jika mereka melihat

55

Ibid, 36. 56


(51)

40

engkau bersamaku, mereka pasti akan memberinya. Keluarlah pemuda tersebut bersama pamannya, dan ketika mereka sampai di suatu gang, pemuda tersebut membunuh pamannya, kemudian kembali kepada keluarganya. Ketika di pagi harinya, seakan-akan ia mencari pamannya, ia pura-pura tidak mengetahui di mana pamnnya berada, dan berkata “Kalian membunuh pamanku, maka bayarlah diyatnya. Kemudian ia menangis dan melemparkan tanah ke wajahnya dan berteriak memanggil pamannya. Lalu ia melaporkan persoalan tersebut kepada Musa as “Wahai Rasulullah, berdo‟alah engkau kepada Tuhan, semoga Tuhan memberi petunjuk kepada kita, siapa yang melakukan hal ini, nanti keputusan akan diberikan kepada pelaku. ani sra‟il itu menjawab, demi Allah, sesungguhnya bagi kami membayar diyat itu adalah mudah, namun kami sangat malu

dengan perbuatan tersebut.57

3. Jika dilihat dari segi materinya

Kisah dari segi materi terbagi menjadi tiga bagian: yang

berhubungan dengan akidah, yang berhubungan dengan hukum-hukum, dan yang

berhubungan dengan nasihat-nasihat dan kejadian-kejadian yang tidak ada

kaitannya dengan akidah maupun hukum.58

yang berkaitan dengan akidah, sebagaimana yang dikutip oleh al-Dhahabi yang diriwayatkan oleh Bukhari ketika menerangkan QS al-Zumar

ayat 67:

“Bukhari meriwayatkan dari Syaiban, dari Manyur dari

Ibrahim, dari Ubaidah, dari Abdillah (semoga Allah meridhai

mereka), ia berkata telah datang kepada kami seorang ulama‟ Yahudi

dan berkata: wahai Mu ammad, kami menemukan langit diciptakan di atas jari, bumi pada sebuah jari, air dan bintang juga pada sebuah jari dan makhluk yang lainnya juga pada sebuah jari pula, kemudian ia berkata: kami adalah raja. Mendengar semua itu, Nabi SAW tertawa hingga terlihat jelas gigi gerahamnya dan membenarkan ucapan Ulama‟ Yahudi tersebut dengan membaca QS al-Zumar ayat 67 yang

57

Ibid, 37. 58


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Munirul. Paradigma Tafsir Perempuan di Indonesia, Malang: UIN Maliki Press, 2011.

Albani (al), Muhammad Nashiruddin. Derajat Hdist-hadist dalam Tafsir Ibnu Katsir, terj. ATC Mumtaz Arabia, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Alfiah, Nur. Isra’iliyyat dalam Tafsir al-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir: Sikap Al-Thabari dan Ibnu Katsir Terhadap Penyusupan Isra’iliyyat dalam Tafsirnya, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

ALKITAB, Jakarta: Lembaga Alkitab, 2004, cet. 5

al- ur’ n al-Kar m bi al- asm al-Usthm ni rut r l-Fikr, 1404 H.

al-Qur‟ n d n T fs rny J k rt W dy C h y 2011 j l. 5.

Ambary, Hasan Muarif, et. al. Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ikhtiar baru Van Hoeve, 1996, jil. 2.

Amin, Syamsul Munir. Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah.

Anshori. Ulumul ur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Anwar, Rosihan. Melacak Unsur-unsur Isra’iliyyat dalam Tafsir ath-Thobari dan Ibnu Katsir, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Arifin, Yanuar. Misteri Ashabul Kahfi: Tinjauan Sains Modern dan al- ur’an,

Yogyakarta: Diva Press, 2015

Atabik, Ahmad. Perkembangan Tafsir Modern di Indonesia, Hermeneutik, Vol. 8, no. 2, Desember 2014.


(2)

112

Badruzzaman, Ahmad Dimyati. Kisah-kisah Isr l yat dalam Tafsir Munir ,

Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005.

Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al- ur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998.

---, Perkembangan Tafsir al- ur’an di Indonesia, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.

Bashuni (al), Ahmad al-Ṭ h r. Kisah-kisah dalam al- ur’an, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008

Bik, Mu ammad Huḍ r . T rikh al-Tashr ’ al-Isl my, Jakarta: r l- utu l

sl m yy h 200 .

Biografi Hasbi Ash-Shiddiqi, dalam http://www.referensimakalah.com diakses pada tanggal 25 April 2017.

ukh r l u mm d n sm ‟ l „ d ll h l-J ‟f . al-J mi’ al- a i al-Mukhtaṣar, dita q q oleh Mu f l- u h rut r n

th r 1 t. 3 ju . 3.

ukh r l a h al-Bukhari rut r l-Fikr, t.th, jil. 3.

---, a h al-Bukhari rut r l-Fikr, t.th, jil. 4.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, jil. 2, cet. 4.

Dhahabi (al),Mu ammad usain, al-Tafs r a al-Mufassir n, T.t: Maktabah Mu ‟ n „ m r l- sl m yy h 2004 ju . 1.

---, Israiliat dalam Tafsir dan Hadis, terj. Didin Hafidhuddin, Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1989.


(3)

113

---, al-Isr ’ liyy t f al-Tafs r a al- ad th l-Q h r h kt h W h h 1990, cet. 4.

---, u t r l- ‟t m 1 .

Falah, Maslahul. Ashabul Kahfi: Kisah Orang-orang yang Memertahankan Akidah, Yogyakarta: Media Insani, 2006.

Farmawi (al), Abd. Hayy. Metode Tafsir Mauḍ ’ , terj. Suryan A. Jamrah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Federsipel, Howard M. Kajian al- ur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin, Bandung: Mizan, 1996.

Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir Al- ur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.

Goldziher, Ignaz. Mazhab Tafsir dari Airan Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah, Yogyakarta: eLSAQ, 2003.

Gusmian, Islah. Paradigma Penelitian Tafsir al- ur’an di Nusantara, Empirisma Vol. 24 No. 1 Januari 2015.

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982, juz. XV.

---, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, Cet. 1, jilid. 1, 45.

Hermawan, Acep. Ulumul ur’an: Ilmu untuk Memahami Wahyu, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2013, cet. 2

Junaidi, Akhmad Arif. Pembaharuan Metodologi Tafsir al - ur’an,, Semarang: CV. Gunung Jati, 2000.

Madani, Malik. Isr ’ilyy t dan Mauḍ ’ t dalan Tafsir al- ur’an: Studi Tafsir Jalalain, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010.


(4)

114

Ma ll l J l l l- n d n J l l l- n l-Suy i, Tafs r Jal lain Sur y

r l-Huda, t. th, juz. 2.

Mesapati, Adrie dkk. 50 Misteri Dunia Menurut al- ur’an, Bandung: Mizania, 2016, vol. 2.

Mohammad, Herry. Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

Musl m l- usain ibn al- jj j n usl m l-Qush r l- r . al

-J mi’ al- a i al-Musamm a Muslim rut r l- f q l

-J d d h t. th j l. 2.

Mustaqim, Abdul. Pergeseran Epistemologi Tafsir, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Nashir, Ridlwan. Perspektif Baru: Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami

ur’an,Suarabaya: IMTIYAZ, 2011.

Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, Banjarmasin, Antasari Press, 2011.

Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, 39.

---, Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir al- ur’an di Indonesia Era eformasi, Madania, Vol. XVIII, no. 1, Juni 2014.

Ro . Ro m. “Tafsir Ashil dan Dakhil” J nd l S ntr Vol. 3 o. pr l

2011.

Shiddieqy (as), Hasbi. Ilmu-ilmu al- ur’an, Semarang: Pstaka Rizki Putra, 2002, edisi. 2.

Shihab, M. Quraish. Tafsir AL- ur’anul Majid An-Nur, semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000, jil. 1.


(5)

115

---, Tafsir AL- ur’anul Majid An-Nur, semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000, jil. 3.

---, Membumikan al- ur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2014, edisi. 2, cet. II.

---, Secercah Cahaya Ilahi, Bandung: Mizan, 2007, Edisi Baru.

---, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al- ur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2004, cet. II, vol. 1.

---, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al- ur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2004, cet. II, vol. 8.

Shom d khor . “Tafsir al- ur’an dan Dimamika Sosial Politik: Studi terhadap Tafsir al-Azhar Karya Hamka Tafsir di Indonesia” TAPIs, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2013.

Sukardi, Belajar Mudah Ulum al- ur’an, Jakarta: Lentera, 2002.

Suprapto, Bibit. Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup, Karya dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, Jakarta: Gelegar Media, 2009.

Sutarmadi, Ahmad .Hadits Dha’if: Studi Kritis tentang Pengaruh Israiliyyat dan

Nasraniyat dalam Perkembangan Hadits, Jakarta: Kalimah, 1999.

Suyuth l „ d l-Ra m n n kr n u mm d l-Faḍl. Lub b al-Nuq l f Asb b al-Nu l, r t r y ‟ l-„Ul m t th.

Suyuthi (al), Jalaluddin. Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat al- ur’an, terj. Tim Abdul Hayyie, Jakarta: Gema Insani, 2008.

Sy f ‟ R hm t. Pengantar Ilmu tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Syahbah, Muhammad ibn Muhammad Abu. Isr ’iliyyat dan Hadis-hadis Palsu Tafsir al- ur’an, terj. Mujahidin, Depok: Keira Publising, 2014.


(6)

116

Syamsuni, Isr ’iliyy t dan Penafsiran ias Jender: Kajian tentng isu penciptaan

perempuan dalam tafsir al-Thabari, Jakarta: Thesis UIN Syarif Hidayatullah, 2009.

Ts ‟l l u sh q m d. al-Kashfu al- ay n al-Ma’r f bi Tafs r al -Tsa’lab rut r l- hy ‟ l-Tur st l-„ r tt.

Usm n “Memahami Isr ’ liyy t dalam Penafsiran al- ur’an Ulummuna, Vol. xv, no. 2, Desember, 2011.

Zuhdi, M. Nurdin. Pasaraya Tafsir Indonesia: dari Kontestasi Metodologi hingga Kontekstualisasi, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014.