PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH

DISERTASI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2006 M/1427 H

PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH DISERTASI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

PROF.Dr.H.Nasaruddin Umar,MA PROF.Dr.H.Ahmad Thib Raya,MA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 M/1427 H

ii

TIM PENGUJI DISERTASI

Disertasi ini telah diujikan pada sidang Ujian Disertasi Tertutup Tanggal 24 Pebruari 2006

Tim Penguji Disertasi :

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA Prof. Dr. Hj. Huzaemah T.Yanggo, MA

iii

PERSETUJUAN I

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” yang ditulis oleh Drs. H.Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021, disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.

Tanggal:

iv

PERSETUJUAN I

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” yang ditulis oleh Drs. H. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021, disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A

Tanggal

PERSETUJUAN II

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” atas nama Drs.H. Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi (terbuka).

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

Tanggal:

vi

PERSETUJUAN II

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” atas nama Drs.H.Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi (terbuka).

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya,MA

Tanggal:

vii

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Rif ’at Syauqi Nawawi, MA

Tanggal:

viii

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA

Tanggal:

ix

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada tanggal 13 Nopember 2006 Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA

Tanggal:

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al- Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Dr. Yusuf Rahman, MA

Tanggal:

xi

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

Tempat/Tgl. Lahir : Indramayu, 6 April 1957 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Disertasi yang berjudul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-Mishbah” adalah benar merupakan karya asli saya, kecuali kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya adalah tanggung jawab saya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 11 Agustus 2006

Anshori

xii

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir Al- Mishbah ”. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang bernuansa jender sering terdengar sumbang dan penuh kontroversi diantara para mufassir, baik klasik maupun kontemporer. Perbedaan pandangan tersebut, diakibatkan adanya perbedaan instrumen di antara para mufassir. Sebagian mufassir menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an berangkat dari teks ayat al-Qur’an kemudian mencari pembenaran ayat tersebut dengan menggunakan hadis dan ilmu-ilmu yang lain. Instrumen ini oleh para mufassir kontemporer disebut tekstual (sesuai dengan makna teks ayat) atau yang oleh para mufassir klasik disebut dengan al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi lâ bi khushûsh al-sabab . Sedangkan sebahagian mufassir lain menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berangkat dari realitas sosial masyarakat. Teks ayat hanya merupakan pendukung. Bila teks ayat bertentangan dengan realitas sosial masyarakat, maka teks ayat dianggap tidak relevan. Instrumen ini oleh para mufassir kontemporer disebut dengan kontekstual (sesuai dengan situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian) atau yang oleh para mufassir klasik disebut dengan al-‘ibrah bi khushûsh al-sabab la bi umûm al-lafdzi. Penelitian ini bertujuan untuk menyingkap pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang bernuansa jender dan instrumen yang digunakannya dalam menafsirkan ayat-ayat yang bernuansa jender dalam Tafsir al- Mishbah . Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengklasifikasi ayat-ayat jender dalam al-Qur’an, lalu dibatasi pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami. Kemudian dilakukan analisis terhadap Tafsir al- Mishbah yang berkaitan dengan ayat-ayat yang bernuansa jender tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang jender adalah jenis kelamin. Dengan demikian, bias jender berarti penyimpangan yang dilakukan oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, muslim atau non- muslim, dan ulama atau non ulama, dari masa lalu hingga masa sekarang. Misalnya, seseorang yang memberikan hak-hak orang lain melebihi dari kodratnya, atau seseorang tidak memberikan hak-hak orang lain sesuai dengan kodratnya disebut bias jender. Pandangan Muhamad Quraish Shihab mengenai hak-hak perempuan dalam tafsirnya sama dengan para mufassir klasik, yaitu kembali kepada teks. Namun demikian, dia juga memperhatikan konteks sekarang. Itulah sebabnya dia terlihat skripturalis moderat karena sangat menekankan usaha untuk mengembalikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat muslim kepada kitab suci al-Qur’an dengan memperhatikan konteksnya. Jadi instrumen yang digunakan Muhammad Quraish Shihab sama dengan para mufassir klasik yaitu sesuai dengan makna teks ayat, atau al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi la bi khushûsh al-sabab. Pada prinsipnya bagi Muhamad Quraish Shihab secara kemanusiaan laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan. Namun Muhamad Quraish Shihab tidak setuju laki-laki dan perempuan disamakan secara mutlak, karena dengan menyamakan kedua jenis kelamin yang

xiii xiii

xiv

ءﺎﻣﺪﻘﻟا نوﺮﺴﻔﻤﻟا ﻒﻠﺘﺧا " حﺎﺒﺼﻤﻟا ﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ رﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآ ﺮﯿﺴﻔﺗ " ناﻮﻨﻌﺑ ﺚﺤﺒﻟا اﺬﻫ هﺬﻫو ﺎﻬﻨﯿﺑ ﺎﻤﯿﻓ ضرﺎﻌﺘﺗﺮﯿﺳﺎﻔﺘﻟا هﺬﻫ نأ ﻆﺣﻼﻤﻠﻟ ﺮﻬﻈﯾ ﺎﻤﻣرﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآ ﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ نوﺮﺻﺎﻌﻤﻟاو ن آﺮﻘﻟا ﺮﯿﺴﻔﺘﺑ ﺾﻌﺒﻟا مﺰﺘﻟا ﺚﯿﺣ ةﺪﻋﺎﻘﻟا ﻖﯿﺒﻄﺗو عﺎﺒﺗا ﻰﻓ ﻢﻬﻓﻼﺘﺧا ﻰﻟا ﻊﺟﺮﺗ تﺎﻓﻼﺘﺧﻻا ﻪﯿﻤﺴﯾ بﻮﻠﺳﻻا اﺬﻫ ىﺮﺧا مﻮﻠﻋو ﺔﯾﻮﺒﻨﻟا ﺚﯾدﺎﺣﻻا ﻰﻓ هﺪﻧﺎﺴﻣ ﻦﻋ ﺚﺤﺒﻟﺎﺑ مﻮﻘﯾ ﻢﺛ نآﺮﻘﻟﺎﺑ . صﻮﺼﺨﺑ ﻻ ﻆﻔﻠﻟا مﻮﻤﻌﺑ ةﺮﺒﻌﻟا " ب ءﺎﻣﺪﻘﻟا ﻪﯿﻤﺴﯾﺎﻤﻛ ﺺﻨﻟا قﻮﻄﻨﻣ بﻮﻠﺳﺎﺑ نوﺮﺻﺎﻌﻤﻟا نو ﺮﺒﺘﻌ ﯾ ﻻو ﺔﯿﻋﺎﻤﺘﺟا ﻖﺋﺎﻘﺤﺑرﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ﻦﯾﺮﺴﻔﻤﻟا ﺾﻌﺑ مﺰﺘﻟا ﺮﺧا ﺐﻧﺎﺠﺑو . ﺐﺒﺴﻟا ﺎﻬﺑ نو ﺮﺒ ﺘ ﻌ ﯾ ﻻ ﺔﯿﻋﺎﻤﺘﺟا ﻖﺋﺎﻘﺣ ﻊﻣ ضرﺎﻌﺘ ﺗ ﺔﻟﺎﺣ ﻰﻓ ﻂﻘﻓ ﺔﯿﻠﯿﻤﻜﺗ ىﻮﺳ تﺎﯾﻵا صﻮﺼﻧ ةﺮﺒﻌﻟا " ءﺎﻣﺪﻘﻟا ﻪﯿﻤﺴﯾ ﺎﻤﻛ ﺔﯿﻌﻗاﻮﻟﺎﺑ نوﺮﺻﺎﻌﻤﻟا ﻪﯿﻤﺴﯾ بﻮﻠﺳﻻا اﺬﻫو ﺔﺒﺳﺎﻨﻣﺮﯿﻏﺎﻬﻧﻻ بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ ىأر ﻦﻋ ﻒﺸﻜﻟاﻮﻫ ﺚﺤﺒﻟا اﺬﻫ ﻦﻣ فﺪﻬﻟاو . ﻆﻔﻠﻟا مﻮﻤﻌﺑ ﻻ ﺐﺒﺴﻟا صﻮﺼﺨﺑ ﺔﻘﻠﻌﺘﻤﻟا ﺔﯿﻧآﺮﻘﻟا تﺎﯾﻵاﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ﺎﻬﻌﺒﺗا ﻰﺘﻟا ﺐﯿﻟ ﺎﺳﻻا ﻰﻠﻋ فﺮﻌﺘﻟاو رﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآ لﻮﺣ ﻦﻣ أﺪﺒﺗ ﻰﻫ ﺚﺤﺒﻟااﺬﻫ ﺔﺑﺎﺘﻛ ﻰﻓ ﺚﺣﺎﺒﻟاﺎﻬﻌﺒﺗا ﻰﺘﻟا تاﻮﻄﺨﻟاو حﺎﺒﺼﻤﻟا " " هﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓرﺪﻨﺠﻟﺎﺑ نﺎﺴﻧﻻا ﻖﻠﺨﺑ ﻖﻠﻌﺘﯾ ﺎﻤﯿﻓ ﺎﻫﺪﯾﺪﺤﺗ ﻢﺛ ﻢﯾﺮﻜﻟا نآﺮﻘﻟا ﻰﻓ رﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآ نﺎﯿﺑو ﺐﯾﻮﺒﺗو ﺺﯿﺨﺸﺗ ﺎﻘﻓو تﺎﯾﻵا هﺬﻫ ﻞﯿﻠﺤﺘﺑ ﺚﺣﺎﺒﻟا مﻮﻘﯾ ﻚﻟذ ﺪﻌﺑو تﺎﺟوﺰﻟ ا دﺪﻌﺗ ﻢﺛ ﺔﯾﻻﻮﻟاو , ةدﺎﻬﺸﻟاو ﺔﺛارﻮﻟاو بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ نأ ﺚﺣﺎﺒﻠﻟ ﻦﯿﺒﺗ ثﻮﺤﺒﻟا و تﻼﯿﻠﺤﺘﻟا ﺪﻌﺑو حﺎﺒﺼﻤﻟا ﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ءﺎﺟ ﺎﻤﻟ . ﻰﺘﻟا تﺎﻔﻟﺎﺨﻤﻟا ﻞﻛ ﻰﻫ ﺔﯾرﺪﻨﺟ ﺔﻔﻟﺎﺨﻣ نا ىأر ﺎﻨﻫ ﻦﻣو ىﺮﺸﺑ ﺲﻨﺟ ﻦﻣ ﺎﻋﻮﻧرﺪﻨﺟﺮﺒﺘﻋا ﻚﻟﺬﻟ نﻵا ﻰﺘﺣ ﺔﯿﺿﺎﻣ ﺔﻨﻣزا ﻦﻣ ﻼﻫﺎﺟوأ ﺎﻤﻟﺎﻋ , اﺮﻓﺎﻛوأ ﺎﻤﻠﺴﻣ , ﻰﺜﻧاو اﺮﻛذ ﺺﺨﺷ ﺎﻬﺒﻜﺗرا ﻪﻘﺤﺘﺴﻣ ﻰﻟا ﻖﺣ ءﺎﻄﻋا مﺪﻋ وا هرﺪﻗ ﻦﻣﺮﺜﻛا ﻪﻘﺤﺘﺴﻣ ﻰﻟا ﻖﺣ ءﺎﻄﻋا رﺪﻨﺠﻟا ﺔﻔﻟﺎﺨﻣ ﻦﻣ نو ﺮﺒﺘﻌ ﯾ هﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ءﺎﺟﺎﻤﻟ ﺎﻘﻓو ةأﺮﻤﻟا لﻮﺣ بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ ىأر نأ ﻆﺣﻼﻤﻟا ﻦﻣو . هرﺪﻘﻟ ﺎﻘﻓو ﻪﻧا ﻻا ﻚﻟذ ﻦﻣ ﻢﻏﺮﻟﺎﺑو ﺺﻨﻟا ﻰﻟا عﻮﺟﺮﻟا ﻮﻫو ءﺎﻣﺪﻘﻟا ﻦﯾﺮﺴﻔﻤﻟا ءارآ ﻊﻣ ﻖﻓاﻮﺘﯾ " حﺎﺒﺼﻤﻟا " ﺎﯾﺎﻀﻗ ةدﺎﻋا لوﺎﺤﯾ ﺚﯿﺣ skripturalis moderat ﻦﻣ ﻪﻧا ﻚﻟﺬﻟ ﻊﻗاﻮﻟا ﻦﻋ ﻞﻔﻐﯾﻻ وﺪﺒﯾ بﻮﻠﺳﻻا نﺄﺑ لﻮﻘﻟا ﺎﻨﻨﻜﻤﯾ ﺎﻨﻫ ﻦﻣو ﻢﻬﺘﯿﻌﻗاو ةﺎﻋاﺮﻣ ﻊﻣ ﻢﯾﺮﻜﻟا نآﺮﻘﻟا ﻰﻟا ةﺮﺻﺎﻌﻤﻟا ﻦﯿﻤﻠﺴﻤﻟا ﻰﺘﻟا ﺐﯿﻟﺎﺳﻻا ﻊﻣ ﺎﻣﺎﻤﺗ ﻖﻓ اﻮﺘﯾ ﺔﯿﻧآﺮﻘﻟا تﺎﯾﻵا ﺮﯿﺴﻔﺗ ﺔﺠﻟﺎﻌﻣ ﻰﻓ بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ ﻪﻌﺒﺗا ىﺬﻟا قﺮﻔﯾ ﻻ ﺔﻣﺎﻋ ﺔﻔﺼﺑو . ﺐﺒﺴﻟا صﻮﺼﺨﺑ ﻻ ﻆﻔﻠﻟا مﻮﻤﻌﺑ ةﺮﺒﻌﻟا ﻰﻫو ءﺎﻣﺪﻘﻟا نوﺮﺴﻔﻤ ﻟا ﺎﻬﻌﺒﺗا ﺎﻤﻬﻨﯿﺑ ةاوﺎﺴﻤﻟا قﻼﻃا ضرﺎﻌﯾ ﻚﻟذ ﻊﻣو ﺎﻤﻬﺘﯿﻧﺎﺴﻧا ﻰﻓ ةأﺮﻤﻟاو ﻞﺟﺮﻟا ﻦﯿﺑ بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ اﺬﻫو ﻰﺜﻧاﻻوﺮﻛﺬﺑ ﺲﯿﻟ ﺮﺸﺒﻟ ا ﻦﻣ ﺮﺧآ ﺎﻋﻮﻧ ﺪﻟﻮﯾ ةأﺮﻤﻟاو ﻞﺟﺮﻟا ﻦﯿﺑ ةاوﺎﺴﻤﻟا قﻼﻃا نﻻ ﻚﻟذو ﺔﯾﻮﺜﻧﻻاﺎﻫرﺪﻘﻟ ﺎﻘﻓو ﺎﻬﻘﺣ ﻦﻣ ﺮﺜﻛا ﻖﺤﺘﺴﺗ ﻼﻓ ﺎﻬﺘﺛﻮﻧﻻ ﺎﻘﻓو ةأﺮﻤﻟا ﻊﺿو بﻮﺟو ﻰﻨﻌﯾ ﺾﻌﺑ ﻦﻣ بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣﺰﯿﻤﺘﯾو . ﺔﯾﻮﺜﻧﻻاﺎﻫرﺪﻘﻟ ﺎﻘﻓو ﺎﻬﺗﺎﻘﺤﺘﺴﻣ ﻊﯿﻤﺟ ﻦﻣ ﺎﻬﻌﻨﻣزﻮﺠﯾﻻﺎﻤﻛ

xv

ABSTRACT

This research paper is called “The Interpretation of Gender in al-Misbah Interpretation”. The Al-Qur’an interpretation of gender verses often inaccurate and bias among the mufassirs, whether they are classic or contemporary. The differences of their views are caused by variance instruments among the mufassirs. Most of them justify the Al-Qur’an interpretation based on the verses text of Al-Qur’an and search for the truthful meaning by using hadists or scientific knowledge. This instrument, by contemporary mufassirs is called textual (accurate with the meaning of verses text) or by classic mufassirs is called al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi la bi khushûsh al-sabab. For the meantime, other mufassirs interpret the Al-Qur’an verses originated from real life context. Verses text serve as sustainable supporting media, meanwhile verses text which opposite with real life context is considered irrelevant. This instrument, by contemporary mufassir is called contextual al-‘ibrah bi khushûsh al-sabab lâ bi umûm al-lafzhi . The purpose of this research is to reveal the views of Muhammad Quraish Shihab about gender verses and tools that he used in defining gender verses in al- Mishbah interpretation. The steps taken in this research are: First, to identify and clarify gender verses in Al-Qur’an. Second, restrict those verses which relate to human re-creation, heritage, witness, leadership, and polygamy.Finally, carry out a deeply analysis to al-Mishbah interpretation which relates to those gender verses. This research discovered that the view of Muhammad Quraish Shihab about gender is sexes. Therefore, gender bias is a deviation that carried out by everyone, man or woman, Moslem or non Moslem, and Ulama or non Ulama, which has been happening from the ancient times until today; for example: someone who gives the right to other people more than his destiny, or someone who does not give other people’s right as his destiny is called gender bias. Muhammad Quraish Shihab has the same point of view with classic Mufassir about woman’s rights in his interpretation, which is return to the text, he also pay attention to present context. That is why he looks as if he is a moderate scriptural since he put a lot of effort to return to the problems which is faced by Moslem people to the holly Al-Qur’an by carefully examines the context. The media used by Muhammad Quraish Shihab is the same with the classic mufassirs that is accurate with the meaning of verses text or al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi la bi khushûs al-sabab . According to Muhammad Quraish Shihab beliefs, as a human being, there are no different between man and woman, because making a comparison between two different sexes will create the third creature, neither a man nor a woman. A woman should be positioned according to her fate, because by giving woman’s more of her civil rights other than her destiny or not giving her the rights as her destiny is considered gender bias. The outcome of this research demonstrates that Muhammad Quraish Shihab interpret Al-Qur’an verses entirely, meanwhile, the contemporary Mufassirs have been interpreting verses only partially.

xvi

KATA PENGANTAR

ﺎﻧﺪﯿﺳ ﻰﻠﻋ مﻼﺴﻟا و ةﻼﺼﻟاو , ﻢﻌﻨﻟا ﻢﻈﻋا ﻰﻫو مﻼﺳﻻاو نﺎﻤﯾﻻا ﺔﻤﻌﻨﺑ ﺎﻨﻤﻌﻧا ىﺬﻟا ﷲ ﺪﻤﺤﻟا . ﺪﻌﺑ ﺎﻣا ﻦﯾﺪﻟا مﻮﯾ ﻰﻟا ﻪﻌﺒﺗ ﻦﻣو ﻪﺒﺤﺻ و ﻪﻟآ ﻰﻠﻋو ﻦﯿﻘﺘﻤﻟا مﺎﻣاو ﻦﯿﯿﺒﻨﻟا ﻢﺗﺎﺧ ﺪﻤﺤﻣ Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena

atas rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir Al- Mishbah ”. Disertasi ini ditulis dalam rangka menyelesaikan studi jenjang S3 Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw. beserta sahabat dan keluarganya. Keberhasilan penulisan Disertasi ini tidak terlepas dari jasa, bantuan, dan dorongan semua pihak, antara lain para dosen Pascasarjana UIN Jakarta, khususnya dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu dan mengarahkan penulis terhadap semua masalah yang ada dalam proses penulisan Disertasi ini.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian tugas yang mulia ini, yaitu:

xvii

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.A. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah pada Program Pascasarjana (S3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga telah memberikan bantuan moril dan materil.

2. Direktur Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

H. Komaruddin Hidayat, M.A. beserta para dosen yang dengan tulus dan ikhlas berkenan memberikan ilmu sehingga mengantarkan penulis untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini.

3. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. sebagai promotor yang telah banyak mengarahkan penulis dalam merumuskan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

4. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. sebagai promotor dan juga sebagai ketua konsentrasi Tafsir Hadis di Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak mengarahkan penulis dalam merumuskan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

5. Kepala Perpustakaan Pascasarjana dan Umum UIN Syrif Hidayatullah Jakarta, IIQ, dan perpustakaan pribadi almarhum K.H. Ibrahim Hosen, LML.

6. Kedua orang tua penulis, ayahanda Mungtamad (almarhum) dan ibunda Fatimah (almarhumah) yang telah mendidik penulis diwaktu kecil.

xviii

7. Kedua orang tua asuh penulis, Bapak Prof.K.H.Ibrahim Hosen,LML (almarhum) dan Ibunda Zatiah Ibrahim Hosen yang telah memberikan bantuan baik materil maupun moril selama penulis ikut dirumahnya.

8. Istri tercinta, Yesmini Hasnul dan anak tercinta Raudhatul Azhar yang telah sabar dan rela memberikan pengorbanan waktu, memberikan kelapangan hati bahkan memberi dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

9. Teman, kolega, dan semua sahabat yang tidak mungkin disebutkan satu per satu atas kebaikan dan kontribusi mereka baik dalam bentuk saran, gagasan, bahkan ide-ide yang semuanya sangat mendukung untuk penyempurnaan disertasi ini.

Akhirnya, penulis berdoa kepada Allah swt. semoga semua bantuan dan partisipasi dari semua pihak tersebut, diberikan ganjaran yang berlipat ganda dari Allah swt. Demikian pula semoga disertasi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Amin.

Jakarta, Agustus 2006 Sya’ban 1427

Penulis

xix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam penulisan disertasi ini, penulis menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut:

A.Konsonan

B. Vokal Pendek C. Vokal Panjang

a Contoh أﺮﻗ ditulis qara’a â Contoh ﺎﻣﺎﻗ ditulis qâmâ

i Contoh ﻢﺣر ditulis rahima î Contoh ﻢﯿﺣر ditulis rahîm

u Contoh ﺐﺘﻛ ditulis kutub û Contoh مﻮﻠﻋ ditulis ‘ulûm

xx

PANITIA UJIAN PROMOSI

Ketua Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tim Penguji Disertasi :

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA Dr. H. Yusuf Rahman, MA

xxi

44

F. Metodologi Penelitian ………………………………….

49

G. Sistematika Penelitian ……………………………….....

50

BAB II. TAFSIR AL-MISHBAH DAN PENAFSIRNYA

50

A. Tafsir Al-Mishbah

50

1. Nama Yang Dipilih

51

2. Motivasi Yang Mendorong Penulisannya

52

3. Sumber Penafsiran Yang Dirujuk

53

4. Metode Penafsiran Yang Dipilih

54

5. Bentuk Dan Corak Tafsirnya

54

6. Sistematika Penulisannya

55

B Riwayat Hidup Muhammad Quraish Shihab

55

1. Latar Belakang Keluarga

56

2. Latar Belakang Pendidikan

62

3. Latar Belakang Karier dan Pengabdian

65

4. Karya Intelektual

84

BAB III. SEKILAS TENTANG TEORI JENDER ………………..

84

A. Pengertian Jender ………………………………………

85

B. Atribut dan Identitas Jender …………………………....

87

C. Biologi/Jender dan Perilaku Manusia ……………….....

D. Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab …………. 104

BAB IV. ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER

xxiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penafsiran al-Qur'an masih sering dijadikan dasar untuk menolak kesetaraan jender. Kitab-kitab tafsir dijadikan referensi dalam mempertahan- kan status quo dan melegalkan pola hidup patriarki, yang memberikan hak-hak

istimewa kepada laki-laki dan cenderung memojokkan perempuan. 1 Kitab tafsir yang dimaksud menurut hemat penulis antara lain tafsir

Jâmi al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qur’an karya al-Thabari, karena dia terkenal hanya mengumpulkan hadis-hadis tanpa menyeleksi keshohehan hadis yang dia kumpulkan, antara lain tentang hadis penciptaan perempuan yang dikutip al- Thabari dalam tafsirnya berbunyi :

Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, ”Amr Bin Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari al-Saddi telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia berjalan di dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri yang dia cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba tiba di atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk yang diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada apa engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam bertanya,

1 Nasaruddin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Bias Jender ) (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Tafsir pada Fak.Ushuluddin IAIN Syahid

Jakarta, 2002), h.1 2 Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari/Jami al-Bayân fî Ta ’ wîl al-

Qur ’ an, (selanjutnya tertulis Tafsir al-Thabari) (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. III, Jilid III, h. 566

'Untuk apa kamu diciptakan?', Dia menjawab, 'Agar kamu cenderung kepadanya ".

”Ibnu Hamid telah berkata, 'Salmah dari Ibnu Ishak menceritakan kepada kami. Dia berkata, 'Adam mengantuk, di mana berita itu sampai kepada kami dari Ahlu al-Kitab dari Ahli Taurat dan Ahli Ilmu lainnya. Dari Abdillah Bin al-Abbas dan yang lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu tulang rusuk Adam dari sebelah kiri, di mana Adam sedang tidur, yang belum bangun dari tidurnya, Allah swt. menciptakan Istri Adam dari tulang rusuk Adam yaitu Hawa, lalu Allah menyempurnakannya menjadi seorang perempuan, agar Adam menjadi tenang hatinya kepadanya, ketika mengantuknya hilang, Adam bangun dari tempat tidurnya, dia melihat perempuan itu berada di sampingnya, lalu Adam berkata, 'Pada apa yang mereka duga Hanya Allah yang tau, dagingku, darahku dan istriku, lalu dia menjadi tentram bersamanya.'"

Dua hadis tersebut persis seperti cerita yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang diterbitkan oleh Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta tahun 1997 ayat 21-23 yang berbunyi,

Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu, 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan

dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki. 4

3 Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari…, h. 566 4 Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta, Al-Kitab (Perjanjian Lama), (Jakarta: Lembaga al-

Kitab Indonesia, 1997), Cet. Ke-155, h. 2

Di dalam Islam ada beberapa isu kontroversi berkaitan dengan relasi jender, antara lain tentang asal usul penciptaan perempuan, konsep kewarisan, persaksian, poligami, hak-hak reproduksi, hak talak perempuan, serta peran

publik perempuan. 5 Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpan beberapa

masalah, baik dari segi subtansi kejadian maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (seks) melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap perbedaan jenis

kelamin inilah yang disebut jender. 6 Penulis sepakat untuk meninjau kembali penafsiran ayat-ayat yang

bernuansa jender dalam rangka pemberdayaan perempuan dan sekaligus untuk meluruskan pandangan negatif tentang perempuan yang selama ini telah mendominasi pandangan kebanyakan masyarakat manusia. Namun kita harus berhati-hati dalam menyimpulkan suatu penafsiran orang lain yang dianggap keliru itu, bila kita hanya memahami ayat al-Qur’an bersifat parsial.

Bila kita memperhatikan secara cermat tentang makhluk Allah, maka kita akan melihat semua ciptaan Allah di alam ini tidak ada yang sama, khususnya manusia sebagai makhluk yang berakal. Pada hakikatnya manusia tidak ada yang sama persis baik amal, rizki, IQ, tubuh, hak, dan kewajibannya sesuai dengan fungsi dan kadar kualitas yang dimilikinya. Misalnya antara sesama manusia mesti ada perbedaan, laki-laki berbeda dengan perempuan,

5 Nasaruddin Umar, Bias Jender…, h. 1 6 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

Kesetaraan Jender ) (Jakarta: Parama-dina, 2001), Cet.II., h.1 Kesetaraan Jender ) (Jakarta: Parama-dina, 2001), Cet.II., h.1

Contoh kongkrit dapat kita lihat adanya dua orang saudara kembar. Secara fisik mungkin kelihatannya sama padahal bila diteliti secara cermat suara dan sidik jari keduanya pasti berbeda.

Islam selalu menghargai sifat seorang perempuan dan menganggapnya memainkan peran yang menyatu dengan peran laki-laki. Islam juga menganggap laki-laki memainkan peran yang menyatu dengan peran perempuan. Keduanya bukanlah musuh, lawan, atau saingan satu sama lain. Justru keduanya saling menolong dalam mencapai kesempurnaannya masing- masing sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia secara

keseluruhan. 7 Lelaki dan perempuan memiliki kekurangan yang tidak dapat ditutup

kecuali oleh lawan jenisnya. (Q.S.al-Taubah/9:71) dan (Q.S.al-Baqarah/2:187). Perintah Allah kepada alam semesta menjadikan adanya pasangan dalam segala hal di dalamnya. Prinsip ini terwujud dalam kehadiran laki-laki dan perempuan dalam dunia kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, dan adanya positif dan negatif dalam dunia tak hidup dengan gejala magnet, listrik, dan sebagainya. Bahkan dalam atom terdapat muatan positif dan negatif, yakni

proton dan elektron. 8 Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an

7 Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita Dalam Islam, (selanjutnya tertulis Kedudukan Wanita ) Terjemahan Melathi Adhi Damayanti dan Santi Indra Astuti, (Jakarta: PT.Global Media

Publishing, 2003), h. 39 8 Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita …, h. 39

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. al-Dzâriyât/52: 49).

Laki-laki dan perempuan seperti sebuah kaleng dengan tutupnya. Sebuah kesatuan yang meliputi suatu benda dan suku cadangnya. Yang satu tidak akan ada tanpa yang lain. Ketika Allah menciptakan jiwa manusia yang pertama (Adam), Dia juga menciptakan pasangannya (Hawa), sehingga ia

dapat membangun dan menemukan kedamaian bersamanya. 9 Perempuan tidak dilarang bekerja di luar rumah. Hal ini dapat dilihat

dalam kisah Nabi Musa a.s. pada saat Nabi Musa tiba di sumber air Madyan, sebagaimana diceritakan dalam (Q.S.al-Qashash/28:23-25) :

ٍﺀﺎﻴﺤِﺘﺳﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﻲِﺸﻤﺗ ﺎﻤﻫﺍﺪﺣِﺇ ﻪﺗَﺀﺎﺠﹶﻓ ( ٢ ٤ ) ﲑِﻘﹶﻓ ٍﺮﻴﺧ ﻦِﻣ ﻲﹶﻟِﺇ ﺖﹾﻟﺰﻧﹶﺃ ﺎﻤِﻟ ﻲﻧِﺇ ﺏﺭ ﹶﻝﺎﹶﻘﹶﻓ ﱢﻞﱢﻈﻟﺍ ﺎ ﹶﻟ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﺺﺼﹶﻘﹾﻟﺍ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﺺﹶﻗﻭ ﻩَﺀﺎﺟ ﺎﻤﹶﻠﹶﻓ ﺎﻨﹶﻟ ﺖﻴﹶﻘﺳ ﺎﻣ ﺮﺟﹶﺃ ﻚﻳِﺰﺠﻴِﻟ ﻙﻮﻋﺪﻳ ﻲِﺑﹶﺃ ﱠﻥِﺇ ﺖﹶﻟﺎﹶﻗ ( ٢ ٥ - ٢ ٣ : ٢ ٨ / ﺺﺼﻘﻟﺍ ) ﲔِﻤِﻟﺎﱠﻈﻟﺍ ِﻡﻮﹶﻘﹾﻟﺍ ﻦِﻣ ﺕﻮﺠﻧ ﻒﺨﺗ

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua perempuan itu menjawab, "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala- pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya

9 Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita…, h. 40 9 Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita…, h. 40

Ketinggian derajat seseorang tidak ditentukan berdasarkan jenis kelaminnya, tapi berdasarkan kualitas takwanya (Q.S. al-Hujurât/49: 13). Karya laki-laki dan perempuan di sisi Allah diberi penilaian dan balasan yang sama dan sedikitpun tidak dibedakan. Bila melakukan kebaikan, akan diberikan kebaikan dan jika melakukan keburukan akan dibalas dengan keburukan. (Q. S. al-Zalzalah/99: 7-8). Siapa yang beramal saleh baik laki-laki maupun perempuan akan mendapat surga tanpa dikurangi sedikitpun pahalanya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 124). Begitu pula, baik laki-laki maupun perempuan akan memperoleh kebaikan dan keburukan dari apa yang dilakukan tanpa dizhalimi sedikitpun. (Q.S.al-Mu'min/40: 17). Begitu juga Nabi Muhammad saw. Telah menetapkan prinsip persamaan antara laki-laki dan perempuan dengan menegaskan : ﻢﺳﺎﻘﻟﺍ ﻦﻋ ﷲﺍ ﺪﻴﺒﻋ ﻦﻋ ﻯﺮﻤﻌﻟﺍ ﷲﺍ ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛﺪﺣ ﻁﺎﻴ ﳋﺍ ﺪﻟﺎﺧ ﻦﺑ ﺩﺎﲪ ﺎﻨﺛﺪﺣ ﺪﻴﻌﺳ ﻦﺑ ﺔﺒﻴﺘﻗ ﺎﻨﺛﺪﺣ

Artinya:”Qutaibah Bin Said telah menceritakan kepada kami, Hammâd Bin Khalid al-Khayyâth telah menceritakan kepad kami, Abdullah al-‘Umari telah menceritakan kepada kami dari ‘Ubaidillah, dari al-Qâsim dari ‘Aisyah telah berkata:”Rasulullah saw. ditanya tentang seorang laki-laki menjumpai air (kebasahan) padahal dia tidak mimpi, Rasulullah menjawab dia harus mandi dan tentang laki-laki mimpi tapi tidak basah, Rasulullah menjawab dia tidak perlu mandi Ummu Sulaim berkata:”Ada seorang perempuan melihat basah,

10 Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dâr al-Fikr, 1994), Jilid I., h. 66 10 Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dâr al-Fikr, 1994), Jilid I., h. 66

Namun pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami terkesan diskriminatif terhadap kaum perempuan, dan ayat-ayat ini pula yang sering digunakan para mufassir klasik untuk memojokkan perempuan.

Uraian ayat-ayat di atas seolah-olah ada perbedaan satu ayat dengan ayat yang lainnya, padahal ayat-ayat al-Qur'an itu semuanya bersumber dari Allah yang tidak mungkin akan saling bertentangan satu ayat dengan ayat yang lain. Jika makna suatu ayat seolah-olah bertentangan, maka perlu merujuk pada ayat lain, sehingga tidak terkesan antara ayat itu bertentangan. Sebagaimana firman Allah:

Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya…(Q.S. Fâthir/35: 8)

Dengan pernyataan ini seolah-olah Allah menyesatkan dan memberi petunjuk kepada hamba-Nya secara acak tanpa sebab yang jelas. Akan tetapi dugaan tersebut akan hilang jika membaca ayat lain yang berbunyi:

Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan (kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benerang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.(Q.S.al-Mâidah/5:16)

Begitu pula pada ayat-ayat yang bernuansa jender harus dipahami tidak parsial, salah satu contoh dalam (Q.S.al-Nisâ’/4: 11) menyatakan, bahwa bagian waris seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Ayat ini nampaknya tidak adil, karena bagian anak perempuan berbeda dengan Begitu pula pada ayat-ayat yang bernuansa jender harus dipahami tidak parsial, salah satu contoh dalam (Q.S.al-Nisâ’/4: 11) menyatakan, bahwa bagian waris seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Ayat ini nampaknya tidak adil, karena bagian anak perempuan berbeda dengan

suaminya, bahkan dia mendapat mahar dari suaminya. 11 Artinya, jika ayat-ayat al-Qur'an dipahami secara seimbang,

proporsional, dan terintegrasi satu sama lain, maka semua ayat yang tercantum dalam al-Qur'an tidak akan saling bertentangan. Begitu juga masalah ayat-ayat yang bernuansa jender, harus dipahami secara utuh, tidak parsial.

Tapi lain halnya jika menafsirkan ayat berangkat dari konteks ayat sebagaimana yang dikatakan oleh Husein Muhammad:

Saya kira soal warisan adalah berkaitan dengan realitas dari struktur hubungan suami istri. Selama laki-laki masih diposisikan sebagai penanggungjawab nafkah keluarga, membayar maskawin, membiayai ongkos-ongkos yang lain terhadap pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya, mut’ah (pemberian) dan sebagainya, maka pembagian 2:1 adalah adil. Kalau relasi tersebut telah berubah, maka ketentuan warisanpun bisa berubah. Sebab ketentuan warisan merupakan logika lurus dari relasi suami istri. Justru sangat tidak adil, jika 2:1 dipertahankan, sementara relasi suami istri telah mengalami

11 Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 2, h.351, Lihat Tafsir Said Hawa, al-Asâs Fî al-Tafsîr, Jilid II, h.1009, Lihat Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Marâghi,

Jilid IV, h.196, Lihat Zamakhsyari, al-Kasysyâf, Jilid I, h.469 Jilid IV, h.196, Lihat Zamakhsyari, al-Kasysyâf, Jilid I, h.469

Pada tataran konsep, laki-laki dan perempuan memang sama, tapi dalam penerapannya tidak mungkin disamakan, karena al-Qur'an sendiri tidak akan membebankan hukum kepada seseorang kecuali sesuai dengan kodrat, fungsi dan tugas yang dibebankan kepadanya. (Q.S. al-Baqarah/2: 286). Untuk mengetahui sisi perbedaan dan persamaan antara laki-laki dan perempuan tersebut seharusnya kembali kepada al-Qur'an dan Hadis. (Q.S. al-Nisâ’/4: 59). Karena al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. sebagai petunjuk bagi orang yang beriman untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Q.S. al- Baqarah/2: 2), sedangkan Hadis merupakan penjelasan terhadap al-Qur’an (Q.S. al-Nahl/16: 44). Al-Qur’an sendiri merupakan kebenaran yang mutlak (Q.S. Ali Imrân/3: 60).

Al-Qur’an sebagai petunjuk tidak ada manfaatnya jika hanya sekadar dibaca tanpa diketahui isi kandungannya. Oleh karena itu terhadap orang-orang Yahudi yang diberi kitab Taurat kemudian tidak mengamalkannya, diumpamakan Allah dengan keledai yang membawa Kitab Suci/Taurat (Q.S. al-Jumu'ah/62: 5). Begitu juga dengan orang Islam yang diberi al-Qur’an, tapi tidak mengamalkannya, ia bagaikan keledai yang membawa al-Qur’an. Untuk itu penafsiran al-Qur’an (kitab tafsir al-Qur'an) sangat penting peranannya dalam memahami kemurnian ajaran Islam dan untuk menggali serta memahami kandungan al-Qur’an untuk diamalkan dalam kehidupan sehari- hari.

Sehubungan dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi manusia, para mufassir berusaha memahami dan menjelaskan isi kandungan

12 Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, (Yogyakarta:LkiS, 2004), h.129 12 Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, (Yogyakarta:LkiS, 2004), h.129

Perempuan memang merupakan sebaik-baik perhiasan di dunia, sebagaimana ditegaskan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :

Hisyam telah menceritakan kepada kami, Isa Bin Yunus telah menceritakan kepada kami, Abdurrahman Bin Ziyâd Bin An’um telah menceritakan kepada kami dari Abdullah Bin Yazîd, dari Abdullah Bin Amr, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:”Bahwa dunia merupakan perhiasan dan tidak ada sesuatu perhiasan di dunia yang lebih baik daripada perempuan yang salehah. (H.R.Ibnu Majah).

Berbicara tentang perempuan memang indah, kendati nasib perempuan dalam perjalanan sejarah tidak seindah dirinya, bahkan sering tidak menarik. Perjalanan perempuan yang dikenal lembut, halus, dan luwes timbul tenggelam antara harapan dan kenyataan. Perempuan sewaktu-waktu berada dalam posisi di atas, namun sering pula tersungkur pada posisi di bawah tanpa ada yang menaruh belas kasihan.

Kaum perempuan pada masa jahiliyah bagaikan barang atau harta yang bisa diwarisi oleh keluarga yang ditinggalkan. Hal ini diungkapkan oleh Husen Muhammad Yusuf dalam bukunya yang berjudul Ahdâf al-Usrah Fî al-Islâm.

Bahwa seorang perempuan pada masa jahiliyah dapat diwariskan seperti harta warisan. Apabila suami sang istri meninggal dunia, maka anak yang bukan dari istri yang ditinggalkan (anak tiri) dapat mewarisi ibu tiri menjadi istrinya, bahkan boleh juga keluarga dekatnya yang mewarisi ibu tersebut sebagai istrinya tanpa mahar (maskawin) atau menikahkannya dengan orang lain, tapi maharnya diambil oleh keluarga

13 al-Hâfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yasin al-Quzweni, Sunan Ibnu Majah, (al- Qâhirah, Dâr al-Hadîs, 1998), Jilid II, h. 156 13 al-Hâfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yasin al-Quzweni, Sunan Ibnu Majah, (al- Qâhirah, Dâr al-Hadîs, 1998), Jilid II, h. 156

dibiarkannya sampai meninggal, lalu dia mewarisi hartanya. 14

Muhammad Quraish Shihab menyatakan, Perempuan sering kali diperlakukan secara tidak wajar, baik karena tidak mengetahui kadar dirinya maupun mengetahuinya namun terpaksa menerima pelecehan. Ini terjadi dalam masyarakat modern, lebih-lebih dalam masyarakat masa lalu. Pada zaman Yunani Kuno, dimana hidup filosof-filosof kenamaan semacam Plato (427-347 SM), Aristotales (384-322 SM) dan Demosthenes (384-322 SM), martabat perempuan dalam pandangan mereka sungguh rendah. Perempuan hanya dipandang sebagai alat penerus generasi dan semacam pembantu rumah tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki, karena itu perzinaan sangat merajalela. Socratos (470-399 SM) berpendapat bahwa dua sahabt setia, harus mampu meminjamkan istrinya kepada sahabatnya, sedangkan Demosthenes (384-322 SM) berpendapat bahwa istri hanya berfungsi melahirkan anak, filosof Arestotales menganggap perempuan sederajat dengan hamba sahaya, sedang Plato menilai kehormatan lelaki pada kemampuannya memerintah, sedangkan kehormatan perempuan menurutnya adalah pada kemampuannya melakukan pekerjaan-

pekerjaan yang sederhana/hina sambil terdiam tanpa bicara. 15

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menyatakan, Sejarah mencatat betapa suatu ketika perempuan dinilai sebagai makhluk kelas dua. Dalam masyarakat Hindu, istri harus mengabdi kepada suaminya bagaikan mengabdi kepada Tuhan. Ia harus berjalan dibelakangnya, tidak boleh berbicara dan tidak juga makan bersamanya, tetapi memakan sisanya. Bahkan sampai abad XVII, seorang istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar, atau kalau ingin tetap hidup sang istri mencukur rambutnya, memperburuk wajahnya agar terjamin bahwa ia tidak lagi akan diminati lelaki. Di Eropa – khushusnya pada masa lalu- perempuan belum juga mendapat tempatterhormat. Pada tahun 586 M, agamawan di Prancis masih mendiskusikan apakah perempuan boleh menyembah Tuhan atau tidak ? Apakah mereka juga dapat masuk surga ? Diskusi-diskusi itu berakhir

14 Husen Muhammad Yusuf, Ahdâf al-Usrah fî al-Islâm, (selanjutnya tertulis Ahdâf al-Usrah) (Cairo: Dâr al-I'tishâm , 1977 ), h. 24

15 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan), Ciputat: Lentera Hati, 2005), h. 102 15 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan), Ciputat: Lentera Hati, 2005), h. 102

pernikahan yang sah. 16 Dia juga menegaskan:”Bahwa Parlemen Skotlandia pada tahun 1567 M.

menetapkan bahwa perempuan tidak boleh diberi sdikit wewenangpun, bahkan pada pemerintahan Henry VIII (1491-1547 M.) di Inggris, lahir keputusan

yang melarang peremuan membaca kitab Injil (Perjanjian Baru).” 17

Selanjutnya dia menyatakan, Kendati Eropa telah mengalami revolusi industri (1750 M.) dan

perbudakan telah dikumandangkan penghapusannya, namun harakah dan martabat perempuan belum juga mendapat tempatnya yang wajar. Mereka bekerja di pabrik-pabrik, namun gajinya lebih rendah daripada lelaki, bahkan di Inggris sampai dengan tahun 1805 M., perundang- undangan mereka mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Bahkan menurut Rasyid Ridha (1865-1935 M) dalam bukunya Nidâ’ al-Jins al- Lathîf mengutif koran Inggris- di pedalaman Inggris (hingga masa itu) masih ditemukan suami yang menjual istrinya dengan harga yang sangat murah, sampai tahun 1882 M, perempuan di sana belum memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh, tidak juga berhak menuntut ke pengadilan. Sisa-sisa dari pandangan ini menjadikan seorang perempuan hingga masa kita ini, harus menghapus nama ayahnya yang menyertai namanya- sebelum ia menikah dan menggantinya dengan nama

suaminya- begitu ia menjadi istri dari seorang lelaki. 18

Dia menambahkan, Perempuan- di masa lampau- juga dinilai tidak wajar mendapat pendidikan, Elizabeth Black Will, dokter perempuan pertama yang menyelesaikan setudinya di Geneve University pada tahun 1849 M, dibaikot oleh teman-temannya sendiri dengan dalih bahwa perempuan tidak wajar memperoleh pelajaran, bahkan ketika sementara dokter bermaksud mendirikan Institut Kedokteran Khusus perempuan di Philadelphia Amerika Serikat, ikatan dokter setempat mengancam akan

membaikot semua dokter yang mengajar di Institut itu. 19

16 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,…h. 103 17 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,… h. 104

19 Mhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 104 Mhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 105

Jadi bila kita melihat dari masa ke masa, perempuan tidak mendapat perhatian yang serius. Namun dalam ajaran Islam, justru perempuan itu mendapatkan kedudukan yang layak dan terhormat.

Di masyarakat Islam masih ada praktik-praktik yang menyalahi aturan Islam, seperti ada orang tua memaksa mengawinkan anak perempuannya tanpa dikehendaki oleh anak tersebut. Ada juga orang tua yang membeda- bedakan anak laki-laki dan perempuan. Itu semua bukan ajaran Islam, melainkan perbuatan adat-istiadat orang dahulu. Islam adalah sesuatu dan

perbuatan orang Islam adalah sesuatu yang lain. 20 Jadi, kita sebagai ummat Islam harus bisa membedakan antara ajaran Islam dan perbuatan orang Islam,

karena perbuatan orang Islam belum tentu sesuai dengan ajaran Islam. Begitu juga ada sebagian orang menuntut persamaan hak secara mutlak antara laki-laki dan perempuan dan tidak mau mengikuti aturan Islam, padahal aturan Islam lebih adil daripada aturan yang dibuat oleh manusia. Karena Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Allah pula yang membuat peraturan untuk mereka yang tidak memihak kepada salah satu jenis laki-laki dan perempuan, tidak ada kepentingan bagi Allah, tapi Allah Maha

Tahu terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. (Q.S. al-Muluk/67: 14). 21 Islam memperbaiki manusia berdasarkan kenyataan, maslahat umum

bagi masyarakat. Agar semuanya bagaikan satu tangan dan satu badan, sehingga bila salah satu anggota merasakan sakit, maka seluruh anggota badan merasakan sakit. Sedangkan keadilan pada masa sekarang beragam. Adil menurut orang Timur berbeda dengan adil menurut orang Barat, begitu juga adil menurut orang Barat berbeda dengan adil menurut kaum Zionis, akan tetapi adil menurut Tuhan hanya satu, karena Allah hanya satu, maka aturan- Nya juga satu (Q.S. al-An’âm/6: 153). Islam memerintahkan bersikap adil sekalipun terhadap musuh dan memerintahkan rasa belas kasihan kepada

20 Salim al-Bahnasawi, al-Mar ’ ah…,

h. 19

21 Salim al-Bahnasawi, al-Mar ’ ah …,

h. 48 h. 48

Nasib perempuan baru terbela setelah al-Qur'an diturunkan. Al-Qur'an memposisikan perempuan pada tempat yang terhormat, karena al-Qur'an tidak menjadikan perempuan sebagai tirai pemisah dan tidak menjadikan rendah derajat seseorang perempuan. Al-Qur'an melihat tinggi rendahnya seseorang dari segi takwanya bukan dari segi jenis kelaminnya. (Q.S. al-Hujurât/49: 13).

Berkaitan dengan hal ini Syekh Mahmud Syaltut menegaskan:

"Perhatian ini menunjukkan atas kedudukan yang selayaknya perempuan itu ditempatkan menurut pandangan Islam. Sungguh kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan kedudukan yang tidak pernah diperoleh pada syariat agama samawi terdahulu dan tidak pula ditemukan dalam masyarakat manusia manapun."

Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Makhluk yang memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh Allah. Di dalam Islam, haram hukumnya berbuat aniaya dan memperbudak perempuan. Allah mengancam orang yang melakukan perbuatan itu dengan siksa yang sangat pedih. Dari aspek kemanusiaan, laki-laki dan perempuan adalah sama-sama manusia (Q.S. al-Hujurât/49:13). Dari aspek mengemban keimanan keduanya sama (Q.S. al-Burûj/85: 10). Dari aspek menerima balasan akhirat keduanya

22 Salim al-Bahnasawi, al-Mar ’ ah …, h. 49 23 Muhammad Syaltut , Al-Islâm 'Aqidatan wa Syariatan, (Beirut: Dâr al-Qalam, 1966),

h. 227 h. 227

Mahdi Mahrizi mengatakan bahwa,

Islam membagi wilayah kehidupan menjadi dua bagian, manusia dan jenis kelamin. Wilayah manusia tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, karena wilayah ini tidak pernah mengenal jenis kelamin, tidak memperhatikan feminim atau maskulin, karena keduanya–laki-laki dan perempuan–secara aktif berusaha keras mencari dan menuju kesempurnaan. Namun pada wilayah kedua, perempuan mesti menjadi seorang perempuan, hanya melakukan aktivitas-aktivitas keperempuanan dan mematuhi kebutuhan-kebutuhan spesialnya, sebagaimana laki-laki dalam wilayah ini harus berperilaku seperti seorang laki-laki, hanya melakukan aktivitas-aktivitas

kelelakiannya. 25

Tak seorangpun dapat memungkiri bahwa perlu upaya keras untuk mengenal dua makhluk Tuhan ini, laki-laki dan perempuan, sehingga mampu mengkritisi berbagai budaya, aturan, etiket, formalitas, dan pandangan tersebut. Dalam hal ini, kita harus benar-benar menggunakan teks-teks agama yang qath’i (pasti) dan mutawâtir. Al-Qur’an dan as-Sunnah, disertai dengan berbagai penyimpulan dan eksperimen intuitif serta pemikiran manusia. Dengan kata lain, mencermati riset-riset berpengalaman dan mengenal deduksi-deduksi pengetahuan yang tak terbantahkan, sangatlah berperan dalam

memahami teks- teks agama secara lebih baik. 26 Mahdi Mahrizi menyatakan bahwa,

Perempuan adalah manusia yang memiliki semua bakat untuk berkembang, tanpa memiliki cacat atau kesalahan apapun pada esensi entitasnya. Dan kendati perempuan memiliki seluruh faktor kesempurnaan dan kemajuan, sebagaimana lelaki, namun perempuan

24 Haya Binti Mubarak al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Terjemahan Amir Hamzah Fachruddin, (Jakarta: Darul Falah, 1421 H), Cet. VII, h. 11

25 Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal Menurut Islam, (selanjutnya tertulis Wanita Ideal) (Jakarta: Madani Grafika, 2004), h. 10

26 Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal…, h. 11 26 Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal…, h. 11

ini berlaku pada banyak aspek dan respek ihwal kaum perempuan. 27 Kita sebagai umat Islam harus berpedoman kepada al-Qur’an dalam

aktivitas sehari-harinya, khususnya dalam membina rumah tangga. Karena bila kita berpedoman kepada keinginan hawa nafsu, langit dan bumi berikut isinya akan hancur (Q.S. al-Mu'minûn/23: 71). Kenyataannya tidak semua manusia sanggup mengambil manfaat petunjuk dari al-Qur’an, bahkan menentangnya dan jumlahnya mayoritas. (Q.S. al-Anbiyâ/21: 24).

Al-Qur'an sendiri ada yang bersifat muhkamât atau disebut Qath'iy 28 dan ada juga yang bersifat mutasyâbihât atau disebut zhanny 29 (Q.S. Ali Imrân/3: 7).

Ayat-ayat yang bersifat muhkamât tidak berlaku bagi mujtahid untuk menafsirkan

sekehendak hatinya. Sesuai dengan kaidah ushul fikih ﺩﺎﻬﺘﺟﻼﻟ ﺎﳍ ﻝﺎ ﳎ ﻻ artinya

27 Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal…, h. 16 28 Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Cairo : Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar,1968) , h. 35 mengatakan ﻪﻨﻣ ﻩﲑﻏ ﲏﻌﻣ ﻢﻬﻔﻟ ﻝﺎﳎ ﻻﻭ ﻼﻳﻭﺎﺘﺗ ﻞﻤﺘﳛ ﻻﻭ ﻪﻨﻣ ﻪﻤﻬﻓ ﲔﻌﺘﻣ ﲏﻌﻣ ﻲﻠﻋ ﻝﺩﺎﻣ artinya

lafazd yang menunjukkan makna tertentu yang harus dipahami darinya, tidak mengandung kemungkinan takwil serta tak ada tempat atau peluang memahaminya dengan ma'na lain selain ma'na tersebut.

29 Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih…, h. 35 mengatakan, ﻝﻭ ﺆﻳ ﻥﺍ ﻞﻤﺘ ﳛ ﻦﻜﻟﻭ ﲏﻌﻣ ﻲﻠﻋ ﻝﺩﺎﻣ ﻩ ﲑﻏ ﲏﻌﻣ ﻪﻨﻣ ﺩﺍﺮﻳ ﻭ ﲏﻌﳌﺍ ﺍﺬﻫ ﻦﻋ ﻑﺮﺼﻳﻭ , artinya lafadh yang menunjukkan atas suatu makna, tapi dapat

dimungkinkan untuk ditakwil dan dipalingkan dari makna tersebut dan dimaksudkan dari lafadh itu makna yang lain.

tidak ada lapangan ijtihad terhadap ayat-ayat yang berstatus qath’iyu al- dalâlah 30 (ayat-ayat yang bersifat muhkamât).

Namun penulis dalam hal ini tidak akan membahas masalah ayat-ayat qath'iy atau zhanny secara mendetail karena penulis hanya memfokuskan pada penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab. Muhammad

Quraish Shihab sendiri cenderung untuk mengatakan bahwa, "Ayat al-Qur'an baru disebut qath'iy bila didukung oleh ayat-ayat lain yang maksudnya sama sehingga tidak bisa diartikan makna lain kecuali makna yang terkandung

dalam nashsh tersebut. 31 Sedangkan ayat-ayat yang bersifat zhani al-dalâlah merupakan