Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komisi Doa (Bentuk-bentuk Pelayanan Komisi Doa di Jemaat GPIB “Bethesda” Sidoarjo Dalam Tinjauan Konseling Pastoral) T1 712008035 BAB II

BAB II
GEREJA DAN PASTORAL
2.1. Pengertian Gereja
Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk
dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat dan
sadar akan eksistensi Allah didalam kehidupannya. Pertemuan dengan Kristus pun dipahami
berada di dalam diri seseorang ataupun juga di dalam sebuah wadah persekutuan. Gereja
sebagai wadah untuk kemudian mengumpulkan bahkan mempersatukan ragamnya pola pikir,
ras dan budaya ini yang kemudian menjadi sangat penting untuk dikembangkan dan
dipertahankan di tengah-tengah masyarakat. Gereja berasal dari istilah Yunani yaitu ekklesia
berarti pertemuan atau sidang (jemaat), dipahami sebagai tempat bertemunya masyarakat
beragama yang disebut juga sebagai “jemaat Allah”.1 Pertemuan ini merupakan hal yang
penting bagi orang-orang percaya karena merupakan tempat bertemu dengan saudara-saudara
beriman dan juga bertemu dengan Allah secara khusus. Ekklesia seharusnya menunjuk bukan
hanya pada sekelompok orang Kristen yang berhimpun sebagai perkumpulan, melainkan juga
persekutuan yang melembaga.2 Oleh sebab itu maka Ekklesia atau gereja menjadi penting dan
perlu diperhatikan agar supaya dapat menjalankan misi Kristus ditengah-tengah dunia.
Tata Gereja GPIB mengatakan bahwa; Gereja adalah Tubuh Kristus dan Kristus
sendiri adalah Kepalanya. Oleh karena itu Kuasa yang ada dalam gereja adalah Kuasa
Kristus. Kekuasaan itu mutlak atas gereja melalui firmanNya, dan tidak dapat
diwakilkan kepada seseorang atau beberapa orang.3

Pemahaman ini dipahami oleh GPIB oleh karena GPIB memahami bahwa sejak
dahulu sampai saat ini, Kristus akan tetap bekerja di tengah-tengah dunia. Pemimpin-

1

Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid I, (Jakarta: Tyndale House Publishers, INC.,
2007) , 332.
2
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab – A Dictionary of the Bible, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 118.
3
Ketetapan Persidangan Sinode XIX – GPIB, Tata Gereja GPIB: buku III, (Jakarta: Majelis Sinode, 2010), 8.

pemimpin yang hadir ditengah-tengah gereja dan terpanggil oleh-Nya adalah orang-orang
yang melayani Kristus dengan misi yang ditugaskan kepadanya masing-masing. Yesus yang
merupakan kepala gereja, satu-satunya pemimpin sejati yang memimpin Ekklesia dan
mengutus dengan satu Misi (matius 16:18). Karena gereja merupakan sebuah kesatuan di
dalam Yesus Kristus maka, kehadiran gereja itu tampak dalam kehidupan gereja-gereja
diberbagai tempat, Negara, bangsa, suku dan kemudian melembaga sebagai sebuah organisasi
gerejawi dalam masyarakat. Dengan itu maka jemaat yang merupakan bagian dari gereja
merupakan sebuah aspek penting untuk senantiasa dipelihara dan juga dibentuk. GPIB pun

memahami bahwa penampakan citra Allah melalui Gereja-Nya akan terlihat melalui
kehidupan jemaat-jemaat, dimana Jemaat-jemaat tersebut harus dipahami sebagai bagian
yang utuh dalam GPIB dan sekaligus merupakan wujud dari gereja yang kudus dan am. 4
Dalam masyarakat, gereja banyak memiliki tantangan yang terkadang mengoyahkan
pertahanan gereja di dalam misi sebagai perantara Kristus di dunia.
Dr. G. C. Van Niftrik dan Dr. B. J. Boland mengatakan bahwa gereja zaman ini,
terkesan memiliki dua penampakan yaitu; “yang kelihatan” dan “yang tidak
kelihatan”. Oleh sebab itu gereja sebagaimana disebutkan di dalam pengakuan iman
dijadikan suatu pengertian rohani yang abstrak, membuat pengertian gereja yang
sebenarnya adalah gereja yang “tak kelihatan”.5
Pemahaman akan pengertian gereja dipahami bukan hal yang mudah, karena secara
langsung kita harus menggabungkan dua inti dari gereja itu sendiri yaitu ekklesiologia (=
ajaran tentang gereja, Yunaninya “ekklesia”) dan kembali kepada Kristologia (= ajaran Yesus
Kristus). Dengan itu maka kita dapat menjalankan dan membangun sebuah gereja dengan
dasar pemahaman yang benar.
2.2. Tugas dan Panggilan Gereja

4
5


Ibid 3
G. C. van Niftrik dan B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 352-355.

Dalam ekklesiologi yang penulis pahami, merupakan usaha pembelajaran tentang
gereja secara teologis dimana membawa gereja kepada sebuah titik temu antara gereja dengan
masyarakat itu sendiri. Melalui pemahaman yang diawali dengan iman akan Yesus, dimana
menjadikan Yesus sebagai sentral membuat adanya relasi antar kerajaan Allah dengan gereja
itu sendiri.
Yusak B. Setyawan mengatakan bahwa; “Elemen-elemen kemanusiawiaan dan
keillahian saling bersinggungan dalam Gereja Tuhan. Gereja dipimpin oleh manusia
dan oleh otoritas Ilahi”.6
Dalam iman akan Yesus pun, gereja kemudian menjadi komunitas yang penuh roh
kudus namun tidak dapat dipungkiri bahwa gereja pun bersifat dinamis. Keberagaman yang
ada, baik dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat membuat gereja harus tetap kuat
dengan menjalankan misi-misinya sebagai panggilan Allah dalam penyebaran kebenaran
dalam Yesus Kristus yang bersifat universal. Disisi lain, adanya model-model gereja
dipahami sebagai ciri khas sebuah komunitas Kristen dalam pencapaian sasarannya.
Relevansi gereja kemudian sangatlah penting agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidup jemaat dan gereja pun dapat terus berkembangan dalam misi dan visi gereja dalam
mempermuliakan dan memperlebar kerajaan Allah. Oleh sebab itu, pertumbuhan alamiah

sebuah gereja pun perlu diperhatikan agar dapat memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan
juga bagi jemaat-Nya.
Kesadaran akan kebutuhan gereja dalam hal ini merupakan jemaat itu sendiri
membawa kita kepada sebuah pemahaman bahwa misi dan visi gereja didasari oleh ajaran
Yesus Kristus yang juga bertujuan untuk mensejahterakan jemaat Allah itu sendiri. GPIB pun
menonjolkan hal ini di dalam visi GPIB sesuai dengan Tata Gereja GPIB yaitu GPIB menjadi
Gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-Nya. Tata Gereja GPIB pun

6

Yusak B. Setyawan, Hand-outs Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana,
2011), 23.

dirumuskan melalui berbagai aspek, salah satunya aspek pengembalaan yaitu untuk
memelihara kehidupan spiritual yang kristiani dari warga jemaat agar dapat melaksanakan
panggilan dan pengutusan-Nya, maka itu pula dilaksanakan pengembalaan di dalam gereja.7
Dengan ini maka, diharapkan gereja dapat mempersatukan persaudaraan di dalam satu iman
yang membawa keselamatan kepada setiap orang.
Salah satu ciri-ciri esensial gereja adalah dipersatukan dan berusaha bersatu.
Persekutuan persaudaraan dapat mengokokohkan kesatuan jemaat.8

Dengan ini maka, penulis memahami bahwa tugas dan panggilan gereja secara jelas
didasari oleh ajaran Yesus Kritus yang ingin menyelamatkan umat-Nya secara universal.
Disisi lain, gereja kemudian memberikan berbagai macam pelayanan kepada jemaat-Nya agar
dapat merasakan keselamatan dan sejahtera dari Allah.
Abineno dalam bukunya “Kelompok Doa” menjelaskan bahwa ada tugas gereja dalam
hal ini dilakukan oleh para Pelayan gereja dan juga jemaat-Nya. Tugas-tugasnya
antara lain; Pertama, pemberian ruang kesaksian dan pelayanan yang wajar kepada
anggota-anggota jemaat. Kedua, pembangunan hidup persekutuan. Ketiga, partisipasi
anggota-anggota jemaat dalam kebaktian. Keempat, penyelenggaraan kumpulankumpulan doa yang baik.9
Gereja sebagaimana tugasNya harus berfungsi secara maksimal, oleh sebab itu segala
keterbatasan yang ada di gereja harus di minimalisir agar supaya setiap pelayanan dapat
berjalan dengan baik dan mencapai sasaran. Peran serta jemaat secara umum sangat
dibutuhkan untuk membantu berjalannya pelayanan di dalam gereja. Oleh sebab itu, gereja
pun harus memberdayakan warga jemaat yang ada untuk kemudian ikut membantu tugas dan
pelayanan para pelayan gereja dalam hal ini pendeta dan majelis jemaat. Doa adalah bagian
penting selain pengajaran firman dan musik grejawi, oleh sebab itu menurut Abineno yang
dipahami oleh penulis adalah sebuah gereja pun harus mempunyai kelompok doa di dalam

Ketetapan Persidangan Sinode XIX – GPIB, Tata Gereja GPIB: buku III, (Jakarta: Majelis Sinode, 2010), 16.
Yusak B. Setyawan, Hand-outs Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana,

2011), 22.
9
J. L. Ch. Abineno, Kelompok Doa, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), 38-44.

7

8

pelayanannya. Dengan itu maka, kelompok doa merupakan sumber yang kuat untuk
membantu pelayanan dan tetap menjalin hubungan gereja dengan Allah.
2.3. Pengertian Pastoral
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna namun disisi lain,
manusia harus dipahami sebagai sosok yang terkadang rapuh didalam berbagai aspek. Inilah
yang kemudian membuat manusia menjadi makhluk sosial yang kemudian membutuhkan
orang lain untuk membantunya di dalam menghadapi pergumulan hidup. Pastoral dalam hal
ini pastoral Kristen muncul untuk membantu memenuhi kebutuhan manusia, dengan
memakai sosok Yesus sebagai panutan di dalam menjalankannya. Pastoral adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mencari dan mengunjungi anggota jemaat satu-persatu terutama yang
sedang bergumul dengan persoalan-persoalan yang menghimpitnya dengan menggunakan
firman Tuhan sebagai penguatan.

Aart Van beek dalam bukunya “Pendampingan Pastoral” mengatakan bahwa Pastoral
berasal dari “pastor” dalam bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani disebut “poimen”,
yang artinya “gembala”. Dan secara tradisional, dalam kehidupan grejawi kita hal ini
merupakan tugas “pendeta” yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau “dombaNya”.10
Pendeta kemudian dikaitkan dengan Yesus Kristus sang gembala yang secara
langsung rela berkorban untuk manusia dikayu salib. Tugas pendeta pun sebagai gembala
harus dapat membimbing domba-Nya agar dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Pengertian dasar dari pastoral, dipahami sebagai tugas seorang gembala yang dapat
membimbing dengan sukarela dan tanpa paksaan orang lain, agar dapat menyelamatkan
seseorang dari hidupnya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah lalu kemudian dapat
berubah dan kembali kepada jalan yang telah dikehendaki Allah.11 Pendeta atau gembala
yang dikaitan dengan gembala di dalam pastoral harus dapat memahami kondisi warga
10
11

Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 10.
Mesach Krisetya, Konseling Pastoral, (Salatiga: Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2010), 5.

jemaat secara Holistik atau menyeluruh. Dengan itu maka gembala dapat melihat,
memelihara dan mengarahkan domba-Nya sesuai dengan kehendak Allah.

Pandangan mengenai manusia secara holistic pun dikemukakan oleh Totok
Wiryasaputra dalam bukunya “Ready to Care” yakni Manusia merupakan makhluk
holistic, dimana pengertian sehat tidak secara statis, melainkan dinamis. Orang yang
kita dampingi terkadang bukan orang didalam penyakitnya melainkan manusia dalam
keutuhannya. Penyakit atau persoalan tertentu menjadi bagian utuh dari seseorang
yang memiliki sejarah, nilai, kepercayaan, kemampuan inheren, hubungan, dan
interaksi tertentu. Dan semuanya itu harus dilihat dari berbagai aspek kehidupan yang
minimal mempunyai empat aspek yaitu aspek fisik, mental, spiritual dan sosial.12
Usaha untuk mencari makna merupakan dasar dari kehidupan.13 Seorang gembala pun
harus dapat menjadi sosok yang sama Yesus di dalam setiap keterbatasannya. Dengan itu
maka sikap peduli dan menolong sesama dapat tercipta dan membawa setiap orang yang
membutuhkan kita dapat merasakan makna kehidupan dan kasih Tuhan dalam setiap aspek
kehidupannya.
2.4. Fungsi Pastoral
Ketika sebuah wadah kristen atau seperti yang kita kenal sebagai gereja mengadakan
pastoral di dalam pelayanannya, maka tentunya sikap itu memiliki makna yang sesuai dengan
fungsi-fungsi konseling pastoral untuk dapat memenuhi kebutuhan jemaat Allah. Fungsifungsi pastoral tentunya bertujuan untuk dapat melihat makna kehidupan dengan berbagai
pergumulan, membantu seseorang untuk dapat mendengarkan serta memecahkan masalahnya
sendiri dan memperdamaikan seseorang dengan kehidupannya. Menurut para ahli, fungsifungsi pastoral pun kemudian menjadi titik tolak seorang konselor untuk memulai karyanya
di dalam pencapaian tujuan pelayanan gereja

H. Clinebell dalam bukunya “Tipe-tipe dasar pendampingan dan konseling pastoral”
mengatakan bahwa ada tiga fungsi pastoral untuk mencapai sebuah tujuan pastoral
yakni; untuk membebaskan, memperkuat, dan memelihara keutuhan hidup yang

12
13

Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care, (Yogyakarta: Galangpress, 2006), 35-40.
Mesach, Konseling ..., 7.

berpusat pada Roh. Metode-metode pengembalaan dan konseling adalah dimensidimensi yang penting dari pelayanan yang memungkinkan adanya keutuhan itu.14
Membebaskan, memperkuat dan memelihara keutuhan hidup dalam roh merupakan
fungsi pastoral yang dapat membawa seseorang keluar dari “kotak” bebannya, lalu
mengarahkannya kepada sesuatu yang transenden dalam roh Allah untuk dapat menata
kembali kehidupannya sesuai dengan kehendak-Nya. Pengembalaan dan konseling harus
bersifat holistic (menyeluruh) artinya berusaha untuk memungkinkan penyembuhan dan
pertumbuhan keutuhan manusia dalam dimensi-dimensinya. Pengembalaan adalah pelayanan
pendeta dan anggota jemaat secara bersama dengan bertanggungjawab, untuk memampukan
anggota jemaat dapat saling melayani, di samping itu dengan menjalankan pelayanan kepada
orang lain maka konselor pun telah menjalankan pelayanan kepada dirinya sendiri yang unik

dan berharga. Untuk dapat menjalankan tugas pengembalaan maka seorang pendeta atau pun
anggota jemaat harus memiliki pemahaman pastoral yang cukup dan dapat menghidupkan
dirinya sendiri. Sebab dikatakan bahwa untuk menghidupkan seseorang maka diri sendiri pun
harus hidup.15 Setiap orang memiliki beban kehidupannya masing-masing. Oleh sebab itu,
penulis memahami bahwa setiap orang perlu memiliki kepekaan kepada dirinya sendiri dan
juga orang lain agar dapat memahami makna kehidupan. Dengan sikap menghidupkan diri
sendiri maka seseorang dapat lebih peka menghadapi dan mengakui kebutuhan manusia akan
sebuah penyembuhan secara terus-menerus, sehingga seseorang dapat menjadi “penyembuh
yang terluka”.
Buku “Ready to care” oleh Totok S. Wiryasaputra mengatakan bahwa dalam
menanggapi keprihatinan-keprihatinan kehidupan, pada dasarnya menjadikan
pendamping sebagai fasilitator perubahan dalam proses pndampingan dan konseling
yang kemudian dapat memfungsikan diri dalam berbagai cara, yakni menyembuhkan,
menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan membebaskan.16

14

Howard Clinebell, Tipe-tipe dasar pendampingan dan konseling pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
33.
15

Ibid, 34-35.
16
Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care, (Yogyakarta: Galangpress, 2006), 87.

Penyembuhan yang dimaksud merupakan sebuah sikap pendamping untuk dapat
membiarkan seseorang mencurahkan perasaan yang membuatnya terluka atau perasaan yang
sedang membebaninya. Pendamping harus dapat melihat keadaan yang perlu dikembalikan
ke keadaan semula atau yang mendekati semula agar supaya dapat dirasakan proses awal dari
fungsi pastoral tersebut. Menopang adalah sikap dimana pendamping dapat menyadarkan
orang tersebut (konseli) untuk dapat menerima keadaannya. Membimbing dilakukan pada
waktu orang harus mengambil keputusan tertentu tentang masa depannya. Fungsi keempat
dari buku “ready to care” yaitu memperbaiki hubungan bertujuan untuk membantu orang
yang didampingi bila mengalami konflik batin dengan pihak lain yang mengakibatkan
putusnya atau rusaknya hubungan17. Disisi lain, fungsi yang terakhir yaitu membebaskan
disebut juga sebagai memberdayakan bertujuan untuk membantu orang yang didampingi
menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa depan ketika menghadapi kesulitan
kembali. Semua proses fungsi ini membawa seseorang untuk dapat menyembuhkan dirinya
sendiri bahkan juga dapat menjadi penyembuh orang lain.
William A. Clebsch dan Charles R. Jackle dalam ringkasan sumber-sumber yang mereka
buat dari sejarah gereja, mengemukakan 4 fungsi penggembalaan di sepanjang abad18:
a.) Menyembuhkan (Healing) – “Suatu fungsi pastoral yang terarah untuk mengatasi
kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu menuju keutuhan dan
membimbingnya ke arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu, yaitu kondisi di dalam
pergumulannya.”
b.) Mendukung (sustaining) – “Menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan
mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, di mana perbaikan atau

17

Ibid, 91.
William A. Clebesch and Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Prespective, (Englewood Cliffs, N.J.:
Prentice-Hall, 1964), 33-66.

18

penyemuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atau kemungkinannya
sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapkan.
c.) Membimbing (Guiding) – “Membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam
mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan di antara berbagai pikiran dan tindakan
alternatif / pilihan), pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka
sekarang dan pada waktu yang akan datang.
d.) Memulihkan (Reconciling) – “Usaha membangun hubungan – hubungan yang rusak
kembali di antara manusia dan sesama manusia dan di antara manusia dengan Allah.
Secara historis, untuk memulihkan telah dipakai 2 model pengampunan dan disiplin
gereja.
Pertama, penyembuhan merupakan sebuah usaha untuk mengatasi beberapa kerusakan
dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang
lebih baik daripada kondisi sebelumnya.19 Kedua, penopangan untuk dapat menolong
seseorang didalam keadaannya yang “terluka” agar dapat bertahan dan melewati sesuai
dengan keadaannya didalam pemulihan dengan adanya penghiburan dari pendamping.
Ketiga, pembimbingan bertujuan untuk membantu sesorang untuk dapat melihat
kehidupannya di masa depan dimana membantunya untuk dapat menentukan pilihan yang
baik untuk dapat menjalani kehidupannya di masa depan. Yang keempat, adalah pendamaian.
Berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan
Allah yang didahului dengan sebuah pengakuan. Tentunya fungsi-fungsi ini dilakukan secara
holistic dengan berbagai tahap. Clinebell menambahkan fungsi kelima dari penggembalaan,
fungsi yang juga bersifat mendasar dan merupakan suatu motif yang langgeng dalam sejarah
gereja : memelihara atau mengasuh (Nurturing).20 Tujuan dari memelihara adalah mempukan

19

Mesach Krisetya, Konseling Pastoral, (Salatiga: Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2010), 9.
Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
54-55.

20

orang untuk mengembangkan potensi – potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di
sepanjang perjalanan hidup mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak dan
dataran-datarannya. Dalam istilah teologis tradisional, proses pertumbuhan ini disebut
“pengudusan” (sanctification). Walaupun memelihara adalah saling tumpang tindih dan jalin
menjalin dengan keempat fungsi lain yang saling kait mengait tersebut diatas, fungsi
memelihara adalah fungsi yang khas dan amat penting. Memelihara dan membimbing adalah
fungsi – fungsi penggembalaan di mana pendidikan dan konseling saling bertautan.

2.5. Pengertian Konseling Pastoral
Mencakup pelayanan pastoral di dalam gereja, maka penulis memahami ada bidang
yang lebih khusus lagi yaitu konseling pastoral. Konseling pastoral dalam hal ini
pendampingan pastoral dikatakan tidak bisa dihayati dengan hanya belajar tekniknya saja.
Seseorang harus juga mempelajari manusia yang terlibat dalam pendampingan pastoral dan
relasi di antara mereka itu.21
Menurut Julianto Simanjuntak, Konseling pastoral merupakan sebuah usaha untuk
dapat mencapai sebuah tujuan yang dapat membebaskan, memberdayakan dan
merawat individu dalam keutuhannya. Utuh: dalam enam dimensi yang bersifat
interdependen, yakni pertumbuhan dalam: pikiran, tubuh, relasi dengan orang lain,
lingkungan hidup, relasi dengan lembaga yang mendukung dan relasi dengan Tuhan.22
Konseling pastoral adalah upaya untuk membawa manusia kembali pada
pertumbuhan yang utuh sesuai dengan rencana Allah (Yohanes 10:10). Menurut Clinebell,
salah satu cara efektif di dalam membantu proses konseling yaitu dengan menggunakan
sumber-sumber agamis dalam konseling.23 Sumber-sumber agamis dapat membantu di dalam
menjembatani seseorang untuk mengakui bahwa ada Tuhan yang memberikan kehidupan di
21

Julianto Simanjuntak, Perlengkapan Seorang Konselor: Catatan Kuliah dan Reflesksi Pembelajaran Konseling,
(Tanggerang: Layanan Konseling Keluarga dan Karir – LK3, 2007), 19.
22
Ibid, 19-20.
23
Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
67-71

dalam pergumulan dan juga jalan keluarnya. Dengan itu maka, seorang konselor dapat
menggunakan sumber-sumber agamis sebagai acuan dan alat untuk membantu seseorang
keluar dari masalahnya. Dengan ini maka, konseling pastoral menjadi sangat penting bagi
seseorang di dalam upayanya untuk mencapai keutuhan di dalam Allah. Konseling pastoral
dilakukan dengan penuh kesadaran akan kepekaan terhadap seseorang di dalam
pergumulannya. Sifat menjadi pendengar yang baik akan membawa seorang pendamping
dapat lebih mengerti keadaan orang yang didampinginya. Mendengarkan dengan penuh
empati akan membawa pendamping dapat memperoleh pengertian yang utuh tentang konseli.
Banyak hal dapat dilakukan pendamping untuk dapat menguatkan kondisi sang konseli.
Menurut Simanjuntak, doa merupakan salah satu aspek penting di dalam tahap konseling
selain mendengarkan. Doa dalam konseling adalah pemberi motivasi, penguji motivasi,
pemberi informasi, dan inspirasi dalam pelayanan konseling.24 Doa dalam konseling dapat
menghadirkan Allah dalam percakapan konseling tersebut. Dengan itu maka, pemeliharaan
hubungan dengan Tuhan akan tercipta dengan sendirinya melalui doa dalam konseling.
Dengan itu maka, penulis memahami bahwa tidak hanya teknik konseling yang diperlukan,
namun juga kesadaran seorang pembimbing untuk mendoakan orang lain dan juga dapat
secara terbuka di dalam doa bersama konseli.
2.6. Tahap-Tahap Konseling Pastoral
Sebelum masuk di dalam tahap-tahap konseling pastoral maka kita harus mengetahui
sasaran konseling itu sendiri. Pemahaman akan sasaran yang ingin dituju oleh sebuah
konseling pastoral adalah bagaimana kita dapat menyadarkan diri sendiri dan juga orang lain
yang kita dampingi untuk dapat memahami keadaan yang sudah dan akan kita hadapi. Tujuan
akhirnya adalah sebuah kebahagian hidup yang utuh di dalam Tuhan dengan menikmati
segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup kita. Disisi lain, sasaran konseling pastoral
24

Julianto, Perlengkapan …, 23-24.

membawa seseorang untuk dapat membebaskan diri dari pergumulan hidupnya sendiri sesuai
dengan kehendak Allah dengan bantuan Allah dan sesama kita.25 Disamping itu, perlu adanya
tahapan-tahapan di dalam teknik konseling pastoral, agar dapat membantu pencapaain
sasaran tersebut. Dengan adanya tahapan-tahapan yang ditempuh maka seorang pendamping
dapat mengerti panduan arah didalam pendampingannya. Panduan arah yang dimaksud
adalah sebuah pandangan dalam konseling mengenai awal, pertengahan dan akhir yang jelas.
Totok S. Wiryasaputra dalam bukunya yang berjudul “Ready to care” menyatakan
bahwa tahapan-tahapan yang ada di dalam proses konseling, penting untuk dipahami
agar dapat memandu pendamping dalam proses konselingnya. Ada tiga tahapan
proses pendampingan, yakni awal (menciptakan hubungan kepercayaan), tengah
(anamnesis (mengumpulkan data), sintesis dan diagnosis, treatment planning
(pembuatan rencana tindakan), treatment execution (tindakan pertolongan), review
dan evaluasi, dan akhir (pemutusan hubungan) proses yang utuh dan sempurna.26
Tahap-tahap pendampingan ini adalah sebagai pedoman umum dan memiliki jenjang
waktu masing-masing sesuai dengan kondisi.27 Tahap-tahap konseling pastoral ini dilakukan
untuk dapat mencapai dan menjalankan fungsi pastoral dengan baik. Tahapan yang dilakukan
secara sistematis, akan membawa alur konseling pastoral semakin jelas. Awal yang baik
akan membawa kepada akhir yang baik juga. Integritas atau kepercayaan yang dibangun
dengan baik akan membuat konseli merasa aman dan nyaman. Awal ini pula yang
menentukan perjalanan konseling pastoral kedepannya. Dengan itu maka seorang konselor
harus dapat menciptakan suasana yang baik dan dapat membangun kepercayaan konseli.

25

Larry Crabb, Konseling yang Efektif & Alkitabiah, (Yogyakarta: ANDI offset, 2008), 13-17.
Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care, (Yogyakarta: Galangpress, 2006), 93-99.
27
Ibid.

26

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komisi Doa (Bentuk-bentuk Pelayanan Komisi Doa di Jemaat GPIB “Bethesda” Sidoarjo Dalam Tinjauan Konseling Pastoral)

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komisi Doa (Bentuk-bentuk Pelayanan Komisi Doa di Jemaat GPIB “Bethesda” Sidoarjo Dalam Tinjauan Konseling Pastoral) T1 712008035 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komisi Doa (Bentuk-bentuk Pelayanan Komisi Doa di Jemaat GPIB “Bethesda” Sidoarjo Dalam Tinjauan Konseling Pastoral) T1 712008035 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komisi Doa (Bentuk-bentuk Pelayanan Komisi Doa di Jemaat GPIB “Bethesda” Sidoarjo Dalam Tinjauan Konseling Pastoral) T1 712008035 BAB V

0 1 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komisi Doa (Bentuk-bentuk Pelayanan Komisi Doa di Jemaat GPIB “Bethesda” Sidoarjo Dalam Tinjauan Konseling Pastoral)

0 1 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang Pelayanan Diakonia T1 712007077 BAB II

1 5 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB IV

0 1 4