ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MODERNISASI MAHAR NIKAH DI KUA JAMBANGAN SURABAYA.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MODERNISASI
MAHAR NIKAH DI KUA JAMBANGAN SURABAYA

SKRIPSI
Oleh :
EKA FITRI HIDAYATI
NIM : C01212071

Pembimbing:
H. Ach. Fajruddin Fatwa, SH., MHI, Dip.Lead
NIP. 197606132003121002

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Ahwal Al-Syakhsiyah
SURABAYA
2016

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MODERNISASI
MAHAR NIKAH DI KUA JAMBANGAN SURABAYA


SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Syari’ah dan Hukum

Oleh
Eka Fitri Hidayati
NIM. C01212071

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Ahwal Al-Syakhsiyah
Surabaya
2016

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap
Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya‛ ini merupakan
hasil penelitian kualitatif yang bertujuan menjawab pertanyaan tentang
motivasi para calon pengantin di KUA Jambangan Surabaya untuk
melakukan modernisasi atau pengindahan mahar nikah dan bagaimana
modernisasi mahar nikah diatur dalam hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif dengan
jenis penelitian lapangan (field rescarch), yang mana dalam bentuk
lapangan yaitu dengan terjun langsung ke lapangan untuk menggali tentang
praktek modernisasi mahar nikah yang dilakukan oleh para calon pengatin
di KUA Jambangan Surabaya, dan wawancara kepada para calon pengantin
di KUA Jambangan Surabaya yang melakukan modernisasi mahar.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini menyatakan
bahwa modernisasi mahar yang dilakukan oleh pasangan pengantin di KUA
Jambangan Surabaya dilakukan berdasarkan keinginan mereka untuk
memberikan yang terbaik bagi pasangannya dan tren yang terjadi di
masyarakat.Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu
modernisasi mahar nikah dipengaruhi oleh keingininan mereka untuk
memberikan yang terbaik bagi pasangannya dan tren yang terjadi di
masyarakat, dalam perspektif

hukum Islam perbuatan melakukan
modernisasi mahar nikah memiiki 2 imlplikasi hukum, yaitu mubah karena
memang tidak ada larangan melakakukan modernisasi dan makruh karena
beberapa perubahan mahar membutuhkan biaya dan waktu.
Saran dalam penelitian ini ditujukan kepada 3 pihak. Pertama, para
calon pengantin untuk lebih baik tidak melakukan mengindahan atau
modernisasi mahar. Kedua, para pegawai KUA tingkat kecamatan untuk
memberi pandangan dan pemahaman terhadap masyarakat tentang
bagaimana modernisasi mahar nikah dalam perspektif hukum Islam.
Ketiga, kepada pemerintah agar seharusnya mulai mengatur secara tertulis
tentang peraturan menghias mahar nikah dalam pernikahan, untuk adanya
kepastian hukum bagi masyarakat.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ...............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..............................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................

iii

PENGESAHAN ....................................................................................................

iv

ABSTRAK ............................................................................................................

v


KATA PENGANTAR ..........................................................................................

vi

PERSEMBAHAN .................................................................................................

viii

MOTTO ................................................................................................................

x

DAFTAR ISI .........................................................................................................

xi

DAFTAR TRANSLITERASI ..............................................................................

xiii


BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah ............................................................

1

B.

Identifikasi dan Batasan Masalah .............................................

6

C.

Rumusan Masalah ......................................................................


7

D.

Kajian Pustaka.. .........................................................................

7

E.

Tujuan Penelitian ......................................................................

12

F.

Kegunaan Penelitian ..................................................................

13


G.

Definisi Operasional................. .................................................

13

H.

Metodologi Penelitian ...............................................................

14

I.

Sistematika Pembahasan ...........................................................

17

TEORI MAHAR NIKAH

A.

Pengertian Mahar Nikah ...........................................................

19

B.

Hukum Mahar Nikah .................................................................

23

C.

Bentuk, Jenis dan Nilai ............................................................

31

D.


Sifat – Sifat Mahar ....................................................................

38

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

E.
BAB III

Mahar Dalam Kompilasi Hukum Islam ....................................

MODERNISASI MAHAR NIKAH DI KUA JAMBANGAN
SURABAYA
A.

Konstruksi sosio-juridis KUA di Indonesia .............................

43


1.

Konstruksi Historis KUA di Indonesia ..............................

43

2.

Letak Geografis KUA Jambangan Surabaya .....................

49

3.

Kedudukan,

4.
B.

Tugas

Pokok

dan

Fungsi

KUA

Jambangan Surabaya..........................................................

50

Struktur Organisasi KUA Jambangan Surabaya ...............

51

Modernisasi Mahar Nikah dalam Pernikahan di KUA
Jambangan Surabaya ................................................................

C.

Pendapat

Pegawai

KUA

Jambangan

72

ANALISIS
A.

Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA
Jambangan Surabaya ................................................................

B.

75

Analisis Hukum Islam Terhadap Modernisasi Mahar
Nikah di KUA Jambangan Surabaya ........................................

BAB V

53

Terhadap

Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya .......
BAB IV

39

83

PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................

82

B. Saran .........................................................................................

82

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...….. 84
LAMPIRAN……………………………………………………………………..

87

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Secara garis besar, hak dan kewajiban dalam perkawinan meliputi dua
hal, yaitu hak dan kewajiban dalam bidang ekonomi dan hak dan dalam bidang
non ekonomi. Hak pertama antara lain berkaitan dengan mahar (mas kawin)
dan nafkah. Sedangkan untuk hak yang kedua antara lain meliputi aspek-aspek
seksual dan kemanusiaan dan relasi kemanusiaan. 1
Mahar merupakan salah satu ciri khas hukum perkawinan Islam, yakni
pemberian wajib mempelai lelaki kepada mempelai wanita. Mahar ditetapkan
sebagai kewajiban yang harus diberikan oleh seorang laki-laki terhadap
istrinya sebagai tanda keseriusan untuk menikahi dan mencintai perempuan
tersebut. Mahar juga diartikan sebagai lambang penghormatan terhadap
kemanusiaan, dan sebagai lambang ketulusan hati untuk mempergaulinya
secara ma’ruf.2 Dengan adanya mahar dalam pernikahan, maka akan
terbedakan antara pernikahan dan perzinaan. Al-Qur’an menyebutkan dalam
(QS. An-Nisa’:4) :

ِ ِ ِ ِ ِ ‫واَتُوا النّساء‬
ً‫ْ لَ ُك ْم َع ْن َشْي ٍئ ّمْنهُ نَ ْفساً َ نِْيئاً َم ِريئا‬
َ ْ ‫صدقَت ِه ّن ِْلَةً فَا ْن ط‬
َ ََ ْ َ

Ayat tersebut menjelaskan tentang pemberian yang seharusnya

diberikan oleh calon suami terhadap calon istrinya, pemberian yang dimaksud
adalah mas kawin atau mahar nikah yang jumlah besar kecilnya ditentukan
Husein Muhammad, Fiqih Perempuan :Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender
(Yogyakarta : Lkis, 2001), 108.
2
Ibn ‘Ali Al-Ansyari, Al-Mizan Al-Kubro (Semarang : Toha Putra, 2003), 116.
1

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

atas kesetujuan antara dua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan
dengan ikhlas.
Melaksanakan perkawinan berarti melaksanakan sebagian dari ibadah
dan telah menyempurnakan setengah dari ajaran agama. Dalam Kompilasi
Hukum Islam, seperti yang terdapat dalam pasal 2 dinyatakan bahwa
perkawinan dalam hukum Islam adalah ‚Perkawinan merupakan akad yang
sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah‛.3 Sebagai salah satu bentuk akad atau transaksi, perkawinan
menimbulkan adanya hak dan kewajiban antara kedua pihak, yang dalam hal
ini adalah suami dan istri. Hak dan kewajiban harus dilandasi beberapa
prinsip, antara lain kesamaan, keseimbangan dan keadilan antar keduanya.4
Mahar merupakan hak istri dari suami, dan pihak suami memberinya
dengan sukarela tanpa mengharap imbalan, sebagai bentuk pertanyaan kasih
sayang dan tanggung jawab suami untuk kesejahteraan keluarganya. 5 Mahar
merupakan simbol untuk menghormati dan membahagiakan pihak istri, dan
orang lain tidak boleh menjamahnya apalagi menggunakannya meskipun
suaminya, kecuali dengan kerelaan istri.6 Dalam hadist dijelaskan:

ِ ِ ِ ‫اِ ّن أ َْعظَم ال ُذنُو‬
،‫اجتَهُ ِمْن َها طَلّ َق َها‬
َ َ‫ فَلَ ّما ق‬،‫ب عْن َد اه َر ُج ٌل تَ َزّو َج ْامَرأًَة‬
َ ‫ض ى َح‬
ْ َ
ِِ ‫ ورجل يستَ ع ِمل رجاً فَ َذ ب بِأ‬،‫وذَ ب َِِه ِر ا‬
‫آخَر يَ ْقتُ ُل َدابّةً َعبَثًا‬
َ ‫ َو‬،‫ُجَرته‬
ْ َ َ
ُ َ َ ْ ْ َ ٌ ُ ََ َ ْ َ َ َ
Amiur Nuruddin dan Azhari Kemal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia : studi kritis
perkembangan hukum islam dari fikih, UU No 1/1974 sampai KHI (jakarta : Prenada Media
Grup, 2004), 38.
4
Abdurrahman Ghozali, Fiqih Munakahat (Jakarta : Kencana, 2006), 85.
5
Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta : Bulan Bintang,
1993), 5.
6
Ibid, 8.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

‚Dosa paling besar di sisi Allah ialah orang yang menikahi wanita lalu
ketika telah menyelesaikan hajatnya darinya, maka dia menceraikannya dan
pergi dengan membawa maharnya, orang yang mempekerjakan seseorang lalu
pergi dengan membawa upahnya dan seorang yang membunuh binatang
dengan sia-sia.‛
Nabi SAW menyuruh kepada suami agar berupaya semaksimal mungkin
untuk mencari harta yang dia punya dalam bentuk apapun agar dapat
dijadikan mahar bagi istrinya walaupun hanya cicin dari besi, akan tetapi perlu
di ingat bahwa Nabi Muhammad juga menganjurkan kepada para istri untuk
mempermudah mahar, karena meringankan mahar itu hukumnya adalah
sunnah.7 Mahar dalam Islam bukan merupakan harga bagi seorang perempuan,
oleh karena itu tidak ada ukuran atau jumlah yang pasti, bisa saja besar
ataupun kecil tetapi yang sesuai dengan kepantasan.

‫ قَ َال تَ ْقَرُؤُ ّن َع ْن‬,‫ك ِم َن ال ُق ْرآَ ِن قَ َال َمعِى ُس ْوَروَة َك َذا َك َذا َع َد َد َ ا‬
َ ‫قَ َال َما َذا َم َع‬
ِ
ِ ‫ك ِمن ال ُقر‬
ِ
‫آن‬
َ ُ‫ظَ َهَر قَ ْلب‬
ْ َ ‫ ا ْذ‬:‫ قَ َال‬,‫ك قَ َال نَ َع ْم‬
ْ َ َ ‫ب فَ َق ْد ُملكت َك َها َِا َم َع‬

Artinya: Nabi berkata ‚Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat Alquran?‛ Ia
menjawab ‚Iya, surat ini dan surat ini, sambil menghitungnya‛. Nabi berkata
‚Kamu hafal surat-surat itu di luar kepala?‛ Dia menjawab ‚Iya‛. Nabi
berkata ‚Pergilah, saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar
mengajarkan Alqur’an‛.

Berdasarkan aturan dalam Al-Quran dan Hadist yang tidak menyebutkan
batasan jumlah dan ukuran sebuah mahar, maka para imam madzab, baik itu
Syafi’i, Hambali dan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada batas minimal
dalam mahar, sementara itu imam Hanafi mengatakan bahwa jumlah minimal
mahar adalah sepuluh dirham. Imam Maliki mengatakan bahwa batas minimal
mahar adalah tiga dirham, apabila akad dilakukan dengan mahar kurang dari

7

Abdul Qodir Jaelani, Keluarga Sakinah (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1995), 120.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

tersebut dan telah terjadi pencampuran, maka suami harus membayar tiga
dirham.8
Selain

pendapat

madzab

empat

tersebut,

madzab

Syafi’iyyah

mengartikan mahar sebagai kewajiban suami sebagai syarat untuk
memperoleh manfa’at dari istri (istimta’). Keuntungan ini berlaku pada semua
akad nikah, baik yang salih ataupun yang fasid.9 Bahkan lebih ekstrim lagi,
imam Syafi’i menyebutkan apa saja yang membolehkan, baik dengan harga,
jual-beli ataupun sewa menyewa.10 Maka kebolehan tersebut juga berlaku bagi
wanita melalui urusan mahar ini. Pendapat tersebut juga digunakan malikiyah,
mahar adalah rukun dari akad nikah yang tidak adanya memngakibatkan
pernikahan tidak sah. Tapi tetap sah pernikahannya walaupun tidak
disebutkan mahar dalam akad nikah. 11
Pendapat madzab lainnya mengenai mahar juga disampaikan oleh Assyaukani, madzab Syaukani berpendapat bahwa mahar adalah hanyalah
kebiasaan, bukan syarat maupun rukun nikah, sedangkan hal yang bisa
dijadikan mahar adalah harta atau sesuatu yang secara hukum dapat diambil
manfaatnya.12 Untuk itulah Hanafiyah tidak mengkategorikan mahar sebagai
kewajiban atau sesuatu yang wajib ada dalam akad nikah.13

Mughniyah Muh{ammad Jawad, Fiqih Lima Madzab (Jakarta : Lentera, 2007), 364.
Abdurrah{man Al-Jazi>ri>, Kita>b Al-Fiqh ‘Ala> Al-Madhab Al-Arba’ah (Beirut : Da>r Al-Fikr,
tt), IV:94.
10
Mah}mud Matrahi, Mukhtas}ar Al-Muzni ‘Ala> Al-Umm (Beirut : Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyah,
1994), IX: 92.
11
Abdurrahman Al-Jazi>ri>, Kita>b Al-Fiqh ‘Ala> Madhab Al-Arba’ah ..., IV : 12.
12
Mah}mud Ibra>him Za>id, Al-sail Al-Jara>r Al-Mutadafiqa> ‘Ala> Hadaiqa Al-Azhar (Beirut :
Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, tt), II : 262.
13
Abdurrahman Al-Jaziri>, Kita>b Al-Fiqh ‘Ala> Al-Madhab Al-Arba’ah ..., IV: 13.
8

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Indonesia sendiri telah mengatur tentang mahar bagi yang hendak
melakukan pernikahan. Sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) pasal 30 tentang mahar yang menyatakan bahwa ‚calon mempelai pria

wajib membayar mahar terhadap calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk
dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak‛. Sedangkan penetuan
syaratnya mahar dijelaskan dalam pasal 31 sampai 38 Kompilasi Hukum
Islam.14
Mahar juga mengalami beberapa modernisasi. Modernisasi bentuk
mahar yang terjadi adalah suatu pengindahan dengan cara menghias mahar
pernikahan dan sudah menjadi kebiasaan atau tren di masyarakat, banyak
masyarakat yang mengemas atau memberikan mahar dengan menghiasnya
terlebih dahulu, tidak seperti zaman dahulu yang dalam prakteknya mahar
diberikan secara langsung tanpa dihias. Mengapa banyak ditemukan adanya
pengindahan mahar atau modifikasi mahar pernikahan, alasan para calon
pengantin kebanyakan adalah hanya karena sebuah tren. Lalu bagaimanakah
dalam hukum islam mengatur tentang menghias mahar tersebut. Karena ini
merupakan masalah baru yang dalam Islam tidak mengatur adanya menghias
mahar dalam perkawinan.
Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisa terhadap modernisasi
mahar nikah menurut hukum Islam, dengan studi kasus dilakukan di Kantor
Urusan Agama Jambanan Surabaya dalam penelitian yang berjudul ‚Analisis

14

Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, pasal 30.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Hukum Islam Terhadap Modernisasi Mahar Nikah Di Kantor Urusan Agama
Jambangan Surabaya‛.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Setelah pemaparan latar belakang masalah, maka perlu untuk
mengidentifikasi beberapa masalah yang timbul dan membatasi masalahmasalah tersebut dengan identifikasi dan batasan masalah.
a. Identifikasi masalah
Dari beberapa pemaparan masalah diatas, maka timbul beberapa
identifikasi masalah, diantaranya adalah :
1. Mahar sebagai hak istri dan kewajiban suami
2. Hukum mahar nikah dalam Islam, fiqih dan Kompilasi Hukum
Islam
3. Pendapat madzab – madzab dan ulama’ tentang mahar nikah
4. Batasan

atau

ukuran

jumlah

mahar

nikah

dan

konsep

kesederhanaan dalam mahar
5. Pengaruh modernisasi dalam pemberian mahar serta kebiaasan
masyrakat untuk menghias mahar
b.

Batasan Masalah
Agar dalam penilitian ini tidak menyimpang dari judul yang telah dibuat,

maka penulis perlu melakukan batasan ini untuk mempermudah permasalahan
dan mempersempit ruang lingkup yang dalam hal ini penulis akan membahas :
1. Alasan dilakukan modernisasi mahar nikah di KUA Jambangan
Surabaya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

2. Analisis hukum Islam terhadap modernisasi mahar nikah
C. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Mengapa terjadi modernisasi mahar nikah dalam pernikahan di
KUA Jambangan Surabaya?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap modernisasi mahar
nikah di KUA Jambanan Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Dari hasil telaah kajian pustaka terhadap hasil penelitian sebelumnnya,
penulis tidak menjumpai judul penelitian sebelumnya yang sama. Tetapi
penulis mendapatkan beberapa hasil penelitian yang sedikit memiliki relevansi
terhadap penelitian yang akan penulis lakukan, sebagai berikut:
1.

Dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Aqdatul Ihsan dari UIN
SUNAN KALIJAGA dengan judul : ‚Persepsi Pengantin Terhadap Mahar
Berupa Seperangkat Alat Sholat (Studi Kasus di KUA Kotagede Tahun
2008)‛. Penelitian ini membahas tentang bagaimana persepsi pengantin
terhadap mahar berupa alat sholat dan apakah faktor yang mempengaruhi
pengantin membayar mahar berupa alat sholat.
Dan hasil dari penelitian ini adalah persepsi para pengantin kotagede
terhadap pembayaran mahar berupa alat sholat adalah bentuk formalitas
dari pengalaman dan praktek pernikahan yang terjadi, serta menganggap
bahwa mahar berupa alat sholat wajib diberikan. Pengantin juga

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

mengatakan adanya kecenderungan memelihara budaya lama yang
menganggap bahwa pemberian mahar berupa alat sholat merupakan
bentuk paling istimewa, sehingga kebiasaan itu terus berkembang dan
menjadi tradisi masyarakat kotagede pada umumnya.
Penelitian tersebut memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian
ini, dalam penelitian tersebut membahas tentang anggapan atau persepsi
masyarakat tentang mahar nikah berupa alat sholat, sedangkan dalam
penelitian ini membahas tentang modernisasi mahar nikah yang akan
menganalisa menurut hukum islam hukum dari menghias atau modifikasi
bentuk mahar nikah baik berupa uang ataupun alat sholat dan lainnya.
Studi kasus yang dilakukan juga berbeda, karena dalam penelitian
tersebut dilakukan di daerah Kotagede Yogyakarta, sedangkan dalam
penelitian modernisasi mahar nikah ini dilakukan di Kantor Urusan
Agama Jambangan Surabaya.15
2.

Dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Azwar Anas dari UIN SYARIF
HIDAYATULLAH dengan judul : ‚Konsep Mahar Dalam ‘Counter Legal
Draft’ Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI)‛. Penelitian ini membahas
tentang mahar yang seharusnya diberikan oleh laki-laki kepada
perempuan, seperti yang terdapat dalam pasal 30 Kompilasi Hukum
Islam, akan tetapi dalam kenyataannya yang terjadi dalam (CLD KHI)
perempuan boleh memberikan mahar kepada laki-laki dengan rumusan

15

Aqdatul Ihsan, ‚Persepsi Pengantin Terhadap Mahar Berupa Seperangkat Alat Sholat
(Studi Kasus di KUA Kotagede Tahun 2008)‛ (Skripsi – UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2008), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

masalah apa latar belakang pembetukan konsep mahar dalam (CLD KHI)
dan bagaimana konsep mahar dalam (CLD KHI).
Ada dua kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini.
Pertama, latar belakang konsep mahar dalam (CLD KHI) adalah
pluralisme, nasionalisme, penegakan HAM, demokrasi dan kesetaraan
gender. Kedua, konsep mahar dalam (CLD KHI) harus memberikan mahar
kepada calon pasangannya sesuai dengan kebiasaan atau adat setempat.
Dengan demikian, konsep mahar dalam CLD KHI merupakan
bertentangan dengan hukum islam yang hanya diwajibkan kepada calon
mempelai pria.16
Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini, dalam penelitian
tersebut membahas tentang konsep mahar dalam CLD KHI sedangkan
dalam penelitian ini membahas tentang analisis hukum islam terhadap
modernisasi mahar nikah di KUA Jambangan Surabaya.
3.

Dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Alfaroby dari UIN SYARIF
HIDAYATULLAH

dengan

judul

:

‚Transformasi

Pemahaman

Masyarakat Tentang Mahar Dalam Adat Jambi (Studi Kasus Desa
Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun. Penelitian tersebut
mempunyai rumusan masalah diantara adalah pengertian dan kedudukan
mahar di desa penegah dan sejak kapan diberlakukannya adat pemberian
mahar serta bagaimana pandangan masyarakat tentang pelaksaan
pemberian mahar.

Azwar Anas, ‚Konsep Mahar Dalam ‘Counter Legal Draft’ Kompilasi Hukum Islam (CLD
KHI)‛ (skripsi – UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010), 8.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Penelitian tersebut mempunyai beberpa kesimpulan. Pertama, adat
pemberian mahar di daerah Penegah telah sesuai dengan yang dianjurkan
dalam syari’at islam. Kedua, adat pemberian mahar di daerah Penegah
tersebut sudah ada sejak pada zaman belanda, hingga sampai saat ini
masyarakat daerah Penengah masih terus melakukan dan sudah menjadi
adat daerah Penengah. Ketiga, sampai saat ini pemikiran masyarakat
Penegah masih tetap digunakan dalam pernikahan, karena itu merupakan
kelanggengan bahtera rumah tangga. 17
Penelitian yang dilakukan tersebut berbeda dengan penilitian yang
akan penulis lakukan, dalam penelitian tersebut membahas tentang adat
masyarakat daerah Penegah tentang pemberian mahar, sejarahnya dan
bagaimana persepsi masyarakat tentang adat pemberian mahar tersebut.
Sedangkan dalam penelitian ini membahas modernisasi mahar nikah dan
hukum bagaimana menurut hukum islam, yang dilakukan di KUA
Jambangan Surabaya.
4.

Dalam bentuk jurnal yang dilakukan oleh Sri Susyanti Nur dan Abrar
Saleng dari Universitas Hasanuddin Makassar dengan judul: ‚Aspek
Sosioyuridis Lahan Budidaya Rumput Laut Sebagai Mahar Perkawinan di
Kabupaten Bantaeng – Sulawesi Selatan‛.
Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui aspek sosioyuridis
lahan budidaya rumput laut di kabupaten Bantaeng yang dijadikan
sebagai mahar perkawinan. Hasil penelitian tersebut adalah yang pertama,

Alfaroby, ‚Transformasi Pemahaman Masyarakat Tentang Mahar Dalam Adat Jambi (Studi
Kasus Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun)‛ (skripsi – UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2010), 4.
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

bahwa menurut aspek yuridis formal, lahan budidaya rumput laut tidak
bisa dijadikan mahar perkawinan, karena laut yang digunakan sebagai
tempat budidaya bukanlah milik pribadi tetapi milik umum. Sedangkan
ditinjau dari aspek sosial budaya lahan bududaya rumput laut sah
digunakan sebagai mahar perkawinan.18
Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis, letak perbedaannya adalah penelitian
tersebut membahas tentang aspek sosioyuridis tentang lahan budidaya
rumput laut yang dijadikan sebagai mahar nikah, sedangkan penelitian ini
membahas tentang modernisasi mahar nikah yang dilakukan calon
pengantin di KUA Jambangan Surabaya, dan bagaimana hukum islam
menganalisa hal tersebut.
5.

Dalam bentuk jurnal yang dilakukan oleh Bambang Sugianto dari
Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara dengan judul: ‚Kualitas
Dan Kuantitas Mahar Dalam Perkawinan (Kasus Wanita Yang
Menyerahkan Diri Kepada Nabi SAW)‛. Penelitian tersebut membahas
tentang kualitas da kuantitas mahar dalam realitas masyarakat muslim,
dan membahas tentang hadits yang menjelaskan tentang pemberian mahar
seorang laki-laki kepada wanita dengan cicin besi, serta ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang kualitas dan kuantitas mahar nikah.
Hasil dari penelitian tersebut mempunyai beberapa kesimpulan.
Pertama, bahwa hadits yang membahas tentang mahar cincin besi ulama’

Sri Susyanti Nur dan Abrar Saleng, ‚Aspek Sosioyuridis Lahan Budidaya Rumput Laut
Sebagai Mahar Perkawinan di Kabupaten Bantaeng – Sulawesi Selatan‛ (Jurnal – Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2013), 1.

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

melakukan pendekatan konstektual kualitas minimal mahar adalah yang
senilai dengan cincin besi atau sejenisnya. Kedua, ulama’ lainnya
berpendapat bahwa mahar nikah dengan pengajaran Al-Qur’an dapat
disimpulkan bahwa batas minimal kuantitas mahar tidak terbatas, selama
ada keridhoan, kerelaan dan kesepakatan antara kedua pihak yang
melakukan akad.
Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Pembahasan dalam penelitian tersebut berisi tentang hadits
dan ayat Al-Qur’an yang membahas tentang mahar dan mengkajinya
untuk menetukan batasan kualitas dan kuantitas mahar nikah, serta
menggunakan pendapat beberapa ulama’, sedangkan penilitian ini
membahas tentang analisa hukum islam terhadap hukum modernisasi
bentuk mahar nikah dengan menghias mahar tersebut, dengan studi kasus
dilakukan di KUA Jambangan Surabaya.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. mendeskripsikan alasan dilakukan modernisasi mahar nikah dalam
pernikahan di KUA Jambangan Surabaya.
2. Menganalisis secara hukum Islam terhadap modernisasi mahar
nikah di KUA Jambangan Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik
dalam aspek keilmuan (teoritis) maupun dalam aspek terapan (praktis).
1. Aspek keilmuan (teoritis)
a. Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin mengkaji
masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini pada suatu
saat nanti.
b. Untuk memperkaya khazanah keilmuan kalangan akademis,
terutama yang mengkaji masalah yang ada relevansinya dengan
penelitian ini suatu saat nanti.
2. Aspek terapan (praktis)
a. Sebagai

bahan

acuan

bagi

masyarakat

dalam

praktek

modernisasi bentuk mahar nikah.

G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah dalam penelitian
ini, maka disini dijelaskan maknanya sebagai berikut:
Hukum Islam

:

Peraturan-peraturan dan ketentuanketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan al-Qur’an,
al-Hadis

dan

pendapat

ulama’,

empat madzab,19 serta ketentuan

19

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.), 169

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI).
Modernisasi Mahar Nikah

:

pengindahan bentuk mahar dalam
pernikahan dengan menghias.

Berdasarkan definisi operasional tersebut, maka penelitian ini akan
membahas tentang ketentuan – ketentuan dalam Islam terhadap hukum
menghias mahar nikah, berupa alat sholat, uang maupun sejenisnya, menurut
Al-Qur’an, Al-Hadis, pendapat para ulama’ serta pemikiran empat madzab.
H. Metode Penelitian
Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu yang
dipahami sebagai ilmu tentang metodologi penelitian, metode sendiri berarti
tata cara, yang didalam penelitian meliputi, antara lain, tata cara atau
prosedur untuk memilih topik dan judul penelitian, melakukan identifikasi dan
merumuskan masalah pokok penelitian, pengumpulan, pengelolahan, dan
analisis data, pembahasan hasil analisi data, serta tata cara atau prosedur
untuk melakukan penelitian, pelaksanaan penelitian, pembuatan dan
penyampaian laporan hasil penelitian.20 Dalam penulisan skripsi ini peneliti
berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.21
1. Data Yang Dikumpulkan

20

Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: Universitas Admajaya,
2007), 8.
21
Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. (Surabaya: UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2014).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Data yang dikumpulkan untuk menjawab rumusan masalah adalah
data sebagai berikut :
a. Data lapangan, tentang bentuk mahar nikah dan wawancara
dengan catin yang melakukan modernisasi mahar.
b. Data kepustakaan, diperoleh dari buku – buku yang membahas
tentang hukum mahar nikah
2. Sumber Data
a. Primer

: data dari calon pengantin dan KUA Jambangan

b. Sekunder : buku-buku yang terkait dengan mahar nikah, Undangundang, KHI, Jurnal dan Artikel
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah calon pengantin yang mendaftarkan
pernikahannya di Kantor Urusan Agama Jambanan Surabaya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan wawancara, adapun
wawancara yang dilakukan yaitu dengan wawancara bebas, tetapi tetap
menggunakan pedoman petunjuk wawancara, agar wawancara yang
dilakukan memperoleh data yang tepat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah
sebagai berikut:
1) Wawancara yaitu peneliti langsung terjun ke lapangan
untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pokok

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

permasalahan, adapun data lapangan di peroleh melalui
wawancara dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Jambanan Kota Surabaya, dan calon pengantin
yang mendaftarkan perkawinannya di KUA Jambangan
Surabaya.
2) Observasi yang dilakukan dilapangan untuk mengamati
terjadinya modernisasi mahar nikah dalam perkawinan di
KUA Jambangan Surabaya.
3) Studi dokumenter atau pustaka untuk mendapatkan data
yang lebih lengkap, teknik ini penting dilakukan karena
beberapa materi terdapat dalam dokumen, jurnal atau buku
– buku yang terkait dengan penulisan skripsi.
5.

Teknis Analisis Data
Setelah seluruhnya data diperoleh dari hasil wawancara, maka data

tersebut akan di analisa secara konten analogis, yang mana seluruh
hasil wawancara tersebut akan di analisa dan disimpulkan, sehingga
jawaban dalam penelitian ini dapat diketahui. Konten analisis
merupakan teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat
ditiru dan sahih data yang memperhatikan konteksnya dan analisa
seperti ini berhubungan erat dengan komunikasi dan isi komunikasi22.
Data yang diperoleh dari buku – buku, artikel – arrtikel maupun
tulisan karya ilmiah kemudian diklasifikasikan untuk dimasukkan

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (fortmat-format ketentuan kuantitatif dan
kualitatif, (Surabaya : Airlangga University Press, 2001), 182
22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

masing – masing variabel dan kemudian diintepretasikan. Begitupula
data yang diperoleh dari hasil lapangan maka setiap poin pertanyaan
dan

jawaban

dimasukkan

ke

variabel

yang

tepat

untuk

diintepretasikan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, maka
penulisan ini disusun atas lima bab sebagai berikut :
Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang
masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian,

definisi

operasional,

metode

penelitian,

dan

sistematika

pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang landasan teori tentang pengertian mahar
nikah, dasar hukum mahar nikah, pendapat madzab-madzab terhadap mahar
nikah serta bagaimana Kompilasi Hukum Islam mengaturnya.
Bab ketiga, pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
Kantor Urusan Agama Jambangan Surabaya, yang meliputi alasan-alasan
dilakukan modernisasi mahar nikah oleh calon pengantin di Kantor Urusan
Agama Jambangan Surabaya.
Bab keempat, berisi tentang analisis alasan-alasan dilakukan
modernisasi

mahar

nikah

oleh

calon

pengantin

yang

mencatatkan

perkawinannya di Kantor Urusan Agama Jambanan Surabaya dan analisis
hukum islam terhadap dilakukan modernisasi mahar nikah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Bab kelima, berisi penutup, kesimpulan, dan saran serta terakhir adalah
daftar pustaka.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TEORI MAHAR NIKAH

A. Mahar Nikah
1.

Pengertian Mahar Nikah
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan bahwa, maskawin
adalah pemberian pihak pengantin laki-laki baik berupa emas, barang, atau
kitab suci, kepada pengantin perempuan pada waktu akad nikah, dan dapat
diberikan secara kontan ataupun secara utang. Dari pengertian tersebut,
dapat kita pahami bahwa mahar tidak harus dibayar secara kontan. Akan
tetapi, dapat pula dibayar secara cicil apabila sudah ada persetujuanpersetujuan antara pihak laki-laki dan perempuan serta disebutkan dalam
akad. Secara terminologi mahar/maskawin adalah pemberian wajib dari
calon suami kepada calon isteri sebagai ketulusan hati calon suami untuk
menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami.
Ditinjau dari segi etimologi kata As-shadaq yang memiliki arti
mahar/maskawin bagi istri.1 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

Shadaq adalah pemberian khusus laki-laki kepada seorang wanita (calon
isteri) pada waktu akad nikah. Secara umum, kata lain yang biasa
digunakan untuk mahar dalam Al-Quran adalah kata ajr yang berarti

Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Perspektif Madzhab
Syafi’i, terj. Mohammad Kholison, (Surabaya: CV. Imtiyaz, 2013),235.
1

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

penghargaan atau hadiah yang di berikan kepada pengantin wanita.2
Sesungguhnya kata ajr itu merupakan sesuatu yang tidak dapat hilang.
Secara istilah mahar diartikan sebagai ‚harta yang menjadi hak istri

dari suaminya dengan adanya akad atau dukhul‛. 3 Atau mahar juga dapat
diartikan sebagai suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami
kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda ataupun dalam bentuk jasa
(memerdekakan , mengajar , dan lain sebagainya).4
Mazhab Hanafi mendefinisikan, bahwa mahar sebagai sejumlah harta
yang menjadi hak istri, karena akad perkawinan, atau disebabkan terjadi
senggama dengan sesungguhnya. Mazhab Maliki mendefinisikannya
sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal untuk digauli. Mazhab Hambali
mengemukakan, bahwa mahar. sebagai imbalan suatu perkawinan, baik
disebutkan secara jelas dalam akad nikah, ditentukan setelah akad dengan
persetujuan kedua belah pihak, maupun ditentukan oleh hakim.5
Dalam tradisi Arab sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab
fiqih, mahar itu meskipun wajib, namun tidak mesti diserahkan waktu
berlangsungnya akad nikah dalam arti boleh diberikan waktu akad nikah
dan boleh pula sesudah berlangsungnya akad nikah itu. Bila pemberian itu
dilakukan secara sukarela diluar akad nikah tidak disebut mahar atau
dengan arti pemberian biasa, baik sebelum akad nikah atau setelah
selesainya pelaksanaan akad nikah. Demikian pula pemberian yang
2

Abdul Rahman I., Perkawinan dalam Syariat Islam , (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 67.
Amirur Nurudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media, 2004), 54.
4
Tihami, Fiqih Munakahat , (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2009), 37.
5
Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (jakarta, siraja prenada media
group, 2006), 113.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

diberikan mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah namun tidak kepada
mempelai perempuan, tidak disebut mahar. 6
Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pemberian wajib
yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan tidak
dalam kesepakatan akad nikah atau setelah selelsai peristiwa akad nikah
tidak disebut mahar, tetapi nafaqah. Bila pemberian itu dilakukan secara
sukarela diluar akad nikah tidak disebut mahar atau dengan arti pemberia
biasa, baik sebelum akad nikah atau setelah selesainya akad nikah.
Demikian pula pemberian yang dilakukan laki-laki dalam waktu akad
nikah, namun tidak kepada mempelai perempuan, tidak disebut mahar.7
Mahar sudah di kenal dalam masa jahiliyah, jauh sebelum datangnya
islam. Akan tetapi, mahar sebelum datangnya islam bukan diperuntukkan
untuk calon istri, melainkan kepada ayah atau kerabat dekat laki-laki dari
pihak istri, karena konsep perkawinan dari berbagai bentuk hukum adat
ketika itu sama dengan transaksi jual beli, yakni jual beli antara calon
suami sebagai pembeli dan ayah atau keluarga dekat laki-laki dari calon
istri sebagai pemilik barang.
Ketika Al-quran datang, mahar tetap dilanjutkan hanya konsepnya
saja yang mengalami perubahan. Kalau dahulu mahar dibayarkan kepada
orang tua (ayah) dari calon istri sekarang mahar tersebut diperuntukkan
untuk calon istri. Dengan demikian Alquran merubah status perempuan

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih Munakahat dan UU
Perkawinan, (jakarta:kencana. 2009),84.

6

7

Ibid, 85.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

sebagai ‚komoditi‛ barang dagangan menjadi subjek yang terlihat dalam
suatu kontrak.8
Syafi’iyyah mengartiakan mahar sebagai kewajiban suami sebagai
syarat untuk memperoleh manfa’at dari istri (istimta’). Keuntungan ini
berlaku pada semua akad nikah, baik yang salih ataupun yang fasid.9
Bahkan lebih ekstrim lagi, imam Syafi’i menyebutkan apa saja yang
membolehkan, baik dengan harga, jual-beli ataupun sewa menyewa.10 Maka
kebolehan tersebut juga berlaku bagi wanita melalui urusan mahar ini.
Pendapat tersebut juga digunakan malikiyah, mahar adalah rukun dari akad
nikah yang tidak adanya memngakibatkan pernikahan tidak sah. Tapi tetap
sah pernikahannya walaupun tidak disebutkan mahar dalam akad nikah.11
Secara istilah mahar diartikan sebagai ‚harta yang menjadi hak milik

istri dari suaminya dengan adanya akad atau dukhu>l‛. Golongan hanabilah
mendefinisikan mahar sebagai ‚suatu imbalan dalam nikah baik yang

disebutkan didalam akad atau yang diwajibkan sesudahnya dengan kerelaan
kedua belah pihak atau hakim, atau imbalan dalam hal-hal yang
menyerupai nikah seperti wat’i yang dipaksakan‛.12
Konsep tentang mahar/mas kawin dalam perkawinan adalah bagian
yang essensial dalam pernikahan. Tanpa mas kawin/mahar tidak dinyatakan

Nasaruddin Umar, Kodrat perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan
Jender, 1999), 25.
9
Abdurrah{man Al-Jazi>ri>, Kita>b Al-Fiqh ‘Ala> Al-Madhab Al-Arba’ah (Beirut : Da>r Al-Fikr,
tt), IV:94
10
Mah}mud Matrahi, Mukhtas}ar Al-Muzni ‘Ala> Al-Umm (Beirut : Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyah,
1994), IX: 92
11
Abdurrahman Al-Jazi>ri>, Kita>b Al-Fiqh ‘Ala> Madhab Al-Arba’ah ..., IV : 12.
12
Amiur nuruddin &Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Inonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004), 64.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

telah melaksanakan pernikahan dengan benar. Mas kawin/mahar haruslah
ditetapkan sebelum pelaksanaan perkawinan.13

2. Hukum Mahar Nikah
Hukum islam mendudukkan perempuan sebagai mahluk terhormat
dan mulia, maka diberikan hak untuk menerima mahar, bukan pihak yang
sama-sama memberi mahar. Mahar merupakan salah satu bentuk hadiah
yang diberikan oleh seorang pria sebagai ungkapan kesetiaan cintanya
kepada calon istrinya.14
Ekualitas laki-laki dan perempuan bukan diimplementasikan dengan
cara pemberian mahar. Karena mahar bukan lambang jual-beli, tetapi
lambang penghormatan laki-laki terhadap perempuan sekaligus sebagai
lambang kewajiban tanggung jawab suami memberi nafkah terhadap istri,
selain lambang cinta dan kasih sayang terhadap istri, sebagaimana
dikemukakan ulama’ Syafi’iyah.15
Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam Al-Qur’an.
Sebagai landasan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan tentang mahar yaitu
Surat An-Nisa> ayat 4, 19, 21, dan surat Al-Baqarah ayat 237. Berbeda
dengan mahar, kata-kata yang disebut pertama (al-s}adduq, nih}lah, fari>d}ah,

a>jr) secara eksplisit diungkap dalam Alquran seperti yang terdapat dalam
surat An-Nisa>’ Berikut surat An-Nisa> ayat 4 yang bunyinya :
Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan, (Jakarta: Teraju, 2004), 101.
Sayyid Ahmad Al-musayyar, Islam Bicara Soal Seks, Percintaan dan Rumah Tangga, (Kairo
Mesir: Erlangga, 2008), 12.
15
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), 124.
13

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

ِ ِ ِ ِ ِ ‫واَتُوا النّساء‬
ً‫ْ لَ ُك ْم َع ْن َشْي ٍئ ّمْنهُ نَ ْفساً َ نِْيئاً َم ِريئا‬
َ ْ ‫صدقَت ِه ّن ِْلَةً فَا ْن ط‬
َ ََ ْ َ

Artinya : ‚Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya‛.

Ayat ini berpesan kepada semua orang , khususnya para suami dan
wali yang sering mahar yang dalam perwaliannya, untuk tidak mengambil
hak dari calon istri tersebut kecuali ada ijin dari calon istri untuk
menggunakannya atau calon istri tersebut menyerahkan mahar itu dengan
sukarela.
Maskawin dinamai oleh ayat ini s}hauduqa>t, bentuk jamak bentuk
jamak dari s}haduqah, yang diambil dari akar yang berarti ‚kebenaran‛. Ini
karena mas kawin itu diawali denga janji, maka kebenaran itu merupakan
bukti kebenaran dan janji. Dapat dikatakan maskawin bukan hanya
diartikan sebagai lambang yang membuktikan kebenaran dan ketulusan hati
suami untuk menikah dan menanggung kebutuhan hidup istrinya, tetap
lebih dari itu, ia adalah lambang janji untuk tidak membuka rahasia rumah
tangga, khususnya rahasia terdalam yang tidak dibuka oleh seorang wanita
kecuali suaminya.16
Menamai maskawin dengan nama tersebut di atas diperkuat dengan
lanjutan ayat yakni nih}lat, kata ini berarti ‚pemberian yang tulus tanpa
berharap imbalan apapun‛. Ia juga daat berarti agama , pandangan hidup.
Sehingga dapat diartikan sebagai pemberian itu merupakan bentuk

16

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.2 (Jakarta: Lentera Hati, tt),329-330

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

ketulusan hati sang suami yang diberikan tanpa berharap imbalan, bahkan
diberikannya merupakan karena dorongan agama atau pandangan hidupnya.
Kerelaan istri menyerahkan kembali maskawin itu harus benar-benar
muncul dari lubuk hatinya. Karena ayat di atas, setelah menyatakan t}hibna
yang maknanya mereka dengan senang hati, ditambah dengan kata nafsan
atau jiwa, untuk menunjukkan betapa kerelaan itu muncul dari lubuk
jiwanya yang dalam, tanpa tekanan, penipuan dan paksaan dari siapapun.17
Dari ayat ini dipahami adanya kewajiban suami membayar maskawin
untuk istri dan bahwa mahar tersebut adalah hak istri secara penuh.
Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan,
memanfaatkan, menggunakan (dengan segala bentuk transaksi lainnya)
harta orang lain dengan jalan yang bathil, yaitu dengan jalan yang tidak
dibenarkan dalam syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta
orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling
ikhlas.18
Berangkat dari ayat ini para ulama menetapkan bahwa mahar itu
hukumnya wajib berdasarkan Alquran, sunnah dan ijmak. Mahar oleh para
ulama ditempatkan sebagai syarat sahnya nikah.
Rasulullah pun pernah mengatakan kepada seseorang yang ingin
menikah pada masa itu : ‚berilah maharnya, sekalipun berbentuk cincin

dari besi‛. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hanbali).

17

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.2 (Jakarta: Lentera Hati, tt),329-330.

18

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Ulama fiqih menyatakan, bahwa walaupun mahar wajib diberikan
kepada istri, tetapi mahar itu tidak termasuk rukun nikah atau syarat akibat
dari suatu akad nikah. Kendatipun suatu perkawinan tanpa mahar ulama
fiqih tetap menyatakan, bahwa perkawinan tetap sah19.Sebagai landasannya
adalah firman Allah, surat Al-Baqarah ayat 236 :

ِ ‫ضتُم َ ّن فَ ِر‬
ِ
‫ف َما‬
َ
ُ ‫ص‬
ْ ‫يضةً فَن‬
ُ ْ ْ ‫َوإِ ْن طَلّ ْقتُ ُموُ ّن م ْن قَ ْب ِل أَ ْن َََ ُسوُ ّن َوقَ ْد فَ َر‬
‫ب لِلتّ ْق َوى‬
ِ ‫ضتُ ْم إَِّ أَ ْن يَ ْع ُفو َن أ َْو يَ ْع ُف َو الّ ِذي بِيَ ِد ِ عُ ْق َدةُ النّ َك‬
ْ ‫فَ َر‬
ُ ‫اح َوأَ ْن تَ ْع ُفوا أَقْ َر‬
ِ
ِ
ِ
ْ ‫َوََ تَ ْن َس ُوا الْ َف‬
ٌ‫ض َل بَْي نَ ُك ْم إ ّن اللّهَ َِا تَ ْع َملُو َن بَصي‬
Artinya: Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka
dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan
suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut
kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),
yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan
ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dalam surah An-Nisa (19) dijelaskan :

ِّ
ِ
ِ
ِ ‫ضلُوُ ّن لِتَ ْذ َ بُوا بِبَ ْع‬
‫ض‬
ُ ‫ّساءَ َك ْرً ا َوََ تَ ْع‬
َ ‫يَاأيُ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا ََ ََ ُل لَ ُك ْم أَ ْن تَرثُوا الن‬
ِ ‫اشرو ّن بِالْمعر‬
ِ ٍ ٍ ِ ِ ِ‫ما آتَيتُمو ّن إَِّ أَ ْن يأْت‬
‫وف فَِإ ْن َك ِرْ تُ ُموُ ّن‬
َ َ
ُ ُْ َ
ُ ْ َ ُ ُ ‫ن ب َفاح َشة ُمبَ يّ نَة َو َع‬
‫فَ َع َسى أَ ْن تَكَْرُ وا َشْيئًا َوََْ َع َل اللّهُ فِ ِيه َخْي ًرا َكثِ ًيا‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.

19

Al-Jazi>ri>, Abdurrahman, Kita>b Al-Fiqh ‘Ala> Al-Madhab Al-Arba’ah, Beirut : Da>r Al-Fikr,
IV:94

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Jumhur ulama berpendapat, bawa mahar tet