Analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan ketentuan Peraturan Menteri Agama no. 11 tahun 2007 tentang batas usia wali nikah di KUA Kecamatan Sawahan Kotamadya Surabaya.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
KETENTUAN PERATURAN MENTERI AGAMA NO. 11 TAHUN
2007 TENTANG BATAS USIA WALI NIKAH DI KUA
KECAMATAN SAWAHAN KOTAMADYA SURABAYA

SKRIPSI
Oleh:
Ida Muhshonah
NIM. C31212107

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyyah)
Surabaya
2017

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
KETENTUAN PERATURAN MENTERI AGAMA NO. 11 TAHUN
2007 TENTANG BATAS USIA WALI NIKAH DI KUA
KECAMATAN SAWAHAN KOTAMADYA SURABAYA


SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh:
IDA MUHSHONAH
NIM. C31212107

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyyah)
Surabaya
2017

Surabaya 19 April 2017


ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul “Analisis Hukum
Islam Terhadap Pelaksanaan Ketentuan Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun
2007 Tentang Batas Usia Wali Nikah Di KUA Kecamatan Sawahan Kotamadya
Surabaya”. Rumusan masalahnya adalah: Bagaimana pelaksanaan wali nasab
menurut Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 di KUA Kecamatan
Sawahan Kotamadya Surabaya? Dan Bagaimana analisis hukum Islam terhadap
Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang batas usia
wali nikah?
Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan di atas digunakan metode
penelitian kualitatif dengan pola pikir deduktif. Metode pengumpulan datanya
dengan studi dokumen dan menggunakan analisis deskriptif, yakni teknik analisis
data dengan taraf deskriptif (menggambarkan atau menguraikan) yakni dengan
cara memaparkan data apa adanya mengenai pelaksanaannya yang kemudian
diperkuat dengan teori atau ketentuan mengenai wali nikah dalam Hukum Islam,
KHI dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa yang menjadi latar belakang
masalah adalah adanya batas minimal usia balig bagi wali nikah dalam Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa syarat minimal

balig bagi wali nikah yakni berusia sekurang-kurangnya 19 tahun. Hasil
penelitian ini, pada akhirnya di KUA Sawahan pernikahan dengan wali nikah
(wali nasab) yang masih berusia 17 tahun tersebut dapat terlaksana, tentunya
dengan berbagai pertimbangan yang matang dari pihak KUA setempat.
Oleh karena itu, penulis menulis perihal ini dimaksudkan agar dapat
memberikan wawasan bagi masyarakat umum mengenai adanya syarat dalam
sebuah Peraturan Menteri Agama ini, yang mana diharapkan agar masyarakat
bisa mensosialisasikan masalah kriteria balig tersebut dan lebih jeli sebelum
melaksanakan perwalian dalam pernikahan.

vii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................

iii

PENGESAHAN ..............................................................................................

iv

MOTTO ..........................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ...........................................................................................

vi

ABSTRAK ......................................................................................................


vii

KATA PENGANTAR .....................................................................................

viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

xi

DAFTAR TRANSLITERASI ..........................................................................

xiii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN .........................................................................


1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah .............................................

10

C. Rumusan Masalah .....................................................................

10

D. Kajian Pustaka ...........................................................................

11

E. Tujuan Penelitian ......................................................................


13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................

14

G. Definisi Operasional ..................................................................

14

H. Metode Penelitian .....................................................................

15

I. Sistematika Pembahasan ...........................................................

21

TEORI PERWALIAN DAN MAS}LAHAH MENURUT

HUKUM ISLAM ..........................................................................
A. Tinjauan Umum Tentang Perwalian Menurut Hukum Islam ...

23
23

1.

Pengertian Wali .................................................................

23

2.

Syarat-syarat dan Rukun Menjadi Wali Nikah .................

29

3.


Urutan dan Macam-macam Wali Nikah ............................

37

4.

Dasar Hukum Perwalian ....................................................

42

B. Teori Mas}lahah Menurut Hukum Islam ...................................

49

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI AGAMA NO. 11
TAHUN 2007 TENTANG PERNIKAHAN

DENGAN MENGGUNAKAN WALI NIKAH DI BAWAH
USIA DI KUA KECAMATAN SAWAHAN
KOTAMADYA SURABAYA ......................................................
A. Sekilas Profil KUA Kecamatan Sawahan Kotamadya
Surabaya ...................................................................................
B. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 Tentang
Batas Usia Wali Nikah (Nasab) ...............................................
1. Lahirnya Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 ..
2. Ketentuan batas usia wali nasab dalam Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 Pasal 18 Ayat (2) .....
3. Syarat wali nasab menurut Peraturan Menteri Agama
No. 11 Tahun 2007 ............................................................
C. Pelaksanaan Perkawinan di Kantor Urusan Agama
Sawahan Kotamadya Surabaya ................................................
D. Pelaksanaan Pernikahan dengan Wali Nikah (Nasab)
di Bawah Usia 19 Tahun di KUA Kecamatan Sawahan
Kotamadya Surabaya ...............................................................
E. Alasan Diperbolehkan Pernikahan dengan Wali Nasab
di bawah Usia ...........................................................................
F. Faktor Diperbolehkan Pernikahan dengan Wali Nasab

di bawah Usia ...........................................................................
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI AGAMA
NO. 11 TAHUN 2007 ...................................................................
A. Pelaksanaan Wali Nikah (Wali Nasab) Menurut Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 di KUA Sawahan...........
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 Tentang Batas Usia
Wali Nikah ...............................................................................
BAB V PENUTUP.....................................................................................

56
56
58
58
63
64
65
70
73
76
78
78
90
94

A. Simpulan ...................................................................................

94

B. Saran .........................................................................................

95

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

96

DAFTAR LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua
makluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1

Sunnatullah telah menetapkan, bahwa semua ciptaan Allah di atas bumi ini
selalu berpasang-pasangan.
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan
dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang bukan mah}ra>m.2 Menurut Undang-Undang Perkawinan No.
1, Tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 yaitu akad yang sangat kuat
atau mi>th>aqan ghali>z}an untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
Pernikahan itu sendiri disunnahkan oleh Nabi Muhammad saw bukan
tanpa alasan, oleh karena itu pernikahan terdapat beberapa rukun dan syarat.
Berikut beberapa rukun yang harus terpenuhi:3
1.

Adanya calon suami

2.

Adanya calon istri

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Vol 6, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1980), 07.
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 09.
3
Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), 46-47.

1
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3.

Adanya wali dari pihak pengantin wanita

4.

Adanya dua orang saksi

5.

Adanya s}i>ghat akad nikah yaitu ijab dan kabul
Lima hal tersebut tertulis dalam KHI pasal 14, yang juga merupakan

bagian rukun nikah dari madzhab Syafi‘i. Berdasarkan beberapa rukun nikah
di atas, salah satu hal yang penting dalam pernikahan adalah wali.
Rasulullah saw bersabda:

‫َ َوِس ْس َرائسْي َل َع ْن‬
ُ ‫ْح َد‬
َ ‫َح َدثَنَا ُم َح َم ُد بْ ُن قُ َد َامةَ بْن أَ ْعيَ َن َح َدثَنَا أَبُ ْو عُبَ ْي َدةَ ال‬
َ ُ‫اد َع ْن يُ ْون‬
‫اَبسى ِس ْسحاَ َق َعن أَبسى ب ر َد َة َعن أَبسى موسى أَ َن النَبس َي صلَى اللهُ َعلَْي سه وسلَم قَ َ س‬
َ
َ ُْ
ْ ُْ ْ
َ ‫ال اَ ن َكا‬
َ ََ
‫ِسَا بسَولسي‬

“Tidak ada nikah melainkan dengan adanya wali”. (Riwayat Abu Daud)4
Perwalian adalah hak yang ditetapkan oleh shari>‘at untuk
melangsungkan urusan orang lain (akad, hukum, dan sebagainya) karena
orang tersebut tidak boleh melakukannya sendiri.5
Wali ialah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang
lain sesuai dengan bidang hukumnya.6 Wali ada yang umum dan ada yang
khusus. Yang khusus, ialah berkenaan dengan manusia dan harta benda. Yang
dibicarakan disini adalah wali terhadap manusia, yaitu masalah perwalian
dalam perkawinan. Adapun wali dalam pernikahan adalah laki-laki dari
keluarga wanita, dimulai dari yang urutan paling dekat hingga yang paling
jauh.7

4
Imam Hafidz al Mushnaf al-Mutqin abi Daud Sulaiman bin al Asyab, Sunan Abi Daud, (Kairo:
Dar el Hadist, 275 M), 892.
5
Husain, Ensiklopedia Fiqih Praktis, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi‘i, 2008), 124.
6
Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah …, 07.
7
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Istilah wali berasal dari bahasa Arab, (wali) yang berarti “Pemegang
kekuasaaan atas suatu wilayah yaitu kuasa menangani suatu urusan, baik
umum maupun khusus”. Wali atau perwalian dalam nikah menurut jumhur
ulama (Syafi‘i, Hambali dan Maliki) merupakan salah satu syarat sah nikah,
baik bagi gadis maupun janda, baik masih kecil maupun sudah dewasa.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:8

)‫أيما امرأة نكحت بغيرِذن ولسيها فنكاحها باطل (اخرجه ااربعة اا النسائ‬

“Barang siapa di antara perempuan yang menikah, tanpa izin walinya
maka pernikahannya batal”. (HR. Empat orang ahali hadis, kecuali
Nasa’i).
Kedudukan wali sangatlah penting dalam pernikahan, hingga
disebutkan dalam sabda Nabi, bahwa pernikahan menjadi batal jikalau tanpa
adanya dan tanpa ijin wali.9
Alasan pernikahan harus disertai wali karena untuk menjaga
kemaslahatan wanita agar hak-hak wanita terlindungi. Sebab, kodrat kaum
wanita memiliki sifat yang lemah. Wali merupakan salah satu dari rukun
pernikahan. Apabila tidak ada wali di dalam pernikahan maka pernikahannya
tidak sah dan wajib dibatalkan.10
Beberapa wali yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai
perempuan ialah antara lain, berikut urutan wali dalam pernikahan:11
1.

Ayah (Ab)

2.

Kakek (Jad)

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat…, 108.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya: Nurul Huda), tt., 204.
10
Atiqah Hamid, Fiqh Wanita, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), 90.
11
Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Prespektif Madzhab
Syafi‘i, (Surabaya: CV. Imtiyaz, 2010), 128.
8

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3.

Saudara laki-laki sekandung (Ah}-Saqiq)

4.

Saudara laki-laki seayah (Ah} Li-Ab)

5.

Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (Ibn Ah} Saqiq)

6.

Anak laki-laki saudara laki-laki seayah (Ibn Ah} Li-Ab)

7.

Saudara laki-laki ayah yang sekandung (‘Am Saqiq)

8.

Saudara laki-laki ayah yang seayah (‘Am Li-Ab)

9.

Anak saudara laki-laki ayah sekandung (Ibn ‘Am Saqiq)

10. Anak saudara laki-laki ayah seayah (Ibn ‘Am Li-Ab)
11. As}abah
Andaikata semua As}abah tidak ada, maka yang menjadi wali disini
yakni wali hakim.
Islam mengenal dua jenis perwalian. Yaitu perwalian yang memiliki hak
memaksa (ijba>r) atau disebut wali mujbir. Adapun perwalian hak ijba>r hanya
dimiliki dimiliki oleh ayah dan kakek dan seterusnya ke atas. Selanjutnya
adalah wali nasab yang tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa
pernikahan untuk calon mempelai wanita untuk menikah atau dengan kata
lain tidak mempunyai (hak ijbar). Wali nikah ini memiliki hubungan keluarga
dengan calon pengantin perempuan, yang terdiri dari saudara laki-laki
sekandung, bapak, paman beserta keturunannya menurut garis patrilineal.12
Wali nasab adalah wali yang mempunyai hak perwalian berdasarkan pertalian
keluarga karena hubungan darah dengan calon mempelai wanita.13

Sudarsono, Pokok - Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 204.
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 6, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), 1395.
12

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Kemudian terdapat beberapa syarat dalam pernikahan, berkaitan dengan
rukun-rukun nikah yang telah dikemukakan diatas. Jika dalam rukun nikah
harus ada wali, maka orang yang menjadi wali harus memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh al-Quran, al-Hadis dan Undang-Undang yang
telah berlaku.
Dilihat dari betapa pentingnya peranan seorang wali dalam pernikahan
tersebut maka tidak semua orang dapat menjadi wali dalam pernikahan,
berikut syarat-syarat sah menjadi seorang wali nikah menurut jumhur fuqaha>:
1.

Islam

2.

Balig

3.

Berakal

4.

Lelaki

5.

Adil

6.

Merdeka14
Kompilasi Hukum Islam Pasal 20 ayat (1) menyebutkan: “Yang

bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat
Hukum Islam yakni muslim, aqil dan balig.”
Dijelaskan pula dalam karangan lain, bahwa untuk bisa menjadi wali,
seorang laki-laki harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, merdeka
(bukan budak), berakal dan balig. Persyaratan ini mutlak harus dipenuhi. Oleh
sebab itu, budak, orang gila, dan anak kecil tidak boleh menjadi wali.

14

Wahbah Zuhaily, Fiqh Imam Syafi‘i Cet I, (Jakarta: Almahira, 2010), 459.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pasalnya, mereka tidak dapat menjadi wali bagi dirinya, sehingga tentu saja
mereka lebih tidak berhak lagi menjadi wali orang lain.
Selain ketiga syarat tersebut, terdapat syarat keempat, yaitu wali harus
beragama Islam jika yang berada didalam perwaliannya adalah seorang
muslim. Sebab, non muslim tidak boleh menjadi wali bagi seorang muslim.
Berdasarkan firman Allah:

ً‫َولَ ْن يَ ْج َع َل اللهُ لس ْل َكافس سريْ َن َعلَى ال ُْم ْؤسمنسْي َن َسبسْيا‬

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang
kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa:
141).15
Berdasarkan beberapa ulasan di atas, dapat dikatakan bahwa, syarat
mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang yang berwewenang menjadi wali
yakni, seorang laki-laki yang beragama Islam, berakal, balig, dan adil dan
merdeka.
Namun, dalam Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 Tentang
Pencatatan Nikah disebutkan bahwa untuk pernikahan yang menggunakan
wali nasab harus menggunakan persyaratan seperti yang ditetapkan oleh
Menteri Agama dalam Peraturan Menteri Agama tersebut. Menurut
Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 Pasal 18 ayat (2), “Syarat wali
nasab adalah: laki-laki; beragama, balig, berumur yang sekurang-kurangnya
19 tahun; berakal; merdeka; dan dapat berlaku adil”.
Hal tersebut menjadi menarik untuk dikritisi ketika para ulama

imamiyah di dukung penelitian para pakar hukum Islam berpendapat lain,
misalnya al-Auzai, Imam Ahmad, asy-Syafi‘i, Abu Yusuf, dan Muhammad.
15

Husain, Ensiklopedia Fiqih Praktis (Jakarta: Pustaka Imam Syafi‘i, 2008), 126.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Balig (kematangan fisik) seorang laki-laki terjadi paling cepat pada usia 9
tahun dan paling lambat usia 15 tahun.16 Kompilasi Hukum Islam-pun
mensyaratkan wali nikah dengan laki-laki, muslim, aqil dan balig tanpa
pembatasan atau ketentuan usia balig bagi wali nikah.
Peraturan Menteri Agama ini diperuntukkan bagi kalangan para
penghulu di lingkungan Kantor Urusan Agama yang mengurusi segala urusan
masyarakat Islam dalam hal nikah, talak, rujuk, wakaf, hibah. Maka peraturan
ini akan terasa sangat asing jika dilaksanakan bagi masyarakat Islam yang
selalu berpegang pada pendapat Hukum Islam khususnya pendapat para
ulama madzhab.
Masyarakat Indonesia memiliki keberagaman karakter, watak dan sifat
yang berbeda terbukti dengan adanya keberagaman dalam agama, ras dan
suku juga kepercayaan akan suatu madzhab yang mereka anut selama ini.
Begitu pula dengan masyarakat kecamatan Sawahan, keberagaman dalam
kepercayaan, ras, suku juga watak, mempengaruhi masyarakat Sawahan
Surabaya dalam menerima peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah,
karena terdapat golongan yang dengan mudah mematuhi dan berkompromi
dengan peraturan namun ada pula yang masih teguh mempertahankan
pendapatnya. Terlebih lagi bila terdapat perbedaan antara peraturan tersebut
dengan keyakinan menurut agama yang dianut masyarakat, dan tidak
mungkin diubah seiring dengan kelahiran Peraturan Menteri Agama No. 11

Dadan Muttaqien, Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan Perjanjian, (Yogyakarta: Insania Cita
Press, 2006), 24.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Tahun 2007 yang memberikan sebuah batas mengenai usia pada wali nasab
sebagai syarat menjadi wali nikah.
Tentunya

peraturan

tersebut

dimaksudkan

akan

membawa

kemaslahatan bagi seluruh umat Islam Indonesia, namun pelaksanaannya
tetap membutuhkan sosialisasi dan waktu yang relatif berbeda-beda,
berdasarkan pada berbagai perbedaan yang selama ini tercipta dan hadir di
Indonesia. Perbedaan tersebut tercantum pula pada Kompilasi Hukum Islam
Pasal 19-21 tentang wali nikah yang tidak mengatur mengenai usia pada
syarat balig bagi wali nasab.
Lahirnya sebuah peraturan menteri agama, yang selanjutnya akan
disebut Peraturan Menteri Agama ini otomatis menggantikan Keputusan
Menteri Agama No. 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah yang
merupakan upaya realisasi dari sebuah gagasan besar yang berwawasan jauh
kedepan. Keputusan Menteri Agama ini mengemban amanat untuk
mewujudkan sebuah konsep yang sudah sangat lama direncanakan guna
mencapai cita-cita yang begitu luhur dan strategis, yaitu terpilihnya KUA
dalam berbagai aspek tugas pokok dan fungsinya, supaya KUA ke depan
tidak hanya berkutat dalam lingkup tugas nikah, talak, cerai, dan rujuk
(NTCR).17
Sementara dari segi Perundang-Undangan Indonesia, Peraturan Menteri
Agama merupakan hukum positif yang mengikat warga Indonesia yang

Eko
Mardion,
“Penetapan
Hukum
Peraturan
Menteri
Agama
11/2007”
http:/ekomardion.blogspot.co.id/2009/04/penetapan-hukum-wali-nikah-pma-112007.htmn?m=1,
diakses pada Senin 01 Agustus 2016.

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

beragama Islam yang akan melaksanakan pernikahannya di KUA, karena
hukum tersebut telah di undangkan dalam berita negara republik Indonesia
tahun 2007 No. 5 di Jakarta pada tanggal 25 juni 2007.
Tentunya kementerian agama memiliki alasan mengeluarkan Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 yaitu demi terwujudnya kemaslahatan
dan kebaikan bagi semua pihak karena dengan demikian maka wali nikah
dapat memutuskan sesuatu dengan pertimbangan rasio yang matang bukan
diambil dengan tanpa pertimbangan mengingat tanggung jawanya sebagai
wali dalam sebuah pernikahan yang sakral bukanlah tanpa sebab dan akibat
apabila di temukan kesalahan dalam pernikahan tersebut. Mengingat pula
bahwa pada usia 19 tahun seorang sudah mencapai kematangan berfikir dan
mental (rushd).
Berkaitan dengan batas usia wali nasab yang diatur dalam Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 yang mengatur usia wali nasab sekurangkurangnya berusia 19 tahun, pada realitanya terdapat pernikahan dengan wali
nikah di bawah usia 19 tahun yaitu usia 17 tahun di KUA kecamatan
Sawahan kotamadya Surabaya, hal ini jelas tidak memenuhi syarat dalam
Peraturan Menteri Agama No. 11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah.
Namun pernikahan tersebut dapat dilaksanakan di KUA kecamatan Sawahan
dengan alasan dan pertimbangan yang matang dari pihak KUA kecamatan
Sawahan Surabaya, serta faktor dorongan dari masyarakat yang harus di
pertimbangkan pula oleh pihak KUA kecamatan Sawahan Surabaya. Maka
hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian berkaitan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

dengan permasalahan diatas yang akan dirangkum dalam judul “Analisis
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Ketentuan Peraturan Menteri Agama
No. 11 Tahun 2007 Tentang Batas Usia Wali Nikah di KUA Kecamatan
Sawahan Kotamadya Surabaya”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dalam
penelitian ini dapat diidentifikasikan dalam unsur-unsur sebagai berikut:
1. Praktik

pelaksanaan

pernikahan di

KUA

kecamatan Sawahan

kotamadya Surabaya.
2. Perwalian dengan menggunakan wali nasab di bawah usia 19 tahun.
3. Pelaksanaan wali nasab menurut Peraturan Menteri Agama No. 11
Tahun 2007 di KUA kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya
4. Analisis hukum Islam terhadap Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama
No. 11 Tahun 2007 tentang batas usia wali nikah
Dari identifikasi permasalahan di atas, peneliti hanya memfokuskan
pada permasalahan tentang pelaksanaan ketentuan batas usia wali nikah
(nasab) di KUA kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya menurut Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 dan analisis hukum Islam terhadap
Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang batas usia wali nikah.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka masalah-masalah yang muncul dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Bagaimana pelaksanaan wali nasab menurut Peraturan Menteri Agama
No. 11 Tahun 2007 di KUA kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap Pelaksanaan Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang batas usia wali nikah?
D. Kajian Pustaka
Secara umum pembahasan mengenai wali dalam pernikahan ini telah
banyak di temukan berdasarkan penelusuran yang dilakukan. Pembahasan
tentang wali nasab yang ditemukan adalah pembahasan yang mengangkat
kasus peralihan dari wali nasab ke wali hakim yang dipalsukan dengan dalih
wali berada di luar pulau Jawa yang tidak mungkin untuk menghadirkannya
sebagai saksi, namun ternyata beliau berada dalam satu kabupaten dengan
mempelai. Skripsi ini ditulis oleh Husni Mubarok C01302078 (2004) dengan
judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pasal 23 KHI tentang Peralihan Wali

Nikah dari Wali Nasab ke Wali Hakim Studi Kasus KUA kecamatan
Mojosari kabupaten Mojokerto." 18
Ianatul Mufarokhah C01300116 (2004) menulis skripsi dengan judul
“Pengangkatan Wali Nikah di bawah 15 tahun KUA kecamatan Sukodono

kota Surabaya Studi Analisis menurut Hukum Islam.” Pembahasan dalam
skripsi ini mengangkat tentang pengangkatan wali nikah di bawah 15 tahun
di KUA kecamatan Sukodono kota Surabaya ditinjau dari hukum Islam, dasar
hukum serta akibat hukum dari pernikahan tersebut juga pertimbangan
Husni Mubarak, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pasal 23 KHI tentang Peralihan Wali Nikah
dari Wali Nasab ke Wali Hakim Studi Kasus KUA kecamatan Mojosari kabupaten Mojokerto”,
(Skripsi--Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2004).

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

hukum di perbolehkannya pernikahan dengan wali nikah di bawah 15 tahun
tersebut terjadi. Bedanya dengan skripsi penulis, disini lebih memfokuskan
pada pengangkatan walinya saja tanpa mengkaitkan dengan Peraturan
Menteri Agama.19
Agus Muslih 062111021 (2011) menulis skripsi dengan judul “Studi

Analisis Terhadap Pasal 18 PMA Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Batas
Minimal Usia Wali Nasab Dalam Pernikahan". Pembahasan dalam skripsi ini
membahas tentang ketentuan wali nasab yang mana terdapat dalam Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007, dengan menganalisis persyaratan yang
ada

didalamnya

ditinjau

dari

sudut

kemaslahatan

peraturannya.20

Perbedaannya dengan skripsi penulis ialah, disini membahas lebih pada
Peraturannya

saja,

sedangkan

skripsi

penulis

membahas

tentang

pelaksanaannya sebagaimana yang terjadi juga mengkaitkan dengan
Peraturan Menteri Agama tersebut.
Alfiah Nuri Rahmawati, 11210097 (2011) menulis skripsi dengan judul

“Implementasi Batas Usia Balig Untuk Menjadi Wali Nikah menurut
Madzhab Syafi‘i dan PMA No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah
(Studi Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa Timur”. Pembahasan dalam skripsi ini membahas tentang
problem hukum terkait dengan batas umur dalam menjadi wali nasab
Ianatul Mufarokha, “Pengangkatan Wali Nikah di bawah 15 tahun di KUA kecamatan
Sukodono kota Surabaya Studi Analisis menurut Hukum Islam”, (Skripsi—Institut Agama Islam
Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2004).
20
Agus Muslih, “Studi Analisis Terhadap Pasal 18 PMA Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Batas
Minimal Usia Wali Nasab dalam Pernikahan”, (Skripsi--Institut Agama Islam Negeri Walisongo,
Semarang, 2011).

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pernikahan, yang mana di Kantor Urusan Agama Kecamatan Maron
Kabupaten Probolinggo terdapat kasus hukum yang tidak sesuai dengan PMA
No. 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah dalam pasal 18 yang
menyebutkan bahwa umur wali nikah minimal telah mencapai umur 19 tahun.
Dengan melihat fakta hukum yang terjadi pegawai KUA tidak mengikuti
aturan pemerintahan.21
Jadi pembahasan tentang adanya batas usia wali nikah dalam Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 berkaitan dengan batas usia wali nikah
(nasab) dan pelaksanaan di KUA Sawahan tersebut belum pernah dibahas.
Karena itu penulis ingin membahas tentang adanya batas usia wali nikah
dalam Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tersebut, khususnya
yang terjadi pada masyarakat kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya.
E. Tujuan Penelitian
Berhubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan
penulisan ini adalah:
1.

Untuk memahami pelaksanaan wali nasab menurut Peraturan Menteri
Agama No. 11 Tahun 2007 di KUA kecamatan Sawahan kotamadya
Surabaya.

21
Alfiah Nuri Rahmawati,” Implementasi Batas Usia Baligh Untuk Menjadi Wali Nikah Menurut
Madzhab Syafi‘i dan PMA No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah (Studi Di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur”, (Skripsi—
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2011).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2.

Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap Pelaksanaan
Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang batas usia wali
nikah.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegiatan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.

Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pada khazanah ilmu pengetahuan Islam terutama yang berhubungan
dengan perwalian dan batasan usia wali nasab menurut Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007.

2.

Aspek praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai penunjang
bagi penyusunan karya ilmiah berikutnya dalam permasalahan yang
sama.

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan arti
dari maksud konsep yang terdapat dalam judul skripsi ini. Maka di sini perlu
di tegaskan penegertian dari konsep yang terdapat dalam judul secara
operasional, dengan rincian sebagai berikut:
1.

Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi
bagian agama Islam.22 Dalam hal ini berupa kitab fiqih yang didalamnya

22

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

terdapat pendapat-pendapat Ulama Madzhab, Maslah}ah Mursalah,
Kompilasi Hukum Islam Pasal 19-21 dan Undang-Undang Perkawinan
No. 1 Tahun 1974 tentang wali nikah.
2.

Wali Nasab
Wali nasab adalah wali yang mempunyai hak perwalian
berdasarkan pertalian keluarga karena hubungan darah dengan calon
mempelai wanita.23

3. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007.
Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang pencatatan
nikah ini di keluarkan pada tanggal 21 juli 2007 dan di undangkan
dalam berita negara republik Indonesia tahun 2007.24 Kementerian
agama menambahkan persyaratan dalam Peraturan Menteri Agama No.
11 Tahun 2007 berkaitan dengan perwalian yaitu pada pernikahan yang
menggunakan wali nasab dengan ketentuan usia sekarang-kurangnya 19
tahun.
H. Metode penelitian
Metode yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
yang mengambil lokasi penelitian di Kantor Urusan Agama kecamatan
Sawahan yang bertempat di Jl. Dukuh Kupang, no. 10 kotamadya Surabaya.

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum IslamJilid 6, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), 1395.
24
Kementrian Agama, Himpunan Seputar Kepenghuluan, 25.
23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1.

Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a.

Data tentang pernikahan dengan wali nasab usia 17 tahun di KUA
kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya.

b.

Data analisa hukum Islam terhadap pelaksanaan pernikahan
dengan wali nasab di bawah usia 19 tahun menurut Peraturan
Menteri Agama no. 11 tahun 2007 di KUA kecamatan Sawahan
kotamadya Surabaya.

2.

Sumber data
Berdasarkan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
dikumpulkan dari sumbernya baik primer maupun sekunder, maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
a.

Sumber primer
Sumber primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan

data

langsung

pada

subyek

sebagai

sumber

informasi.25
Adapun sumber data yang dikumpulkan peneliti dalam
penelitian ini berupa:
1) Kepala KUA kecamatan Sawahan beserta pegawainya.
2) Dokumen tentang pernikahan di bawah usia 19 tahun di KUA
kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya.
25

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b. Sumber sekunder
Sumber sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang
telah ada atau data tersebut sudah tersedia yang berfungsi untuk
melengkapi data primer.26 Adapun data sekunder yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah berupa literatur antara lain:
1) Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan No.
1 Tahun 1974 berkaitan dengan perwalian.
2) Eko Mardion, Penetapan Hukum Peraturan Menteri Agama

11/2007
3) Wahbah Zuhaily, Fiqh Imam Syafi‘i,
4) Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat.
5) Mohammad Daud Ali. Hukum Islam.
6) Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan.
7) Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-

Undang Perkawinan.
8) Atiqah Hamid, Fiqh Wanita.
9) Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang

Perkawinan.
10) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah.
11) M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam
12) Beni Ahmad Saebani. Fiqh Muna>kahat.
13) Husain. Ensiklopedia Fiqih Praktis.
26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2008), 101.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14) Muhammad Zuhaily. Fiqih Muna>kahat Kajian Fiqih Pernikahan

dalam Prespektif Madzhab Syafi‘i
15) Fathurrahman

Djamil.

Metode

Ijtihad

Majlis

Tahrij

Muhammadiyah.
16) Asfari Jaya Bakri. Konsep Maqa>s}id Shari>‘ah Menurut Al-

Syathibi.
17) Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi. Petunjuk Teknis

Penulisan Skripsi.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa macam teknik pengumpulan data, salah
satunya adalah teknik dokumentasi, dan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.

Studi Dokumentasi
Dalam teknik dokumentasi, peneliti menyelidiki bendabenda tertulis, seperti buku-buku, dokumen, Peraturan-peraturan
dan sebagainya. Menurut Rianto Adi yang dimaksud dengan
dokumentasi adalah data yang diperoleh untuk menjawab masalah
penelitian yang dicari dalam dokumentasi atau bahan pustaka.27
Dokumentasi di sini merupakan data dari dokumen yang berkaitan
dengan pernikahan dengan wali nikah yang menggunakan wali
nasab yang berusia dibawah usia 19 tahun sesuai dengan Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 2007.

27

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), 61.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b.

Wawancara
Dalam penelitian ini juga digunakan teknik wawancara.
Wawancara merupakan pertemuan dengan orang untuk bertukar
informasi

dan

ide

melalui

tanya

jawab

sehingga

dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.28 Hal ini,
wawancara dilakukan dengan dialog dan tanya jawab secara
langsung antara peneliti dengan Kepala KUA beserta pegawai
KUA kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya.
4.

Teknik Pengelolahan Data
Data yang diperoleh dari lapangan, dianalisis secara kualitatif
dengan tahapan sebagai berikut:
a.

Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi
yang meliputi kesesuaian keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.29
Teknik ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan datadata yang sudah penulis dapatkan, dan akan digunakan sebagai
studi dokumentasi.

b.

Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber
dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
gambaran

yang

sesuai

dengan

rumusan

masalah,

serta

mengelompokkan data yang diperoleh.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. (Bndung: Alfa Beta, 2008), 72.
Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 153.

28
29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

c.

Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap
hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari
sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalildalil lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan.

5.

Teknis Analisis Data
Analisis data adalah pengorganisasian dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan hubungannya dengan rumusan masalah yang diteliti. Analisis data
yang dilakukan peneliti dengan menggunakan metode analisis
deskriptif, yakni teknik analisis data hanya pada taraf deskriptif
(menggambarkan atau menguraikan) dengan cara memaparkan data apa
adanya mengenai pelaksanaannya yang kemudian diperkuat dengan
teori atau ketentuan mengenai wali nikah dalam Hukum Islam,
Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974, yang mana metode ini bertujuan menggambarkan secara jelas
tentang produser pernikahan dengan wali nasab dibawah usia 19 Tahun.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang terdiri atas satu variable
atau lebih dari satu variable. Namun, variable tidak saling
bersinggungan sehingga disebut penelitian bersifat deskriptif30 Data
tersebut dianalisis menggunakan metode deduktif, yaitu mengemukakan
teori-teori dan dalil-dalil yang bersifat umum, kemudian ditarik sebuah
kesimpulan untuk mengetahui hal-hal khusus mengenai pernikahan

30

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 11.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

dengan wali nasab dibawah usia 19 Tahun serta penetapannya di KUA
kecamatan Sawahan kotamadya Surabaya.
I. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis akan
menerapkannya dalam bab demi bab, dari bab tersebut dipecahkan menjadi
beberapa sub bab, untuk itu lebih jelasnya penulis memaparkannya sebagai
berikut:
Bab pertama, pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode
penelitian,

teknik

pengambilan,

pengolahan

data

dan

sistematika

pembahasan.
Bab kedua, bab ini berisi tentang teori perwalian menurut hukum Islam
yaitu memuat tentang pengertian wali, syarat dan rukun, urutan dan macam
perwalian, dasar hukum perwalian, dan maslah}ah menurut hukum Islam.
Bab ketiga, pembahasan bab ini berisi tentang pelaksanaan Peraturan
Menteri Agama No. 11 Tahun 1974 tentang pernikahan dengan menggunakan
wali nikah dibawah usia 19 tahun di KUA kecamatan Sawahan kotamadya
Surabaya, serta memaparkan tentang Peraturan Menteri Agama No. 11
Tahun 2007 Tentang Batas Usia Wali Nikah (Nasab).
Bab keempat, bab ini berisi analisis terhadap data yang terkumpul
tentang praktik perkawinan dengan wali nasab dibawah usia 19 tahun yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

didapat dari KUA setempat ditinjau dari Peraturan Menteri Agama No. 11
Tahun 2007 dan analisis hukum Islam terhadap Peraturan Menteri Agama
No. 11 Tahun 2007 megenai batas usia wali nikah tersebut.
Bab kelima, adalah penutup yang memuat uraian tentang kesimpulan
dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TEORI PERWALIAN DAN MASLAH}AH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Tinjauan Umum Tentang Perwalian Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Wali
Secara etimologi bahwa wali merupakan bentuk dari isim fa>’il yang
berasal dari fi'il ma>di} (‫ )ولى‬yang semakna dengan (‫ ناصره‬:‫ )واأه‬yang
berarti menolong dan (‫ الحليف‬: ‫ )الولي‬yang berarti bersekutu, seperti
kalimat (‫ )من ولى أمر أحد‬yang berarti orang yang mengurus / menolong
perkara seseorang.1
Istilah wali berasal dari bahasa Arab, (al-wali>) yang berarti
pemegang suatu wilayah, yaitu kuasa menangani urusan baik umum
maupun khusus.2 Pengertian secara terminologi adalah orang yang berhak
dan berkuasa untuk melakukan perbuatan hukum bagi orang yang berada
di bawah perwaliannya, karena dianggap tidak mampu.3
Dalam Kompilasi Hukum Islam, bahwa pengertian wali adalah
orang yang diberi kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum dari
kepentingan anak yang tidak memiliki kedua orang tua, atau karena kedua
orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum.4

1
Ahmad Warson Munawwir, al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progessif,
cet. 25, 2002), 1582.
2
Azyumardi Azra, Ensiklopedia Islam, 243.
3
Wahbah Zuhayli, al-Fiqh al-Isla>m Wadilatuhu, Juz IV, (Bairut: Dar Fiqh, tt.), 691.
4
Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, (Bandung: Cipta Media), 2008, 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Secara umum, yang dimaksud dengan wali adalah seseorang yang
karena kedudukannya berwewenang untuk bertindak terhadap dan atas
nama orang lain.5
Secara garis besarnya perwalian ini terbagi menjadi tiga:
1.

Perwalian atas orang

2.

Perwalian atas barang

3.

Perwalian atas orang dalam pernikahannya.6
Perwalian dalam nikah tergolong ke dalam al-wala>yah 'alan-nafs,

yaitu perwalian yang bertalian dengan pengawasan (al-ishra>f) terhadap
urusan yang berhubungan dengan masalah-masalah keluarga seperti
perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan anak, kesehatan, dan aktivitas
anak (keluarga) yang hak kepengawasannya pada dasarnya berada di
tangan ayah, atau kakek, dan para wali yang lain. Perwalian terhadap
harta ialah perwalian yang berhubungan dengan ihwa>l pengelolaan
kekayaan tertentu dalam hal pengembangan, pemeliharaan (pengawasan)
dan pembelanjaan. Adapun perwalian terhadap jiwa dan harta ialah
perwalian yang meliputi urusan-urusan pribadi dan harta kekayaan, dan
hanya berada di tangan ayah dan kakek.7
Dari berbagai macam perwalian diatas dapat diketahui bahwa
terdapat bermacam-macam perwalian yang berkembang di masyarakat,

Amir Syarifuddin,, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), 69.
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1974), 93.
7
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada), 2004, 134 -135.
5

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

namun yang akan penulis bahas lebih lanjut disini yaitu, mengenai
perwalian seseorang dalam pernikahan.
Wali merupakan syarat sah dalam pernikahan yang artinya harus
ada dalam pernikahan, tanpa adanya wali maka pernikahan dianggap tidak
sah. Karena pernikahan yang sah adalah pernikahan yang memenuhi
rukun dan syarat yang berlaku baik sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan Indonesia maupun hukum Islam.
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah “ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”Ketentuan yang mengandung
arti bahwa landasan pernikahan adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka
penikahan yang sah adalah pernikahan yang dilakukan menurut aturan
agama dan kepercayaan masing-masing. Sedangkan segi formalnya
pernikahan itu harus dicatatkan pada kantor pencatatan sipil dan bagi
mereka yang akan melangsungkan pernikahan selain agama Islam dan
bagi mereka yang melangsungkan pernikahan menurut agama Islam
dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Suatu pernikahan bukan merupakan perbuatan hukum saja, tetapi
juga merupakan perbuatan keagamaan. Karena sah atau tidaknya
pernikahan tergantung pada agama dan kepercayaan masing-masing.8
8

Anshary, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 12.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 haruslah benarbenar atas dasar suka rela dan tidak ada unsur paksaan. Berdasarkan Pasal
4 Kompilasi Hukum Islam, masyarakat Indonesia yang beragama Islam
menggunakan Hukum Islam untuk mengatur masalah pernikahan sesuai
dengan pasal 2 Ayat 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam Pasal 14 menyebutkan beberapa rukun dan
syarat dalam pernikahan, maka pernikahan dapat dikatakan sah apabila
telah terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Apabila syaratsyaratnya tidak lengkap maka pernikahan tersebut tidak dapat
dilangsungkan, dan apabila salah satu dari rukunnya tidak ada, maka
pernikahan tersebut menjadi tidak sah atau batal. Ditegaskan pula dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 19, “Wali nikah dalam perkawinan
merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang
bertindak untuk menikahkannya.”9
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa Undang-Undang
Negara Indonesia khususnya Kompilasi Hukum Islam yang mengatur
tentang urusan umat muslim di Indonesia juga mensyaratkan pernikahan
tersebut dilakukan oleh seorang wali atau wakil (na>ib). Ketentuan
tersebut diambil dari hukum yang dianut oleh madzhab Syafi‘i.
Rukun dan syarat yang dipakai dalam perumusan Kompilasi Hukum
Islam adalah rukun dan syarat dari mayoritas ulama kecuali madzhad
Hanafi, adapun dasar hukum ditetapkannya wali sebagai rukun dan
9

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam..., 25.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

syaratnya sebuah pernikahan adalah berdasarkan ayat al-Quran surat alBaqarah ayat 232:

ِ
ِ
َ ِ
‫اض ْوا‬
ُ ‫َجلَ ُه َن فَ ََ تَ ْع‬
َ ‫اج ُه َن إِذَاتَ َر‬
َ ‫ضلُو ُ َن أَنْ يَ ْك ْح َن أَ ْزَو‬
َ ‫اء فَ بَ لَ ْغ َن أ‬
َ‫س‬
َ ‫َوإذَا طَل ْقتُ ُم ال‬
ِ ‫ب ي َ هم بِالْمعر‬
ۚ ‫ظ بِ ِه َم ْن َكا َن ِم ْ ُك ْم يُ ْؤِم ُن بِاللَ ِه َوالْيَ ْوِم ْاْ ِخ ِر‬
ُ ‫وع‬
َ ِ‫وف ۚ ذَل‬
َ ُ‫ك ي‬
ُ ْ َ ْ ُ َْ
‫َذلِ ُك ْم أَ ْزَكى لَ ُك ْم َوأَط َْه ُر ۚ َواللَهُ يَ ْعلَ ُم َوأَنْ تُ ْم ََتَ ْعلَ ُمو َن‬

Artinya:“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa
iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka
kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan
diantara mereka dengan cara yang maruf. Itulah yang dinasehatkan
kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah
mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.10
Selanjutnya Nabi Muhammad saw bersabda:

‫س َوإِ ْس َرائِْي َل‬
ُ ‫ْح َد‬
َ ‫َح َدثََا ُم َح َم ُد بْ ُن قُ َد َامةَ بْن أَ ْعيَ َن َح َدثَ َا أَبُ ْو ُعبَ ْي َد َة ال‬
َ ُ‫اد َع ْن يُ ْون‬
‫صلَى اللهُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم‬
َ ‫َع ْن اَبِى إِ ْسحاَ َق َع ْن أَبِى بُ ْر َدةَ َع ْن أَبِى ُم ْو َسى أَ َن الَبِ َي‬
ِ َ َ‫ق‬
‫اح إََِ بَِولِي‬
َ ‫ال ََن َك‬

Artinya“Tidak ada nikah, melainkan dengan adanya wali.” (Riwayat
Abu Daud)11
Perempuan yang hendak melaksanakan pernikahan kehadiran
seorang wali mutlak adanya, karena wali merupakan salah satu syarat
sahnya pernikahan baik menurut Undang-Undang maupun menurut
hukum Islam. Persyaratan adanya wali bukanlah tanpa alasan, melainkan
itu semua merupakan bentuk penghormatan agama Islam terhadap
wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka. Maka dari sekian
banyak rukun dan syarat tersebut persyaratan adanya wali dalam

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya,… 56.
Imam Hafidz al Mushnaf al Mutqin Abi Daud Sulaiman bin al Asyab, Sunan Abi Daud, (Kairo:
Dar al-Hadith, 275 M), 892.
10

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pernikahan menjadi hal yang sangat penting dan menentukan, hal ini
dapat dilihat pula dar