Bahan Ajar - Rahmad Hendra, SH.,M.Kn.

(1)

RAHM AD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI


(2)

 Hukum Keluarga dimulai dengan adanya perkaw inan.

 Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor I Tahun 1974, kondisi hukum perkaw inan di Indonesia sangat

pluralist is. Hal ini dit andai dengan berlakunya bermacam -macam hukum perkaw inan bagi orang Indonesia, yait u: 1. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam yang

t elah direspsi oleh hukum adat .

2. Bagi orang Indonesia asli yang beagama Krist en berlaku Huw elyks Ordonant ie Christ enen Indonesiers (HOCI) Tahun 1933 Nomor 74.


(3)

3.

Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku

hukum adat .

4. Bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa dan

w arga negara Indonesia ket urunan Tionghoa

berlaku Kit ab Undang-undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wet boek) dengan sedikit perubahan.

5. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan w arga

negara ket urunan Timur Asing lainnya berlaku

hukum adat mereka.


(4)

 Di dalam konsep BW, t idak ada definisi perkaw inan, hanya dalam Pasal 26 BW dit et apkan perkaw inan hanya

merupakan Hubungan Keperdat aan, sehingga yang t imbul hanya akibat perdat a.

Ct h : perkaw inan sah jika dicat at kan di Kant or Cat at an Sipil.

 Kemudian Pasal 26 BW diubah dan dit egaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974, di dalam UU ini dapat dilihat

TUJUAN & M AKNA PERKAWINAN. (lihat Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974).


(5)

Perbedaan konsep Perkaw inan ant ara BW

& UU Nomor 1 Tahun 1974 :

1

. Dalam BW t idak kuat / t idak jelas unsur bat hiniahnya

(cint a kasih ), hanya lahiriah saja, t et api unt uk t ujuan

lain. Ct h : perkaw inan unt uk menghapuskan hut ang.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974, disebut kan t ujuan

perkaw inan, yait u : unt uk membent uk keluarga yang

bahagia (dalam BW t idak disebut kan)


(6)

2.

Dalam BW, t idak dimasukkan unsur keagamaan

secara t egas. Sedangkan dalam UU Nomor 1

Tahun 1974, disebut kan bahw a sahnya

perkaw inan dilakukan menurut agama.

Ct h. Kasus : Dalam BW : seorang pemuka agama

yang melangsungkan suat u perkaw inan,

sedangkan pencat at an belum dilakukan, maka

dapat dikenai pidana (dg. Pasal 530 KUHPid. Ayat

1). Sehingga yang dipent ingkan dalam BW adalah

Kant or Cat at an Sipil.


(7)

PERKAW INAN

SAHNYA PERKAW INAN

Ps. 2 (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 :

Perkaw inan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya

dan kepercayaannya it u


(8)

PENCATATAN PERKAW INAN

Pasal 2 ayat (2) UUP : Tiap-t iap perkaw inan

dicat at

menurut

perat uran

perundang-undangan yang berlaku

.


(9)

ASAS – ASAS PERKAW INAN

1

1.. ASAS

ASAS KESEPAKATAN

KESEPAKATAN

 Diat ur dalam BW m aupun UU Nomor 1 Tahun 1974 (UUP)

 M engenai kesepakat an kedua calon mempelai diat ur dalam Pasal 6. Tanpa adanya kesepakat an, perkaw inan bat al demi hukum.

Unt uk menget ahui apakah dalam perkaw inan ada kesepakat an yang cacat / t idak, dapat diket ahui kemudian apabila ada gugat an bahwa dilakukan perkaw inan dengan kesepakat an yang cacat .


(10)

Dalam

Perkaw inan

harus

diberikan

dalam

keadaan bebas, t anpa paksaan (baik paksaan

fisik maupun psikis),misalnya dapat t erjadi :

-

Penipuan

: Upaya agar pihak lain percaya

sesuat u

it u

benar,

padahal

t idak

benar.

Apabila

t idak

unsur

upaya

dalam

suat u

perbuatan,

maka

hal

t ersebut

bukanlah

penipuan, akan t et api kekhilafan


(11)

Perbedaan

M at eri

Kesepakat an

dalam

PERKAWINAN & PERIKATAN UM UM NYA (pdt )

1.

Dalam

Perkaw inan,

obyek

perikat an

yang

dijadikan

sarana

kesepakat an

hanya

sat

u-sat unya, yait u kesepakat an perkaw inan ant ara

calon

mempelai

laki

dan

perempuan.

Sedangkan dalam Perikat an Perdat a, semua

yang dapat dijadikan obyek perikat an dapat

dijadikan sarana kesepakat an;


(12)

2. Dalam

Kesepakat an

Perkaw inan,

berbent uk Akta Ot ent ik dan diw ujudkan

dengan adanya penandatanganan akta

ant ara laki-laki dan perempuan.

Jika lupa menandatangani, secara formal

belum ada kesepakatan.


(13)

Sedangkan dalam Perikatan Perdata

/ Perikat an Umumnya, bent uknya

bebas, bisa berbent uk lisan maupun

t ert ulis .

Jika t ert ulis, maka bisa berupa Akta

Ot ent ik ataupun Akta dibawah


(14)

3. Daya

mengikat

dari

Kesepakatan

Perkaw inan : UM UM , yait u mengikat

semua

orang.

Sedangkan

dalam

Perikat an

Perdata,

hanya

mengikat

para

pihak

yang

mengadakan

perikatan (PACTA SUNT SERVANDA)


(15)

2.

2. ASAS MONOGAMI

ASAS MONOGAMI

Dalam UU Perkaw inan

at aupun BW,

diat ur

asas

m onogami,

yait u

Suami

hanya boleh punya 1 ist eri dan Ist eri-pun

hanya boleh punya 1 suami.


(16)

Asas M onogami dalam BW (Pasal 27 BW)

bersifat mut lak, yang mengingkari /

melanggar asas monogami dikenai sanksi

berdasar pada Pasal 279 KUH Pidana,

yait u : diancam Pidana Penjara paling

lama 5 t ahun.

(dengan adanya Pasal 3 UUP, maka Pasal 27

BW t idak berlaku)


(17)

Asas M onogami dalam UUP t idak m ut lak,

diperbolehkan Poligami dengan alasan –

alasan

t ert ent u

yang

menyebabkan

suami mendapat izin dari Pengadilan (Ps.

3 ayat 2)

berlaku

unt uk

semua

suami,

t ermasuk PNS.


(18)

Syarat – syarat yang harus ada unt uk mendapat

izin dari Pengadilan, adalah :

a. Pasal 4 UUP (Syarat – syarat alt ernat if ) :

1.

Ist e

r

i t idak dapat menjalankan

kewajiban sebagai Ist eri;

2.

Ist eri mendapat cacat badan;

3.

Ist eri t idak dapat melahirkan


(19)

Pasal 5 UUP (Syarat Komulat if ) :

1.

Perset ujuan dari Ist eri;

2.

Adanya kepast ian bahwa suami

mampu penuhi kebut uhan ist

eri-ist erinya. Dalam hal ini pendapat an /

penghasilan suami menjadi ukuran;


(20)

Berkaitan dengan Asas M onogami :

Pasal 27 BW

Sanksi Pasal 279 KUHP

(

t idak berlaku dgn...) (apakah t idak berlaku ?)

Pasal 3 UUP

M onogami mut lak

M onogami Relat if


(21)

Sanksi dalam Pasal 279 KUH Pidana bisa berlaku

/

t idak

bergant ung pada jenis persyarat an

bolehnya monogami, yait u :

Bagi mereka yang

termasuk dalam lingkup monogami mutlak,

maka

terkena

Pasal

279

KUH

Pidana.

Sedangkan bagi yang tidak berlaku baginya

syarat monogami mutlak (monogami relatif),

maka tidak terkena Pasal 279 KUH Pidana

tersebut.


(22)

Kasus : Sudah menikah secara sah, akan

tetapi ingin menikah lagi dengan nikah siri,

apakah dapat disebut Poligami ?


(23)

M enikah kedua kali dengan Nikah Siri,

poligami ? dan melanggar Pasal 279 KUH

Pidana ?

Pasal 279 KUH Pidana dikenakan t erhadap

perkaw inan yang dilangsungkan sement ara

ada perkaw inan yang lalu / sebelumnya


(24)

Seseorang

menikah

secara

Siri,

maka

perkaw inan yang ada menjadi penghambat

/ t idak.

Jika m enghambat , maka dapat

dikenai

Pasal

279

KUH

Pidana,

demikian

sebaliknya (t idak mengham bat = t idak kena

Pasal 279 KUH Pidana).


(1)

 Pasal 5 UUP (Syarat Komulat if ) : 1. Perset ujuan dari Ist eri;

2. Adanya kepast ian bahwa suami mampu penuhi kebut uhan ist

eri-ist erinya. Dalam hal ini pendapat an / penghasilan suami menjadi ukuran;

3. Suami dapat berlaku adil.


(2)

 Berkaitan dengan Asas M onogami :

Pasal 27 BW Sanksi Pasal 279 KUHP

(t idak berlaku dgn...) (apakah t idak berlaku ?)

 Pasal 3 UUP M onogami mut lak


(3)

 Sanksi dalam Pasal 279 KUH Pidana bisa berlaku

/ t idak bergant ung pada jenis persyarat an

bolehnya monogami, yait u : Bagi mereka yang

termasuk dalam lingkup monogami mutlak,

maka terkena Pasal 279 KUH Pidana.

Sedangkan bagi yang tidak berlaku baginya syarat monogami mutlak (monogami relatif), maka tidak terkena Pasal 279 KUH Pidana tersebut.


(4)

Kasus : Sudah menikah secara sah, akan

tetapi ingin menikah lagi dengan nikah siri, apakah dapat disebut Poligami ?


(5)

M enikah kedua kali dengan Nikah Siri, poligami ? dan melanggar Pasal 279 KUH Pidana ?

Pasal 279 KUH Pidana dikenakan t erhadap perkaw inan yang dilangsungkan sement ara ada perkaw inan yang lalu / sebelumnya

menjadi penghalang / penghambat .


(6)

 Seseorang menikah secara Siri, maka perkaw inan yang ada menjadi penghambat / t idak.

 Jika m enghambat , maka dapat dikenai Pasal 279 KUH Pidana, demikian sebaliknya (t idak mengham bat = t idak kena Pasal 279 KUH Pidana).